Berdiri di hadapan Langit empat orang dengan kostum yang berlainan. Dua orang memakai Outfit hampir sama dengan yang digunakan oleh Clayman dan Forester, hanya ditambah Jubah merah panjang sampai ke kaki. Paras keduanya terlihat sangat matang dan penuh pengalaman, dengan usia lebih dari setengah abad. Yang satu berwajah Latin, bermata dingin berkepala plontos. Satu lagi berwajah Asia dengan mata sipit dan rambut putih yang panjang dikuncir rapi ke belakang. Keduanya bertubuh tegap dan tentu saja memancarkan Aura Tenaga dalam dan Energi besar yang sangat menekan dan penuh intimidasi. Mereka adalah Duke Xavier dan Duke Zhou. Dua orang hebat dari Golden Knight! Satu lagi adalah seorang Wanita berwajah Mediterania yang juga berusia setengah baya, namun masih terlihat muda dan cantik, dengan kostum long dress putih dengan lengan terbuka. Memegang sebuah Kipas kecil berwarna Ungu. Dengan rambut di ikat keatas, memakai tusuk konde. Sekutum bunga Melati terselip di sisi telinganya. Dia n
Malam baru saja datang, ketika beberapa mobil mewah memasuki area parkir sebuah Hotel dan Resort bintang lima. Sebelas mobil mewah yang hampir semuanya berwarna hitam itu langsung menempati lahan parkir Hotel yang memang terlihat masih sangat sepi dan lengang. Beberapa saat kemudian beberapa orang berpakaian Jas hitam berkemeja putih berdasi Hitam segera turun dari setiap mobil. Sekitar empat puluh orang turun dari sepuluh mobil yang di dominasi oleh Mercy dan BMW. Hingga akhirnya seseorang segera membuka mobil Roll Royce warna putih yang merupakan Tuan Besar dari kelompok orang dan mobil mewah tersebut. Tiga orang turun dari Roll Royce tersebut. Seorang pria berusia tiga puluhan tahun, bertampang cakap dengan outfit Jas putih berkelas, kemeja hitam tanpa dasi, dengan jam tangan dan kalung emas melingkar di lehernya. Di sampingnya berdiri seorang wanita cantik berusia sekitar dua puluh delapan tahun dengan long dress putih yang terlihat lux dan elegan, dihiasi dengan anting dan kalu
Langit baru saja keluar dari kamarnya ketika beberapa orang berpakaian jas hitam memperhatikannya. Pandangan mereka nampak tegas dan penuh selidik. Namun dia tidak memghiraukan mereka. Langit berjalan santai menyusuri koridor Hotel menuju Lobby Restaurant. Satu dua pelayan dan receptionist membungkuk hormat kepadanya. Langit hanya membalasnya dengan senyuman sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.Dia sudah beberapa kali mengingatkan mereka agar bersikap netral dan biasa-biasa saja. Tidak perlu ada perlakuan khusus atau penghormatan yang sifatnya bertele-tele dan memuakan. Yang sama sekali tidak pernah disukainya. "Dengar, aku dan kalian sama-sama manusia ciptaan Tuhan. Tidak ada satupun yang istimewa antara aku dan kalian semuanya. Perlalukan aku seperti kalian memperlakukan keluarga kalian, saudara kalian, teman kalian. Jangan terlalu berlebihan denganku. Aku tidak perlu sanjung puja. Aku juga tidak butuh pengakuan apapun juga. Adanya aku disini itu karena Takdir. Ada kalian b
Suara teriakan seorang wanita tiba-tiba saja terdengar nyaring mengagetkan semuanya. Langit, Gabe, beberapa pengawal dan pelayan yang berada di pintu dalam Lobby menoleh seketika. "Kalian mau bikin rusuh apa di sini? Apa kalian tidak lihat kami sedang menikmati makan malam?" Renata, sangat Nyonya Aiken kembali berteriak dengan keras. "Nyonya, orang ini hendak masuk dan mengganggu acara makan malam anda, jadi saya berkewajiban untuk menahan dan mengusirnya, sebelum...""Mengganggu? Aku hanya ingin makan, dan kalian tiba-tiba menutup seluruh area Lobby tanpa ada pemberitahuan apapun. Dan sekarang, anak buahmu memukul pelayan dengan seenaknya, aku jelas tidak terima!" papar Langit tegas. "Bocah sialan! Kamu mau di..""Cukup Jun! Kamu selalu saja pakai kekerasan! Dan kamu, apa urusan kamu dengan pelayan itu, kenapa kamu membela dia?" Aiken ikut bicara. "Kenapa? Aku membela dia karena dia memang pantas untuk di bela! Apa ada masalah dengan itu?""Lancang! Siapa kamu berani berkata sepe
*Selesaikan dulu urusan kalian, baru kita bahas urusan kita kemudian!" Langit menghempaskan tinju Jun dengan santai. Namun efeknya luar biasa. Wakil pimpinan pengawal itu hampir jatuh terhuyung ke belakang karena dorongan tangan Langit."Bagaimana bisa dia melakukannya?" Gabe kembali dibuat kaget. Sementara Jun ikut terkejut dalam hatinya. "Bagaimana ini bos? Kenapa mereka bisa ada di sini?" tanya seorang pengawal. "Kemungkinan besar, ada orang dalam yang membocorkan keberadaan Tuan Aiken di sini!" Gabe menghela napasnya. "Sialan, siapa bangsat itu? Akan ku buat hancur tubuhnya saat ini juga!" Jun mengepalkan kedua tangannya. "Apa jangan-jangan dia orangnya? Dari awal dia sengaja mengganggu dan mengulur waktu kita, lalu dia diam-diam memanggil kelompoknya untuk datang kemari!" tebak seorang pengawal. "Wah, bisa jadi seperti itu! Biar ku hajar pemuda ini sekarang juga!" Jun kembali."Cukup Jun! Jangan bertindak bodoh untuk ketiga kalinya! Urusan kita sekarang adalah Naga Biru! Di
Ibu Kota adalah jantung dari pada Negeri Ini. Detaknya yang terus berdenyut setiap saat menjadikan keberadaannya tetap eksis sebagai sebuah Kota Besar Megapolitan, Penyangga Negara nomor satu yang hampir tidak pernah sepi, apa lagi mati dari dinamika siklus kehidupan. Roda perekonomian terus menggeliat dan berputar tanpa kenal lelah. Dari mulai ujung sebelah Selatan hingga pelosok Utara, dari Barat sampai ujung Timurnya. Dengan durasi yang hampir tidak pernah bisa berhenti. Dari mulai Matahari terbit hingga terbenam, berganti dengan malam gemerlap yang tetap ramai oleh hiruk pikuk manusia yang bergelut dan berlalu lalang, berjuang mengais rezeki, saling berkompetisi, bahkan tidak jarang saling sikut, menerjang, menghantam, dan saling menjatuhkan satu sama lain. Dari mulai pekerjaan yang bersifat formal, full skill, intelek, dan bonafid, hingga ke ranah pekerjaan informal, sederhana, cenderung "un-skill" yang bertebaran di sepanjang jalan, di setiap sudut ruang terbuka dan cabang-caba
Jun adalah seorang mantan Juara Nasional Mix Martial Art. Dia juga adalah seorang mantan Anggota Marinir yang memutuskan untuk pensiun dini di usia Tiga Puluh Lima tahun. Masa Depannya di Dunia Mix Martial Art saat itu terbilang cukup menjanjikan. Namun kariernya di Kesatuan malah mentok hanya sampai Sersan Dua saja. Akhirnya setelah melalui pemikiran yang panjang, dia memutuskan untuk mengajukan pensiun dini dan fokus pada Dunia Seni Bela Diri Campuran yang saat itu begitu bersemangat ditekuninya. Saat itu dia sanggup meraup pundi-pundi rupiah yang tidak kecil. Bahkan di usia ketika dia mengajukan pensiun dini, Jun sudah memiliki segalanya. Baik itu kekayaan, uang, rumah, mobil, wanita, ketenaran dan tentu saja Penghargaan Nama Besar sebagai seorang Juara dan Atlet berprestasi dari semua orang. Di usianya yang ke Tiga Puluh Delapan dia memutuskan untuk Pensiun dari Mix Martial Art, dan saat itulah dia baru sadar bahwa apa yang dia pilih saat itu tidak sepenuhnya benar. Ada rasa m
Langit mengamati langsung setiap jengkal pertempuran yang terjadi di Resort nya saat ini. Dia dengan santai duduk di sebuah meja di lantai dua balkon Lobby. Sambil sesekali meminum air mineral yang ada di mejanya. Matanya tidak lepas memandang ke bawah. Melihat tawuran massal yang tidak seimbang antara tiga puluhan lebih orang menghadapi ratusan orang yang bergerak seperti air bah yang terus mengalir memenuhi lantai Lobby nya. Fikirannya ikut berkecamuk menyaksikan pertempuran yang terjadi di depan matanya. Langit terlihat sangat risau dan khawatir. Bukan karena tempat kediamannya yang akan hancur karena imbas dari pertarungan besar mereka, melainkan ada hal lain yang lebih sentimentil dan membuat hatinya terusik. "Manusia, apa yang sebenarnya kalian perebutkan? Kenapa kalian begitu kalap hingga melupakan akal sehat? Melupakan nurani yang selama ini pasti tidak akan merestui apapun tindakan kalian. Jika itu adalah karena harta, kalian pasti akan menyesalinya, jika itu karena kekuas