Amanda menoleh saat melihat pintu kamar mandi terbuka. Ia termenung saat melihat Alana memasuki kamar mandi dan mencuci tangannya di westafel yang ada di samping Amanda. Keduanya saling bertatapan di cermin besar yang ada di hadapan mereka. "Apa kabar, Nyonya? Lama tak bertemu," Alana berusaha mencairkan suasana karena situasi di kamar mandi itu sangatlah canggung. "Tidak perlu berbasa-basi, apa maksudmu datang mendampingi suami dan anakku?" Desis Amanda, matanya melotot saat menatap mantan asisten rumah tangganya itu. Ada rasa tak rela yang sangat sulit dijabarkan. "Saya tidak ada maksud apa-apa, Nyonya. Saya hanya menjalankan pekerjaan saya sebagai ibu susu dari Den Arga," jawab Alana begitu tenang. "Arga? Jadi namanya Arga. Nama yang sangat indah," haru Amanda dalam hatinya. "Kamu? Menjadi ibu susu untuk putra saya? Apa kamu tidak berkaca diri? Kamu itu cuma babu! Berani sekali kamu menyusui putra saya!" Bentak Amanda, ia merasa tak rela sekali jika ASI Alana mengalir dal
Darren yang merasa acara sudah melenceng jauh dari rencana pun mengubah skenario dan mempercepat acara ke inti. Ia mempersilahkan para tamu untuk memakan hidangan utama. Semua tamu pun mengambil nasi beserta lauk pauknya sebagai menu utama di area buffet. "Makanlah terlebih dahulu, Alana! Saya akan mengambil Arga," Elzaino berbisik di telinga Alana. "Tidak, Tuan. Den Arga sedang menyusu. Sebentar lagi pasti tidur. Nanti saya makan kalau Den Arga sudah tidur," ucap Alana pada Elzaino. Wanita itu terlihat memakai kain menyusui yang dibawa tadi dari rumah. Tangan Amanda mengepal mengetahui Alana tengah menyusui putranya. Ada perasaan tak terima yang bergejolak dalam diri Amanda saat mengetahui sang putra di susui oleh mantan asisten rumah tangganya. Elzaino segera pergi dan mengambil satu piring nasi beserta lauk pauknya dari stand buffet. Kemudian ia kembali ke depan Alana. "Kamu kenapa, Honey?" Tanya Darren menelisik wajah Alana. Dari kedatangan Elzaino hingga detik ini Amanda
Flashback.... Arman dan anak buahnya lari tunggang tanggang saat Elzaino menghajar mereka. Mereka berlari dengan kaki pincang, menyusuri kebun jagung yang terhampar luas. Sesekali Arman memaki Elzaino dan menghardik semua anak buahnya. "B*ngs4t! Punya anak buah gak becus semua!" Maki Arman seraya berjalan dengan terengah-engah. "Maaf, Bos! Tapi pria tadi sungguh tangguh. Dia menguasai ilmu bela diri!" Jawab anak buahnya yang bertato naga. Tentu saja ia yang menyelamatkan Arman tadi. "Benar, Bos. Sekali pun kita main keroyokan dia gak tumbang, Bos!" Sahut anak buahnya yang berambut gondrong. "Diam, kalian semua payah! Jangan terus membela diri atau aku akan menyumpal mulut kalian pake batu!" Teriak Arman dengan nafas tersengal. Semua anak buahnya bungkam saat melihat kemarahan Arman. Lava kemarahan Arman rasanya ingin meledak. Bagaimana tidak, Alana wanita yang selalu mengganggu pikirannya itu selangkah lagi akan ia miliki. Namun, pria asing tadi datang merusak semua rencana
"Bersamaan dengan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua tamu yang sudah meluangkan waktu untuk menghadiri pesta ini. Ada hal penting yang akan saya umumkan malam ini," Darren memulai. "Saya ingin mengumumkan jika sebentar lagi saya akan menikahi wanita yang amat saya cintai," Darren menoleh pada Amanda yang sedari tadi mematung di belakangnya. Ia tersenyum manis bak orang yang tergila-gila pada Amanda. Bukannya terharu, Amanda malah merasa cemas. Mengapa Darren tak datang saja pada Handoko dan meminta dirinya secara baik-baik? Amanda mengutuk Darren dalam hatinya. Ditambah entah mengapa hatinya merasa terluka tatkala Elzaino menatapnya dengan datar. Ada perasaan yang tak ia mengerti. Bukankah ini yang Amanda harapkan? Kembali bersama Darren dan hidup bersama melanjutkan kisah mereka yang tertunda? Tatapannya semakin gusar kala melihat Arga yang tertidur pulas di pangkuan Alana. Sedangkan para tamu yang lain bertepuk tangan walau mereka tahu ada Elzaino di sana.
Malam itu Heri beristirahat di rumah Darmi, ia berharap Arman tak akan menemukannya di sana. Setelah luka-lukanya di kompres dan minum obat anti nyeri, Heri pun bisa memejamkan matanya. Heri tidur dengan begitu lelap, fisik dan pikirannya sangat lelah. Ia ingin melupakan sejenak dengan mengarungi alam mimpi. Sinar matahari yang menembus jendela kamar Heri menyilaukan mata pria yang sebentar lagi akan menjadi duda itu. Heri menyelimuti tubuhnya sampai kepala. Memang kebiasaan pria itu adalah bangun siang. Heri kembali memejamkan matanya untuk meneruskan mimpi indahnya yang tertunda, namun ia urungkan saat telinganya menangkap keributan yang terjadi. "Ada apa di depan? Mengapa suaranya sangat berisik sekali. Si4lan! Mengganggu orang tidur saja!" Sungut Heri kesal. Heri menyibakan selimut yang membungkus tubuhnya. Dengan ogah-ogahan ia berjalan menuju ruang keluarga. Heri berjalan sempoyongan karena kepalanya yang terasa pusing. Mata Heri terbelalak saat melihat Arman dan semua ana
Alana menatap gundukan tanah kecil di depannya. Selepas selamat dari Heri dan Arman, Alana memang belum melayat kembali makam anaknya. Alana bernafas lega karena makam anaknya baik-baik saja. Alana menaburkan bunga segar ke atas pusara. Kemudian wanita itu melantunkan ayat-ayat suci dengan lirih. Sesekali air matanya menitik, merindukan sang putri yang ia kandung selama sembilan bulan penuh. Sedangkan di belakang, Mang Udin setia menunggu ibu susu dari Arga itu. Mang Udin memang ditugaskan untuk mengantar Alana karena Elzaino takut jika Heri akan melancarkan kembali aksinya. Alana berderai air mata. Ia yang sudah sangat menunggu kelahiran buah hatinya harus menelan duka kala putrinya berpulang, yang semakin membuat Alana pahit kenyataan bahwa suaminya sendiri yang menyebabkan putri mereka berpulang ke pangkuan illahi. Alana mengelus-elus nisan sang putri. Hatinya teramat sakit. Tidak ada sebutan untuk orang tua yang ditinggal meninggal anaknya, karena tak bisa dijabarkan bagaimana
Anak buah Arman meringsek akan membawa Annida. Annida semakin bersembunyi di punggung Darmi. Begitu pula dengan Dani, pria itu berjalan tertatih -tatih untuk mengahalangi anak buah Arman yang akan membawa putrinya. "Jangan, Bos, saya mohon jangan bawa Adik saya! Saya tidak akan bisa memaafkan diri saya sendiri kalau dia sampai dijadikan alat penebus hutang!" Heri memeluk kaki Arman, berharap ada belas kasihan di hati bandar judi itu. Arman, pria itu hanya melihat Heri sekilas. Ia lalu menghempaskan kakinya hingga Heri terjengkang ke belakang. Bahkan kepala Heri membentur meja ruang tamu. Heri hanya menahan sakit, ia tak mungkin akan membalas Arman. Arman membawa anak buah yang sangat banyak pagi ini. "Ck! Kelamaan! Lu banyak cincong!" Dengus Arman. "Saya mohon, Tuan Arman. Jangan bawa putri saya. Dia satu-satunya anak perempuan saya," Darmi menangis histeris. Hati Darmi pagi ini begitu tersayat. Bagaimana tidak, pagi ini ia harus menerima kenyataan jika pria yang ia besarkan
Pagi hari yang hangat, matahari tampak bersemangat menyinari alam semesta. Alana yang melihat pagi hari sangat cerah segera menggendong Arga. Wanita cantik itu telah selesai memandikan Arga. "Sayang, ayo kita berjemur!" Alana tersenyum pada Arga yang sudah mulai berceloteh. Sesekali bayi tampan itu memasukan jari ke dalam mulutnya. "Gantengnya kamu, Nak! Mirip papamu!" Alana spontan menutup mulutnya, entah bagaimana ia refleks mengatakan demikian. Alana kemudian celingukan, takut-takut ada orang di rumah itu yang mendengar ucapannya. Alana menghembuskan nafas lega saat rumah mewah itu terlihat lengang. Mungkin semua orang masih berada di kamarnya atau masih berselimut tebal dan mengarungi alam mimpi. Alana memang terbiasa bangun sangat pagi, ini sudah kebiasannya sejak kecil. Alana kemudian berjalan dengan menggendong Arga di pangkuannya, ia pun duduk di taman istana megah itu. Sesekali Alana mengajak berbicara pada Arga. Alana pun membiarkan Arga tersinari sinar matahari. "H
Sejak kedatangan Amanda, Meri begitu mencemaskan keadaan sang cucu. Meri takut, Amanda akan berbuat nekat untuk mengambil Arga dari sisi keluarganya. Meri berjalan ke arah kamar Arga dan Alana. Wanita modis itu membuka pintu kamar Arga sedikit, ia tersenyum saat melihat Arga sedang berceloteh dan bercanda dengan Alana. Lagi-lagi hatinya menghangat karena Alana. "Alana," Panggil Meri lembut "Iya, Nyonya?" Alana menatap Meri yang sedang berjalan ke arahnya. "Terima kasih, Alana. Karena kamu telah menyayangi cucu saya sepenuh hati kamu," ucap Meri yang membuat Alana seakan tak percaya, karena Meri tak pernah mengatakan terima kasih kepada pekerjanya. "Sama-sama, Nyonya. Sudah kewajiban saya harus menjaga dan menyayangi Den Arga dengan sepenuh hati," Alana tersenyum yang membuat Meri semakin menyukai wanita cantik itu. "Saya akan membawa Arga ke taman, hanya di taman rumah ini. Saya ingin menghabiskan waktu dengan cucu saya," Meri berujar yang mirip sekali dengan meminta izin kepada
Elzaino berencana untuk merayakan pergantian tahun di villa pribadi miliknya yang ada di kota kembang. Villa itu terletak di kawasan asri dan dikelilingi kebun teh yang luas. Elzaino memang sengaja membelinya agar ia bisa membawa keluarganya menjauh sejenak dari hiruk pikuk perkotaan. Elzaino ingin menenangkan pikirannya dari segala masalah yang akhir-akhir ini menderanya."Seriusan Kak kita mau ke villa?" Tanya Mireya dengan mata yang berbinar.Kakak beradik itu kini berada dalam ruangan pribadi milik Elzaino. Mireya sendiri diminta datang ke ruangan pribadi kakaknya untuk menyampaikan hasil rapat tadi siang dengan perusahaan dari Amerika."Seriusan. Tapi semua kerjaan kantor udah beres kan?" Elzaino memastikan. Ia tak ingin pergi berlibur sementara pekerjaan di kantor belum rampung."Kakak ini tidak tahu apa kinerjaku seperti apa?" Mireya mengerucutkan bibirnya.Memang Elzaino begitu mengenali sifat pekerja keras adiknya. Bukan karena Mireya adalah adiknya lantas El menunjuk wanita
Pagi-pagi sekali Alana sudah berjibaku dengan apron warna putihnya. Hari ini, adalah hari pertama Arga MPASI. Wanita itu sangat fokus sekali dengan masakannya, hingga tak menyadari kedatangan Meri dan Mireya yang menghampiri dirinya. "Sedang apa, Sus? Serius sekali!" Mireya yang sedang libur itu bertanya kepada Alana seraya berdiri di samping Alana. Elzaino sudah dua hari ke luar kota, ia pun tak tahu Arga akan mulai MPASI hari ini. "Saya sedang memasak untuk Den Arga. Hari ini hari pertama MPASInya," jawab Alana dengan ceria. Mireya dan Meri merasa terkejut mendengar Arga yang sudah mulai fase MPASI. Mereka sangat sibuk sampai tidak sadar jika Arga sudah genap berusia enam bulan. "Kamu masak apa saja untuk Arga, Alana?" Meri memperhatikan makanan yang ada di dalam panci anti lengket itu. Meri sebenarnya merasa tak yakin dengan Alana, apakah wanita itu tahu gizi yang dibutuhkan oleh seorang bayi? Meri menatap isi panci itu, isinya adalah nasi, daging sapi, brokoli, dan tahu.
Handoko mendapatkan informasi jika sang putri datang ke kediaman Elzaino dengan bermaksud mengambil Arga. Tangan pria itu terkepal erat. Ia tak menyangka anaknya akan setidak tahu malu itu. Sudah mengkhianati sang suami, kini Amanda tak tahu malunya datang untuk mengambil Arga. Entah dari mana sikap tak tahu malunya itu diturunkan. "Pa?" Resti mengusap tangan kekar suaminya. "Hmm!" Handoko bergumam. "Papa sudah tahu kan teror yang menimpa kediaman kita?" Tanya Resti memastikan, ia yakin jika sang suami sudah tahu dengan apa yang diperbuat oleh Darren. "Tentu saja Papa tahu. Jangan hiraukan teror remeh seperti itu!" Handoko menjawab, akan tetapi matanya masih saja memindai pemandangan luar, pemandangan malam dengan terpaan angin sepoi yang membingkai wajahnya. Resti hanya diam tak menjawab. Tentu ia sudah sangat percaya dengan suaminya. Handoko akan selalu memastikan dirinya aman. "Ma, Amanda berusaha merebut Arga dari El. Papa sudah tak tahu di mana wajah Papa saat ini d
Elzaino terus menyeret Amanda ke luar. Bahkan beberapa bodyguard membantu El karena Amanda yang kian memberontak dan menjadi-jadi. Amanda berteriak bak orang kesurupan. Dirinya tengah dikuasai emosi dan ambisi untuk bisa mendapatkan Arga sepenuhnya. "Lepaskan kamu jahat, Mas!" Teriak Amanda lagi diiringi dengan tangisan yang memilukan. Tubuhnya meronta meminta untuk dilepaskan. "Teganya kamu memisahkan ibu dan anaknya! Kamu malah mendekatkan putra kita dengan babu itu ketimbang aku sebagai ibu kandungnya!" Cicit Amanda lagi dengan penuh amarah. Meri dan Mireya yang ikut menyaksikan Amanda di seret hanya menatap wanita itu penuh dengan kebencian. Meri ingin sekali menjambak rambut Amanda lagi, ia belum puas. Para Bodyguard segera mendorong tubuh Amanda di area halaman depan. Tubuh wanita itu basah kuyup karena terkena hujan yang turun dengan lebat. "Pergi kamu, j4lang! Berhenti mengusik kehidupan putraku! Kau bukan bagian dari keluarga kami lagi," suara Meri menggelegar, menamb
Darmi, Dani dan Annida mengalami hari-hari yang sulit di rumah Ratmi, adik dari Dani. Keluarga dari Heri itu hanya mengandalkan makan dari emas yang dijual oleh Darmi. Beruntung ada gelang dan cincin yang menempel di badannya sehingga barang itu tak disita oleh Arman, si bandar judi."Gimana ini Pak, uang kita sebentar lagi habis," ucap Darmi sembari menghitung uang pecahan dua puluh ribu rupiahan. Dani menoleh ke arah uang yang dipegang oleh istrinya. Ia menghembuskan nafasnya kasar, merasa tak berdaya dengan keadaan sulit yang tengah membelenggu keluarganya. Kemudian netra pria yang sudah senja itu menatap pada putri bungsunya yang tengah rebahan sembari tertawa melihat gadgetnya. Dani kemudian bangkit dan menghampiri sang putri yang sudah lulus sarjana itu. "Nida, apa kamu tidak ingin bekerja membantu perekonomian keluarga kita yang tengah carut marut?" Tanya Dani dengan mata tajam.Seumur hidup Annida memang gadis itu kerap dimanjakan oleh Dani dan Darmi. Annida belum pernah ke
Heri mengelap keringat yang mengucur deras di dahinya dengan sebuah sapu tangan kecil. Pria itu baru saja beristirahat. Ia memang diterima di tempat Fauzan bekerja karena teman dari Heri itu memohon agar Heri diterima bekerja walau pria itu belum mempunyai pengalaman menjadi seorang kuli bangunan. Untungnya mandor yang sudah dekat dengan Fauzan itu menerima Heri bekerja di proyek pembangunan sebuah gedung ini. Pekerjaannya sebagai kuli bangunan amat membuat Heri kesusahan. Maklum saja, saat bekerja di rumah Elzaino, pekerjaan itu cenderung ringan karena hanya merawat kebun yang sudah ditata rapi oleh ahlinya. Heri tak perlu kerja keras banting tulang seperti ini saat di rumah Elzaino. Pria itu juga bisa pulang dengan sesuka hati jika pekerjaannya sudah selesai dilaksanakan. Heri mengambil kotak makanan bagiannya, bermaksud untum menghilangkan lapar dan dahaga yang sedari tadi mengganggu dirinya. Pria itu membuka kotak nasi yang diberikan oleh seorang ibu paruh baya yang di tunjuk o
Amanda manut. Ia duduk di sofa. Berhadapan dengan El, Meri, dan Mireya. Mireya memilih menutup mulutnya rapat-rapat. Banyak sekali uneg-uneg yang ingin ia sampaikan, bahkan Mireya ingin sekali menjambak wanita yang ada di hadapannya ini. Hanya saja, Mireya menghormati sang kakak. Ia memberikan kesempatan kepada El untuk berbicara. "Selama ini aku baru sadar. Aku menyesal, aku telah melakukan kesalahan yang tak termaafkan," Amanda mengawali pembicaraan. "Sesalmu itu tak akan mengubah semua yang telah terjadi!" Sinis Meri angkuh. "Aku tahu, Ma! Aku sangat tak layak dimaafkan oleh keluarga kalian. Hanya saja setiap malam aku tersiksa, Ma. Bayangan wajah putraku mengganggu tidurku. Bahkan ia menyadarkan aku dari kesalahanku selama ini. Tidurku tak nyenyak, makanku tak enak. Aku benar-benar merindukannya!" Tutur Amanda, air matanya terus berderai membasahi pipinya yang merona. "Ketika kamu pergi, anakmu itu selalu menangis. Dia rewel karena tak cocok susu formula. Kami masih berhar
Amanda yang merasakan rasa rindunya semakin membuncah pada Arga tak kuasa lagi membendungnya. Amanda menguatkan hati, ia akan bertandang ke rumah Elzaino. Tak peduli apa respon Elzaino dan keluarganya. Lambat laun Amanda memang harus mendatangi Arga. Amanda sadar ia adalah ibu kandung Arga, dan tak ada yang bisa memutuskan ikatan darah itu. Amanda merasa jauh lebih berhak untuk merawat Arga bukan Alana. Amanda mengendarai mobilnya. Ia melajukan mobilnya di gelapnya malam. Malam ini mendung, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Amanda pun menambah laju kecepatan, tak sabar bisa melihat Arga. Namun, hati tak bisa dibohongi. Ada perasaan cemas dan gugup yang bercokol di hatinya. Demi Arga, ia akan menebalkan wajahnya dari rasa malu. Mobil yang dikendarai Amanda kini sudah sampai di depan gerbang rumah mewah milik Elzaino. Wanita yang resmi menyandang status janda itu menatap nanar ke arah gerbang. Rumah ini adalah saksi kehidupannya bersama Elzaino. Rasa penyesalan itu hadir ke