Elzaino, Alana dan Arga telah sampai ke tempat acara. Sebelumnya Meri dan Mireya sudah melarang keras Elzaino untuk hadir saat mereka tahu El akan menghadiri undangan Darren. Selain takut putranya terluka kembali, Meri juga sangat cemas jika Arga harus dibawa, ia takut Amanda akan merebutnya dan membawa Arga pergi. "Hati-hati dengan high heels mu, Alana!" Peringat El ketika melihat Alana sedikit kepayahan. "Iya, Tuan! Saya masih belajar memakainya" Alana tersenyum kikuk, pasalnya seharian tadi Alana belajar memakai sepatu hak tinggi. Ia benar-benar tidak nyaman. Karena takut terjatuh, akhirnya Elzaino menggandeng Alana, tangannya satu lagi menggendong Arga. Arga sangat nyaman di gendongan sang papa. Elzaino memakai jas resmi. Sementara Alana, ia memakai gaun berwarna biru yang memiliki panjang selutut. Di bagian bahunya memiliki model sabrina yang sedikit mengekspos bahu indah Alana. Di bagian pinggang gaun itu memiliki pita yang membuat tubuh Alana terlihat begitu ramping dan
Amanda menoleh saat melihat pintu kamar mandi terbuka. Ia termenung saat melihat Alana memasuki kamar mandi dan mencuci tangannya di westafel yang ada di samping Amanda. Keduanya saling bertatapan di cermin besar yang ada di hadapan mereka. "Apa kabar, Nyonya? Lama tak bertemu," Alana berusaha mencairkan suasana karena situasi di kamar mandi itu sangatlah canggung. "Tidak perlu berbasa-basi, apa maksudmu datang mendampingi suami dan anakku?" Desis Amanda, matanya melotot saat menatap mantan asisten rumah tangganya itu. Ada rasa tak rela yang sangat sulit dijabarkan. "Saya tidak ada maksud apa-apa, Nyonya. Saya hanya menjalankan pekerjaan saya sebagai ibu susu dari Den Arga," jawab Alana begitu tenang. "Arga? Jadi namanya Arga. Nama yang sangat indah," haru Amanda dalam hatinya. "Kamu? Menjadi ibu susu untuk putra saya? Apa kamu tidak berkaca diri? Kamu itu cuma babu! Berani sekali kamu menyusui putra saya!" Bentak Amanda, ia merasa tak rela sekali jika ASI Alana mengalir dal
Tangan Alana gemetar saat mengepel rumah sebesar istana itu. Napasnya tersengal, pinggang hingga kakinya terasa pegal dan kebas. Bekerja sebagai ART saat dirinya tengah hamil besar benar-benar membuat tenaganya terkuras.Wanita berkulit putih itu tengah menyeka keringat yang bercucuran membasahi dahinya saat ART senior di rumah itu memanggilnya. “Alana, kamu dipanggil Nyonya,” kata Bi Narti, menatap Alana prihatin. Seharusnya dengan kondisinya yang sekarang, Alana beristirahat sambil menunggu kelahiran sang buah hati, bukannya bekerja tak kenal lelah seperti ini.“Suamimu benar-benar nggak bisa diandalkan! Ke mana dia di saat kamu bekerja keras seperti ini?” gerutu Bi Narti, antara kesal dan juga kasihan pada Alana. Alana hanya tersenyum miris. Heri, suaminya, tak pernah memberikan nafkah yang layak padanya. Ia bahkan dipaksa bekerja karena uang gaji suaminya sudah habis untuk bermain judi. Alanalah yang memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari dengan gajinya sebagai ART. Miris mem
Alana tersadar saat tubuhnya yang lemah dipindahkan ke brankar. Sepasang matanya mengerjap lemah, kepalanya benar-benar pusing saat dokter memeriksa kondisinya.“Denyut jantung bayi melemah. Segera persiapkan tes, kita akan operasi darurat!" "Baik, Dok!"Percakapan dokter dengan perawat itu membuat rasa panik menjalari hati Alana tanpa bisa dicegah. Kejadian beberapa saat yang lalu menghantuinya, membuatnya ketakutan setengah mati.“Dokter, tolong selamatkan bayi saya,” kata Alana saat ia dibawa ke ruang operasi.“Kami akan melakukan yang terbaik. Banyak berdoa ya," kata dokter itu menenangkan.Proses operasi itu berjalan lancar. Namun, saat dokter mengangkat bayi Alana, bayi yang berjenis kelamin perempuan itu tak kunjung menangis. Kulitnya terlihat sudah membiru seluruh tubuh, seolah tak ada kehidupan di raga bayi itu."Dok, anak saya baik-baik saja kan?" tanya Alana."Dok, bagaimana ini?" tanya asisten dokter.Namun, dokter spesialis kandungan itu tak menjawab, ia menyerahkan bay
Hari berganti hari, nyatanya kehilangan seseorang pun hidup harus tetap berjalan. Semua uang Alana sudah dibawa lari oleh suaminya. Mau tak mau, Alana harus menyimpan kesedihannya dan kembali bekerja. Ia berencana menjual rumah peninggalan rumah orang tuanya, lalu mengikuti jejak Bi Narti yang menjadi pembantu di rumah Elzaino dengan menetap di rumah itu. Alana pun sudah mendaftarkan gugatan cerai setelah dibantu oleh para warga. Jika dulu Alana bertahan karena anak yang dikandungnya, tapi tidak untuk sekarang. Tidak ada alasan lagi untuk Alana bertahan di sisi Heri yang memiliki temperamen buruk. Tak lupa wanita itu terus berterima kasih dan berpamitan pada semua warga yang tulus menolongnya tanpa pamrih. Bi Narti langsung menyambut Alana begitu ia tiba dan memeluknya dengan erat. “Turut berduka atas kehilanganmu, Alana.” Wanita itu tergugu dalam pelukan Bi Narti. Ia tidak dapat menahan kesedihan yang masih membelenggunya. Puas menangis, Bi Narti menyuruh Alana un
“Ba-baik, Tuan,” sahut Alana gugup. “Cuci dan sterilkan tanganmu!” titah El tegas.Alana segera ke kamar mandi mencuci tangannya dengan sabun dan air yang mengalir. Tak lupa ia melepas apron yang sedari tadi dipakai. Wanita itu kemudian keluar dan mengambil Arga dengan segan dari tangan El."Sakit ya, sayang? Cup. Cup. Kasihan sekali anak ganteng, anak soleh," tutur Alana lembut, wanita itu pun memangku dan menidurkan Arga di kasur. Alana kemudian memijit perut Arga dengan pijitan ILU sehingga tangisannya sedikit demi sedikit mereda. El cukup tercengang karena Arga kini berhenti menangis. Ia menelisik setiap gerakan yang Alana buat. Takut jika sang asisten rumah tangganya membuat Arga cedera."Dia kolik, Tuan. Perutnya kembung. Biasanya tak cocok dengan susu formula," jelas Alana tanpa diminta, yang membuat dahi El mengernyit.Setelah tangis bayi itu reda dan akhirnya tertidur, Alana menyimpan Agra dengan hati-hati ke dalam box bayi yang ada di ruangan penuh warna itu. Ruangan ini
Hasil tes kesehatan Alana sudah keluar. Elzaino membacanya dengan saksama. Di sana diterangkan jika Alana dalam kondisi sehat dan tidak sedang menderita penyakit apapun, terutama penyakit yang bisa ditularkan melalui ASI. Selain itu, Alana memiliki golongan darah dan resus yang sama dengan Arga. Ini tentu kabar baik karena tubuh Arga tidak akan kuning jika menerima susu dari Alana. "Kamu nggak salah mau pembantu itu yang menyusui Arga?" Meri, ibu Elzaino tampak tak menyetujui ide dari putranya."Bu, aku yang paling tahu tentang kebutuhan anakku," Elzaino menoleh ke arah sang ibu yang saat ini ada di dalam kamarnya."Paling tahu? Tahu apa kamu, El? Kamu ini ayah baru. Tahu apa tentang perbayian? Ini ibu kamu, sudah khatam tentang anak. Emang kamu nggak takut pembantu itu nularin penyakit ke anak kamu?" sergah Ibu Meri dengan raut wajah judesnya. Ia duduk sembari melipat tangannya di dada."Bu, dia bukan asisten rumah tangga lagi. Dia ibu susu Arga sekarang, namanya Alana. Aku sudah m
Flashback.... Amanda diantarkan oleh seorang pria berparas tampan dan blansteran. Mereka diantar oleh supir pribadi Amanda. Tak lupa Bi Narti pun ikut serta mengantar Amanda ke rumah sakit terbesar di kota itu. Sesekali Amanda meringis, ia merasakan kontraksi pada perutnya. Bi Narti dan supir yang bernama Mang Tejo pun sudah menghubungi El. Dengan panik, El segera membatalkan kunjungan pentingnya. Ia segera memesan pesawat dengan jam penerbangan saat itu juga. Beruntung El mendapatkan tiket dengan mudah dengan kelas VIP itu. "Sakit sekali, Darren!" Amanda meringis.Wanita itu merasa tak kuat dengan rasa sakit dan mulas yang menderanya. Sesekali ia mencengkram tangan pria bule yang bernama Darren itu, hingga membuat Bi Narti dan Mang Tejo berpandangan. "Cepat! Lebih ngebut lagi!" Darren memerintah dengan tegas, membuat mang Tejo segera tancap gas dan mengendalikan mobil sport berwarna hitam itu dengan ugal-ugalan. Beberapa menit kemudian mereka telah sampai di rumah sakit. Para
Amanda menoleh saat melihat pintu kamar mandi terbuka. Ia termenung saat melihat Alana memasuki kamar mandi dan mencuci tangannya di westafel yang ada di samping Amanda. Keduanya saling bertatapan di cermin besar yang ada di hadapan mereka. "Apa kabar, Nyonya? Lama tak bertemu," Alana berusaha mencairkan suasana karena situasi di kamar mandi itu sangatlah canggung. "Tidak perlu berbasa-basi, apa maksudmu datang mendampingi suami dan anakku?" Desis Amanda, matanya melotot saat menatap mantan asisten rumah tangganya itu. Ada rasa tak rela yang sangat sulit dijabarkan. "Saya tidak ada maksud apa-apa, Nyonya. Saya hanya menjalankan pekerjaan saya sebagai ibu susu dari Den Arga," jawab Alana begitu tenang. "Arga? Jadi namanya Arga. Nama yang sangat indah," haru Amanda dalam hatinya. "Kamu? Menjadi ibu susu untuk putra saya? Apa kamu tidak berkaca diri? Kamu itu cuma babu! Berani sekali kamu menyusui putra saya!" Bentak Amanda, ia merasa tak rela sekali jika ASI Alana mengalir dal
Elzaino, Alana dan Arga telah sampai ke tempat acara. Sebelumnya Meri dan Mireya sudah melarang keras Elzaino untuk hadir saat mereka tahu El akan menghadiri undangan Darren. Selain takut putranya terluka kembali, Meri juga sangat cemas jika Arga harus dibawa, ia takut Amanda akan merebutnya dan membawa Arga pergi. "Hati-hati dengan high heels mu, Alana!" Peringat El ketika melihat Alana sedikit kepayahan. "Iya, Tuan! Saya masih belajar memakainya" Alana tersenyum kikuk, pasalnya seharian tadi Alana belajar memakai sepatu hak tinggi. Ia benar-benar tidak nyaman. Karena takut terjatuh, akhirnya Elzaino menggandeng Alana, tangannya satu lagi menggendong Arga. Arga sangat nyaman di gendongan sang papa. Elzaino memakai jas resmi. Sementara Alana, ia memakai gaun berwarna biru yang memiliki panjang selutut. Di bagian bahunya memiliki model sabrina yang sedikit mengekspos bahu indah Alana. Di bagian pinggang gaun itu memiliki pita yang membuat tubuh Alana terlihat begitu ramping dan
Mireya dan Meri mengepalkan tangannya geram saat melihat undangan yang dikirimkan oleh Darren pada Elzaino. Darren memang mengundang Elzaino sekeluarga untuk datang di pestanya. Hati Meri dan putrinya begitu panas dan tak terima. "Ada apa denganmu, Kak? Mengapa kau berencana datang ke sana?" Tanya Mireya dengan kesal begitu tahu sang kakak akan menghadiri pesta itu. "Iya, ada apa denganmu? Darren sengaja mengundangmu agar menghinakan posisimu sebagai suami dari j4lang itu!" Meri ikut tak terima dengan keputusan anaknya. "Yang harusnya terhina adalah perbuatan mereka. Aku hanya mendatangi undangan saja dan tak lebih. Tidak ada sesuatu yang menghinakanku sejauh ini. Kita harus mendatangi orang yang mengundang kita kan?Jawab Elzaino santai. "Dia sengaja ingin memanasimu, Kak. Pria itu ingin balas dendam padamu," Mireya menerka hal yang lumayan akurat. "Ya, lalu? Aku tak akan panas oleh kemesraan yang mereka pertontonkan. Reya, kau tahu? Hati kakakmu ini sudah tak ada Amanda lagi di
Alana menatap gaun yang diberikan oleh Ziyyan untuknya. Ia bernafas lega karena gaun itu adalah gaun busui friendly. Jantung Ziyyan berdegup kencang kala melihat senyum manis Alana yang puas di berikan gaun mahal itu. "Mengapa kamu manis sekali, Alana?" Batin Ziyyan sembari terus menikmati senyum wanita cantik itu. Akan tetapi, senyum itu menghilang kala Alana melihat harga yang masih melekat di gaun itu. Perubahan wajah Alana disadari oleh Ziyyan. Pria itu jelas terlihat kebingungan melihat perubahan raut wajah Alana yang mendadak. "Ada apa, Alana? Apa kau tidak menyukai gaun yang diberikan oleh Tuan El?" Tanya Ziyyan penasaran. "Tidak, Tuan. Hanya saja harganya sangat mahal sekali. Apa ini tidak termasuk pemborosan? Aku bisa memakai gaun yang diberikan Tuan El saat pesta ulang tahun Tuan William," Alana berkata jujur. Ziyyan dibuat gemas sekali dengan perkataan polos Alana. Ingin ia cubit pipi wanita berpipi merah itu. Tapi dirinya tahan. Ah, andai saja Elzaino tak tertari
Para pekerja yang diperkerjakan Darren tengah sibuk menghias aula megah perusahaan miliknya. Dareen melangsungkan peresmian perusahaan itu di aula yang sangat luas, memang ia tak melangsungkan acara di Ballroom Hotel. Tujuannya melangsungkan acara di Aula, adalah untuk flexing kepada Elzaino dan keluarga Amanda, bahwa ia mampu mendirikan perusahaan yang begitu besar dan berdiri di kakinya sendiri tanpa bantuan kedua orang tuanya. Darren sebelumnya menggeluti perusahaan real estaten. Namun saat berpikir Amanda direbut dari pelukannya, Darren mencoba mendirikan perusahaan yang mirip seperti Elzaino. Hal ini bertujuan agar dia bisa menjadi pesaing perusahaan Elzaino dan menghancurkan bisnisnya perlahan-lahan. Sejak hari pernikahan Amanda, hati Darren seperti membeku. Ia begitu terpukul saat sang ayah meninggal di hari bahagianya. Belum lagi hari itu Darren pun harus mengikhlaskan jika sang kekasih hati harus menikah dengan pria lain. Darren begitu frustasi, ia sering mabuk-mabukan dan
Amanda dan Dareen sedang makan malam di balkon. Mereka terlihat begitu mesra. Namun, tidak dengan hati Dareen. Hatinya merasa kosong meskipun ada Amanda di sisinya. Dareen sangat mengerti dengan dirinya sendiri, rasa cinta untuk Amanda sudah pupus tak tersisa. Dareen ingin segera melancarkan aksi balas dendamnya, ia tak ingin terlalu lama hidup bersama Amanda. Setelah misi balas dendamnya berakhir, Dareen akan kembali ke Amerika untuk mengurus induk perusahaan. Ia akan pergi jauh meninggalkan Amanda. Ia tak ingin wanita itu mencarinya nanti. "Sayang, beberapa hari lagi peresmian anak perusahaanku. Tolong, kamu urus semua dekorasi untuk acaranya!" Dareen tersenyum, mereka baru saja selesai dengan makan malam mereka. "Tentu saja, sayang! Aku akan mengurus semuanya. Aku harap acara perusahaanmu itu berjalan dengan sangat sukses," timpal Amanda, ia mengambil air di gelas kaca dan meminumnya. "Acara pestanya di Aula perusahaan, banyak para pengusaha yang akan aku undang. Nanti, aku ak
Alana membersihkan luka di punggung Elzaino dengan berhati-hati. Sesekali ayah dari Arga itu terdengar memekik kesakitan. Ziyyan yang melewati kamar Arga segera masuk begitu mendengar suara pekikan tuannya. Ia awalnya cukup terkejut melihat Elzaino tengah berdua dengan Alana tanpa Arga di dalamnya. Akan tetapi, akalnya segera mencerna bahwa Elzaino sedang tertimpa masalah. Pasalnya El bukanlah pria yang suka berduaan dengan lawan jenis terkecuali dengan Amanda. Dengan relasi bisnisnya sekali pun Elzaino selalu menjaga jarak. "Apa yang terjadi denganmu, Tuan?" Ziyyan masuk dan memperhatikan luka di tubuh Elzaino. "Hanya luka kecil saja, Ziyyan," jawab Elzaino sembari menoleh ke arah orang kepercayaan sekaligus sepupunya itu. "Maaf Tuan saya lancang," Alana tak enak hati saat tatapan Ziyyan menyelidik padanya. "Nanti aku ceritakan," ucap Elzaino agar Ziyyan tak bertanya apapun pada Alana. Ziyan segera menelfon dokter keluarga El. Dokter itu akan datang dengan cepat, tak mungkin luk
Elzaino tak mengejar anak buah Arman yang pontang panting menyelamatkan diri. Baginya tak penting, CEO tampan itu segera berlari ke arah dalam basecamp, yang ia pikirkan adalah keselamatan Alana. Di sana terlihat pria berompi yang sedang berjaga di kursi yang diduduki Alana. Saat El akan mengambil ancang-ancang menyerang, pria berompi itu segera menjauh dan berlari lewat pintu belakang. Ia melihat lewat jendela, bagaimana El menumbangkan bosnya Arman, dan rekan-rekannya. "Alana!" Pekik El, pria tampan itu segera mendekati kursi yang diduduki Alana. Di sana tangan dan kaki Alana diikat. Elzaino membuka lakban hitam yang menutup bibir Alana, El membukanya dengan perlahan. Hatinya merasa tak terima melihat Alana di perlakukan sedemikian rupa. Ada rasa sakit yang tak bisa dijelaskan, entah apa. El pun tak tahu. "Alana, maafkan saya yang terlambat!" Ucap El penuh sesal, saat semua ikatan di tubuh Alana terlepas. Tubuh Alana bergetar, ia masih sangat ketakutan dengan kejadian bar
Amanda mengobati wajah Dareen yang lebam karena pukulan dari Handoko, ayahnya. Sesekali Dareen terlihat meringis saat Amanda menempelkan handuk kecil yang telah dibasahi air hangat pada wajahnya."Tahan ya, setelah ini aku akan meneteskan obat merah," ucap Amanda seraya mengambil obat merah yang ada di atas meja dan meneteskannya sedikit di sudut bibir Dareen."Aw, sakit sekali!" Rintih Dareen yang merasakan perih dan sakit sekaligus di area luka yang diteteskan obat merah oleh Amanda."Tuan, apa perlu saya suruh dokter keluarga untuk datang memeriksamu?" Tanya Erlan, asisten kepercayaan Dareen."Tidak perlu, Erlan. Ini hanya luka kecil," tolak Dareen. Erlan mengangguk, kemudian ia meninggalkan kembali tuannya itu berdua dengan Amanda di ruang tengah."Maafkan Papaku ya?" Amanda berkata dengan sendu."Tidak. Seharusnya aku yang meminta maaf karena aku mengambilmu dari keluargamu," timpal Dareen dengan wajah yang dibuat sedih.Sejujurnya hatinya sudah sangat muak dengan Amanda. Rasa il