Kini Pak Alzam dan Asfha sedang memakan yang sudah sedari tadi sudah datang. Mereka tidak mengeluarkan suara apalagi ingin memulai pembicaraan, masing-masing sibuk dengan makanannya.
Suara kendaraan yang menjadi penghias dan suara sendok yang beradu dengan piring.
Bisa dilihat bahwa Asfha sangat lapar, dia makan sangat lahap dan tak teratur, sesekali juga dia meminum air putih dan kembali dengan makanan yang akan dilahap. Dia tidak sadar bahwa diam-diam Pak Alzam telah memperhatikan. Meskipun Pak Alzam juga sibuk dengan makan tetapi matanya terus saja memandang.
Kamu sangat manis, Asfha. Namun sayang sikap kamu selalu membuat saya jengkel, tapi itu tidak membuat saya benci melainkan cinta yang ingin saya raih, batin Pak Alzam.
&
Tok tok tok Ketukan suara pintu, Fika yang sedang duduk santay dengan rasa malas dia terpaksa berdiri lalu berjalan membuka pintu tersebut, disaat dibuka ternyata yang datang adalah Asfha dan seorang lelaki yang berada dibelakangnya adalah Pak Alzam. Awalnya Fika akan memarahi namun disaat dia melihat Pak Alzam, dia mengerutkan keningnya seolah-olah menanyakan kenapa bisa dengannya? Asfha tahu jika Fika menanyakan tapi dia tidak menjawabnya melainkan masuk begitu saja, dia berjalan ke brangkas melihat temanya seperti orang yang sudah tak berdaya. Dia menatap sahabatnya itu dengan tatapan biasa, dilihat dari ujung kepala sampai ujung kaki sekujur wajahnya bengkak karena pukulan matanya pun sampai tak terlihat.
Aksan bisa merasakan bahwa badan Sang Ibu bergetar isakan itu pun menjalar terdengar jelas. Aksan menguraikan pelukan menatatap terlihat mata sembab lalu diusap jejak air matanya dan Sang Ibu menerbitkan senyuman diterima hangat oleh Aksan."Jangan nangis!" lirihnya."Nggak sayang. Jadi bagaimana dengan gadis itu? Apakah kamu menyukainya?" tanyanya mengalihkan pembicaraan.Gerakan Aksan yang mengusap jejak air mata Sang Ibu berhenti. Dia ingin sekali menjelaskan namun terselip rasa malu dalam benaknya. Selama ini juga dia tidak pernah bercerita siapapun yang sudah mengusik hatinya."Ceritalah, Nak!" titahnya seolah-olah tahu jika dia sedang malu.
Pergerakan Asfha terhenti disaat dia sudah membuka pintu. Asfha menuruti dan masuk, Pak Alzam memutar dan duduk didekat Asfha tepatnya ditempat pengemudi, dia memakai sabuk pengaman. Dirasa sudah siap, Pak Alzam belum melajukan mobilnya melainkan memajukan badan yang berada didepan muka Asfha. Muka mereka hanya berjarak beberapa cm. Asfha membelalakan matanya jarak antara wajah mereka sangat dekat pergerakan Asfha pun terkunci, dia menahan napas kuat-kuat. Pak Alzam pun tak dapat terbohongi hatinya ikut berdebar, sebelum beranjak dia sempat melirik Asfha. Mata mereka saling bertemu debaran-debaran dihati mereka semakin kencang. Rasa canggung dan keringat mengajalar menusuk jiwa mereka. "Emm a-nu, Pak," lirihnya terbata-bata.  
Deras hujan mengguyur rumah disertai gemerlapan petir, jalan basah kuyup, pepohonan ikut bergoyang karena tiupan angin.Tang kolentrang tangSuara rintikan hujan menggema berirama diatap rumah, apalagi atap rumah itu terbuat dari Asbes.Ruangan cukup redup hanya pancaran cahaya remang-remang terdapat seorang gadis sedang belajar, ralat bukan belajar melainkan melukis. Gadis itu mencoreng-coreng tinta diatas kertas putih. Lukisan itu menampakkan kepala seseorang, entah laki-laki atau perempuan yang jelas lukisan itu baru separuh.Namun ditengah kepokusan melukis, dia merasa terganggu dengan adanya suara kebisikan tang kolentrang yang terdengar keras dan semakin keras.
"Haduh. Huft hah huft hah."Asfha mencoba menormalkan pernapasannya. Dia berjalan kembali menghampiri meja lalu menengok kearah bawah, dia penasaran siapa yang telah bersikap tidak sopan."Keluar!" titahnya sambil menggebrakkan meja.Orang yang berada dibawah itu menoleh. "Ada apa, Neng?" tanyanya sambil keluar tanpa berdosa."Oh kamu, Mang. Cepet-cepet keluar!"Semua orang ikut keluar dan menunggu apa yang akan terjadi."Amang kentut ya?" tanya Asfha to the point.Mang Udin menyengir. "Iya hehe, tapi tadi loh kentutnya."
Tit Tit TitAsfha memalingkan wajahnya melihat kedepan ternyata benar suara mobil itu berhenti tepat didepan rumahnya."Tuh kayaknya udah dateng. Izinin yah? Bentar doang … hmm yah bener deh bentar doang. Kesian Fika udah kesini kalo aku gak diizinin," pintanya memelas."Ya udah, Pah. Izinin ajah, mereka cuma belanja," ucap Mamahnya membantu meminta izin.Papahnya dia sejenak, berpaling melirik Asfha. "Ya udah sana. Tapi hati-hati jangan ngebut apalagi sambil bercanda!""Yey oke siap, Pah," jawabnya antusias sambil hormat.Asfha berdiri dan menyalami orang tuanya. Dia juga diantar oleh
Lelaki itu memangutkan kepala. "Ya gapapa. Katanya belum beres belanjanya? Dilanjut!"Asfha menyengir kuda, sebenarnya bukan belum selesai belanja tapi karena dia ingin berlama-lama dengan lelaki itu."Ah nggak udah ko," alibinya."Oh udah? Pulang gih! Nanti orang tua lo marah. Gak baik anak gadis keluyuran lama-lama diluar tengah malem!"Asfha mendengus kesal mencibirkan bibirnya. Lelaki itu tak mengerti apa yang diinginkan Asfha. Dengan seperti itu keinginannya harus musnah tertelan sebelum waktunya, dia tak bisa mencari alasan lagi hanya pasrah.Bingung jika harus saling diam akhirnya Asfha izin untuk pamit pulang terlebih dahulu.
Jam 8 pagi matahari sudah nampak diatas nabastala memancarkan cahaya menerangi alam semesta. Indahnya pancaran itu memberi kesejukan bagi penghuni makhluk yang berada di bumi dan langit.Dilangit Kicauan burung berbondong-bondong mengelilingi angkasa. Dibumi pohon bersemi kembali, lantas nikmat mana yang kami dustakan?"Satu dua satu dua.""Fha mau gak?" tawar Fika membawa kantung kresek hitam yang berisi makanan.Asfha menoleh lalu menghampirinya.Dua makhluk itu sedang berolahraga dibelakang rumah Asfha mengisi waktu libur dihari minggu. Sudah hampir 2 jam mereka melakukan runititas itu.