Home / Thriller / ARWAH SI KEMBAR / Peringatan sang arwah

Share

Peringatan sang arwah

Author: Yuli Estika
last update Last Updated: 2021-07-12 22:42:02

"Loh, kenapa harus pakai persyaratan segala? Apa Kamu tidak tau malu Dir, semua ini terjadi juga karena kamu" Ibu tak terima dengan permintaan Mas Dirga.

"Ah sialan , seharusnya memang aku tak membicarakan hal ini di depan Ibunya Dewi. Bisa gawat juga kalau tahu aku minta syarat akan menceraikan Dewi setelah anak itu lahir," batin Dirga.

"Ya sudah Bu, Ibu atur saja pernikahan kami. Aku sudah pusing memikirkan semua ini." Dirga memijit kening yang tak pegal itu.

"Baiklah, secepatnya Ibu akan urus segala sesuatunya, tapi setelah anak itu lahir ,kalian harus menikah ulang agar pernikahan kalian sah di mata agama," Ibu nampak lega walau kekecewaan itu masih nampak jelas.

~~~~~

    Pernikahanku dan Mas Dirga baru saja selesai terlaksana , dalam kesederhanaan tanpa mengurangi kesakralan prosesinya.

Aku bahagia bersanding dengan lelaki yang sangat ku cintai, meskipun sekarang Mas Dirga sudah banyak berubah semenjak mengenal Tari.

Oh iya aku sampai lupa mencari tahu tentang hubungan Mas Dirga dan Tari, setelah kejadian di rumah Mas Dirga beberapa waktu lalu.

Mas Dirga hanya diam duduk di tepi ranjang dengan tatapan kosongnya.

Lalu aku menghampirinya dan mengatur posisi tepat di sampingnya.

"Mas, sekarang kita sudah resmi menjadi sepasang suami istri, aku hanya ingin memastikan bahwa kamu sudah meninggalkan Tari 'kan, Mas?" 

"Heh! Aku 'tu menikahi kamu hanya karena tidak mau Ibumu itu melaporkanku ke Kantor Polisi. Ingat ya setelah anak ini lahir, aku akan segera menceraikanmu dan menikahi Tari." Mata Dirga memerah dengan rahang yang mengeras mengeluarkan kata-kata yang penuh penekanan.

Dadaku berdegup kencang seperti akan meledak mendengar penuturannya. Mataku seketika terasa panas.

Tiba-tiba aku merasa seperti ada yang menjalar masuk kedalam tubuhku.

Lalu aku menampar Mas Dirga . Ku banting tubuhnya ke atas ranjang. Dan aku mulai mencakari wajahnya.

Batinku berteriak ingin menolak tetapi tenaga ini begitu kuat tanpa bisa untuk ku kontrol.

"Ya Allah ... Apa yang sebenarnya terjadi

     Aku berusaha sekuat tenaga untuk melawan diriku sendiri.

Sungguh otakku bertolak belakang dengan motorik ku.

Aku berusaha beristigfar sebanyak-banyaknya.

Hingga akhirnya aku terhuyung turun dari ranjang dan tubuhku membentur tembok.

Seketika tenagaku lenyap.

Kakiku terasa seperti tak memiliki tulang dan tubuhku luruh ke lantai.

Ku pandangi Mas Dirga yang mengerang kesakitan.

"Aaargh! Apa-apaan kamu Dew, bangs*t!" Sumpah serapah terus keluar dari mulut Mas Dirga.

Aku benar-benar kehilangan sosok Dirga yang dulu begitu lembut dan romantis.

Aku masih terpaku dan tak berani mendekati Mas Dirga.

"Maafkan aku, Mas." Hanya kata itu yang terus keluar beriringan bersamaan dengan kampa pada bibirku.

Tak sengaja mataku menatap sosok di dalam cermin yang tepat berada di sebrang ranjang.

Sosok itu memandang Mas Dirga dengan tatapan murka, lalu beralih menatapku dengan senyum manisnya.

Aku tertegun sepersekian detik, mulutku terasa terkunci untuk sekedar berteriak.

Sosok itu ... Dia adalah aku.

Bagaimana mungkin?.

Kukucek mataku beberapa kali tanpa memperdulikan Mas Dirga yang mulai mendekatiku seolah ingin menyerang balik.

"Ya, benar itu aku, tapi ta-ta-tapi ... "

Belum sempat menyelesaikan adegan menerka-nerka ini, tangan Mas Dirga berhasil menggapai pundakku, lalu menarikku secara brutal.

Tapi seketika, lampu berkedip berulang kali seperti ada yang korslet, lalu [tap]. Padam begitu saja.

Dalam kegelapan, terdengar suara sesuatu menghantam tembok, yang ku yakini itu adalah tubuh suamiku.

Mas Dirga berteriak memakiku, mungkin ia mengira aku yang melakukannya.

"Dewi! Dasar istri durhaka kamu."

Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk dari luar, lebih tepatnya digedor.

[Dor..dor..dor]

"Dewi Dirga, kalian kenapa, Nak? kok teriak-teriak, buka pintunya Nak," terdengar suara Ibu dari balik pintu.

Seketika lampu menyala dan Mas Dirga terlihat kebingungan melihatku yang masih berada di posisi semula tanpa bergeser se-centi pun, yang masih meringkuk sembari memeluk lutut.

"Dewi tak berpindah posisi , lalu siapa tadi yang mendorongku sampai membentur dinding?" batin Dirga.

Aku masih syok, aku tak bergerak dari posisiku.

Dirga berjalan sesantai mungkin menuju pintu lalu membukanya.

"Ada apa, Nak? Ibu dengar seperti ada kegaduhan, apakah kalian bertengkar?" nampak kecemasan dari raut wajahnya lalu berjalan tergopoh mendekatiku yang masih meringkuk memeluk lututku, tanpa menunggu jawaban Mas Dirga.

"Ya Allah, Nduk ... kamu kenapa? Apa yang terjadi, Nduk?" ucap Ibu sembari mengusap punggungku.

"Jadi begini, Bu, tadi kami hanya terkejut, karena tiba-tiba lampu di kamar ini padam," jawab Mas Dirga.

"Loh, emangnya tadi mati lampu? Ibu dari tadi beres-beres di depan tapi tidak mati lampunya." 

"Mungkin ada kabel yang korslet, Bu di kamar Dewi," aku tak mau Ibu mengetahui kejadian sesungguhnya.

"Oh ya sudah, Nak, kalian istirahat ya kalian pasti capek, pikirkan juga anak di dalam kandungmu, Nduk." Titah Ibu sambil memapahku berbaring di atas ranjang.

Setelah sepeninggalan Ibu, aku dan Mas Dirga saling diam membisu, kami sibuk dengan pemikiran kami masing-masing.

Bagaimana tidak, malam pertama ini diawali dengan hal janggal yang sulit dinalar oleh akal sehat manusia.

Lama-kelamaan Aku terbuai ke alam mimpi setelah lelah mencerna apa yang baru saja terjadi. 

[Kriet ... kriet ... kriet]

Aku tersentak ketika mendengar bunyi yang entah berasal dari mana.

Kubuka mata perlahan dan kukerjap-kerjapkan hingga penglihatanku kembali terang.

Kusapu pandangan keseluruh ruangan hingga mataku menangkap pemandangan yang cukup menarik perhatianku.

Pintu itu , kenapa seperti ada yang memainkan hingga menimbulkan suara yang cukup mengusik gendang telingaku.

Aku berusaha duduk dan menyandarkan tubuhku di kepala ranjang, kupandang benda bulat yang terpajang di dinding, waktu menunjukkan pukul dua dini hari.

"Siapa yang iseng memainkan pintu pagi-pagi buta begini, kurang kerjaan banget sih," gerutuku.

Dengan mengendap-endap, kuberanikan diri mendekati asal suara, kudorong pintu secara perlahan bahkan pelan sekali.

Hingga aku mendapati diriku ada tepat di hadapanku.

Ah, rasanya aku pun tak percaya, dia sama persis denganku, bedanya dia lebih putih dariku, lebih tepatnya putih pucat.

Pandangan matanya yang sayu seolah menghipnotisku. Kulihat netranya mengembun.

Aku ingin lari tapi kakiku terasa kaku tak dapat bergerak, ingin berteriak tapi lidahku kelu, mulutku mengatup rapat.

Peluh dingin telah berderai sebesar biji jagung membasahi dahiku.

Mungkin sudah satu menit lebih aku mematung, aku benar-benar takut, fikiranku tak karuan.

Dan akhirnya ... 

[Brug] 

Seketika semua gelap dan aku tak ingat lagi apa yang terjadi.

~~~~~

 "Dew bangun sayang,"

Suara itu yang pertama kali kudengar diiringi tepukan lembut pada kedua pipiku.

Ku buka mataku secara perlahan, ternyata Mas Dirga yang berada di hadapanku tengah memangku kepalaku.

"Apakah aku tak salah dengar, Mas Dirga kah yang baru saja memanggilku dengan sebutan sayang?" Aku tersenyum memandangi lelaki yang sudah sah menjadi suamiku itu, tengah memandangiku dengan tatapan hawatir.

"Kok malah senyum-senyum sih, Dew, Kamu kenapa kok bisa tidur di depan pintu begini?"

Rasanya Aku tak perlu menceritakan apa yang terjadi sesungguhnya kepada Mas Dirga.

Aku harus mencari tahu sebenarnya siapa sosok yang mirip denganku itu.

" Tadi senyum-senyum , sekarang malah bengong, Kamu sehat?" ucapnya sambil menempelkan punggung tangan ke keningku.

"Eh , anu Mas, mungkin Aku ngigau , tidur sambil jalan, jadinya malah ketiduran disini," jawabku sambil cengegesan.

 "Kok tiba-tiba Mas Dirga berubah drastis jadi perhatian begini?" batinku heran.

"Yuk pindah ke ranjang, oh iya, Dew, maafin Mas ya karena akhir-akhir ini Mas kasar dan cuek sama Kamu, Mas cuma syok aja sama kehamilan kamu ini, Mas belum siap." Tutur Mas Dirga sembari menuntunku duduk di tepi ranjang.

"Iya Mas, Aku juga minta maaf ya Mas, karena kejadian semalam, Mas jadi luka-luka gitu pipinya.

Sebenernya aku nggak tau kenapa bisa begitu Mas" 

Aku menunduk, tak terasa lagi dan lagi bulir bening mengalir dari netraku.

Sebenarnya aku masih takut dengan apa yang telah ku alami , dan kenapa Mas Dirga bisa secepat ini berubah.

Mas Dirga mengangkat daguku lalu mengusap pipiku " sudah jangan nangis terus kasian nanti adek ikut sedih." Hiburnya sambil mengusap perutku.

Seketika ketakutanku sirna karena rasa nyaman dan bahagia yang luar biasa.

Mas Dirga memelukku dan kami kembali tertidur karena matahari belum menampakkan diri.

--------------

Related chapters

  • ARWAH SI KEMBAR   Upaya menemui Tari

    Rinai hujan membumi pagi ini, saat kesadaran mulai kembali utuh,aku tak mendapati suamiku berada di sampingku."Kemana Mas Dirga kok sudah bangun?" Fikirku sejenak lalu bangkit dari posisi nyamanku.Kucari ke ruang tamu, namun batang hidungnya pun tak nampak di tempat yang kutuju."Mungkin saja Mas Dirga sedang mandi, coba aku cari ke belakang," gumamku."Mas ... Mas!" Aku mencoba memanggil beberapa kali."Tadi Suamimu pamit kepada Ibu, katanya mau keluar sebentar, ada urusan yang harus segera diselesaikan."Namun, jawaban itu kudapat dari wanita kesayanganku-Ibuku yang sedang bergumul dengan aneka sayuran di dapur."Perginya sudah dari tadi ya, Bu? Kok tidak pamit sih sama Dewi, Bu," gerutuku."Iya katanya dia kasihan mau bangunin kamu, karena tidurmu nyenyak sekali, Nduk," ucap Ibu memberi penjelasan."Mas Dirga ada bilang ke Ibu nggak mau pergi kemana?" selidikku."Ng

    Last Updated : 2021-07-12
  • ARWAH SI KEMBAR   Kontraksi lagi?

    Sesampainya di kamar, aku segera membantu Mas Dirga untuk minum.Setelahnya, ia nampak sedikit tenang."Nampaknya, Dirga sudah mulai tenang, Nduk, Ibu tinggal ya!" kata Ibu.Aku membalas dengan anggukan.Ibu berjalan keluar kamar dan merapatkan daun pintu yang sedari tadi terbuka lebar.Tinggallah aku berdua dengan Mas Dirga di ruangan ini.Ingin sekali rasanya merasakan surga dunia dari mahligai rumah tangga yang sesungguhnya, bahkan dalam dosa pun dahulu sudah pernah kami lakukan. Namun, saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk itu, rasa penasaran begitu menyeruak dari dalam kalbu.Sebenarnya apa yang terjadi kepada suamiku, apakah ia merasakan kejanggalan yang selama ini aku rasakan?Aku termenung cukup lama, karena Mas Dirga pun hanya diam seribu bahasa.Kulihat tatapan matanya yang memancarkan ketakutan.Perlahan kudekati suamiku, kusentuh tangannya yang dahulu pandai membuatku

    Last Updated : 2021-08-05
  • ARWAH SI KEMBAR   Mencari info dari Ibu

    Hari-hari berlalu dipenuhi dengan hal ganjil yang acap kali membuatku tak habis fikir. Setelah kejadian kontraksi beberapa waktu lalu, aku tak menemukan hal-hal dari Mas Dirga yang patut untuk kucurigai. Hingga suatu saat, Mas Dirga pergi dari siang hari, hingga kembali pada malam yang telah larut. Saat tengah dibuai alam mimpi, aku merasakan sentuhan mesra yang membangkitkan g*ir*hku.Aku menikmati setiap sentuhan itu tanpa membuka mataku, namun aku paham betul dari aroma tubuhnya bahwa itu suamiku.Ada sedikit aroma masam yang terhidu oleh indera penciumanku, apakah itu alkohol?Entahlah, yang pasti aku tak mempedulikannya karena rasa nikm*t luar biasa yang menjalar keseluruh titik dalam tubuhku.Dan sampai ritual di atas peraduan itu selesai pun, aku memilih memejamkan kembali mataku yang semakin terasa berat. Pagi harinya, aku terbangun dalam keadaan di selimuti hingga bagian perutku.Aku da

    Last Updated : 2021-08-07
  • ARWAH SI KEMBAR   Hasrat kepada Dewi

    "Mas, sedang teleponan dengan siapa?" tanyaku.Mas Dirga segera mematikan teleponnya dan menyimpan ponsel itu di bawah tubuhnya.Mencurigakan sekali, bukan?!"Kok, langsung di mati'in sih teleponnya, Mas?""Memang sudah selesai, kok. Tadi Bian temenku yang telepon," ucapnya.Aku menautkan alisku, entah mengapa aku tak memercayai ucapan Mas Dirga."Aku boleh pinjam ponselmu, Mas?"Aku ingin memastikan bahwa kecurigaanku hanyalah persaanku yang salah."Kamu tidak percaya kepadaku, Han? Lancang sekali kamu mau buka-buka ponselku!" rajuknya."Aku hanya ingin pinjam saja, kalau tak ada yang kamu sembunyikan, seharusnya kamu tak perlu merasa takut, Mas!" sahutku."Aku tidak takut, Dew! Tapi kamu sebagai istri tak seharusnya lancang seperti itu, ini kalau tidak percaya.Mas Tama menunjukkan panggilan terakhirnya memang bernama Bian.A

    Last Updated : 2021-08-09
  • ARWAH SI KEMBAR   Mendesak Ibu

    *****Entah mengapa hatiku mengatakan Mas Dirga tengah berdusta.Meskipun memang benar, ia teleponan dengan kontak yang dinamainya 'Bian'.Aku merasa geram dengan sikap Mas Dirga, jadi setelah mengambilkan makan untuknya, aku memutuskan mencari Ibu ke tetangga sekitar rumah."Bi, lihat Ibuku tidak?" tanyaku pada segerombolan wanita yang menurut estimasiku, usianya di bawah Ibu." Tadi pagi-pagi sekali memang lewat depan rumahku Wi, saat kutanya, Ibumu menjawab mau ke kebun," jawab salah satu tetanggaku."Oh, terima kasih, Bu,"Aku melangkahkan kakiku menuju kebun untuk menyusul Ibu, karena jarak rumah dan kebun tidak terlalu jauh.Meskipun lumayan lelah jika ditempuh dengan berjalan kaki."Perutnya sudah mulai buncit ya, Bu,""Kan sudah menjadi rahasia umum kalau dia itu hamil duluan," timpal yang lain.Gunjingan mereka lamat-lama namun jelas masih terdengar genda

    Last Updated : 2021-08-10
  • ARWAH SI KEMBAR   Pembalasan dimulai

    Semenjak hamil, rasa kantuk acap kali hadir tanpa mengenal waktu. *** Untung tadi si Dewi pergi, jadi aku tak perlu repot-repot mencari alasan untuk bisa bertemu dengan Tari.Aku masih menunggu kedatangan Tari, sebelum booking kamar, ia mengajakku ketemuan di salah satu resto yang tak jauh dari penginapan.Sebelum Tari datang, aku tidak memesan apa pun, karena Tari yang akan mentraktir makan siang di restoran ini, sekaligus membayar penginapan. Rasa jenuh dan bosan mendera diri ini. Aku melambaikan tanganku saat kulihat Tari celingukan mencariku. "Sudah dari tadi ya, Mas?" "Lumayan, Tar," "Maaf ya, Mas, aku telat," Tari mencolek manja daguku, membuat rasa jenuh yang sedari tadi mendera, hilang seketika. "Iya, Tidak apa, Yang," "Mas, kok, belum pesan apa-apa?" "Mas sengaja nunggu kamu dulu," "Ya sudah aku pesankan ya, kasihan

    Last Updated : 2021-08-11
  • ARWAH SI KEMBAR   Serangan brutal sang arwah

    "Kamu sudah gila ya, Dew?"Tak kuhiraukan lagi darah yang mengalir hingga ke leherku.Jangan tanya rasanya bagaimana, perih bukan main. Tak cukup sampai di situ saja, ia mendekatiku lagi, badanku gemetar bukan main. Ingin berteriak meminta tolong, tapi mulut ini begitu sulit dibuka.Peluh sebesar biji jagung terus berderai membasahi tubuhku.Dewi mengangkat tengannya sejajar ke depan, tubuhku lemas tak mampu barang bergeser apalagi lari.Ia berhasil meraih leherku, dicekiklah hingga nafasku tak sampai di kerongkongan.Kepalaku berdenyut kala kurasakan oksigen dalam paru-paruku kian menipis."Bismillahhirrohmannirrohim ..."Dalam situasi seperti ini, kenapa hafalan ayat-ayat pendek yang dulu sewaktu kecil pernah kupelajari, hilang seketika dari memori otakku.Terus saja kulafaskan basmalah sebanyak-banyaknya.Hingga saat tubuhku sudah benar-benar tak berda

    Last Updated : 2021-08-14
  • ARWAH SI KEMBAR   Mengundang Sesepuh

    "Ajak Ibu ke kamar dulu, Han," bisik Mas Dirga kepadaku."Maaf ya, Mbah, biar istri saya ajak Ibu masuk dulu,""Tidak usah, sebenarnya kunci semua ini ada pada Ibu mertuamu,"Ucapan Mbah Wongso, seketika membuatku menatap heran kepada Ibu.Ibu yang sedari tadi merengek, mengusir Mbah Wongso pun menjadi terdiam sesaat setelah Mbah Wongso terlihat komat-kamit."Sebenarnya ada apa, Bu?"Ibu diam seribu bahasa, bibirnya mengatup rapat."Kalau saya lihat, arwah itu memiliki hubungan yang sangat dekat dengan istrimu, Le," ucap Mbah Wongso kepada Mas Dirga."Namamu siapa, Nduk?""Dewi, Mbah,"Aku berada di samping Ibu, ia hanya duduk dan pandangannya kosong, tatapannya menerawang jauh." Jiwa Ibumu sekarang seperti kembali pada beberapa puluh tahun silam," ucap Mbah Wongso, semakin membuatku kebingungan."Maksudnya bagaimana, Mbah?" tanya

    Last Updated : 2021-08-16

Latest chapter

  • ARWAH SI KEMBAR   Flashback Bu Wening

    Setelah mimpi yang kualami itu, kutanamkan pada diriku bahwa aku harus menjadi pribadi yang lebih baik.Waktu begitu cepat berlalu, usia kandunganku memasuki usia tujuh bulan.Tradisi yang berlaku di daerahku, jika kandungan memasuki usia tujuh bulan, di lakukan ritual mandi bunga dan dilaksanakan acara kenduri.Tradisi itu dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur karena Allah telah memberikan kepercayaan untuk menjadi seorang Ibu, dan ritual pemandian tujuh bulanan itu sebagai simbol tolak balak agar terhindar dari segala hal buruk yang tidak diinginkan.Semua persiapan acara, Ibu yang menyiapkan dan membiayai.Sedangkan Mas Dirga, hanya ongkang-ongkang kaki, terima beres saja.Semakin lama, seolah hatiku semakin lelah menghadapi sikap Mas Dirga.Selain sikapnya yang kasar, seolah ia masa bodoh dengan kebutuhan rumah yang sebagian besar ditanggung oleh Ibu.

  • ARWAH SI KEMBAR   Bertemu Bapak?

    Setelah punggung Mbah Wongso tak terlihat karena terhalang pekatnya malam, aku kembali masuk dan Mas Dirga masih saja duduk termangu. "Mas, sebenarnya Mas ini kenapa, sih? Apa ada yang Mas sembunyikan dariku, kenapa Mbah Wongso bilang kalau Mas harus jaga kelakuan? Kenapa arwah itu menyerangmu untuk melindungiku? Apakah kamu berkhianat lagi?" cercaku bertubi-tubi, karena aku geram sekali dengan sikapnya selama ini yang sepertinya selalu menutup-nutupi banyak hal tentang dirinya. "Kok, kamu malah percaya sama orang lain, sih, Dew! Aku ini suamimu!" Ia yang merasa tak terima pun membentakku hingga membuat nyaliku sedikit ciut.Entahlah, sepertinya orang yang bersalah memang selalu pandai menutupi kesalahannya dengan berbalik marah. "Yang ajak Mbah Wongso kesini 'tu kamu lo, Mas, bukankah itu berarti kamu memercayai kemampuannya?" "Ah, ngomong sama kamu bikin pusing saja, ke dapur sana bikinkan aku kopi!

  • ARWAH SI KEMBAR   Mengundang Sesepuh

    "Ajak Ibu ke kamar dulu, Han," bisik Mas Dirga kepadaku."Maaf ya, Mbah, biar istri saya ajak Ibu masuk dulu,""Tidak usah, sebenarnya kunci semua ini ada pada Ibu mertuamu,"Ucapan Mbah Wongso, seketika membuatku menatap heran kepada Ibu.Ibu yang sedari tadi merengek, mengusir Mbah Wongso pun menjadi terdiam sesaat setelah Mbah Wongso terlihat komat-kamit."Sebenarnya ada apa, Bu?"Ibu diam seribu bahasa, bibirnya mengatup rapat."Kalau saya lihat, arwah itu memiliki hubungan yang sangat dekat dengan istrimu, Le," ucap Mbah Wongso kepada Mas Dirga."Namamu siapa, Nduk?""Dewi, Mbah,"Aku berada di samping Ibu, ia hanya duduk dan pandangannya kosong, tatapannya menerawang jauh." Jiwa Ibumu sekarang seperti kembali pada beberapa puluh tahun silam," ucap Mbah Wongso, semakin membuatku kebingungan."Maksudnya bagaimana, Mbah?" tanya

  • ARWAH SI KEMBAR   Serangan brutal sang arwah

    "Kamu sudah gila ya, Dew?"Tak kuhiraukan lagi darah yang mengalir hingga ke leherku.Jangan tanya rasanya bagaimana, perih bukan main. Tak cukup sampai di situ saja, ia mendekatiku lagi, badanku gemetar bukan main. Ingin berteriak meminta tolong, tapi mulut ini begitu sulit dibuka.Peluh sebesar biji jagung terus berderai membasahi tubuhku.Dewi mengangkat tengannya sejajar ke depan, tubuhku lemas tak mampu barang bergeser apalagi lari.Ia berhasil meraih leherku, dicekiklah hingga nafasku tak sampai di kerongkongan.Kepalaku berdenyut kala kurasakan oksigen dalam paru-paruku kian menipis."Bismillahhirrohmannirrohim ..."Dalam situasi seperti ini, kenapa hafalan ayat-ayat pendek yang dulu sewaktu kecil pernah kupelajari, hilang seketika dari memori otakku.Terus saja kulafaskan basmalah sebanyak-banyaknya.Hingga saat tubuhku sudah benar-benar tak berda

  • ARWAH SI KEMBAR   Pembalasan dimulai

    Semenjak hamil, rasa kantuk acap kali hadir tanpa mengenal waktu. *** Untung tadi si Dewi pergi, jadi aku tak perlu repot-repot mencari alasan untuk bisa bertemu dengan Tari.Aku masih menunggu kedatangan Tari, sebelum booking kamar, ia mengajakku ketemuan di salah satu resto yang tak jauh dari penginapan.Sebelum Tari datang, aku tidak memesan apa pun, karena Tari yang akan mentraktir makan siang di restoran ini, sekaligus membayar penginapan. Rasa jenuh dan bosan mendera diri ini. Aku melambaikan tanganku saat kulihat Tari celingukan mencariku. "Sudah dari tadi ya, Mas?" "Lumayan, Tar," "Maaf ya, Mas, aku telat," Tari mencolek manja daguku, membuat rasa jenuh yang sedari tadi mendera, hilang seketika. "Iya, Tidak apa, Yang," "Mas, kok, belum pesan apa-apa?" "Mas sengaja nunggu kamu dulu," "Ya sudah aku pesankan ya, kasihan

  • ARWAH SI KEMBAR   Mendesak Ibu

    *****Entah mengapa hatiku mengatakan Mas Dirga tengah berdusta.Meskipun memang benar, ia teleponan dengan kontak yang dinamainya 'Bian'.Aku merasa geram dengan sikap Mas Dirga, jadi setelah mengambilkan makan untuknya, aku memutuskan mencari Ibu ke tetangga sekitar rumah."Bi, lihat Ibuku tidak?" tanyaku pada segerombolan wanita yang menurut estimasiku, usianya di bawah Ibu." Tadi pagi-pagi sekali memang lewat depan rumahku Wi, saat kutanya, Ibumu menjawab mau ke kebun," jawab salah satu tetanggaku."Oh, terima kasih, Bu,"Aku melangkahkan kakiku menuju kebun untuk menyusul Ibu, karena jarak rumah dan kebun tidak terlalu jauh.Meskipun lumayan lelah jika ditempuh dengan berjalan kaki."Perutnya sudah mulai buncit ya, Bu,""Kan sudah menjadi rahasia umum kalau dia itu hamil duluan," timpal yang lain.Gunjingan mereka lamat-lama namun jelas masih terdengar genda

  • ARWAH SI KEMBAR   Hasrat kepada Dewi

    "Mas, sedang teleponan dengan siapa?" tanyaku.Mas Dirga segera mematikan teleponnya dan menyimpan ponsel itu di bawah tubuhnya.Mencurigakan sekali, bukan?!"Kok, langsung di mati'in sih teleponnya, Mas?""Memang sudah selesai, kok. Tadi Bian temenku yang telepon," ucapnya.Aku menautkan alisku, entah mengapa aku tak memercayai ucapan Mas Dirga."Aku boleh pinjam ponselmu, Mas?"Aku ingin memastikan bahwa kecurigaanku hanyalah persaanku yang salah."Kamu tidak percaya kepadaku, Han? Lancang sekali kamu mau buka-buka ponselku!" rajuknya."Aku hanya ingin pinjam saja, kalau tak ada yang kamu sembunyikan, seharusnya kamu tak perlu merasa takut, Mas!" sahutku."Aku tidak takut, Dew! Tapi kamu sebagai istri tak seharusnya lancang seperti itu, ini kalau tidak percaya.Mas Tama menunjukkan panggilan terakhirnya memang bernama Bian.A

  • ARWAH SI KEMBAR   Mencari info dari Ibu

    Hari-hari berlalu dipenuhi dengan hal ganjil yang acap kali membuatku tak habis fikir. Setelah kejadian kontraksi beberapa waktu lalu, aku tak menemukan hal-hal dari Mas Dirga yang patut untuk kucurigai. Hingga suatu saat, Mas Dirga pergi dari siang hari, hingga kembali pada malam yang telah larut. Saat tengah dibuai alam mimpi, aku merasakan sentuhan mesra yang membangkitkan g*ir*hku.Aku menikmati setiap sentuhan itu tanpa membuka mataku, namun aku paham betul dari aroma tubuhnya bahwa itu suamiku.Ada sedikit aroma masam yang terhidu oleh indera penciumanku, apakah itu alkohol?Entahlah, yang pasti aku tak mempedulikannya karena rasa nikm*t luar biasa yang menjalar keseluruh titik dalam tubuhku.Dan sampai ritual di atas peraduan itu selesai pun, aku memilih memejamkan kembali mataku yang semakin terasa berat. Pagi harinya, aku terbangun dalam keadaan di selimuti hingga bagian perutku.Aku da

  • ARWAH SI KEMBAR   Kontraksi lagi?

    Sesampainya di kamar, aku segera membantu Mas Dirga untuk minum.Setelahnya, ia nampak sedikit tenang."Nampaknya, Dirga sudah mulai tenang, Nduk, Ibu tinggal ya!" kata Ibu.Aku membalas dengan anggukan.Ibu berjalan keluar kamar dan merapatkan daun pintu yang sedari tadi terbuka lebar.Tinggallah aku berdua dengan Mas Dirga di ruangan ini.Ingin sekali rasanya merasakan surga dunia dari mahligai rumah tangga yang sesungguhnya, bahkan dalam dosa pun dahulu sudah pernah kami lakukan. Namun, saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk itu, rasa penasaran begitu menyeruak dari dalam kalbu.Sebenarnya apa yang terjadi kepada suamiku, apakah ia merasakan kejanggalan yang selama ini aku rasakan?Aku termenung cukup lama, karena Mas Dirga pun hanya diam seribu bahasa.Kulihat tatapan matanya yang memancarkan ketakutan.Perlahan kudekati suamiku, kusentuh tangannya yang dahulu pandai membuatku

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status