Keesokan harinya, Sari merasa puas dengan rencananya untuk menjatuhkan Summer. Setelah ini ia yakin kalau Summer akan menjauhkan diri dari Rain. Namun, kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Saat ia membuka beberapa situs berita di pagi hari, Sari mendapati bahwa artikel-artikel yang ia harapkan akan menghancurkan reputasi Summer dan merusak hubungan Rain telah menghilang. Dengan wajah tegang, Sari mencoba membuka situs-situs lain, berharap setidaknya satu atau dua artikel masih tersisa. Namun, hasilnya sama—semua artikel tentang skandal Summer dan Rain telah dihapus. Lebih parahnya lagi, nama Summer tidak lagi menjadi topik utama di kolom gosip yang biasanya diisi dengan kontroversi selebriti atau orang-orang berpengaruh. "Ini nggak mungkin," gumam Sari, matanya berkilat dengan campuran kemarahan dan ketidakpercayaan. Tak puas dengan hasil pencariannya, Sari segera menghubungi orang yang ia bayar untuk menerbitkan artikel tersebut. Setelah beberapa nada sambung, panggilannya diang
Pagi itu, suasana di rumah keluarga Widjaja terasa berbeda. Meilani dan Summer sibuk memastikan semuanya terlihat rapi dan siap menyambut kedatangan tamu istimewa. Meskipun ayahnya masih dalam proses pemulihan dari afasia global, ia sudah bisa merasakan ketegangan yang membalut rumah mereka. Summer sendiri, yang biasanya cukup tenang, tak bisa menutupi kegugupannya. Ketika bel pintu berbunyi, Summer langsung merasakan jantungnya berdegup lebih kencang. Meilani menyentuh lengannya, memberikan dukungan. "Tenang saja, semuanya akan baik-baik saja." Dengan napas yang sedikit tertahan, Summer membuka pintu dan melihat Lili serta Andreas berdiri di sana. Wajah mereka menampilkan senyum hangat. "Selamat datang, Om... Tante... silakan masuk," ujar Summer dengan sopan, mencoba menyembunyikan kegugupannya. "Terima kasih, Summer," balas Lili dengan lembut, sambil masuk ke dalam rumah bersama Andreas. Mereka melihat sekeliling, memperhatikan suasana rumah yang hangat. Setelah mereka duduk
Setelah orang tua Rain, Lili dan Andreas, pamit dan pulang, suasana rumah menjadi lebih tenang. Summer duduk di ruang tamu, masih merenungkan percakapan yang baru saja terjadi. Kelegaan perlahan mulai mengisi hatinya, tapi ada perasaan lain yang tidak bisa ia abaikan—sesuatu yang hangat dan menenangkan, seperti hangatnya sinar mentari di musim semi. Meilani datang membawa dua cangkir teh, meletakkan satu di hadapan Summer sebelum duduk di sampingnya. Wajahnya penuh perhatian, dan senyum lembutnya membuat Summer merasa sedikit lebih nyaman. “Kamu baik-baik saja, sayang?” tanya Meilani dengan suara yang hangat. Summer mengangguk pelan, menyesap teh hangat itu sebelum menjawab. “Aku baik, Bu. Tadi hanya sedikit tegang.” Meilani tertawa kecil, memahami perasaan Summer. “Wajar saja. Tadi itu situasi yang nggak mudah, apalagi harus menghadapi orang tua Rain yang mungkin punya ekspektasi tertentu. Tapi kamu berhasil ngelewatinnya dengan baik.” Summer tersenyum samar, tapi ada kera
Setelah meninggalkan rumah orang tua Summer, Lili dan Andreas duduk di mobil dengan suasana yang penuh pemikiran. Mereka baru saja melewati hari yang cukup panjang, bertemu dengan keluarga yang—dalam pandangan sebagian orang—mungkin dianggap berbeda jauh dari mereka, baik dalam hal status sosial maupun kondisi kehidupan. Lili menatap keluar jendela, melihat gedung-gedung tinggi kota Jakarta, sebelum akhirnya memecah keheningan. "Kita sudah setuju hubungan Rain dengan Summer. Aku harap ini adalah keputusan yang tepat," katanya dengan nada yang hati-hati, namun ada kehangatan dalam suaranya. Andreas mengangguk pelan. "Aku juga berpikir begitu. Tadi waktu kita berbicara dengan Meilani, aku bisa rasa kalau mereka adalah keluarga yang baik, walau sedang banyak cobaan. Mereka mungkin nggak seberuntung kita dalam hal materi, tapi mereka punya hati yang tulus." Lili tersenyum tipis, mengingat percakapan mereka sebelumnya di rumah Summer. "Summer benar-benar anak yang baik. Aku suka dengan
Setelah resmi berpacaran, hubungan Rain dan Summer semakin erat, seolah mereka telah menemukan bagian diri yang hilang selama ini. Rain tidak hanya mengungkapkan perasaannya melalui kata-kata, tetapi juga melalui tindakan. Ia berusaha keras untuk memberikan yang terbaik bagi Summer dan Haru, bahkan untuk keluarga Summer yang kini telah menjadi bagian penting dalam hidupnya. Rain menggunakan segala sumber daya yang dimilikinya untuk memastikan Haru mendapatkan pendidikan terbaik dan masa depan yang cerah. Tidak hanya itu, ia juga sering mengunjungi rumah orang tua Summer, membawa perhatian kecil atau sekadar menghabiskan waktu bersama mereka, menunjukkan betapa ia peduli. Di sisi lain, Summer juga tidak tinggal diam. Sebagai seseorang yang bekerja di apartemen Rain, ia mencurahkan seluruh hatinya untuk membuat tempat itu terasa seperti rumah bagi mereka berdua. Ia memastikan bahwa setiap sudut apartemen mencerminkan cinta dan kebahagiaan yang mereka rasakan. Terkadang, saat hari-ha
Malam itu, suasana di kantor Sari sangat sunyi. Hanya terdengar suara dengungan komputer dan klik-klik lembut dari mouse yang terus ia gerakkan. Waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam, tetapi Sari masih duduk di depan layar monitornya, matanya fokus pada informasi yang muncul. Di bawah sinar lampu meja yang temaram, wajah Sari tampak serius dan penuh tekad. Sari tidak sedang mengurus pekerjaan kantornya. Sebaliknya, ia menghabiskan waktu berjam-jam untuk menyelidiki masa lalu Summer, mencoba menemukan titik lemah yang bisa ia manfaatkan. Tangannya yang terlatih cekatan menavigasi situs-situs pencarian informasi, mengumpulkan potongan-potongan data yang bertebaran di internet dan database tertutup. Setelah menelusuri beberapa nama yang pernah muncul dalam kehidupan Summer, tiba-tiba ia menemukan sesuatu yang menarik perhatiannya—sebuah nama yang akrab di telinganya, nama yang sering ia dengar dalam lingkaran sosialnya, namun tak pernah ia sangka akan terhubung dengan Summer. N
Rain bergegas memasuki ruang rapat, merasa sedikit kesal karena jadwal rapat yang tiba-tiba dipercepat. Ketika ia membuka pintu rapat, Rain langsung disambut oleh pemandangan yang membuatnya tertegun. Di dalam ruangan, seseorang dari masa lalu Summer sedang duduk di sisi Wulan, wanita yang akan mengadakan launching produk kecantikan di galerinya. Ben, mantan pacar Summer dan orang yang telah menimbulkan masalah dalam hidup Summer, balas menatap Rain dengan ekspresi datar. Ben, yang selama ini dikenalnya sebagai sosok yang enggan bertanggung jawab atas kehamilan Summer, kini berada di ruang rapat yang sama. Rain berusaha mengendalikan ekspresi wajahnya, mengatur napas agar tetap tenang. Dia tahu bahwa profesionalisme adalah kunci dalam situasi seperti ini. Dengan langkah mantap, Rain mendekati meja rapat dan menyapa semua orang di ruangan. “Maaf terlambat," ucap Rain. singkat. Wulan tersenyum ramah. "Seharusnya aku yang minta maaf, karena sudah mempercepat jadwal rapat kita."Rain
Bab 66 Ruangan Rain terasa lebih panas, karena pertemuan mereka dengan Ben, tadi. Terutama Misel dan Summer yang memang tidak menyukai Ben. Summer duduk di sofa, masih memikirkan kejadian tadi, sementara Rain memesan makan siang untuk mereka bertiga. Misel, yang sudah tidak sabar ingin mengutuk Ben, segera bergabung dan duduk di kursi sebelah Summer. Wajah Summer tampak sedikit tegang, sesuatu yang tidak biasa terlihat pada wanita yang biasanya tenang itu. Ketika pesanan mereka tiba, suasana seharusnya lebih ringan, namun ada ketegangan yang tidak bisa diabaikan. Summer masih merasa tertekan dengan pertemuannya dengan Ben, dan walaupun ia berusaha menyembunyikan kegelisahannya, Rain dan Misel bisa merasakan sesuatu yang berbeda. "Summer, lo baik-baik saja?" tanya Misel dengan nada perhatian, mencoba mencairkan suasana sambil membuka bungkus makanannya. Ia memang sudah lama mengenal Summer, dan tahu betul bagaimana raut wajah sahabatnya ketika sedang gelisah. Summer tersenyum t