Tumpukan meja dan kursi tampak memenuhi depan ruang laboratorium. Dikarenakan beberapa hari lagi SMA Negeri 2 Angkasa akan menjadi tempat olimpiade, maka kelas 10 MIPA 7, IPS 1, dan IPS 5 dipindahkan ke perpustakaan dan operasi lama.Tumpukan yang semula menyesakkan mata telah mulai berkurang. Sepuluh IPS 1 dan 5 ditempatkan di perpustakaan lama, sedangkan 10 MIPA 7 dipindahkan ke operasi lama yang tak jauh dari operasi sekarang."Kok angkat meja sendirian sih cantik, nggak mau panggil Kai buat bantuin lo, hm?"Felicia meletakkan meja untuk berbicara sejenak dengan sang kakak kelas sejak SMP, yang kembali bertemu di SMA dan merupakan teman Kainando."Bang, kalau lo tanya tentang kejadian waktu SMP..." Felicia menahan nafasnya sejenak karena selalu merasa emosi, setiap mengingat kejadian antara dirinya, Kai, dan Chelsea."Tolong lo tanya ke temen lo itu. Gue udah males bahas hal itu lagi," sambung Felicia melanjutkan perkataannya."Boleh gue...?" Belum saja permintaan izin berpamitan
Ketukan sepatu pantofel dari wanita bertubuh berisi serta berkulit seputih dinding, menyalakan alarm siaga siswa-siswi kelas 10 IPS 1.Siswa-siswi yang semula di luar kelas terbirit-birit untuk ke kursinya. Wanita tersebut mengatur nafas, sebelum memulai ulangan praktik biologi."Selamat siang anak-anak, kalian tidak melupakan kegiatan hari ini bukan?"Pertanyaan sederhana bagi kelompok yang beruntung. Namun pertanyaan tersebut bak berada di rumah hantu, bagi kelompok yang bernasib buruk.Guru bertubuh bak gitar spanyol, tampak mengedarkan pandangan untuk menyelidiki siswa-siswinya."Yang tidak membawa bahan dan alat dengan lengkap, saya mohon kejujurannya untuk mengangkat tangan."Dua puluh empat siswa dari enam kelompok, tampak mengangkat tangan mereka. Guru wanita dengan bername tag Aurel, seketika membelalakkan mata tak menyangka.Satu kelas berisi 36 dan yang tidak membawa lengkap terdapat 24, maka murid yang 100% disiplin hanyalah 12 siswa terbentuk 3 kelompok."Pertanyaan khusu
"Tumben sekali anak bujangnya Mama sudah rapi. Sudah...""Ma, maaf Satya izin keluar, ya.""Tapi ini sudah sangat malam, Sayang. Bukannya Mama hendak ikut campur, tetapi kamu mau kemana?" Satya bergeming untuk memikirkan alasan yang tepat. Beralasan ke rumah Felicia dan Harnefer itu tak mungkin. Nongkrong bersama teman juga sepertinya justru dia mendapatkan siraman. Sebuah ide alasan muncul di otak Satya."Satya, mau ke toko buku cari alat tulis, Ma. Buku tulis Satya hilang dan ballpoint Satya juga hilang."Yizlia menatap dalam putra keduanya. Pasti putranya berpikir dia akan percaya, karena melupakan rasanya mabuk cinta. Ah, sayang sekali dugaan anak tengahnya ini salah besar. Putranya sang papa yang selalu memperlakukan kekasih sepenuh hati. Walau perlakuan Satya bisa dibilang salah. Tetapi mulutnya, Yahziel, dan Kish telah lelah menegur Satya. Biarkanlah kiranya Tuhan memberi jalan untuk hubungan Nada dan Satya.Yahziel dan Kish baru saja keluar dari ruang kerja si sulung. Mere
Felicia meraba-raba meja samping tempat tidurnya. Dia bergegas menuju ke kamar mandi, dan bersiap-siap ke sekolah. Gadis tersebut menepuk kening merasa kesal. Ternyata tergesa-gesa dirinya pagi ini sangatlah tak berguna. Waktu masih menunjukkan pukul 5 subuh, dan berarti semua anggota masih terlelap. Hanya Bi Arum-lah sepertinya yang tengah sibuk. Felicia berniat berganti menjadi baju rumahan kembali namun malas. Pada akhirnya dia mengganti lampu tidur menjadi lampu utama. Dia menyadarkan punggung pada pinggiran kasur. Gadis tersebut mulai mengaktifkan data seluler hingga beberapa notifikasi tak henti-henti. Ntah mengapa hatinya sangat ingin membuka w******p terlebih dahulu. Dia mengernyit kala barisan panggilan tak terjawab terdapat banyak sekali. Ingin rasanya membalas menelpon tetapi dirinya yakin, pasti kemungkinan untuk diangkat hanyalah 5%. Lebih baik dirinya membuka salah satu grup, barangkali menemukan alasan mengapa notifikasi tertata rapi. Ntah harus menyalahkan atau
Satu bulan sudah sejak kematian Nada, ntah Satya yang pintar menyembunyikan luka atau emang lelaki tersebut baik-baik saja. Satya bersenda gurau bersama teman-temannya seperti biasanya. Teman lelaki sekelas sepuluh atau satu SMA (Sekolah Menengah Atas) saja, karena komunikasi antara Felicia dan Satya masih sama. "Baiklah adik-adik ayo semuanya berkumpul ke tengah lapangan!" teriak siswa kelas dua belas yang bertugas sebagai pembina. Siswa-siswi kelas sepuluh yang semula masih bersantai, seketika mengobrak-abrik tas mencari topi pramuka mereka. Setiap kelas telah dibagi dua sangga siswa dan dua sangga siswi. Perlengkapan kelompok telah dikumpulkan tiga hari lalu.Siswa-siswi kelas sepuluh baik MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) langsung berlari ke tengah lapangan.Felicia yang berstatus sebagai wakil ketua sangga berdiri di paling belakang. Sudah wakil ketua ditambah lebih tinggi dari siswi lainnya, membuat alasan pertama bagi para temanny
"Ci, maafin gue ya?"Perjalanan menuju ke perpustakaan seketika terkesan karena kalimat Satya. Felicia langsung menghentikan langkahnya."Belum lebaran," kata Felicia dengan acuh lalu meninggalkan Satya.Satya tersenyum kecil, dia berlari kecil menyusul langkah Felicia. Satya menarik tangan Felicia agar berhenti, beberapa teman sekelas Nada yang melihat hanya menatap. Mereka bingung harus ikut senang, heran, atau geram."Leci, maafin gue ya?"Felicia meringis menahan cengkraman Satya. Kemarin malam tepat setelah makan malam, dan selesai persami serta mengerjakan banyak PR. Harnefer mengajak keluar ke rumah dengan jalan kaki. Perkiraan Felicia dimana sang Abang berniat membelikan jajan seketika sirna.Sudah badan yang sangat lelah tanpa istirahat, ditambah kini lutut, siku, dan betis terperban. "Sat, kita sudah di depan perpustakaan," tegur Felicia.Satya menggelengkan kepala, dia mengernyit baru menyadari panggilan Felicia untuknya. Yang lebih Satya baru sadari adalah ternyata beber
Satya menatap gemas Felicia yang tengah kesal. Dia melajukan motornya mendekati arah Felicia."Lo nggak pulang, Ci?"Felicia menatap kesal Satya yang berhasil semakin membuatnya kesal. Dia mengayunkan telapak tangannya mengusir Satya. "Hei! Gue orang bukan anak ayam yang bisa lo usir kek gitu!""Gitu doang ngamok kemarin gue lo gitu biasa tuh," ejek Felicia kembali mengingat saat pertengkaran dengan Satya.Satya menggelengkan kepala heran, istilah bahwa perempuan pemaaf namun tak pelupa luka sepertinya sangatlah fakta. Satya bahkan dibuat bungkam dan kebingungan mencari jawaban."Balik lo Lucifer dah dicari Tante Yizlia dan Yaera pasti. Nitip salam ya? Bolehkan?"Satya langsung berbinar, sinyal tanda baikan dan hubungan kembali ke semula menyala terang."Kenapa nggak ikut sekalian?""Maaf tapi besok-besok gue main deh sekalian bareng Abang. Soalnya ini gue udah ada janji sama Arkan secara rahasia."Satya menatap Felicia penuh selidik, Felicia yang ditatap curiga pun menutup mulut bar
Akhirnya suasana yang ditunggu-tunggu kelas sepuluh IPS satu dan MIPA tujuh telah tiba. Dua ruang terbaru di sekolah pada akhirnya telah ditetapkan.Apabila saat pindahan pertama Satya tak membantu maka kali ini berbeda. Satya membantu dengan membawa terlebih dahulu, tas punggung Felicia dan dirinya bawa sembari mengangkat meja."Satse, biar gue bawa sendiri tas gue!""Satse?" tanya Daffa merasa asing dengan julukan."Sesat," tutur Falisha mengoreksi.Satya meninggalkan Daffa begitu saja, dia justru mengajak Felicia bermain-main kejar-kejaran . Ingin rasanya Felicia melemparkan kursinya dan Falisha, tetapi apabila sampai rusak maka urusan akan panjang nan rumit.Daffa hampir saja berteriak mengeluarkan umpatannya, namun dia memilih menarik meja hingga ke ruang kelas baru. Falisha menguatkan pegangannya pada kursi, lalu menyusul Felicia yang telah menaiki tangga."Huu Leci sekarang jadi siput," ejek Satya sembari mengayunkan tas Felicia, bersiap menjatuhkan dari depan kelas.Felicia me