Apih lagi pulang dari tempat kerja waktu tiba-tiba motornya dipepet mobil pak Satya. Begitu keluar dari mobil langsung aja dia ngedamprat.
“Maaf pak Galih, aku nggak terimah.”
“Maksudnya?”
“Aku nggak terimah dilecehkan sama kamu.”
“Kayaknya aku nggak melecehkan. Aku nempeleng.”
“Nah itu maksud akuh. Kamu harus tanggung akibat perbuatanmuh.”
“Dasar pak Satya. Kenapa kamu baru permasalahkan sekarang?”
“Habis gimanah, aku kalah.”
“Oh kalo kamu yang menang kamu nggak akan nuntut?”
“Iyah.”
“Dasar cemen.”
“Biarin.”
“Itu kan kamu yang cari gara-gara.”
“Tapi aku nggak terimah. Dan aku punya bukti rekaman CCTV perbuatan kamuh. Awas, aku langsung ngadu ke kepolisian.”
Diancam begitu, dan karena seumur
Penolakan Lastri atas diri Sandro sebetulnya semu. Sandro nggak tau bahwa jauh dalam lubuk hati Lastri, dirinya masih berharap sama Sandro. Hanya saja hakekat sebagai wanita desa masih kuat bercokol dalam diri Lastri. Waktu Sandro menyatakan isi hati dan ia tolak, itu memang jujur adalah cermin gambaran hati Lastri. Tapi ketika melihat seriusnya Sandro ngedekatin dirinya, Lastri jadi semakin merasa bahwa Sandro datang bukan untuk mempermainkan dirinya.Memang sih, jujur aja, nggak ada juga cowok lain yang deketin Lastri. Mereka dekatin hanya waktu Lastri bermasker. Sebagai pemilik warung nasi dan pasti ada aja tamu yang datang untuk makan. Dan ketertarikan langsung mereka tunjukin. Tapi ya begitulah. Begitu masker dilepas, mereka langsung jaga jarak. Malah ada yang sikap kagetnya bikin Lastri jengkel dan sakit hati. Tapi situasi ini pada akhirnya membuat mata hati Lastri terbuka bahwa kalo ada seorang cowok yang sudah ngeliat dirinya dengan segala kekurangannya, perlukah ia tetap men
“Siapa kamuh?” tanya pak Satya. Seperti biasa cara ngomongnya boros. Selalu aja ada huruf ‘H’ tiap kali ngomong satu kalimat dengan kata terakhir berakhiran ‘U’ atau ‘A.’“Kamu eee gak usah tau siapa aku.”O iya, supaya jelas perlu diberitahu bahwa orang itu tak lain dan tak bukan adalah Papa Banu. Bokap alias bapaknya Ramond. Mertuanya Dinda. Datang ke rumah pak Satya pake kaos oblong, jubah dekil, celana item selutut, dengan jubah dekil. Rambutnya gondrong, berewokan, pake kalung tengkorak yang bentuknya imut.“Jadi maksudnya kamu sendiri nggak tau siapa diri kamuh?”“Bego kau. Eee tentu aja aku tau.”Oh. kirain. Ayo duduk.”“Tidak usah.”“Kenapa gak mau duduk.” Pak Banu menolak.“Aku tau per di dalam sofa kau sudah pada lepas. Eee kalo duduk di sofa itu udah pasti pantat aku kena
Aktifnya Panji dalam ngedeketin Dinda lama-lama bikin Dinda nggak suka. Waktu awal-awalnya pendekatan dilakukan, Dinda banyak nggak enaknya untuk melakukan penolakan. Tapi lama-lama dia mulai ngerasa bahwa nggak bijaksana juga kalo dia menanggapi pendekatan itu terus-terusan. Bagaimana pun suasananya saat ini udah beda banget dengan keadaan waktu mereka sekolah dulu. Dirinya udah punya suami dan Panji seharusnya tahu bahwa secara ada ketimuran perlu menjaga jarak dengan teman yang sekarang udah jadi bini orang.Tapi Panji rupanya tipikal orang yang gigih dalam memperjuangkan cinta. Dengan memperjuangkan sisa kegantengannya, dia masih berusaha mendekati Dinda. Kasus bersedianya Dinda diantar ke sekolah lama seperti memberikan setitik harapan bahwa masih ada kemungkinan untuk mendekati Dinda lagi.Di satu sisi Panji sadar bahwa apa yang dia lakukan sebetulnya nggak bener. Tapi yang namanya cinta kan bukan seperti benda sakral yang jelas hitam
Berdua ngendap-ngendap berjalan ke arah dapur. Ramond yang lebih berani kemana-mana dibanding bininya jalan paling depan. Mereka udah sampai di depan pintu dapur dan makin kedengaran ada suara dua orang lagi ngobrol. Ramond sempat nguping apa yang diomongin dan dia heran juga begitu dengar bahwa yang diomongin ternyata soal Tik Tok.Spontan aja Ramond jadi pandang-pandangan sama Dinda. Dia heran. Apa iya setan juga doyan pake aplikasi buat Tik Tok-an?Dinda lantas ngasih kode 1, 2, 3. Begitu udah nyampe di hitungan 3, Dinda nyalain lampu dapur dan Ramond masuk ke dalam.Hup!Di dapur mereka ternyata gak ada orang. Tapi biar pun begitu suara dua orang yang ngerumpi masih aja tetap ada. Situasi ini langsung dipahami Dinda dengan suaminya. Rupanya ada tetangga di belakang tembok mereka yang memang doyan ngerumpi jam segitu. Nggak tau apa alasannya tapi mereka tetap aja ngobrol di jam segitu.&nbs
“Mungkin bagus juga ya kalo kita jualan produk yang bisa bikin aneka macam bulu bisa tumbuh subur. Atau sebaliknya, produk yang bisa ngilangin rambut berlebihan kayak orang itu.”Dinda jadi geli sendiri. Suaminya mungkin udah segitu desperate-nya sampe pandangannya aneh-aneh. Dia ngerti kalo Ramond udah gak betah di perusahaan lamanya dan kepingin keluar. Tapi semua orang tau kalo jaman sekarang sulit banget mau nyari lowongan kerja yang baru yang sesuai dengan pendidikan dan pengalaman.“Mama jadi inget Angelica.”Lah, Ramond jadi penasaran kenapa bininya ngungkit nama itu. “Miss Cosmo? Emang ada apa dengan dia?”“Dia pernah bilang katanya mau bikin pabrik produk herbal.”“Bagus sih kalo emang dia mau usaha begitu. Tapi udah banyak orang yang usaha kayak gitu. Apa dia nggak takut dengan kompetitor obat herbal yang udah begitu bejibun?” tanya Ramond dengan mimik
“Oh pantesan. Suara kentut kamu udah kedengeran. Kamu emang udah gak tahan untuk buru-buru ke sana. Orang yang kalo udah kebelet untuk pergi ke belakang emang nggak boleh ditahan-tahan karena kasihan juga kalo nanti dia cepirit di celana. Itu kan malu-maluin banget kalo cepirit begitu soalnya sepertinya bikin malu juga kalo begit.... halo? Halo?”...............Lima menit kemudian Lena nelpon lagi.“Iya, jadi begitulah kondisinya.”“Lena, kamu ke sini ada perlu apa?”“Oh, gak ada yang penting-penting banget sih sebetulnya. Gue nelpon karena kita udah temenan lama tapi koq nggak pernah ketemu lagi.”“Iya, iya.”“Jadi emang nggak gitu ada hal yang penting-penting banget sih.”“Ya udah kalo gitu kita sambung lain kesempatan ya. Bye!”...................Lima menit
“Hah? Enam puluh satu tahun? Emang masih sanggup?”“Soal sanggup atau enggak itu urusan si Bunga lah. Ngapain juga kita anggap pusing. Hihi...”“Bunga kan tergolong cakep. Kenapa milih yang udah tua dan cenderung uzur kayak gitu?”“Eit jangan salah. Bisa aja Bunga punya prinsip: makin tua makin bersantan.”“Maksudnya?”“Main bentar gapapa, yang penting bermutu.”“Yang bermutu itu yang gimana?”“Kan tadi aku udah bilang makin tua makin bersantan.”“Buset, jadi maksudmu yang bermutu itu yang santannya banyak?”“Iya kali. Namanya aja nebak-nebak berhadiah. Udah ah. Cukup ngegosipin orang lain. Sampe ketemu nanti Kamis malam.”“Tunggu! Aku masih penasaran, si Baramuli itu matinya kenapa?”“Keselek biji kedondong!”*
Pertemuan kembali antara Angel dengan Dinda dan Ramond menghasilkan pertemanan yang cukup akrab di antara mereka. Biarpun pertemuan di antara mereka baru tiga kali terjadi dan lebih banyak via telpon, tapi mereka udah cukup dekat yang membuat Angel suka dengan pertemanan yang terjalin. Dari pertemanan itu ada satu rupanya omongan Ramond yang nancep di benaknya yang bilang bahwa yang namanya kecantikan itu nggak selamanya. Ketika popularitas diraih hanya karena kebetulan punya kelebihan fisik, seharusnya popularitas itu dimanfaatkan untuk kepentingan lain.“Kamu tersinggung nggak dengar pendapatku tadi?”“Pendapat yang mana?”“Yang bilang kalo kecantikan itu nggak selamanya.”“Dan mumpung karena aku ngetop, itu perlu dimanfaatkan untuk kepentingan lain?”“Iya. Yang itu.”Kekhawatiran Ramond dan Dinda rupanya nggak perlu. Dialog di kesempatan pertemuan kese