Penandatanganan investasi pembangunan rumah sakit telah selesai dan akan di lanjutkan untuk mengadakan rapat keesokan harinya guna kepastian dimulainya pembangunan pengembangan rumah sakit tersebut.
Verrel memilih untuk meminta Arjun, mengurus segala urusan bisnis, karena saat ini dirinya ingin fokus dalam mengurus kesembuhan Vania, yang memang menjadi prioritas utamanya. Tak ingin berlama-lama, dan membuang waktu sia-sia, akhirnya Verrel memasuki ruangan ICU dimana Vania berada. Verrel duduk dan tam hentinya membelai rambut Vania, hingga ia tertidur pulas bersandar di kursi tunggu penjaga pasien. ~||~ Sementara di negara tetangga yaitu Indonesia, Aaron yang malam itu masih berada di kantornya menyiapkan beberapa dokumen untuk keberangkatannya esok hari. Hatinya gelisah karena hingga saat ini masih b~||~ Satu bulan kemudian setelah Vania benar benar pulih dari perawatan, dan mereka kembali ke Indonesia dengan menggunakan jet pribadi milik Verrel. Walau Vania telah dinyatakan pulih oleh dokter tapi tetap saja kepulangan mereka ke Indonesia di dampingi beberapa dokter pribadi yang Verrel pekerjakan untuk mengurusi aktivitas bisnisnya. Verrel khawatir di tengah perjalanan terjadi sesuatu terhadap Vania sehingga kesulitan mendapat pertolongan medis, sementara dirinya tidak mengetahui tentang medis dan bagaimana proses pertolongan pertamanya. Sesampainya di Indonesia Vania tak sabar ingin kembali ke Apartemennya dan segera bertemu anaknya yang saat ini tengah dalam penjemputan anak buah Verrel, dengan senyum yang terus mengembang di pipi Verrel mendampingi Vania. Verrel membukakan pintu mobil untuk Vania, kemudian menutupny
Verrel tersenyum menggoda, hatinya senang manakala dia berfikir mengenai kemungkinan Vania telah membuka sedikit hati untuknya. "Pacar? Kenapa harus pacaran segala sayang.." Goda Verrel. “ Ohh ya lupa, kamu kan bebas ya deket ama siapa aja.! Gak perlu harus komitmen.!” Ketus Vania memalingkan wajahnya cepat sembari melipat tangan di dada. “ Hei… ayolah sayang…” Ujar Verrel menggoyangkan tubuhnya menyenggol Vania. “ Ya kan emang bener, kamu tuh barusan bilang kenapa harus pacaran segala..” Jawab Vania dengan wajah masih merengut. “ Hmm, maksud aku, aku tidak butuh pacaran lagi sayang… bukan gak niat komitmen…” Ucap Verrel sembari mencoba menggenggam tangan Vania, tapi siapa sangka Vania mengibaskan tangannya. “ Ngeles aja pint
Verrel menatap Vania yang masih dengan posisi terlentang. Lapar kamu sayang? “ Ujar Verrel sembari duduk di sisi ranjang. " Aku belum laper, aku pengen kamu disini deket aku, jangan jauh-jauh… " Rengek Vania manja dengan tatapan memohon. Verrel mengerutkan dahi, lalu kemudian dirinya menaiki ranjang dimana Vania tengah merebahkan tubuhnya. " Aku tidak akan jauh lagi darimu sayang, aku akan selalu menemanimu, kemanapun aku pergi, kau akan turut bersama…” Bisik Verrel yang kini tengah membelai rambut Vania dan mengecup kening wanita yang amat di cintainya itu. " Bohong kamu! buktinya tadi mo pergi nemenin Sarah pacarmu itu, jelas terdengar di telingaku dia merengek minta kamu temenin, artis kah dia?" Tanya Vania seraya memiringkan badannya dengan wajah kesal.
" Hmmm, terserah kamu sayang, kamu boleh pilih dimanapun dan sesuai keinginanmu tinggal, kamu tunjuk saja sayang, sisanta serahkan padaku…” Verrel menjelaskannya dengan sabar terhadap Vania. Verrel beranjak turun dari ranjang setelah terdengar suara bell bunyi dari balik pintu. “ Mau kemana kamu? Jangan-jangan itu wanitamu, semangat banget kamu ngebukanya?” Tanya Vania di iringi anggukan Verrel hingga membuat bola mata Vania membelalak lebar seperti hendak keluar. “ Dia adalah wanita selain kamu yang aku cintai sayang, jadi bersabarlah menunggu disini sejenak…” Jawab Verrel santai sembari bergegas menuju pintu. Verrel mengetahui siapa orang yang berada di balik pintu itu, pasti putri kecil Vania yang telah sampai. Dan benar saja, begitu Verrel membuka pintu ternyata Issabella yang langs
Kemudian Verrel menghempas tubuh Della dengan satu tangan, hingga mengenai tiang besi penjara bawah tanah itu. Dia meringis menahan sakit, dan memohon ampun pada Verrel. “ Ampuni aku Tuan, aku..” Mendengar ucapan Della membuat Verrel yang berniat meninggalkan tempat itu, terhenti seketika. Amarahnya kembali memuncak mendengar wanita yang menjadi otak kecelakaan memohon ampun, sekelebat terlintas bayangan Vania dalam keadaan sekarat dengan besi menancap dada, lalu Verrel memutar tubuhnya dan berjalan dengan cepat mendekati Della, lalu dengan gigi beradu dan wajah memerah, tangannya mengayunkan tangannya, hingga mengenai dada Della. Hingga membuat Della melengking karena kesakitan. Verrel melakukan itu agar Della merasakan bagaiamana yang Vania rasakan. Verrel sengaja hanya sedikit melukai Della, untuk membuat luka agar mengingatkan wanita itu, bah
" Verrell! bau apa ini, mau muntah aku“ Teriak Vania sembari beranjak bangun dengan perlahan. Teriakan Vania sontak membangunkan Issabella dan Carroline yang tengah tertidur pulas kelelahan. Hoooeeekkkk..Hoeekkkkk...!” Carroline berdiri dan mendekati kearah Issabella lalu menggendong Issabella yang terlihat ketakutan melihat ibunya berteriak. Verrel yang mendapat teriakan itu menjadi kebingungan dan berlari kearah Vania. " Aku memasaknya untukmu sayang…ini menu khas Italia, sangat nikmat, kau akan ketagihan jika mencobanya sayang…” Ucap Verrel dengan sabar menghadapi Vania. " Nikmat apanya, makanan bau bangkai gitu, aku gak mau makan…, atau kamu sengaja ya biar aku gak makan, trus aku mati dan kamu bisa sama Sarah kan?! &ldquo
" Mana aku tau dimana yang jual, memangnya aku yang jualan! bilang aja kamu ga mau beliin kan?! pura-pura ga tau kamu rel…” Ujar Vania diakhiri dengan isak tangis, membuat Verrel semakin kebingungan karena emosi Vania yang tiba-tiba naik turun, tidak stabil. Verrel kembali menghela nafas sembari mengelus dada. " Iya sayang…iyaaa…, kita cari mangga itu sampe ketemu, ke ujung dunia sekalipun pasti aku akan mencarinya untukmu, kalau tak juga ada, aku akan menghukum pohon mangga mengapa dia tidak menyisakan yang muda untukmu…” Jawab Verrel di akhiri dengan canda berharap Vania mencair dan tak lagi menangis. Vania hanya tersenyum senang mendapat perlakuan manja dari Verrel " Asyik! aku udah gak sabar pengen makan mangga itu, pake bumbu rujak pedeess! “ Ujar Vania melonjak kegirangan seperti anak kecil yang di janjikan
Dia berfikir keras apa yang terjadi sebenarnya dengan wanitanya, Akankah itu akibat pengaruh dari obat yang mungkin terlalu tinggi dosisnya. Ataukah Efek dari kecelakaan karena kepala Vania sempat terbentur dan menyebabkan penyumbatan pembuluh darah ke otak sehingga Vania seperti ini. Pertanyaan demi pertanyaan silih berganti berkecamuk di pikiran Verrel. Sayangnya Verrel bukanlah orang sesabar itu untuk menerka-nerka dengan jawaban yang tidak pasti. Dirinya langsung menghubungi Koleganya yang berada di Singapura. Verrel berdiskusi adanya perubahan di emosi Vania setelah kepulangannya, Verrel dengan detail menjawab semua pertanyaan yang di berikan oleh sang dokter. Setelah obrolan panjang bersama sang kolega, Verrel justru di buat semakin terheran manakala sang kolega tidak ka