“ Baru selesai makan, duduklah terlebih dahulu, sampai terasa nasi sudah turun keperut, kamu pasti udah keburu mo tidur kan?” Tanya Verrel lagi menatap Vania yang terlihat tampak lelah. Ia menghela nafas panjang, tak tega menatap wajah lelah itu.
“ Yaelahh bawel amat si bapak satu ini, usir juga tar baru tahu..” Gerutunya langsung memasuki kamar mandi dan menguncinya dari dalam, lalu menyiram tubuhnya sembari bernyanyi kecil, dan tersenyum teringat akan Verrel. Setelah selesai mandi, ia langsung mengganti baju dan hendak tidur karena ia harus tidur cepat untuk bekerja pagi - pagi buta demi menyiapkan semua pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Ia tak mau bergadang malam ini takut esok kesiangan. Dan akhirnya Vania selesai mandi dan beranjak ke tempat tidur dimana Verrel sudah berada disana menunggunya. Verrel menatapnya dan mengecup dahi VaniSeperti saat ini, ia lebih memilih bermalam di kantor, meskipun di kantor itu memiliki ruang istirahat yang nyaman, tapi setidaknya otak tidak bisa istirahat dengan nyaman. Karena masih berbau - bau pekerjaan, alih - alih memikirkan untuk mencari istri atau memperdulikan kesehatannya, ia justru berfokus pada pekerjaannya dan memaksakan diri mengadakan meeting ke seluruh cabang perusahaan hanya karena ia ingin segera menyelesaikan permasalahan penyakit di perusahaan ini, dan hal itu membuat dirinya kembali memforsir diri. Tak seperti para boss pada umumnya yang lebih suka mencuri waktu untuk dapat bermain dengan sekretarisnya atau wanita - wanita nakal lainnya demi menyegarkan otak mereka, Aaron justru lebih suka mengurung diri di ruang kantornya dan bekerja dengan lebih giat. Alih - alih menggunakan waktu senggan dengan sekretaris cantik di sebuah hotel, Aaron justru memilih menggunakan waktu sengganya untuk berolah raga at
“ Maaf mengganggu pak, semua report sudah saya kerjakan silahkan bapak koreksi, jika terdapat kekurangan bisa kembalikan ke saya pak..” Ujar Vania sembari memberikan flash disk berisi notulen meeting yang di butuhkan sang pimpinan, yang telah ia buat dalam berbagai versi. Aaron melirik flash disk itu sekilas, lalu mengambilnya tanpa menatap Vania sembari menjawab. " Oke, akan saya periksa terlebih dahulu, jangan lupa persiapan yang lainnya juga, jangan sampai terjadi kesalahan, terlebih dalam hal reservasi tempat..” Ujarya sembari terus menatap layar monitornya dengan tangan menari diatas keyboard, tanpa menoleh sedikitpun kearahnya. Mendengar instruksi sang pimpinan, Vania hanya mengangguk tanda mengerti " Baik pak, saya akan persiapkan semuanya dengan semaksimal mungkin, kalau tidak ada yang di bahas lebih lanjut, saya permisi pak..” Ucap
Vania tampak melihat Carroline yang setia mendampingi putrinya, di tambah dua orang pria duduk bersama ayahnya dengan santai sembari menikmati ubi goreng khas sang ibu. Vania tersenyum terharu menatap bagaimana Verrel membuat dirinya dan keluarganya sangat nyaman. Tak hanya memberikan penjagaan ketat untuk keluarganya, Vania juga mengetahui jika Verrel diam - diam telah menyewa apartement di lantai yang sama dengannya, dan para bodyguardnya berjaga untuk memantau keselamatannya. Hingga pelukannya terganggu dengan getar ponsel miliknya yang kembali berdering. Terlihat nama Sarah memanggil hingga berulang kali. “ Angkatlah! Siapa tahu penting. Lagian sepertinya dia ngebet banget mo ngomong ma kamu...” Ujar Vania dengan wajah sedikit masam. Verrel tak menghiraukan ucapan wanita yang terdengar sedang mendiktenya. “ Biarka
“ Tidurlah sejenak agar matamu tidak menghitam, aku janji akan membangunkanmu sebelum jam kerjamu, minimal kau tertidur satu jam..” Bisik Verrel. “ Aku tak ingin bajuku kusut nanti Rel, aku lelah dan tak ingin melakukan apapun...” Jawabnya dengan mata yang berat. “ Kalau begitu, ayo kita tidur di mobil, bilang saja kau sebenarnya takut terlambat bukan? Sekejam itukah pimpinanmu?“ Tanya Verrel penasaran. “ Bukan galak sih, cuma punya masalah di pita suara, jadi dia lebih suka ngancem daripada ngomong baek - baek..” Jawab Vania sekenanya. Mereka akhirnya berjalan menuju keluar apartement menuju parkiran mobil. Verrel menggandeng Vania dengan di iringi dua orang bodyguard. Verrel dan Vania duduk di kursi belakang supir, lalu Verrel merebahkan kepala Vania di bahunya.
Sementara di tempat yang berbeda, di sebuah hotel berbintang lima, tampak Dendi yang di dampingi oleh team pengacara yang telah ia sewa duduk di barisan depan ballroom hotel yang mereka sewa. Dimana di tempat itu telah ramai wartawan yang menerima undangan darinya untuk pers conference. Dendi terpaksa melakukan itu, karena di awal orang tua nya sengaja memblow up acara pertunangannya ke publik, dengan harapan agar Vania mundur dan tidak mengganggu Dendi lagi. Sang ibu mendapat informasi dari salah seorang pekerja di rumah Dendi jika Vania sering datang dan bahkan sangat dekat dengan anak anak Dendi. Bahkan salah seorang asisten rumah tangga yang memberi info tersebut mengatakan jika Dendi sangat perduli dengan Vania dan banyak perubahan yang terjadi karena Vania. Hal itu membuat sang ibu murka dan malu karena mengetahui sang Putra kebanggaan Keluarga nya yang
Di sisi lain, rombongan peserta meeting darurat yang di selenggarakan di puncak atas perintah Aaron Smith sang CEO muda berbakat itu akhirnya sampai di lokasi. Seperti sebuah feeling yang kuat. Begitu memasuki halaman villa, tempat mereka akan menginap dan mengadakan acara. Aaron Smith terbangun, tak lama berselang di iringi oleh Vania yang terbangun. Tampak ia terkejut menyadari ia tertidur di pundak sang CEO karena lelah semalaman berduel dengan Verrel di ranjang, nyalinya ciut. Membayangkan apa yang terjadi, bagaiamana menanggapi kemarahan sang CEO, tapi ia pasrah. Meski begitu ia spontan menarik diri, lalu duduk dengan posisi badan yang tegak lurus, dengan ekspresi wajah tegang dan salah tingkah. Keringat dingin langsung mengucur di tubuhnya, meski mobil itu sangat dingin, di dukung suasana puncak yang sejuk. Tubuhnya menggigil ketakutan. Ia menyumpahi dirinya yang tertidur sepanjang perjalanan dan tak sadarkan di
Seluruh peserta meeting, tampak sumringah begitu beranjak dari area meeting. Tampak mereka semua berkumpul di sebuah restaurant untuk menikmati makan malam yang memang telah di sediakan panitia. Terlihat para branch manager berkumpul di satu meja, mereka bercengkrama dan berbagi kisah tentang pengalaman pertama meeting di hadapan CEO baru. Sedangkan di meja sebelah tampak rombongan direksi mendampingi bapak komisaris dan sang CEO yang memilih ikut bergabung di restaurant untuk menikmati makan malam bersama. Berkali - kali terlihat Jasson Smith mencolek Aaron yang duduk di sebelahnya agar bersikap ramah terhadap semua keluarga perusahaan. Aaron sesekali tersenyum tanpa menghiraukan permintaan sang ayah. Hingga akhirnya sang ayah berbisik sedikit mengancam dan membuatnya berubah mimik muka, lalu setelahnya ia bertanya sepatah dua patah kata sebagai jawaban permintaan sang ayah, yang menginginkan
Vania berusaha berdiri tegak dengan sisa - sisa tenaga yang di miliki, demi berusaha tidak membuat kesalahan, meski kepalanya berat dan pandangannya memutar - mutar, ia berusaha berjalan tertatih menuju kamar sang pimpinan. Hingga akhirnya ia mengetuk pintu kamar sang CEO, karena terburu - buru, hingga ia lupa bahwa belum sempat mengganti pakaiannya. Mungkin pengaruh sifat pria itu jadi siapapun yang berada di dekatnya takut untuk melakukan kesalahan, begitu juga dengan Vania yang begitu menerima panggilan langsung bergegas menuju kamar sang CEO Perusahaan tempatnya bekerja. Vania tak berfikir panjang dan secara rasional, yang ada di pikirannya adalah bagaimana ia cepat melayani permintaan sang pimpinan. Aaron mengetahui bahwa yang mengetuk pintu itu adalah Vania ia tersenyum menunggu wanita yang kerap membuatnya tersenyum akhir - akhir ini.