Vania tampak melihat Carroline yang setia mendampingi putrinya, di tambah dua orang pria duduk bersama ayahnya dengan santai sembari menikmati ubi goreng khas sang ibu.
Vania tersenyum terharu menatap bagaimana Verrel membuat dirinya dan keluarganya sangat nyaman. Tak hanya memberikan penjagaan ketat untuk keluarganya, Vania juga mengetahui jika Verrel diam - diam telah menyewa apartement di lantai yang sama dengannya, dan para bodyguardnya berjaga untuk memantau keselamatannya. Hingga pelukannya terganggu dengan getar ponsel miliknya yang kembali berdering. Terlihat nama Sarah memanggil hingga berulang kali. “ Angkatlah! Siapa tahu penting. Lagian sepertinya dia ngebet banget mo ngomong ma kamu...” Ujar Vania dengan wajah sedikit masam. Verrel tak menghiraukan ucapan wanita yang terdengar sedang mendiktenya. “ Biarka“ Tidurlah sejenak agar matamu tidak menghitam, aku janji akan membangunkanmu sebelum jam kerjamu, minimal kau tertidur satu jam..” Bisik Verrel. “ Aku tak ingin bajuku kusut nanti Rel, aku lelah dan tak ingin melakukan apapun...” Jawabnya dengan mata yang berat. “ Kalau begitu, ayo kita tidur di mobil, bilang saja kau sebenarnya takut terlambat bukan? Sekejam itukah pimpinanmu?“ Tanya Verrel penasaran. “ Bukan galak sih, cuma punya masalah di pita suara, jadi dia lebih suka ngancem daripada ngomong baek - baek..” Jawab Vania sekenanya. Mereka akhirnya berjalan menuju keluar apartement menuju parkiran mobil. Verrel menggandeng Vania dengan di iringi dua orang bodyguard. Verrel dan Vania duduk di kursi belakang supir, lalu Verrel merebahkan kepala Vania di bahunya.
Sementara di tempat yang berbeda, di sebuah hotel berbintang lima, tampak Dendi yang di dampingi oleh team pengacara yang telah ia sewa duduk di barisan depan ballroom hotel yang mereka sewa. Dimana di tempat itu telah ramai wartawan yang menerima undangan darinya untuk pers conference. Dendi terpaksa melakukan itu, karena di awal orang tua nya sengaja memblow up acara pertunangannya ke publik, dengan harapan agar Vania mundur dan tidak mengganggu Dendi lagi. Sang ibu mendapat informasi dari salah seorang pekerja di rumah Dendi jika Vania sering datang dan bahkan sangat dekat dengan anak anak Dendi. Bahkan salah seorang asisten rumah tangga yang memberi info tersebut mengatakan jika Dendi sangat perduli dengan Vania dan banyak perubahan yang terjadi karena Vania. Hal itu membuat sang ibu murka dan malu karena mengetahui sang Putra kebanggaan Keluarga nya yang
Di sisi lain, rombongan peserta meeting darurat yang di selenggarakan di puncak atas perintah Aaron Smith sang CEO muda berbakat itu akhirnya sampai di lokasi. Seperti sebuah feeling yang kuat. Begitu memasuki halaman villa, tempat mereka akan menginap dan mengadakan acara. Aaron Smith terbangun, tak lama berselang di iringi oleh Vania yang terbangun. Tampak ia terkejut menyadari ia tertidur di pundak sang CEO karena lelah semalaman berduel dengan Verrel di ranjang, nyalinya ciut. Membayangkan apa yang terjadi, bagaiamana menanggapi kemarahan sang CEO, tapi ia pasrah. Meski begitu ia spontan menarik diri, lalu duduk dengan posisi badan yang tegak lurus, dengan ekspresi wajah tegang dan salah tingkah. Keringat dingin langsung mengucur di tubuhnya, meski mobil itu sangat dingin, di dukung suasana puncak yang sejuk. Tubuhnya menggigil ketakutan. Ia menyumpahi dirinya yang tertidur sepanjang perjalanan dan tak sadarkan di
Seluruh peserta meeting, tampak sumringah begitu beranjak dari area meeting. Tampak mereka semua berkumpul di sebuah restaurant untuk menikmati makan malam yang memang telah di sediakan panitia. Terlihat para branch manager berkumpul di satu meja, mereka bercengkrama dan berbagi kisah tentang pengalaman pertama meeting di hadapan CEO baru. Sedangkan di meja sebelah tampak rombongan direksi mendampingi bapak komisaris dan sang CEO yang memilih ikut bergabung di restaurant untuk menikmati makan malam bersama. Berkali - kali terlihat Jasson Smith mencolek Aaron yang duduk di sebelahnya agar bersikap ramah terhadap semua keluarga perusahaan. Aaron sesekali tersenyum tanpa menghiraukan permintaan sang ayah. Hingga akhirnya sang ayah berbisik sedikit mengancam dan membuatnya berubah mimik muka, lalu setelahnya ia bertanya sepatah dua patah kata sebagai jawaban permintaan sang ayah, yang menginginkan
Vania berusaha berdiri tegak dengan sisa - sisa tenaga yang di miliki, demi berusaha tidak membuat kesalahan, meski kepalanya berat dan pandangannya memutar - mutar, ia berusaha berjalan tertatih menuju kamar sang pimpinan. Hingga akhirnya ia mengetuk pintu kamar sang CEO, karena terburu - buru, hingga ia lupa bahwa belum sempat mengganti pakaiannya. Mungkin pengaruh sifat pria itu jadi siapapun yang berada di dekatnya takut untuk melakukan kesalahan, begitu juga dengan Vania yang begitu menerima panggilan langsung bergegas menuju kamar sang CEO Perusahaan tempatnya bekerja. Vania tak berfikir panjang dan secara rasional, yang ada di pikirannya adalah bagaimana ia cepat melayani permintaan sang pimpinan. Aaron mengetahui bahwa yang mengetuk pintu itu adalah Vania ia tersenyum menunggu wanita yang kerap membuatnya tersenyum akhir - akhir ini. 
Aaron duduk dan melanjutkan apa yang ingin di kerjakan Vania, toh data telah di download oleh Vania melalui email, sehingga ia dengan mudah dapat melanjutkan pekerjaan. Dengan penuh konsentrasi hingga tanpa sadar waktu terus berlalu, hingga Aaron tak kuasa menahan kantuk yang menyerangnya, lalu ia memilih tertidur di sofa karena kepalanya semakin terasa berat, tak ingin melewatkan moment penting yang memang ia ciptakan untuk merombak personel management yang mulai menebarkan penyakit. Ia tak ingin perusahaan itu menjadi sarang empuk bagi penjahat kecil yang ingin mengambil keuntungan demi kepentingan pribadi. Ia harus memastikan bahwa keputusan untuk mengumpulkan orang - orang penting di seluruh anak perusahaan agar ia bisa menelaah lebih jauh, dimana sebenarnya letak permasalahan itu. Tak ingin analisanya nanti merasa terganggu, hingga akhirnya ia memilih tidur diatas sofa. Hingga keesokan har
Drrrttttt....Drrrrtttttt.... Ponsel Dendi bergetar di saku celana mnya ia merogoh kantong celana dimana ponselnya terkantongi Ia melihat di layar siapa yang menghubungi nya lalu ia mengangkat dengan segera seraya senyum mengembang di bibir nya yang akhir akhir ini lebih sering datar daripada tersenyum " Heii Teem tumben nelpon gua lu..." Dendi dengan wajah sumringah mendapat telpon sahabatnya yang kini menjadi artis beken. " Lu ada waktu kaga tar malem..." Jawab suara di seberang yang terdengar baru bangun tidur " Enak idup lu ya jam segini baru bangun tidur teem. Gua kaga ada acara sih, maklum gua sampah sekarang tem...syukur aja lu masih nganggep gua..." Jawab Dendi getir mengingat dirinya yang sudah terusir dari keluarga nya bahkan kartu kredit yang sejak SMA ia gunakan saat ini sudah di Blokir o
Mereka kini duduk di kursi yang tersedia dengan posisi Sarah di samping Verrel. Wanita itu menempel kepada Verrel seperti perangko, meski merasa risih, tapi Verrel mencoba menghargai Sarah yang telah merelakan image nya untuk menjadi pengisi acara di club malam miliknya. Mereka menikmati alkohol sembari bercerita dan saling meledek terlebih Sarah yang menghina Dendi sebagai anak buangan. Karena Sarah, kini mereka menjadi lebih akrab. Bahkan terlihat Verrel dan Dendi membahas bisnis dan mereka saling bertukar kartu nama satu sama lain. Verrel akan membuka peluang untuk siapapun berbisnis dengannya, meski sebelum memutuskan untuk bekerja sama ia akan mencari tahu tentang rekan bisnisnya terlebih dahulu melalui informannya. *** Malam semakin larut, terlihat di tempat yang jauh di puncak, dimana perusahaan Vania melaksanakan meeting, terlihat Aaron berjalan menuju kearah kamarnya.