Beranda / Horor / ANGELA (Sang Perias Jenazah) / Merengkuh Terlalu Erat

Share

Merengkuh Terlalu Erat

Penulis: Enno Ramelan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Namanya juga planning hidup, maunya yang perfect."

"Padahal kau tau hidup ini gak ada yang sempurna. Ada sedihnya, senangnya, dukanya, kau sendiri sudah pernah ada pada situasi seperti itu dan bisa melewati semuanya, dan kau tetap baik-baik saja hingga saat ini. Serius amat, yak, omongan kita." Olla menghabiskan sisa kopinya.

"Sekali-kali gak apa juga, La. Jangan becanda terus," kata Angela lalu bangkit melangkah ke arah jendela. Ia membuka gorden yang tadi memang sengaja tidak dibuka oleh Bu Tami.

"Aku langsung pergi, ya. Ada janji sama orang. Takut telat. Kau istirahat saja."

Olla mengambil sepatunya di dekat pintu lalu pergi lewat pintu belakang. Kebiasaan yang jarang dilakukan orang kebanyakan.

Kondisi badan Angela sudah jauh lebih baik. Suhu tubuhnya pun sudah tidak tinggi lagi. Hanya tersisa rasa kantuk yang butuh diringankan. Ia kembali ke tempat tidur. Membenamkan kepalanya di bantal sampai terlelap.

***

Angela terbangun di tengah hari karena bunyi ponselnya. Seorang laki
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Selalu Saja Dia

    "Anda terlalu keras pada diri Anda, Nyonya. Dan itu ditularkan pada anak-anak tanpa Anda sadari. Menangis itu bukan dosa, Nyonya. Sekali waktu tidak kuat itu biasa. Begitulah seharusnya manusia."Nyonya Esther mengangguk. "Rasanya pasti tidak enak, bukan? Lalu kenapa Anda melakukan itu pada Novena? Anda ingin membalas dendam?" cecar Angela. Ia hampir saja tidak bisa menahan diri.Sontak Nyonya Esther menoleh ke arah Angela. "Tidak! Bukan begitu. Saya hanya ingin membentuk anak-anak menjadi pribadi yang kuat, itu saja.""Kata Novena, cukup sampai di dia saja. Jangan teruskan pada kedua kakaknya. Dia rindu ingin dipeluk maminya seperti kecil dulu.""Maafkan Mami, Vena ...." Nyonya Esther menunduk, menopang wajahnya dengan kedua tangan. "Novena sangat menyayangi, Anda, Nyonya," kata Angela seraya menoleh pada Novena yang berdiri di sebelah ibunya."Mami pun sangat sayang sama Vena," ucapnya terbata. Air mata Nyonya Esther pun akhirnya tumpah.Angela menggeser duduknya. "Menangis saja, N

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Sisi Lain Antoni Hakim

    Antoni Hakim melepaskan seat belt-nya, kemudian menggeser duduknya ke arah Angela. Merunduk membukakan pintu. Angela refleks mendorong tubuhnya ke belakang. Hampir tak berjarak dengan pria itu membuat jantungnya seolah akan meledak. "Silakan, Nona." Ia meminta Angela turun setelah pintunya terbuka. Angela pun hanya mengangguk kecil. Ia turun dengan dada berdebar-debar. Angela melihat sekeliling setelah tidak ia temukan remaja perempuan itu di depan maupun di bawah mobil. "Mungkin benar memang tidak ada siapa-siapa." Angela membatin. "Bagaimana Nona? Apa Nona temukan orang yang dimaksud?" Antoni Hakim bertanya seraya menghampiri Angela. "Beri saya waktu sebentar lagi, Tuan." Mata Angela menangkap sekelebat bayangan hitam mengarah ke tepi jalan di dekat pohon albasia. "Jangan ke sana, Nona!" Antoni setengah berlari memblokir langkah Angela dengan berdiri di depannya. "Saya melihat gadis itu di sana, Tuan.""Jangan berhalusinasi, Nona. Ini sudah malam.""Percayalah pada saya, Tuan

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Bersembunyi di Kamar Antoni

    Angela dibawa masuk ke dalam mobil dengan digendong oleh Antoni Hakim. Walaupun pingsan, Angela masih bisa mendengar dan merasakan kejadian di dekatnya."Nona … Nona Angela, tolonglah bangun!" Antoni menepuk-nepuk kedua pipi Angela. "Kita masih harus menunggu polisi datang. Setelah itu kita ke rumah sakit, ya," ucapnya cemas. Angela hanya menggerakkan jarinya. Ia masih belum sanggup membuka mata. Tubuhnya pun masih lemas. Rasanya ia hanya ingin berbaring dan tidur. Namun, suara aneh berdengung terus-menerus setelah Angela jatuh pingsan. Dengungnya mirip dengan suara di rumah makan saat membantu Pauli. "Tuan Antoni …." Angela memanggil pria itu dengan suara lemah. "Iya, Nona." Antoni mendekatkan wajahnya pada Angela. Mereka duduk bersebelahan di kursi belakang. "Bisakah kita pergi sekarang saja? Ada sesuatu yang sangat mengganggu." "Tunggulah beberapa menit lagi. Teman saya bilang akan datang secepatnya."Angela tidak bisa berbuat banyak ataupun memaksa. Dia yang memulai semua in

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Kakak Angela Mencarinya

    "Perempuan binal …," sebutnya dengan dialek yang tidak biasa. Angela menutup matanya. Belum pernah sebelumnya dia sedekat ini dengan sosok hantu pengganggu yang buruk rupa. Makhluk itu sedang mengintimidasi dan menerornya sedemikian rupa agar ia lemah dan kalah. "Kubiarkan dia lolos kali ini, tapi tidak untuk selanjutnya!" ancam Miranda. Langkah sepatunya terdengar semakin menjauh. Anehnya bau bangkai dari hantu buruk rupa itu pun sirna. Angela membuka matanya. Benar saja hantu itu sudah tidak ada di hadapannya. "Nona Angela! Di mana Anda?" panggil Antoni terdengar khawatir. Angela mendorong pintu lemari pakaian. Masih memegang sepatu dan clutch di tangannya ia keluar dengan ekspresi wajah datar. "Syukurlah Nona masih di sini. Saya sangat terkejut dan takut Nona hilang," kata Antoni di depan Angela. "Saya mau pulang sekarang, Tuan Antoni. Tidak perlu Anda mengantar. Saya bisa pulang sendiri," ujar Angela sambil memakai sepatunya. "Biar Pak Kardiman yang mengantar Nona. Sekaran

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Anne

    "Periksa isi lemarinya, Dik!" perintah Robby pada istrinya. "Biar aku periksa tas dan tempat tidur si An ini," sambungnya. Baru saja mereka bergerak, seluruh lampu padam. Angela membatin, ini pasti ulah Bang Adam. "Nyalakan lampu di hapemu, Dik!" "Iya, Bang," jawab Rania. Angela tersenyum di balik plester yang menutupi mulutnya. Ia yakin ponsel yang dibawa Rania pun tidak akan menyala. Adam pasti akan mengacaukan gelombang energinya. "Hapenya mati, Bang. Seingatku tadi baterenya full." "Bagaimana kau ini? Kalau gelap begini mana bisa kita mencari." Robby memarahi istrinya.Terdengar Rania menggerutu kesal dan memukul-mukul ponselnya. Sepersekian detik kemudian suara benda dipukul-pukul dari arah langit-langit. Cukup keras hingga membuat Rania meloncat ke arah suaminya. "Suara apa itu, Bang? Jangan-jangan ada maling sembunyi di loteng." "Hush! Diam! Bicaranya pelan-pelan saja."Suara-suara mulai terdengar dari segala penjuru rumah. Suara panci berjatuhan di dapur, pintu yang te

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Mengikuti Miranda

    "Sudah selesai, Pak. Silakan dilihat." Angela mempersilakan papa Anne untuk melihat hasil akhir riasan yang dikerjakan Angela. "Tidak perlu!" Tante Nola menyela. "Kami yakin hasilnya bagus." Ia kemudian menelepon seseorang untukmemindahkan peti jenazah. "Maaf, Pak. Saya bisa minta waktunya. Sebentar saja," kata Angela sebelum papanya Anne meninggalkan ruangan setelah melihat hasil riasan Angela. Tante Nola dan anaknya sudah keluar lebih dulu. "Bukankah tugasmu sudah selesai.""Iya, saya tahu, Pak. Ada pesan dari Anne yang harus saya sampaikan.""Pesan apa?" tanyanya. Tidak terlihat ekspresi terkejut atau sejenisnya. Wajahnya datar saja. "Anne minta maaf untuk semua hal yang membuat Bapak kecewa. Satu hal yang pasti, Anne sangat menyayangi Anda.""Bilang pada Anne kesempatan untuk dia sudah tidak ada lagi. Terlambat."Papa Anne berbalik meninggalkan Angela. Barulah terlihat makhluk seperti laba-laba yang menempel pada punggung pria itu. Makhluk itu sempat menoleh ke arah Angela da

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Masuk ke Jebakan Miranda

    Terlihat Lula keluar rumah, Miranda pun mengikutinya. Tanpa mengatakan apa pun mereka meninggalkan Angela begitu saja. Begitu Angela beranjak, terdengar pintu dikunci dari luar. Rupanya mereka sudah merencanakan untuk mengurung Angela di rumah ini. Tetapi untuk apa? Ia masih bisa menghubungi seseorang untuk menjemputnya. Angela mengambil buku bersampul tipis berwarna hitam yang ada di atas meja. Buku itu seperti buku tulis biasa yang tidak begitu tebal. Ketika dibuka, halaman tengah buku itu langsung terlihat karena ada foto terselip di situ. Angela mengambilnya lalu membalik sisi bergambar ke arahnya. Perempuan berambut lurus sebahu duduk tersenyum di bangku besi yang dikelilingi tumbuhan mawar yang sedang bermekaran. Masih sangat muda, sepertinya belum sampai menyentuh usia dua puluh. "Ibu …," ucap Angela pelan. "Ada apa ini sebenarnya?" Angela kemudian meletakkan foto tersebut di atas meja. Ia sudah tidak sabar ingin membaca isi buku di tangannya. Angela membaca lembar demi le

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Singgah di Rumah Rahasia

    Antoni merebahkan Angela di kursi belakang. Kepalanya diletakkan di pangkuan pria tersebut. Tangan Antoni seperti tidak ingin jauh dari Angela. Ia terus menggenggamnya dengan erat. Angela pun tidak ingin melepaskannya. Di saat-saat seperti ini hanya pria inilah tempatnya berlariAngin kencang disertai petir dan hujan yang cukup deras memaksa Kardiman menyetir dengan kecepatan rendah. Mereka tidak membawa Angela ke hotel melainkan ke sebuah rumah rahasia milik keluarga Hakim yang hanya diketahui keberadaannya oleh orang-orang tertentu. Pak Kardiman pun belum pernah tahu tentang rumah itu. Setidaknya begitulah yang didengar Angela selama berada di perjalanan. "Inikah tempat yang Tuan maksud?" tanya Angela. Ia bangkit dari pangkuan Antoni, melihat ke luar melalui kaca jendela mobil. Walaupun hujan deras penerangan di luar rumah itu sangat cukup. Angela pikir rumah yang akan dituju terletak jauh di pinggiran kota ternyata ia salah. Rumah itu berada di kawasan daerah yang cukup padat di

Bab terbaru

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Bersatu Dalam Ikatan Suci

    "Kau di sini saja menemani Angela. Aku akan menelepon Pak Andreas. Semoga ada kabar baik juga dari Gumawang dan Dahlia," kata Olla seraya meninggalkan kamar tidurnya. Olla mondar-mandir di balkon. Matanya sesekali mengarah pada langit yang kelam. Bintang tidak satu pim terlihat menggantung di atap dunia yang gelap itu. Andreas belum juga meneleponnya setelah beberapa kali missed call. Hampir saja ia ketiduran di kursi ketika akhirnya Andreas menelepon. Kabar baik yang diharapkan benar-benar terdengar dari seberang telepon. "Nanti saja cerita panjangnya, Pak. Yang penting sudah pasti bahwa Tuan Antoni selamat. Kalau Angela sudah bangun saya akan membawanya ke rumah sakit," kata Olla. Ia menghela napas lega. Rasanya tidak sabar untuk menyampaikan kabar baik ini pada Angela dan Joana. "Jo, Tuan Antoni selamat. Ia ditemukan di pinggir sumur dengan keadaan lemas. Ajaibnya tidak banyak air masuk ke paru-parunya. Sekarang sudah berada di rumah sakit," ucap Olla pada Joana yang masih tergu

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Wuri Membawa Tubuh Antoni

    Angela memegangi lehernya sambil mengatur napas. Ia tidak memperhatikan makhluk itu maupun Antoni. Begitu ia mengangkat kepalanya mereka sudah tidak ada. "Kim! Kim!" Angela berteriak sekuat tenaga. Ia menyusul ke bibir sumur. Melihat ke dalam tetapi tanda-tanda keberadaan mereka tidak terlihat. Di sana masih mengambang mayat yang sama seperti yang dilihatnya bersama Antoni. Perasaan Angela hancur, ledakan tangisnya tidak bisa membawa Antoni kembali ke sisinya. Logikanya lenyap seketika. Tanpa berpikir panjang, ia menceburkan dirinya mengikuti Antoni ke dalam sumur. "Angela jangan gila!" Dahlia memegangi kedua pundak Angela lalu menariknya hingga terlempar membentur dinding. "Diam kau di situ! Kau kira kami tidak membantumu. Apa kau tahu, tidak mudah menembus ke ruangan ini." Dahlia berjongkok di depan Angela. "Jadi tolong jangan bertindak bodoh!"Angela menunduk. Air matanya luruh, menetes ke atas jerami yang berserakan. "Maafkan, aku. Aku tidak siap untuk keadaan ini, apalagi haru

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Berdua Menunggu Mati

    "Misalnya?" Angela menggeser duduknya ke depan Antoni. "Hei," bisiknya, menyentuh pundak Angela dan sedikit menggeser tubuhnya semakin dekat. "Apa kau tahu, kau sama sekali tidak lemah. Ketika kau meludahi Steve, aku merasa sangat bangga padamu." Senyumnya merekah ketika ia menangkup pundak Angela. Mereka begitu dekat. Antoni menghirup wangi Angela dan rasanya seperti menenggak afrodisiak. la menggenggam Angela semakin erat. "Dan percayalah pendapatku sebagai laki-laki, kau selalu cantik dalam segala hal," tambahnya.Angela terbuai oleh ketulusan suara Antoni dan tatapannya yang bergairah. Beberapa detik lalu ia tidak berpikir untuk mencium Antoni, tetapi sekarang, mencium pria itu kelihatannya hal paling tepat. Ia ingin menghilangkan perasaan takut yang mengikatnya. Angela mengangkat tangan, menungkup wajah Antoni, tunggul janggutnya menggelenyarkan telapak tangan. Tatapan lelaki itu menjadi berhasrat. Angela berdebar-debar, memejam, dan merasakan bibir Antoni mendarat dengan panas

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Tidak Disangka

    Mereka digiring masuk ke salah satu kandang kuda. Di dinding bagian belakang kandang tersebut terdapat pintu rahasia yang tersamarkan.Steve dan Alena tersenyum sinis ketika Angela dan Antoni dibawa masuk. Alena bahkan bertepuk tangan sambil mendekati keduanya. "Kau masuk ke dalam jebakanku Antoni Hakim. Aku tidak tahu kau ini terlalu polos atau terlalu bodoh," ejek Alena, dia mendekatkan wajahnya ke depan wajah Antoni. Antoni tidak mengatakan apa pun, ia memalingkan wajahnya menghindari tatapan Alena yang dirasanya tidak penting. "Seharusnya kau cukup duduk manis menikmati semua uangmu tanpa repot-repot ikut campur urusanku," kata Alena menyentuh pipi Antoni dengan ujung jarinya. Steve Menda beranjak dari kursinya. Mendekati istrinya. "Mereka maunya seperti itu, biarkan saja. Berikan kesempatan untuk mereka berduaan sebelum napasnya hilang." "Rencanaku pun begitu. Tapi, apa kau tidak menginginkan perempuan ini?" Alena sedikit menunduk untuk mengintimidasi Angela dengan tatapanny

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Tidak Seperti Rencana

    "Tidak ada apa-apa, kan, Win. Sepertinya kau ini berhalusinasi," kata Erik. Cahaya ponselnya bergerak ke kandang di mana Angela dan Antoni berada. Nasib baik lagi-lagi berpihak pada mereka. Erik hanya menyorot sekilas di bagian dinding saja. "Di sini juga tidak ada apa-apa. Mungkin benar aku hanya berhalusinasi efek tidak jadi minum-minum di bar." Edwin terkekeh. "Nah! Betul itu."Mereka kembali ke tempat semula. Berdiri mengawasi di belakang mobil Alena. "Hampir saja, An." Antoni menyingkirkan jerami yang menutupi tubuhnya."Tuhan menyelamatkan kita lagi dan semoga terus seperti itu," bisik Angela. Ia sangat berhati-hati agar kejadian tadi tidak terulang lagi. Antoni melihat ke layar ponselnya. "Jaringan masih ada walaupun hilang timbul. Aku harus mengirim pesan pada Andreas. Kalau misal terjadi hal buruk pada kita, dia tahu kemana harus mencari.""Kim pernah bilang sendiri, ucapkan yang baik-baik saja.""Berjaga-jaga untuk situasi terburuk juga perlu, An. Kalau kita benar-benar

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Mereka Datang ke Istal

    "Sial! Tuan Steve kenapa mendadak begini mengabari kita. Tidak biasanya dia kesini di jam-jam segini.""Mungkin karena sedang hujan, cakung, Win. Cuaca mendukung." Mereka berdua tertawa. "Setidaknya kita masih bisa menghabiskan rokok di sini sampai hajat Tuan Steve selesai."Dari pembicaraan keduanya, sangat tidak mungkin menyalakan senter untuk penunjuk jalan. Sedikit saja cahaya bergerak dan terlihat oleh mereka sama saja dengan bunuh diri. "Kita harus berjalan dalam gelap, Kim.""Terpaksa harus begitu. Kita pelan-pelan saja. Walaupun tidak bisa melihat dalam gelap, setidaknya kita tahu arahnya.""Sebelum Gumawang pergi tadi, ia sempat memperlihatkan dalam terang keadaan di dalam istal ini. Ia memintaku untuk menghafalkannya.""Kau masih bisa mengingatnya dengan jelas, An?""Tentu. Sekarang giliranku menggandeng tangan, Kim," kata Angela dengan suara pelan. Sejak tadi mereka sangat menjaga volume suara agar tidak terdengar oleh kedua pria yang sedang merokok agak jauh dari posisi m

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Terjebak Sementara

    "Air berhubungan dengan Wuri. Membuang begitu saja di dalam sumur juga mudah. Tidak perlu menggali tanah.""Wuri?" Dahi Antoni berkerut. "Aku belum pernah mendengar namanya. Dia siapa?""Aku pikir kau sudah tahu semuanya tentang Alena dan Delta Kencana, ternyata belum. Wuri adalah makhluk siluman yang menjadi penjaga keberlangsungan perusahaan. Karena itulah mereka selalu mendapatkan mega proyek dengan posisi terkuat. Perkembangan mereka pun pesat. Tapi, di balik itu semua, banyak korban berjatuhan.""Diberikan kepada si Wuri itu?"Angela memejam sesaat. "Tentu iya. Bukan hanya perempuan-perempuan yang bekerja di Delta Kencana saja, bayi hasil aborsi juga sangat disukai makhluk siluman itu. Alena sampai harus membeli secara khusus dari sebuah klinik aborsi yang berkedok klinik bersalin.""Mereka sudah kehilangan akal sehat, An," sebut Antoni sambil menutup pintu lemari. "Diam di situ, Kim." Angela membuat gerakan mendadak, menutup semua akses ke dalam kamar. "Kenapa kau tutup semua?

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Belum Menemukan Jawaban

    "Ini bukan jalan menuju ruang rahasia, Kim. Tapi tempat pembuangan mayat," kata Angela melangkah mundur ke tempatnya semula. "Atau mungkin inilah ruang rahasia itu," ujar Antoni seraya memberikan ponsel kepada Angela. "Kau terlihat tidak terganggu dengan bau dari dalam sumur. Padahal aromanya luar biasa busuk.""Gumawang menghilangkan dengung dan kemampuanku membaui untuk sementara waktu. Ponsel ini untuk apa?""Fotokan sumur itu. Usahakan mayat di dalamnya terlihat jelas. Bila perlu buat video biar buktinya semakin kuat." Angela mengangguk lalu berjongkok di bibir sumur yang tidak berpenghalang. Sedikit saja keseimbangannya hilang, bisa dipastikan ia masuk juga ke dalam sana. Beberapa foto dan video sudah Angela buat. Hasilnya ia kirimkan juga melalui surel ke alamat emailnya. Baik yang sudah biasa digunakan maupun yang rahasia. Berjaga-jaga dari kemungkinan buruk agar apa yang sudah dilakukan malam ini tidak sia-sia. Antoni menutup kembali sumur yang berdiameter sekitar satu met

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Ditemukan

    Angela menarik napas kaget ketika ia merasakan sesuatu seperti udara menerpa keras wajahnya hingga perut tiba-tiba terasa tegang. Langkahnya pun terhenti. "Ada apa, An?" Antoni menyorot wajah Angela dengan senter. "Entahlah. Aku tidak bisa melihatnya. Hanya keras seperti tamparan. Sakitnya masih terasa. Tempat ini pasti sangat angker, Kim. Kita saja yang tidak bisa melihat keberadaan makhluk tak kasat mata yang berkeliaran. "Tenanglah! Kita hanya perlu menemukan tempat itu, saja. Mendapatkan bukti lalu pergi." Antoni mencoba memberi semangat dan penguatan. Angela menghela napas berulang sebelum ia melanjutkan langkah bersama Antoni. Cahaya senter Antoni terus bergerak seiring pergerakan keduanya. Di ujung lorong mereka menemukan pintu yang tertutup rapat. Posisinya tepat di belakang deretan kandang kuda. "Kim! Rasanya kepalaku mau pecah!" Angela berteriak sambil meremas kuat tangan Antoni. "Artinya memang di sinilah tempatnya. Please! Bertahanlah, Sayang," Antoni membawa Angela

DMCA.com Protection Status