##BAB 64 Rasa LamaSebulan berlalu, hubunganku dengan Hendra semakin membaik, kami juga jadi semakin dekat karena kehadiran Vano di tengah-tengah hubungan kami. Ayah dan Ibu sudah kembali ke rumah mereka bersama dengan Carissa. Hubungan Carissa dengan Gilang juga semakin dekat, Carissa hanya tersenyum jika aku menanyakan perihal kejelasan hubungan mereka. Biarlah, mungkin mereka masing ingin menikmati dulu sebelum memutuskan untuk siap berkomitmen.Bu Wak dan Vano tetap tinggal bersamaku, menemani dan melengkapi hari-hariku. Bu Wak juga sudah mulai menerima Hendra, meskipun masih bersikap cuek. Tapi aku yakin Bu Wak sudah memaafkan Hendra. Buktinya dia sudah tak lagi melarang Hendra untuk mendekati Vano. Hidupku terasa lebih ringan dan sempurna kali ini. Mas Frengky sudah kembali ke penjara dengan kondisinya yang sama. Kedua kakinya masih belum bisa digerakkan, tubuhnya semakin hari semakin kurus. Sidang akan digelar beberapa hari lagi. Aku dengar, sih, Bu Romlah menyewa pengacara kon
##BAB 65 Kekasih RenoAku ingin bertanya lebih, tapi nggak mungkin dengan waktu saat ini. Aku harus segera kembali demi melihat keputusan hukuman yang akan dijatuhkan untuk mereka. Akhirnya aku hanya tersenyum menanggapi Gladys. Wanita itu memang cantik, menawan dan terlihat elegan. Penampilannya berkelas, menunjukkan bahwa dirinya orang yang berada.“Maaf, aku buru-buru. Aku balik ke dalam dulu, ya,” pamitku pada Gladys.Wanita itu mencekal tanganku lembut, dia tersenyum.“Aku juga mau ke sana, kita masuk barengan aja.” Aku bengong, kaget dengan ajakannya baru saja. Tapi aku tak ingin mengulur waktu, dengan cepat hanya anggukan yang kuberikan padanya.Kami melangkah bersama masuk ke dalam gedung. Aku masuk ke dalam barisan kursi, di mana keluargaku sudah duduk rapi di sana. Sedangkan Gladys berjalan ke samping, bergabung dengan Bu Romlah, Reni dan Reno. Bu Romlah menatapku dengan angkuh, aku tahu apa maksudnya. Tentu saja dia ingin memamerkan calon menantunya yang kaya raya. Tapi, a
##BAB 66 Rencana Pertunangan“Kapan acara pertunangan mereka digelar, Mas?” tanyaku pada Hendra. “Minggu depan sepertinya. Hanya keluarga inti. Kamu mau ikut?” tawar Hendra tampak berbinar.“Iya!” Aku mengangguk.“Sip, nanti aku tanyakan dulu dress code nya apa. Biar nggak salah kostum,” ujar Hendra seraya tersenyum.“Keluarga sultan mah beda, ya. Tunangan aja pakai dress code,” ujarku mencebik.“Eh, nggak tentu. Itu sih karena permintaan Maminya Gladys, dia rempong banget. Ini itu harus tertata dengan sempurna. Nggak jauh beda deh Gladys dengan Maminya,” keluh Hendra sembari menghembuskan napas panjang.“Tapi ... aku malu mau datang ke sana,” ujarku ragu.“Malu kenapa? Kamu mau datang ke sana nggak pakai baju?” pertanyaan Hendra justru membuatku tergelak.“Nggak lucu!” sahutku dengan bibir manyun.“Lah terus, kenapa harus malu?” tanya Hendra kebingungan.“Ah ... kamu mah nggak ngerti.”“Tenang saja, aku mengerti kekhawatiran mu. Aku akan memperkenalkan dirimu sebagai temanku, teman
##BAB 67 Bukti AkuratSetelah berpikir cukup lama, aku memutuskan pulang saja untuk beristirahat. Aku harus mencari cara agar bisa menyelundup ke rumah Bu Romlah, tepatnya di kamar Mas Frengky seperti kata Rosa, ada banyak bukti yang bisa membuat lelaki laknat itu membusuk di penjara. Aku harus bermain dengan cantik, tak bisa gegabah apalagi srudak-sruduk.“Mau langsung pulang?” tanya Hendra. “Iya!” Aku pun mengangguk.“Aku nggak habis pikir, deh, kenal di mana Gladys dengan pria itu? Aku juga bingung, kenapa dari sekian banyak lelaki di dunia ini, dia bisa takluk pada adik Frengky. Keluarga tak punya hati nurani!” desah Hendra memecah keheningan yang tercipta di antara kami.“Iya, aku juga nggak ngeh loh, kalau Gladys yang dimaksud Bu Romlah itu adik tiri kamu!” kataku seraya manggut-manggut.Terdengar Hendra mendesah, menghembuskan napas panjang.Alunan lagu dari tape mobil mengalun lembut, membuat suasana semakin gersang.“Jadi, mantan mertuamu itu sudah sering menceritakan tentan
##BAB 68 Gladys MisteriusSuara pintu minimarket terdorong keluar, Gladys muncul dan tersenyum ke arahku. Dia menyeret kursi dan duduk pas di depanku.Aku menarik napas dalam, entah kenapa berhadapan dengan wanita ini seketika membuatku gugup. Aneh.“Sorry, ya. Tadi ngagetin. Aku nggak sengaja aja tadi melihat Mbak Nayla ada di minimarket sekitar sini, kebetulan aku mau pergi ke rumah Reno, eh malah ketemu Mbak di sini. Dari mana?” tanya Gladys seraya membetulkan letak duduknya dan tersenyum.Aku membuka tutup botol mineral di depanku, meneguknya dengan santai dan menutupnya kembali.“Ehm ... ya ... Aku habis dari rumah Bu Romlah, tapi nggak ada orang. Jadi aku mampir aja ke sini, kebetulan haus.”Gladys menatapku dengan pandangan menyelidik, seperti mencoba mencari celah kesalahan Dari cara bicaraku.“Oh gitu ... kebetulan aku juga mau ke sana, tapi kata Mbak Nayla tadi mereka keluar. Kalau gitu aku juga akan menunggu di sini saja dulu. Oh, ya, Mbak Nayla naik apa ke sini? Nggak mung
##BAB 69 Mencerna BuktiKami melewati perjalanan dengan hening, hanya ditemani alunan lagu yang terputar dari tape mobil milik Gladys. Kami hanya berbicara seperlunya, seperti ketika Gladys menanyakan arah jalan untuk menuju ke rumahku dan aku hanya menjawab dengan singkat. Hingga kami telah sampai di pekarangan rumahku.“Oh, ya. Boleh aku minta nomor WhatsApp nggak, Mbak? Untuk kusave, siapa tahu butuh atau perlu next time,” kata Gladys ketika aku sedang melepaskan set belt yang mengikat tubuhku.Aku mengangguk, “Tentu saja.”Aku pun menyebutkan sebaris angka dan Gladys bergegas mengetikkan ke dalam ponselnya.“Oke, sudah aku chat. Save, ya!” katanya dengan senyum sumringah.“Oke!” Aku pun turun dari mobil dan tak lupa mengucapkan rasa terima kasih padanya.“Makasih banyak, ya. Mau turun mampir dulu? Mungkin mau ngincip air di rumahku?” tawarku tentu saja hanya basa-basi.“Nggak usah, deh, Mbak. Aku mau ke rumah Reno. Next time aja kali, ya,” kata Gladys seraya melirikku sekilas.“O
##BAB 70 Misteri PonselKembali aku tajamkan pendengaranku, benar itu Gilang sedang berbincang dengan Mas Frengky. Tapi, semakin ke sini suara Gilang semakin tak terdengar jelas. Hanya suaranya yang mengatakan antara iya, tidak dan mungkin, itu saja yang terdengar jelas dalam rekaman. Hal ini tentu saja membuatku semakin penasaran. Tak menunggu waktu lama, aku bergegas memutar rekaman suara yang terakhir, hanya berdurasi tak sampai lima menit.Entah kenapa, perasaanku menjadi tak karuan. Tanganku sedikit gemetar ketika menekan tombol play untuk rekaman suara yang terakhir.Terdengar suara Mas Frengky bersama Rosa. Yang sanggup membuat jantungku terasa berkali lipat lebih cepat dari biasanya.“Bagaimana? Sudah kamu masukkan kan obatnya ke dalam mie instan Cahaya?” Suara itu pertama kali dibuka oleh suara Rosa. “Tenang saja, aman. Malah aku berikan dua kali dari biasanya,” sahut suara Mas Frengky tanpa beban.Keparat! Bagaimana bisa seorang Ayah bertindak seperti itu kepada anak kandun
##BAB 71 Tentang VanoSetelah tertidur beberapa waktu, aku pun terbangun saat suara ring tone di ponselku terdengar. Rupanya Hendra yang menelepon.“Halo ....”“Halo, Nay ... Assalamualaikum. Maaf, aku ganggu nggak?” tanya Hendra seperti tak enak. Mungkin suara serakku khas bangun tidur bisa dia tangkap dari sana.“Waalaikumsalam. Ehm ... nggak juga. Kenapa?” “Lusa jadi ikut nggak, nih? Tawaranku masih berlaku loh, acara pertunangan Gladys dengan Reno dipercepat jadi lusa. Entah bagaimana ceritanya, Gladys tiba-tiba berubah pikiran. Kamu mau ikut?” tawar Hendra dengan suara khasnya.“Iya, nanti aku kabarin. Karena besok aku masih harus ke tempat Rosa, sih. Khawatir waktunya mepet. Lagian aku mah siapa, bukan keluarga inti juga. Aku malu,” sergahku dengan wajah yang entahlah.“Kenapa harus malu? Aku yang mengajakmu. Kamu teman dekatku. Bukan sebagai tamu di sana nanti, santai aja. Anggap saja kamu nggak pernah merasa kenal dengan mereka. Bukan begitu?” tanya Hendra seraya terkekeh.“I