Share

Bab 4 Merasa Terlena

Author: Yunitaindrynt
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

##BAB 4 Merasa Terlena

“Iya, kemarin memang untuk modal. Resto akhir-akhir sangat sepi, Bun. Sering kali bahan masakan sisa karena nggak laku, jadi uang terpakai untuk modal. Muter gitu terus, puncaknya, sih, minggu ini, Bun. Gara-gara ekonomi yang semakin krisis, orang-orang jadi berhemat dan jarang makan di Resto,” ujar Mas Frengky dengan tatapan yang sulit kuartikan benar atau tidaknya. Tapi, memang ada gurat kesedihan di wajah tampannya.

Ah ... lagi-lagi aku jadi tak tega.

“Oke, nanti aku transfer. Tapi janji, ya, dibalikin? Nyicil sejuta-sejuta juga nggak papa, asal ada pemasukan untuk kembali,” cengirku.

“Siap, Bundaku Sayang!” kata Mas Frengky sembari menarikku dalam pelukannya.

“Eh, udah ah. Nanti kelamaan batal berangkat, deh,” sahutku sembari berlanjut memoleskan bedak.

Kali ini pilihanku jatuh pada gamis berwarna gading dengan hijab pashmina serut. Karena malam hari dan kami akan dinner di tempat elite, maka aku membubuhkan makeup yang sedikit tebal agar kentara. Setelah siap, aku menghampiri putriku yang sudah siap dengan balutan dress berwarna gading.

“Bunda cantik banget!” puji Cahaya yang membuat Rosa seketika ikut menoleh ke arahku.

Aku hanya tersenyum sembari memeluk putri kecilku.

“Kita berangkat dulu, ya, Ros. Tolong pintu dan pagar dikunci setelah kita berangkat. Kamu nggak usah nungguin ya, tidur aja kalau mau istirahat. Aku bawa semua kunci cadangan kok!” kataku pada Rosa sembari mengayunkan beberapa kunci yang terikat menjadi satu.

“Iya, Mbak, siap!” kata Rosa datar.

Aku bisa melihat sorot matanya menatapku dari atas ke bawah. Bukannya GR, sih. Tapi sebagai sesama wanita, aku punya insting kalau dia menatapku kagum. Kali ini giliran aku yang menatapnya, Rosa mengenakan stelan baby doll sepaha dengan motif panda berwarna hitam putih. Kulitnya yang berwarna kuning langsat terlihat kontras dengan pakaian yang digunakan. Rambutnya dikuncir membentuk ekor kuda, menampilkan leher jenjangnya yang mulus. Bahkan dengan penampilan sesederhana itupun Rosa terlihat memikat.

Tak ingin menatapnya lama-lama, yang ada dia semakin GR. Aku bergegas menyusul Mas Frengky dan Cahaya masuk ke dalam mobil. Hatiku bahagia bisa merasakan kehangatan keluarga yang jarang sekali bisa kunikmati akhir-akhir ini. Semenjak kehilangan Pelangi, duniaku memang serasa berhenti. Semangat untuk bertahan hidup pun rasanya sirna. Namun, lambat laun, aku bisa bangkit dari keterpurukan. Bukan untuk melupakan kehadirannya, namun lebih ke rasa ikhlas yang bisa membuatnya hidup tenang di surga. Semoga bisa menjadi tabunganku di akhirat nanti. Aamiin. Setiap kali mengingat Pelangi, tak terasa bulir kristal menetes membasahi pipi.

“Loh, Bunda kenapa nangis?” tanya Cahaya dari belakang, ia memang lebih suka berdiri di jok belakang, tepat di belakang kami. Pertanyaan Cahaya membuat Mas Frengky ikut menoleh, ia tampak khawatir.

“Kenapa Bunda?” tanya Mas Frengky perhatian, tangan kirinya mengusap air mataku yang jatuh sedangkan tangan kanannya fokus pada kemudi.

“Nggak papa, Mas. Aku hanya teringat akan Pelangi, coba saja dia hidup sampai sekarang, pasti sudah duduk di pangkuanku saat ini,” ujarku dengan suara serak.

“Udah, ah. Jangan seperti itu, kasihan Pelangi nanti tak tenang di sana kalau melihatmu begini,” kata Mas Frengky sambil membelai pipiku lembut.

Cahaya juga ikut memelukku dari belakang, ia menyandarkan kepalanya tepat di bahu kananku. Kuraih kepala Cahaya, dan kuelus dengan lembut. Hanya mereka saat ini yang kupunya sebagai pelengkap hidup, selain kedua orang tuaku pastinya.

Oh, ya. Bicara soal orang tua. Aku berasal dari keluarga yang sederhana. Dua bersaudara, adikku perempuan, Carissa namanya, saat ini sedang kuliah di luar kota, mengambil jurusan hukum. Cita-citanya sedari kecil selalu ingin menjadi pengacara, ingin menyelamatkan orang-orang yang tak bersalah dari jeratan hukum katanya. Bersyukurlah aku bisa membantu membiayainya, hingga lulus dua tahun ke depan, semua biaya sudah aku persiapkan untuknya. Tentu saja hasil dari keringatku mengelola butik. Ayah dan Ibuku tinggal di kota yang sama, hanya berbeda kabupaten. Kurang lebih satu jam yang kami tempuh dari rumah jika ingin main ke sana, begitu juga sebaliknya. Berkat butik yang berhasil aku dirikan, aku mampu menanggung biaya hidup keluargaku, bahkan terkadang mertua dan adik iparku.

Ya ... kalian benar.

Setelah Bapak mertuaku meninggal beberapa tahun yang lalu, semua kebutuhan dan keperluan ibu mertua dibebankan kepada Mas Frengky sebagai anak lelaki tertua. Sedangkan kedua adiknya, Rini dan Reno pun tak ketinggalan. Biaya kuliah mereka juga Mas Frengky yang menanggung. Itulah alasanku juga, terkadang merasa kasihan pada suamiku. Tak hanya menafkahi untuk anak dan istri di rumah, terpaksa ia juga harus membanting tulang lebih keras untuk membiayai ibu dan kedua adiknya. Tak jarang mertua dan iparku main ke rumah. Apalagi yang dibutuhkan ke rumah kami kalau bukan uang?

Setiap kali mereka kehabisan uang, selalu saja mereka ke rumah. Sudah seperti jadwal rasanya kehadiran mereka. Hari ini Ibu mertua, esok Rini, esok lagi Reno, begitu terus menerus. Kabarnya Reno akan lulus tahun ini dan ia segera menikah. Entahlah, kenapa buru-buru sekali, kenapa tak mencoba bekerja dulu untuk meringankan beban kakaknya terutama. Sedangkan Reni, masih semester dua, mungkin terpaut sekitar satu tahun dengan adikku, Carissa. Di bawah Carissa tepatnya.

Ah ... membicarakan orang tua jadi tak sadar kalau sudah sampai.

Kami menaiki lift menuju rooftop yang telah direservasi. Memang aku sudah meminta tolong Keysa untuk mengurus hal seperti ini, jiwa mudanya soal kekinian patut diberi penghargaan. Itulah kenapa, butikku semakin pesat perkembangannya, salah satunya juga karena ide Keysa tentang fashion yang digemari wanita millenial.

Ah ... Keysa ... aku sangat berterima kasih padamu.

Kami sangat menikmati malam ini, terlihat Cahaya makan dengan lahap, wah, lihatlah! Putriku mau makan masakan ala resto bukan? Tak hanya lahap di makanan instan. Oh, ya, bicara soal makanan instan, aku jadi ingin membicarakannya dengan Mas Frengky.

“Mas ...,” panggilku kepada lelaki yang sedang memotong daging steak di depannya.

“Hmm ...,” sahutnya tanpa melihatku. Ia masih sibuk dengan irisan daging yang berhasil dipotong.

“Gimana kalo kita ganti asisten?” tanyaku dengan lembut.

Klontang!

Garpu di tangan Mas Frengky jatuh mengenai lantai, menimbulkan suara yang sedikit mengusik tamu lain.

“Pelan, dong, Mas, kenapa harus kaget gitu?” tanyaku tak suka.

“Bukan gitu, Bun. Maaf, aku kaget aja kenapa tiba-tiba ganti asisten?” kata Mas Frengky terlihat netral.

“Aku nggak suka sama Rosa, masak dia kasih Aya makanan instan terus, aku udah capek-capek belikan amunisi terbaik, eh di rumah dicekoki makanan instan terus. Kan sia-sia?” kataku dengan nada sedikit jengkel.

“Nggak setiap hari kok, Bunda. Aku tahu sendiri, Rosa kasih Aya makanan instan Cuma di waktu tertentu, itu juga karena Aya yang mau ‘kan?” tanya Mas Frengky sembari melirik ke arah Cahaya, lalu bergantian menatapku.

“Iya, kok, Bunda. Maafin Cahaya, ya. Habis Cahaya suka banget lihat orang mukbang di tik-tok, kayaknya enak banget, Jadi, deh, Aya pengen. Bunda jangan salahin Tante Rosa, dong!” kata Cahaya malah membela Mas Frengky.

“Apa, tik-tok? Sejak kapan Aya lihat begituan, pake tau bahasa mukbang? Bukannya Bunda sudah bilang, Aya hanya boleh nonton youtube di tv ruang keluarga, itu pun harus ditemani Ayah, Bunda atau Tante Rosa. Coba jelasin ke Bunda!” ujarku sambil menatap putriku dengan hati-hati. Aku harus bersabar jika ingin mendapatkan informasi yang banyak mengenai Rosa melalui Cahaya.

“Maaf, Bunda. Habisnya Aya bosen, masa liatnya Upin-Ipin, vlog kenzo dan zahra, kalau nggak gitu coco melon, atau lagu anak-anak dan kartun lain. Aya juga pengen lihat orang joged dan ngedance di hp, kayak Tante Rosa gitu!” ujarnya dengan menikmati sepotong sosis lada hitam.

“Ngedance, joged, maksud kamu?” tanyaku semakin geram.

“Iya itu, loh. Joged kayak Tante Rosa, aku suka body goyang mamah muda ... mamah muda ... da da da da da ...,” kata Cahaya sembari menirukan gerakan dan musik bak goyangan wanita muda yang lagi ngetrend sekarang.

“Astaghfirullahaladzim ... Cahaya nggak boleh gitu, Nak. Belum cukup umur kayak gitu,” kataku mencoba memberi pengertian.

“Loh, tapi banyak kok Bunda seusia Cahaya yang joged gitu di hp Tante Rosa, coba aja Bunda lihat kalau nggak percaya,” katanya masih dengan menikmati sosis potongan terakhir.

Aku menggeleng lemah, ini benar-benar nggak bisa dibiarin!

Kutatap Mas Frengky yang berhadapan denganku, ia mencoba memalingkan wajah, berusaha menghindari tatapanku. Ia juga tak membuka suara sedikit pun, padahal aku sudah geram bukan main.

“Tuh, Mas. Kamu lihat aja sendiri kelakuan Rosa, bagaimana bisa ia mengajarkan hal dewasa seperti itu kepada anak berusia enam tahun? Coba jelaskan!” kataku dengan nada tinggi, aku sudah tak bisa lagi bersabar. Semakin dibiarkan, aku khawatir Cahaya semakin rusak, mengikuti alur dewasa yang tak sesuai dengan usianya.

“Sabar, Bun, mungkin aja Rosa hanya butuh hiburan, kebetulan Cahaya lihat dan jadi ikutan kepo, deh. Santai aja, ya, selama Cahaya nggak melakukan hal yang buruk, itu masih bisa ditolerir, namanya juga anak-anak,” kata Mas Frengky sembari mengedikkan bahu.

“Apa katamu? Justru masih anak-anak, kita masih bisa dengan mudah mengajari hal-hal baik yang bisa bermanfaat nantinya. Aku bener-bener nggak ngerti sama jalan pikiranmu, Mas!” sahutku kesal.

Aku yang belum mencicipi aneka makanan yang tersaji di sini, seketika menjadi tak berselera.Perutku terasa lapar, tapi mulutku tak bernafsu untuk melahap makanan enak di depanku.

“Udah, ah, Bun. Malu dilihat yang lain. Ayo, dong, katanya kita di sini mau have fun. Kok malah berantem, gini, sih?” Mas Frengky meraih tanganku dan mengelusnya lembut.

Sedangkan Cahaya seakan tak peduli, ia beralih pada dessert red velvet yang tersedia di depannya. Dengan lahap putriku itu menikmati dessertnya.

“Pokoknya aku nggak mau tahu, segera pecat Rosa dan carikan penggantinya!” ujarku sarkasme.

Cahaya melotot tajam ke arahku, membuatku mengernyit heran.

“Aya nggak mau yang lain, Bun. Aya Cuma mau Tante Rosa buat temenin Aya. Titik!” serunya masih dengan pandangan tajam menatapku.

“Tapi Tante Rosa nggak baik buat kamu, Nak!” ujarku seraya meraih tubuhnya untuk kupeluk.

“Nggak mau, kalau Bunda usir Tante Rosa, biar aja Aya ikut Tante Rosa sekalian!” ucapan Cahaya barusan membuatku berjingkat karena kaget.

“Kenapa kamu ngomong gitu?” aku berusaha menahan tangan Cahaya yang memberontak.

“Bunda sibuk sama kerja, Ayah juga. Aya Cuma nyaman ditemani sama Tante Rosa, dia orang yang baik. Aya suka sama Tante Rosa, pokoknya Aya mau Tante Rosa tinggal di rumah Aya selamanya!” kata Cahaya sembari menaruh dessertnya, ia terlihat marah.

Aku menghela napas panjang, kepalaku rasanya cenat-cenut.

“Kita bicarakan ini di rumah, aku sudah nggak mood dengan dinner. Mari kita pulang!” sahutku sembari menyambar tas dan beranjak berdiri.

Cahaya ikut berdiri, membuat Mas Frengky yang sedang menikmati cangkang kepiting menyudahi aktivitasnya.

Kami kembali masuk ke dalam mobil, hingga sampai ke rumah, tak ada yang memulai pembicaraan. Terlihat Cahaya sudah tertidur pulas di jok belakang, aku segera masuk ke dalam kamar, sedangkan Mas Frengky menggendong Cahaya dan menaruhnya di kamarnya.

Setelah memastikan semua aman, Mas Frengky menyusulku ke dalam kamar.

Ia memelukku dengan lembut, “sabar, Sayang. Nggak semuanya bisa berjalan sesuai dengan yang kamu mau. Butuh perjuangan dan pengorbanan untuk mencapai titik tertentu, dan kamu harus sabar.” Aku melepaskan pelukannya, masih malas berdebat dengannya apalagi mengenai Rosa.

Apa yang sudah ia tanamkan pada putri kecilku, sehingga Cahaya lebih memilihnya daripada mendengarkan nasihatku sebagai ibu kandungnya.

***

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nurli Eriza
bucin lagi, sdh dpt info dr anaknya nggak ada usaha u cari thu. knp sich kok jadi perempuan pd nutup mata, masukkn ular dlm rumah sendiri.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • ANAKKU MENJADI SAKSI MATA PERSELINGKUHAN SUAMIKU   Bab 5 Wanita Dan Bocah Asing

    ##BAB 5 Wanita dan Bocah AsingApa tak ada kata selain sabar yang bisa sedikit saja menenangkan pikiranku saat ini.“Sekarang gini, boleh aja kamu usir Rosa, tapi apa kamu udah menemukan pengganti Rosa yang sekiranya cocok dengan Cahaya? Tolong, Bun. Pikirkan anak kita, anak satu-satunya yang kita miliki saat ini.” Mas Frengky seakan-akan menekankan kata satu-satunya, membuatku teringat lagi akan Pelangi.“Gampang, asal Rosa pergi dulu dari sini. Aku nggak mau, Mas, Cahaya jadi anak yang rusak!” ketusku.“Rusak bagaimana, sih, Bun? Jangan berlebihan, bukankah selama ini kamu juga cocok dengan Rosa, malah berulang kali aku dengar kamu membangga-banggakannya, kenapa sekarang nggak lagi?” tanya Mas Frengky tajam.“Sekarang udah beda, semenjak dia meracuni pikiran Cahaya, aku udah nggak sudi melihatnya!” sahutku tak kalah tajam.“Oke, aku ada satu ide. Hal ini harus dilakukan demi kenyamanan bersama, kalau memang kamu bersikeras ingin mengusir Rosa dari sini,” kata Mas Frengky.“Apa? Aku

  • ANAKKU MENJADI SAKSI MATA PERSELINGKUHAN SUAMIKU   Bab 6 Sekotak Martabak

    BAB 6 Sekotak MartabakSesampainya di rumah aku bergegas masuk ke dalam, dari ruang tamu Cahaya sudah menyambutku dengan senyum mengembang.Matanya berbinar saat melihat sekotak martabak di tangan kananku.“Wah, Bunda bawa martabak, ya?” tanyanya riang.“Iya, dong kesukaan Cahaya,” jawabku sembari merengkuhnya dalam dekapan.Mataku menyapu sekeliling, “Ayah mana, Nak?”Cahaya seperti bingung akan menjelaskan sesuatu. Bibirnya digigit dengan kuat, aku paham betul jika Cahaya melakukan itu, tandanya ada sesuatu yang takut untuk dikatakan.“Aya, denger Bunda ‘kan, Nak? Ayah di mana?” aku mengulang pertanyaanku.“Di atas lagi siram bunga, Bunda. Yuk, Bunda main sama Aya, ya. Kan tadi sudah janji!” kata Cahaya sembari menarik tanganku menuju ke ruang keluarga.Ada yang tak beres, kenapa aku tak melihat juga keberadaan Rosa? Apa dia sedang bersama suamiku?Ah ... seandainya saja aku tak harus mendengar celotehan Cahaya tempo lalu, tentu pikiranku tak akan menerka hal buruk seperti sekarang.

  • ANAKKU MENJADI SAKSI MATA PERSELINGKUHAN SUAMIKU   Bab 7 Obrolan Bersama Gilang

    BAB 7 Obrolan bersama GilangSetelah puas berbincang dengan Gilang, aku menyusul Mas Frengky dan Cahaya di saung belakang, dekat dengan kolam ikan. Mereka tampak seru memberi makan ikan, ada binar bahagia yang tercetak dengan jelas dari mata Cahaya.Kuhampiri mereka, untuk menikmati makanan yang sudah disiapkan oleh beberapa karyawan, menu khusus alias spesial yang biasa kami pesan.“Yuk, makan dulu, mumpung masih hangat!” seruku mengajak mereka untuk segera melahap makanan dan bergegas pulang.Sesampainya di rumah, aku terlebih dahulu membersihkan diri, sebelum bergabung bersama ibu mertua dan kedua adik iparku yang sedang berkumpul di ruang keluarga.Aku memakai baby doll santai lengan panjang dengan motif teddy bear, tak lupa memakai jilbab instan.Setelah kurasa tampilan cukup fresh, aku ikut bergabung bersama mereka yang sedang menikmati siaran televisi.Rosa tampaknya sudah lebih dulu bergabung, ia terlihat dekat dengan ibu mertua, terbukti dengan keakraban mereka, bahkan Rosa t

  • ANAKKU MENJADI SAKSI MATA PERSELINGKUHAN SUAMIKU   Bab 8 Perjanjian

    BAB 8 PerjanjianIbu mertua dan kedua adik ipar bergegas pulang setelah usahanya tak membuahkan hasil.Aku pun tak peduli, jika mau perhitungan, sudah banyak yang aku berikan untuk mereka.Mulai dari merenovasi rumah peninggalan bapak mertua yang luasnya dua kali lipat dari rumah yang ku tempati, mobil alphard yang mereka bangga-banggakan, serta biaya hidup keseharian juga aku yang menanggung, namun tentu saja dengan dalih pemberian dari hasil usaha Resto Mas Frengky. Sudah kubilang bukan aku tak mau menyombongkan diri di depan mereka atas pencapaian ku selama ini.Akhirnya aku bisa bernapas lega, setelah semua benalu itu pulang.Aku merebahkan tubuhku ke tempat tidur, meregangkan sedikit otot-otot yang mulai kaku karena tegang.Ceklek!Suara pintu terbuka dari luar, rupanya Mas Frengky dengan senyuman lebar menghampiriku.Ia mendesah pelan, berkali-kali menghembuskan napas kasar.“Bun ...,” panggilnya sambil memijat telapak kakiku.Aku hanya berdehem sambil memainkan ponsel.Ia terus

  • ANAKKU MENJADI SAKSI MATA PERSELINGKUHAN SUAMIKU   Bab 9 Suara Aneh

    BAB 9 Suara AnehAku bergegas mengambil kunci cadangan yang tersimpan rapi dalam laci. Dengan mudah pintu kamar Rosa terbuka.Kriet ....Aku melongokkan kepala ke dalam kamar, tampak remang dan minim cahaya karena lampu kamar yang dimatikan.Dengan penglihatan yang minim bantuan cahaya dari luar, kupencet saklar lampu yang berhasil kutemukan dengan cara meraba. Hingga kamar menjadi terang benderang.Ada seseorang yang bersembunyi di balik selimut.Setelah kuamati ternyata Rosa sedang meringkuk di dalam selimut.Aku menatapnya dengan heran, kuhampiri dia yang sedang mendesis.“Kamu kenapa, Ros?” tanyaku sembari membuka selimutnya.Wajah Rosa tampak pucat, ia menatapku sambil menggeleng.“Kamu sakit?” tanyaku memastikan.Dia hanya menggeleng lemah.Aku mengambil tempat untuk duduk di samping ranjang, kupegang dahi Rosa, aku takut dia demam.“Nggak panas kok,” ujarku setelah memastikan kening Rosa tak masalah.“Sedikit pusing, Mbak. Aku boleh minta tolong belikan obat sakit kepala?” kata

  • ANAKKU MENJADI SAKSI MATA PERSELINGKUHAN SUAMIKU   Bab 10 Duit

    ##BAB 10 DuitSaat azan subuh berkumandang, aku bergegas membangunkan Mas Frengky yang sedang terlelap membelakangiku.Sudah tepukan kesepuluh, ia tetap tak kunjung bangun.Ya sudahlah, toh aku juga sudah berusaha. Kalau dia masih mau bergelut dengan mimpinya ya sudah. Aku tak mau ambil pusing lagi.Segera aku beranjak dari tempat tidur. Mengguyur tubuhku dengan air dan bergegas mengambil wudhu untuk melaksanakan kewajiban dua rakaat.Hingga aku selesai salat pun, Mas Frengky masih saja bergeming. Rupanya tidurnya sungguh pulas kali ini.Aku melipat mukena dan sajadah, meletakkannya di laci samping tempat tidur.Saat aku hendak melangkah, benda pipih berukuran 6 inci milik Mas Frengky yang berada di atas laci tersebut bergetar, layarnya menyala kedap-kedip.Aku bisa melihat ada panggilan suara masuk dari salah satu aplikasi chat berlogo telefon.Siapa yang menghubungi suamiku di pagi buta begini?Tanpa pikir panjang, aku bergegas mengambil ponselnya dan melihat nama yang tertera.Nama

  • ANAKKU MENJADI SAKSI MATA PERSELINGKUHAN SUAMIKU   Bab 11 Menggagalkan Rencana

    ##BAB 11 Menggagalkan Rencana“Kamu tunggu dulu, ya. Aku mau ganti sekalian siapin barang-barang yang mau dibawa,” kataku seraya melangkah masuk ke dalam kamar.Bisa kudengar kasak-kusuk dari arah luar. Mungkin mereka sedang melalukan perdebatan kecil. Entahlah.Instingku sebagai istri terbukti tajam, aku bisa tahu dari gelagat Mas Frengky yang tumben-tumbenan pergi ke luar kota pakai nginep segala.Dengan jurus ninja, tak sampai setengah jam aku sudah berpakaian rapi dan membawa tas ransel yang cukup besar. Berisi baju dan beberapa kebutuhanku.Mas Frengky terlihat duduk sembari meremas rambutnya, Cahaya masih saja asyik dengan sarapannya. Kelakuan ayahnya sama sekali tak mencuri perhatiannya.“Loh, Rosa mana, Mas?” tanyaku celingukan karena tak mendapati wanita itu di meja makan. Padahal beberapa menit yang lalu ia sudah kuperingatkan untuk menunggu.“Dia sudah pergi, ibunya menelfon menyuruhnya cepat berangkat, Bun. Rosa naik ojek di depan sana,” kata Mas Frengky sembari mengarahka

  • ANAKKU MENJADI SAKSI MATA PERSELINGKUHAN SUAMIKU   Bab 12 Fakta Mencengangkan

    ##BAB 12 Fakta Mencengangkan“Apa?” “Obat anti depresan, bahkan hampir satu minggu sekali paketan obat itu selalu mendarat ke alamat Resto. Aku sering menerimanya. Awalnya aku tak ingin tau, tapi karena terlalu seringnya obat itu bertandang ke mari, akhirnya aku kepo juga. Aku sempat tanya ke Mas Frengky, dia hanya bilang itu untuk Mbak Nayla yang susah tidur karena insomnia. Dari situ aku nggak mau ikut campur lagi, sampai puncaknya aku nemuin ponsel Mas Frengky yang khusus ia gunakan untuk berhubungan dengan seseorang. Aku sempat lihat beberapa balok notifikasi yang muncul di layar ponselnya ketika tak sengaja tertinggal di meja kerjaku, dan itu membuatku hampir pingsan karena tak menyangka,” kata Gilang seakan menerawang kejadian waktu itu.“Ppo-ponsel? Bukannya Mas Frengky hanya punya satu ponsel?” tanyaku tergagap.“Aku mengira juga seperti itu. Saat ponselnya tertinggal di meja, aku ingin menghubungi nomornya. Tapi ‘kan mana bisa, mengingat ponselnya ada di meja kerjaku, jadi k

Latest chapter

  • ANAKKU MENJADI SAKSI MATA PERSELINGKUHAN SUAMIKU   Benarkah Sudah Berakhir? (Epilog)

    EPILOGEnam bulan kemudian ....“Pagi Sayang, have a nice day!” Aku sedikit kaget saat Hendra alias pria yang tengah sah menjadi imam ku memeluk pinggangku dari belakang. Sontak wajahku memerah, dia selalu saja berhasil membuat diriku melayang tinggi hingga menembus langit ketujuh.“Ngagetin aja, pagi juga, Mas!” sahutku seraya melanjutkan aktivitas mengiris daun bawang untuk pelengkap telur dadar sebagai sarapan pagi ini.Ya ... setelah menikah dengan Hendra selama hampir enam bulan ini, aku baru tahu bahwa dia suka sekali dengan telur dadar yang dicampur irisan daun bawang. Seakan tak pernah bosan, hampir setiap hari dia menginginkan masakan itu di setiap pagi untuk memenuhi asupan nutrisinya. Terkadang juga aku heran, bagaimana bisa lelaki dari keluarga berada dan bergelimang harta bisa mempunyai makanan favorit berupa telur ayam sederhana. Kenapa bukan masakan ala western atau mungkin makanan dengan gizi lengkap yang seimbang. “Kok diem? Ngelamun, ya?” tanya Hendra yang kini mend

  • ANAKKU MENJADI SAKSI MATA PERSELINGKUHAN SUAMIKU   Bab 91 Akhir Kisah

    ##BAB 91 Akhir KisahBerkali-kali aku menghubungi Hendra, hingga puluhan panggilanku tak ada satu pun yang dijawab. Sampai pusing aku berjalan mondar-mandir bak setrika. Bu Wak bingung melihat tingkahku yang tak karuan. “Kenapa, toh, Ibu lihat dari tadi maju mundur kayak orang bingung. Ada masalah?” tanya Bu Wak terlihat perhatian, seperti biasa.Aku menggeleng, tentu saja hal seperti ini tak mungkin aku sampaikan kepada Bu Wak. Biarlah ini menjadi urusan pribadiku. Aku beranjak menuju ke kamar, tiba-tiba saja air mataku tumpah tanpa sebab. Aku tak tahu, apa yang aku rasakan hingga tiba-tiba menangis tanpa alasan. Masih dalam genggaman, kulihat layar ponsel yang masih sepi, tak ada tanda-tanda Hendra menghubungi ku kembali. Apa yang dia lakukan sebenarnya di sana?Hingga kecapekan menangis, membuatku ketiduran. Entah sudah berapa jam aku tertidur, ketika bangun ponselku sudah dipenuhi panggilan tak terjawab dari Hendra. Aku tak mendengarnya karena ponselku masih berada dalam mode sil

  • ANAKKU MENJADI SAKSI MATA PERSELINGKUHAN SUAMIKU   Bab 90 Suara Wanita Mencurigakan

    ##BAB 90 Suara Wanita MencurigakanSUARA WANITA MENCURIGAKANANAKKU MENJADI SAKSI MATA PERSELINGKUHAN SUAMIKU (S2)“Kapan kamu siap untuk menikah? Mungkin kamu berkeinginan memilih tanggal yang cantik?” ucap Hendra.“Terserah saja, yang penting jadi menikah. Semua tanggal itu baik, ‘kan?” ujarku sembari tersenyum.“Iya juga, Papa sudah siap memfasilitasi semuanya. Aku hanya perlu menyiapkan mahar beserta mas kawin. Kamu mau apa?” tanya Hendra menatapku intens.Kami bertemu kembali di rumahku, setelah tiga hari dari rumah Ayah kemarin. Hendra pulang ke rumah Papanya untuk mengabarkan keputusanku tempo lalu. Alhamdulillah akhirnya Tante Sofia pun ikut menyetujui walaupun aku tahu mungkin dia terpaksa.“Yakin nih, aku bebas pilih sendiri mas kawinnya?” tanyaku dengan senyum menggoda.“Dengan senang hati!” Hendra menaik-turunkan alisnya memandangku.“Aku hanya bercanda, terserah kamu saja, deh!” ucapku seraya tertawa.“Bagaimana kalau pabrik usahaku saja yang kujadikan mahar?” tawar Hendr

  • ANAKKU MENJADI SAKSI MATA PERSELINGKUHAN SUAMIKU   Bab 89 Keputusan Nayla

    ##BAB 89 Keputusan NaylaKeesokan harinya, Hendra benar-benar serius dengan ucapannya. Pagi-pagi sekali dia sudah menjemputku, kami berencana akan pergi ke rumah Ayah. Berdua saja dan kali ini menggunakan mobilku.“Udah siap? Berangkat sekarang, ya?” tanya Hendra yang kini sudah berpakaian rapi, yakni kemeja lengan panjang, celana bahan dan sepatu pantofel. Menurutku dia lebih mirip seperti orang yang akan melakukan interview di perusahaan besar dari pada bertemu calon mertua. Eh ....Ah, membayangkan Hendra akan menjadi menantu Ayahku saja sudah membuatku berdetak hebat tak karuan begini. Aku benar-benar dibuat mabuk kepayang dengan pesonanya.“Yuk!” seruku bersemangat.Kami menempuh perjalanan sekitar dua jam, aku sengaja tak menghubungi Ayah dan Ibu jika ingin ke sana. Biar ini menjadi surprise nantinya. Hendra tampak gusar, beberapa kali mengusap wajahnya dengan handuk kecil berwarna hijau muda. Padahal tak ada peluh yang menetes, tapi ... entahlah apa yang dia bersihkan.“Kamu ke

  • ANAKKU MENJADI SAKSI MATA PERSELINGKUHAN SUAMIKU   Bab 88 Melamar Nayla

    ##BAB 88 Melamar Nayla“Gimana, Nay? Kapan aku bisa menemui orang tuamu?” tanya Hendra membuatku terperangah. Rupanya dia serius dengan niatannya. Aku pun tampak berpikir, tak ada salahnya untuk mencoba. Lagian, bukankah ini memang tujuan awalku untuk memberikan balasan pada Rosa? Aku tersenyum menyeringai.“Kalau kamu serius, bisa temui orang tuaku besok. Di sana aku akan memberimu keputusan,” kataku dengan senyum mengembang. Hendra terlihat antusias, dia melirik ke arah Papanya yang diangguki dengan senyuman merekah. Sorot bahagia sangat terpancar dari netranya.“Oke, besok aku akan menemui kedua orang tuamu untuk meminta restu. Aku serius ini, Nay. Jangan pernah anggap niat baik ku sekedar main-main,” kata Hendra terdengar mengintimidasi. Aku hanya merespon dengan anggukan. Aku juga serius, meskipun niat sampingan juga karena iseng untuk balas dendam kepada Rosa. Setelah mengobrol banyak hal, aku memutuskan untuk mengajak Hendra pulang. Sebelum ke rumah, aku ingin mampir ke butik

  • ANAKKU MENJADI SAKSI MATA PERSELINGKUHAN SUAMIKU   Bab 87 Pernikahan Gladys

    ##BAB 87 Pernikahan GladysHari ini Hendra akan menjemput ku untuk menghadiri pesta pernikahan Gladys. Sengaja aku tak mengajak Vano dan Bu Wak, tentu saja malas jika harus berhadapan lagi dengan Tante Sofia. Untuk sementara ini, aku akan menghindarinya terlebih dahulu. Aku mengenakan gamis bertajuk glamor mirip yang dipakai salah satu artis membahana. Tak lupa perhiasan dan cincin berlian tersemat manis di jari-jariku. Aku pun memakai hijab yang senada dengan warna gamisku. Tas bermerek dengan harga puluhan juta tak lupa bertengger manis di lenganku. Perfect sekali. Aku sengaja ingin tampil mewah agar tak selalu direndahkan, apalagi di mata Tante Sofia. Sudah cukup dia menghina diriku serta keluarga kecilku.Aku menaiki mobil Hendra dengan hati-hati. Berpakaian mewah seperti ini memang sedikit ribet dan harus tampil dengan elegan. Hendra menatapku takjub hingga tak berkedip. Kami menuju ke arah lokasi dengan ditemani obrolan renyah dan santai. Hendra tampaknya mulai kembali ceria dan

  • ANAKKU MENJADI SAKSI MATA PERSELINGKUHAN SUAMIKU   Bab 86 Persepsi Nayla

    ##BAB 86 Persepsi NaylaSaat aku membuka mata, rupanya sudah hampir sampai di rumah. Cukup lama juga aku tertidur, mungkin efek banyak pikiran membuatku susah tidur dari kemarin. Baru sekarang aku bisa tidur nyenyak meskipun sebentar, mungkin karena pikiranku yang plong. Sebelum turun, Hendra sempat mengingatkan untuk mengajak diriku hadir di acara pernikahan Reno dan Gladys yang akan diselenggarakan minggu depan. Aku belum mencari tahu bagaimana informasi perkembangan dari hukuman Mas Frengky. Mungkinkah Gladys tetap pada pendiriannya untuk membebaskan Mas Frengky? Atau berpura-pura tak peduli lagi, entahlah. Yang pasti, menurut pengacaraku bukti yang aku berikan beberapa waktu lalu sudah cukup kuat dan akurat untuk kembali memberikan hukuman tambahan buat Mas Frengky. Aku ingin lelaki durjana itu menerima hukuman yang pantas. Selain kedua kakinya yang tak berfungsi tentunya. Aku belum puas jika hanya kakinya saja yang tak berfungsi. Dia layak mendapatkan hukuman yang lebih parah dar

  • ANAKKU MENJADI SAKSI MATA PERSELINGKUHAN SUAMIKU   Bab 85 Mengobrol dan Bukti Dari Rosa

    ##BAB 85 Mengobrol dengan Rosa“Nayla ... maafkan aku,” ujar Hendra lirih. Terdengar menyayat di telingaku. Aku benci orang meminta maaf, aku bosan memberikan maaf terus-menerus.“Nggak usah dibahas, fokus sama menyetirmu, agar kita segera sampai!” Aku memalingkan wajahku menghadap ke jendela, tak ingin Hendra melihat bagaimana ada gurat kesedihan di sana.“Iya!” Hendra kembali fokus menyetir.Beberapa menit kemudian, kami telah sampai di kantor polisi, di mana Rosa menghabiskan sisa waktunya. Seorang petugas yang biasa menerimaku, menuntun kami masuk ke dalam ruangan berukuran 3x4 meter. Lima menit menunggu, seorang petugas berjenis kelamin wanita membawa Rosa menghadap padaku dan Hendra. Kami hanya diberi waktu lima belas menit untuk mengobrol. Ada bangku panjang menghadap ke dinding, aku duduk di sana. Sedangkan Hendra duduk berhadapan dengan Rosa yang disekat dengan triplek sebatas dada.“Akhirnya kamu datang juga. Nayla ternyata serius menepati janjinya padaku!” ujar Rosa dengan

  • ANAKKU MENJADI SAKSI MATA PERSELINGKUHAN SUAMIKU   Bab 84 Menemui Rosa

    ##BAB 84 Menemui Rosa“Apa kau ingin bertemu dengan Rosa?” tanyaku dengan wajah sedatar mungkin. Padahal di dalam dada muncul rasa gejolak yang begitu aneh.“Iya, cepat atau lambat, aku harus menemuinya, Nay ... kenapa aku menjadi pria pengecut seperti ini?” Hendra menggeleng sembari menarik rambutnya dengan kedua tangan.“Sudah, jika kamu terus-terusan begini, nggak akan menyelesaikan keadaan. Hidup harus maju ke depan, tak baik hidup terbayang dengan kenangan,” ujarku seraya mengulas senyum.“Terima kasih, Nay ... kamu selalu bisa menjadi penyejuk untukku,” kata Hendra membuatku melayang tinggi. Namun, dengan cepat kutepis semua perasaan itu, aku tak boleh terlarut dalam rayuan Hendra sebelum pria itu memberiku kepastian.“Sama-sama. Kapan pun kamu mau ke sana, kamu bisa hubungi aku. Dengan senang hati aku pasti akan mengantarmu ke sana.” “Baiklah, biarkan aku menenangkan hatiku terlebih dahulu, aku ingin menemuinya dalam keadaan siap. Aku tak ingin menghancurkannya lagi, kasihan d

DMCA.com Protection Status