Kompetisi di akademi terus berlanjut, dan Zidan harus tetap menjaga rahasianya dengan hati-hati. Setiap hari adalah ujian baru, baik di arena latihan maupun di luar, ketika ia harus menghadapi tekanan dari teman-teman sekelasnya yang perlahan mengenalinya lebih dekat. Meski ia terlihat seperti murid biasa, Zidan sadar bahwa setiap gerakan kecilnya diawasi.Kyro, Daren, dan Elric adalah teman-teman setianya di akademi. Mereka sering mendukung Zidan dalam latihan dan kompetisi. Namun, Zidan tidak pernah memberi tahu mereka bahwa ia adalah seorang alkemis. Rahasia itu terlalu berbahaya untuk diungkapkan. Dalam kekaisaran Arzan, hanya menyebut nama alkemis saja bisa mengundang hukuman mati, apalagi mengaku sebagai salah satunya."Zidan, kau tampak tenang sekali," kata Kyro suatu hari saat mereka sedang berjalan menuju arena kompetisi berikutnya. "Biasanya orang baru gugup saat memasuki kompetisi sebesar ini."Zidan hanya tersenyum kecil. "Aku hanya mencoba menikmati prosesnya," jawabnya,
Keesokan harinya, suasana di akademi terasa berbeda. Para murid berbaris di lapangan utama, menunggu pembagian tim untuk ujian strategi yang diumumkan dengan penuh antisipasi. Instruktur dengan pakaian serba hitam berdiri di depan, wajahnya serius saat memeriksa daftar nama di tangannya.“Baiklah,” katanya dengan suara lantang. “Hari ini, kalian akan diuji dalam strategi tim. Setiap tim terdiri dari empat orang, dan tugas kalian adalah merebut bendera di tengah medan pertempuran. Tim yang berhasil membawa bendera kembali ke pos akan dianggap pemenang.”Zidan menelan ludah, mendengar penjelasan itu. Pertarungan kelompok berarti ia harus lebih berhati-hati, terutama jika harus bekerja sama dengan teman-temannya.“Tim pertama: Daren, Kyro, Elric, dan Zidan.”Kyro langsung bersorak kecil. “Kita satu tim! Aku sudah tahu ini akan terjadi.”Daren menepuk pundak Zidan dengan semangat. “Ini kesempatan kita menunjukkan bahwa murid dengan nilai E juga bisa hebat!”Elric hanya mengangguk pelan, w
Hari berikutnya, latihan fisik dan teknik bertarung kembali digelar di arena utama akademi. Kali ini, mereka diuji dalam simulasi pertempuran tim, di mana setiap kelompok harus menghadapi serangkaian rintangan dan lawan buatan yang diatur oleh instruktur.Zidan, seperti biasa, menyembunyikan kemampuannya dengan cermat. Pil penekan energi yang selalu ia konsumsi membantu menyamarkan aura alkemisnya. Ia memastikan setiap gerakannya tampak seperti usaha keras seorang murid biasa, meski kemampuannya sebenarnya jauh melampaui rekan-rekannya.“Kau siap?” tanya Kyro dengan semangat.“Selalu,” jawab Zidan sambil tersenyum kecil.Daren menyeringai. “Kali ini, kita harus menunjukkan bahwa kelompok kita lebih baik daripada yang lain. Zidan, aku harap kau punya rencana hebat lagi.”Zidan mengangguk, berpura-pura memikirkan strategi sederhana. Ia ingin memastikan bahwa mereka menang tanpa membuat dirinya terlalu mencolok.Mereka memasuki arena, yang telah diubah menjadi labirin penuh jebakan. Di s
Seiring waktu, hubungan Zidan dengan kelompoknya semakin kuat. Daren, yang ceria dan bersemangat, sering mengajak Zidan berbicara di luar topik latihan. Kyro, dengan sikapnya yang tenang namun penuh perhatian, menjadi semacam penyeimbang di kelompok mereka. Bahkan Elric, meskipun masih menyimpan kecurigaan, mulai menunjukkan rasa hormat terhadap kemampuan Zidan.Suatu sore, mereka berkumpul di tepi sungai kecil di belakang akademi, tempat para murid sering menghabiskan waktu luang. Daren, seperti biasa, memulai percakapan dengan penuh antusias.“Kalian tahu? Aku yakin kita adalah kelompok terkuat di angkatan ini!” katanya, melompat dari batu ke batu di atas sungai.Kyro tertawa kecil. “Kau selalu terlalu percaya diri, Daren. Tapi aku suka semangatmu.”Zidan, duduk di tepi sungai sambil memandangi air yang mengalir, tersenyum mendengar candaan mereka. Momen-momen seperti ini mengingatkannya pada kehidupannya sebelum semua ini, sebelum ia harus menyembunyikan identitasnya sebagai alkemi
Hari itu, seperti biasa, mereka berempat—Zidan, Elric, Daren, dan Kyro—melanjutkan latihan mereka di luar akademi. Hutan yang mengelilingi tempat itu memiliki banyak jalur dan rute yang belum mereka telusuri, sehingga mereka memutuskan untuk menjelajah lebih jauh.“Ayo, kita coba jalan lebih dalam! Aku rasa kita bisa menemukan tempat latihan yang lebih menantang,” seru Daren dengan semangat yang tak terkendali.Kyro, yang biasanya lebih berhati-hati, tampak ragu. “Hati-hati, Daren. Hutan ini luas dan kita tidak tahu apa yang ada di dalamnya.”Zidan mengangguk setuju. “Kita harus tetap waspada. Jangan sampai terjebak di tempat yang tidak kita kenal.”Namun, semangat Daren yang tak bisa dibendung membuat mereka terus melangkah lebih jauh. Mereka melalui jalan-jalan sempit yang dihiasi dengan pohon-pohon raksasa dan tumbuhan liar yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Udara semakin lembab, dan suara burung serta binatang hutan semakin jarang terdengar.“Ada apa dengan hutan ini?” Elr
Suara kaki kuda begitu ramai, sebuah pasukan dari kerajaan datang menyerang desa teratai, Zidan yang saat itu sedang berlatih membuat pil pemulihan bersama sang Ayah segera lari ke rumah, sayangnya semua rumah yang ada di desa itu langsung di bakar, jika ada yang keluar dai rumah, orang itu langsung dibunuh oleh pasukan kerajaan tampa belas kasihan. “Ayah ayo kita keluar,” ucap Zidan yang tahu ia pasti akan terbakar jika terus di dalam rumah. Namun ia juga tak bisa keluar karena ada pasukan kerajaan, kebingung terus membuat Zidan panik. “Jika keluar sekarang pasukan kerajaan akan langsung membunuhmu,” ucap sang Ayah yang juga terlihat gelisah, tak ada lagi yang bisa mereka lakukan. “Tapi ayah, jika kita tetap disini, kita juga pasti akan mati,” ucap Zidan yang tak atah lagi api yang membakar rumahnya semaki terasa panas. Belum sempat Zidan dan ayahnya keluar suara sang ibu berteriak membuat Zidan kaget dari luar rumah pasukan itu membunuh adik dan ibunya, sang Ayah terpukul hin
Zidan dengan cepat berbalik untuk lari, rasa takut menguasai hatinya. Ia tidak tahu siapa yang baru saja meraih tangannya, namun bayangan akan pasukan kerajaan membuatnya panik. Langkahnya yang terseok-seok akibat luka-luka di tubuhnya tak menghalanginya mencoba melarikan diri. Namun tangan yang kuat itu berhasil menangkapnya. Dia membeku. Nafasnya tertahan saat mendengar suara tua dan serak berkata, “Kau mau kemana, dengan tubuh penuh luka seperti itu?” Suara itu berasal dari seorang kakek tua yang sekarang berdiri di hadapannya.Zidan terpaku, tidak berani bergerak. Ingin rasanya ia melarikan diri, tapi tangan kakek itu memegangnya dengan kuat. Perlahan-lahan, Zidan memutar tubuhnya, berbalik untuk melihat siapa yang telah menghentikannya. Matanya bertemu dengan sosok seorang kakek berusia lanjut, rambutnya memutih, wajahnya penuh kerutan, namun ada kelembutan yang terpancar dari senyumannya. Senyum itu, entah bagaimana, mengusir sebagian rasa takut di hati Zidan."Kau takut padaku?
Kakek itu terdiam sejenak, lalu tersenyum lebar. “Dunia ini tak sesederhana itu, Nak. Tidak semua orang setuju dengan kerajaan. Kadang kita harus menolong seseorang, bukan karena apa yang mereka lakukan, tapi karena mereka membutuhkan pertolongan. Dan kau, Nak, jelas membutuhkan pertolongan.”Zidan terdiam. Kata-kata kakek itu begitu dalam dan penuh makna. Untuk pertama kalinya sejak tragedi di desanya, ia merasa ada seseorang yang benar-benar peduli padanya tanpa memperdulikan siapa dia atau apa yang telah terjadi. Dia hanya seorang bocah yang terluka, dan kakek ini hanya ingin menolongnya.“Aku… aku tidak tahu harus berkata apa,” kata Zidan pelan.“Tak perlu berkata apa-apa,” jawab kakek itu. “Sekarang istirahatlah, dan biarkan tubuhmu sembuh.”Zidan mulai memejamkan mata rasa nyaman membuatnya ingin sekali beristirahat, hari-hari kemarin begitu berat, kini ia bisa sedikit lega, karena ia bisa bersembunyi dalam hutan. Meski masih banyak pertanyaan tentang siapa kakek itu sebenarnya,
Hari itu, seperti biasa, mereka berempat—Zidan, Elric, Daren, dan Kyro—melanjutkan latihan mereka di luar akademi. Hutan yang mengelilingi tempat itu memiliki banyak jalur dan rute yang belum mereka telusuri, sehingga mereka memutuskan untuk menjelajah lebih jauh.“Ayo, kita coba jalan lebih dalam! Aku rasa kita bisa menemukan tempat latihan yang lebih menantang,” seru Daren dengan semangat yang tak terkendali.Kyro, yang biasanya lebih berhati-hati, tampak ragu. “Hati-hati, Daren. Hutan ini luas dan kita tidak tahu apa yang ada di dalamnya.”Zidan mengangguk setuju. “Kita harus tetap waspada. Jangan sampai terjebak di tempat yang tidak kita kenal.”Namun, semangat Daren yang tak bisa dibendung membuat mereka terus melangkah lebih jauh. Mereka melalui jalan-jalan sempit yang dihiasi dengan pohon-pohon raksasa dan tumbuhan liar yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Udara semakin lembab, dan suara burung serta binatang hutan semakin jarang terdengar.“Ada apa dengan hutan ini?” Elr
Seiring waktu, hubungan Zidan dengan kelompoknya semakin kuat. Daren, yang ceria dan bersemangat, sering mengajak Zidan berbicara di luar topik latihan. Kyro, dengan sikapnya yang tenang namun penuh perhatian, menjadi semacam penyeimbang di kelompok mereka. Bahkan Elric, meskipun masih menyimpan kecurigaan, mulai menunjukkan rasa hormat terhadap kemampuan Zidan.Suatu sore, mereka berkumpul di tepi sungai kecil di belakang akademi, tempat para murid sering menghabiskan waktu luang. Daren, seperti biasa, memulai percakapan dengan penuh antusias.“Kalian tahu? Aku yakin kita adalah kelompok terkuat di angkatan ini!” katanya, melompat dari batu ke batu di atas sungai.Kyro tertawa kecil. “Kau selalu terlalu percaya diri, Daren. Tapi aku suka semangatmu.”Zidan, duduk di tepi sungai sambil memandangi air yang mengalir, tersenyum mendengar candaan mereka. Momen-momen seperti ini mengingatkannya pada kehidupannya sebelum semua ini, sebelum ia harus menyembunyikan identitasnya sebagai alkemi
Hari berikutnya, latihan fisik dan teknik bertarung kembali digelar di arena utama akademi. Kali ini, mereka diuji dalam simulasi pertempuran tim, di mana setiap kelompok harus menghadapi serangkaian rintangan dan lawan buatan yang diatur oleh instruktur.Zidan, seperti biasa, menyembunyikan kemampuannya dengan cermat. Pil penekan energi yang selalu ia konsumsi membantu menyamarkan aura alkemisnya. Ia memastikan setiap gerakannya tampak seperti usaha keras seorang murid biasa, meski kemampuannya sebenarnya jauh melampaui rekan-rekannya.“Kau siap?” tanya Kyro dengan semangat.“Selalu,” jawab Zidan sambil tersenyum kecil.Daren menyeringai. “Kali ini, kita harus menunjukkan bahwa kelompok kita lebih baik daripada yang lain. Zidan, aku harap kau punya rencana hebat lagi.”Zidan mengangguk, berpura-pura memikirkan strategi sederhana. Ia ingin memastikan bahwa mereka menang tanpa membuat dirinya terlalu mencolok.Mereka memasuki arena, yang telah diubah menjadi labirin penuh jebakan. Di s
Keesokan harinya, suasana di akademi terasa berbeda. Para murid berbaris di lapangan utama, menunggu pembagian tim untuk ujian strategi yang diumumkan dengan penuh antisipasi. Instruktur dengan pakaian serba hitam berdiri di depan, wajahnya serius saat memeriksa daftar nama di tangannya.“Baiklah,” katanya dengan suara lantang. “Hari ini, kalian akan diuji dalam strategi tim. Setiap tim terdiri dari empat orang, dan tugas kalian adalah merebut bendera di tengah medan pertempuran. Tim yang berhasil membawa bendera kembali ke pos akan dianggap pemenang.”Zidan menelan ludah, mendengar penjelasan itu. Pertarungan kelompok berarti ia harus lebih berhati-hati, terutama jika harus bekerja sama dengan teman-temannya.“Tim pertama: Daren, Kyro, Elric, dan Zidan.”Kyro langsung bersorak kecil. “Kita satu tim! Aku sudah tahu ini akan terjadi.”Daren menepuk pundak Zidan dengan semangat. “Ini kesempatan kita menunjukkan bahwa murid dengan nilai E juga bisa hebat!”Elric hanya mengangguk pelan, w
Kompetisi di akademi terus berlanjut, dan Zidan harus tetap menjaga rahasianya dengan hati-hati. Setiap hari adalah ujian baru, baik di arena latihan maupun di luar, ketika ia harus menghadapi tekanan dari teman-teman sekelasnya yang perlahan mengenalinya lebih dekat. Meski ia terlihat seperti murid biasa, Zidan sadar bahwa setiap gerakan kecilnya diawasi.Kyro, Daren, dan Elric adalah teman-teman setianya di akademi. Mereka sering mendukung Zidan dalam latihan dan kompetisi. Namun, Zidan tidak pernah memberi tahu mereka bahwa ia adalah seorang alkemis. Rahasia itu terlalu berbahaya untuk diungkapkan. Dalam kekaisaran Arzan, hanya menyebut nama alkemis saja bisa mengundang hukuman mati, apalagi mengaku sebagai salah satunya."Zidan, kau tampak tenang sekali," kata Kyro suatu hari saat mereka sedang berjalan menuju arena kompetisi berikutnya. "Biasanya orang baru gugup saat memasuki kompetisi sebesar ini."Zidan hanya tersenyum kecil. "Aku hanya mencoba menikmati prosesnya," jawabnya,
Malam itu, suasana di asrama terasa lebih sunyi dari biasanya. Zidan duduk di ranjangnya, memutar-mutar pena penekan energi di tangannya sambil memikirkan pertemuan dengan Reynar. Tatapan tajam Reynar dan ancamannya masih terngiang-ngiang.“Dia seperti tahu sesuatu,” gumam Zidan pelan.Kyro yang sedang merapikan barang-barangnya di sisi lain ruangan mendengar gumaman itu. “Kau bicara soal Reynar?”Zidan mengangguk. “Iya. Kau merasa dia mencurigai kita?”Kyro menghela napas panjang sebelum mendekat. “Reynar adalah orang yang selalu mencari kelemahan orang lain. Jika dia merasa ada sesuatu yang tidak biasa tentangmu, dia pasti akan terus mengamatimu sampai dia menemukan jawabannya.”“Lalu, apa yang harus kulakukan?”“Jangan terlalu mencolok. Tapi juga jangan terlihat terlalu lemah. Dia menghormati kekuatan, tapi dia tidak suka jika ada yang lebih pintar darinya.”Daren yang baru kembali dari aula membawa beberapa roti untuk makan malam langsung bergabung dalam percakapan itu. “Hei, jan
Latihan dasar selesai, dan para murid dipersilakan untuk istirahat sejenak sebelum sesi berikutnya dimulai. Zidan duduk di bawah naungan pohon besar di pinggir lapangan, mencoba menenangkan pikirannya. Ia memandangi murid-murid lain yang sedang bercanda, beberapa berbicara serius, dan lainnya hanya duduk diam, menikmati waktu tenang mereka.Elric, yang membawa sebotol air, menghampiri Zidan. “Jadi, kau punya jurus dasar yang cukup baik untuk pemula. Tapi kalau kau ingin bertahan di akademi ini, kau perlu lebih dari itu,” katanya, menyerahkan botol air kepadanya.“Terima kasih,” jawab Zidan, menerima botol tersebut. “Aku tahu, aku masih harus belajar banyak.”Daren tiba-tiba bergabung, menjatuhkan dirinya ke rumput di sebelah Zidan. “Jangan dengarkan Elric. Dia sendiri lebih suka menghindari latihan daripada benar-benar belajar. Kalau kau butuh bantuan, aku di sini.”“Hey, aku ada di sini, kan?” balas Elric dengan nada setengah bercanda. “Tapi aku penasaran, Zidan. Kenapa kau masuk ke
“Hah, klan bawah? Mana mungkin aku bisa berada di sini?” Zidan mencoba terdengar kebingungan sambil menggaruk kepalanya, meskipun sebenarnya ia hanya berpura-pura. Ia tahu bahwa ia harus tetap berbaur dan tidak boleh menunjukkan apapun yang mencurigakan.Elric, yang bersandar santai di dekat jendela, tertawa kecil sambil melirik Zidan. “Ah iya, benar juga. Tapi kenapa banyak yang tidak kamu ketahui?” tanyanya, nadanya terdengar seperti campuran antara penasaran dan mengejek.“Iya, aku memang selalu jarang masuk kelas,” jawab Zidan sambil berusaha terdengar tidak peduli. Ia menambahkan sedikit tawa untuk menutupi rasa gugupnya.“Kau memang hebat,” puji Daren dengan nada tulus, meskipun ada sedikit kesamaan dalam caranya berbicara—seolah ia melihat dirinya sendiri dalam Zidan. Daren sering membanggakan diri karena suka melewatkan pelajaran dan lebih mengandalkan bakat alaminya, meskipun itu tidak selalu membawa hasil yang baik.“Sebaiknya kita istirahat,” kata Kyro yang lebih serius, sa
“Kita sama-sama berjuan untuk masa depan, aku suka dengan semangatmu, jadi suatu hari nanti kita bisa bekerjasama, kau dari kerajaan mana?”Zidan terdiam sejenak ia memikirkan jawaban yang tepat, “Lien… iya kerajaan Lien,”Elric menlihat gegat aneh yang tak biasa dari jawab Zidan.“Benarkah? Apa kau tak berbohong?” Elric mengulang pertanyaannya, matanya menyipit menatap Zidan seolah mencoba menangkap kebohongan.Daren langsung bereaksi, melambaikan tangan ke arah Elric dengan ekspresi tidak sabar. “Kau ini bicara apa? Tentu saja dia tidak berbohong! Untuk apa juga Zidan berbohong?”Elric mengangkat bahu, terlihat acuh. “Aku hanya memastikan saja. Tidak ada salahnya berhati-hati, bukan?”Daren mendengus, menatap Elric dengan pandangan menuduh. “Hati-hati? Apa yang perlu dipastikan? Kau malah yang tampak mencurigakan.”Elric terkesiap, ekspresinya berubah sedikit defensif. “Aku? Kau mencurigai aku? Tentang apa?”“Kau tidak pernah menyebutkan asal mu pada kami, bukan?” balas Daren, menyi