Beranda / Fantasi / ALKEMIS TERAKHIR / 46. Latihan Pertama

Share

46. Latihan Pertama

Penulis: PengkhayalMalam
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-03 22:04:52

“Hah, klan bawah? Mana mungkin aku bisa berada di sini?” Zidan mencoba terdengar kebingungan sambil menggaruk kepalanya, meskipun sebenarnya ia hanya berpura-pura. Ia tahu bahwa ia harus tetap berbaur dan tidak boleh menunjukkan apapun yang mencurigakan.

Elric, yang bersandar santai di dekat jendela, tertawa kecil sambil melirik Zidan. “Ah iya, benar juga. Tapi kenapa banyak yang tidak kamu ketahui?” tanyanya, nadanya terdengar seperti campuran antara penasaran dan mengejek.

“Iya, aku memang selalu jarang masuk kelas,” jawab Zidan sambil berusaha terdengar tidak peduli. Ia menambahkan sedikit tawa untuk menutupi rasa gugupnya.

“Kau memang hebat,” puji Daren dengan nada tulus, meskipun ada sedikit kesamaan dalam caranya berbicara—seolah ia melihat dirinya sendiri dalam Zidan. Daren sering membanggakan diri karena suka melewatkan pelajaran dan lebih mengandalkan bakat alaminya, meskipun itu tidak selalu membawa hasil yang baik.

“Sebaiknya kita istirahat,” kata Kyro yang lebih serius, sa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • ALKEMIS TERAKHIR    1. Kehancuran Desa

    Suara kaki kuda begitu ramai, sebuah pasukan dari kerajaan datang menyerang desa teratai, Zidan yang saat itu sedang berlatih membuat pil pemulihan bersama sang Ayah segera lari ke rumah, sayangnya semua rumah yang ada di desa itu langsung di bakar, jika ada yang keluar dai rumah, orang itu langsung dibunuh oleh pasukan kerajaan tampa belas kasihan. “Ayah ayo kita keluar,” ucap Zidan yang tahu ia pasti akan terbakar jika terus di dalam rumah. Namun ia juga tak bisa keluar karena ada pasukan kerajaan, kebingung terus membuat Zidan panik. “Jika keluar sekarang pasukan kerajaan akan langsung membunuhmu,” ucap sang Ayah yang juga terlihat gelisah, tak ada lagi yang bisa mereka lakukan. “Tapi ayah, jika kita tetap disini, kita juga pasti akan mati,” ucap Zidan yang tak atah lagi api yang membakar rumahnya semaki terasa panas. Belum sempat Zidan dan ayahnya keluar suara sang ibu berteriak membuat Zidan kaget dari luar rumah pasukan itu membunuh adik dan ibunya, sang Ayah terpukul hin

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • ALKEMIS TERAKHIR    2. Menjadi Musuh Kerajaan

    Zidan dengan cepat berbalik untuk lari, rasa takut menguasai hatinya. Ia tidak tahu siapa yang baru saja meraih tangannya, namun bayangan akan pasukan kerajaan membuatnya panik. Langkahnya yang terseok-seok akibat luka-luka di tubuhnya tak menghalanginya mencoba melarikan diri. Namun tangan yang kuat itu berhasil menangkapnya. Dia membeku. Nafasnya tertahan saat mendengar suara tua dan serak berkata, “Kau mau kemana, dengan tubuh penuh luka seperti itu?” Suara itu berasal dari seorang kakek tua yang sekarang berdiri di hadapannya.Zidan terpaku, tidak berani bergerak. Ingin rasanya ia melarikan diri, tapi tangan kakek itu memegangnya dengan kuat. Perlahan-lahan, Zidan memutar tubuhnya, berbalik untuk melihat siapa yang telah menghentikannya. Matanya bertemu dengan sosok seorang kakek berusia lanjut, rambutnya memutih, wajahnya penuh kerutan, namun ada kelembutan yang terpancar dari senyumannya. Senyum itu, entah bagaimana, mengusir sebagian rasa takut di hati Zidan."Kau takut padaku?

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • ALKEMIS TERAKHIR    3. Kebaikan Kakek Suma

    Kakek itu terdiam sejenak, lalu tersenyum lebar. “Dunia ini tak sesederhana itu, Nak. Tidak semua orang setuju dengan kerajaan. Kadang kita harus menolong seseorang, bukan karena apa yang mereka lakukan, tapi karena mereka membutuhkan pertolongan. Dan kau, Nak, jelas membutuhkan pertolongan.”Zidan terdiam. Kata-kata kakek itu begitu dalam dan penuh makna. Untuk pertama kalinya sejak tragedi di desanya, ia merasa ada seseorang yang benar-benar peduli padanya tanpa memperdulikan siapa dia atau apa yang telah terjadi. Dia hanya seorang bocah yang terluka, dan kakek ini hanya ingin menolongnya.“Aku… aku tidak tahu harus berkata apa,” kata Zidan pelan.“Tak perlu berkata apa-apa,” jawab kakek itu. “Sekarang istirahatlah, dan biarkan tubuhmu sembuh.”Zidan mulai memejamkan mata rasa nyaman membuatnya ingin sekali beristirahat, hari-hari kemarin begitu berat, kini ia bisa sedikit lega, karena ia bisa bersembunyi dalam hutan. Meski masih banyak pertanyaan tentang siapa kakek itu sebenarnya,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • ALKEMIS TERAKHIR    4. Mencari Tanaman Obat

    Kakek itu tersenyum dan menepuk bahu Zidan dengan lembut. “Tentu saja aman. Kau bersama kakek sekarang. Hutan ini penuh dengan tanaman berharga, dan jika kau tahu cara menggunakannya, kau bisa menyembuhkan dirimu sendiri lebih cepat daripada menggunakan obat-obatan biasa. Jadi, ayo kita cari tanaman yang kau butuhkan. Kakek akan menemanimu.”Zidan merasa tenang setelah mendengar kata-kata Kakek Suma. Ia keluar dari gubuk bersama kakek itu, menyusuri jalan yang sama seperti kemarin, namun kali ini dengan semangat baru. Zidan tahu betapa pentingnya tanaman-tanaman obat yang ada di hutan ini. Ia bisa menyembuhkan dirinya lebih cepat jika menggunakan ramuan racikan sendiri, ramuan yang diajarkan oleh ayahnya. Dengan hati-hati, ia mulai memetik beberapa tanaman yang ia tahu memiliki khasiat penyembuhan. Meski tubuhnya masih terasa sakit akibat luka bakar, semangatnya tidak surut. Setiap kali ia menemukan tanaman yang ia butuhkan, ia merasa semakin dekat dengan kesembuhan."Apa kau senang?

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • ALKEMIS TERAKHIR    5. Ginseng Ratusan Tahun

    Butuh beberapa menit bagi Zidan untuk bisa mengumpulkan tenaga dan membuka matanya. Kepalanya terasa pusing, dan beberapa bagian tubuhnya terasa sangat nyeri. Saat ia mencoba menggerakkan tubuhnya, ia merasakan luka-luka barunya yang semakin memperparah kondisinya. Zidan mencoba bangkit, namun rasa sakit membuatnya terhuyung-huyung. Ia menoleh ke arah tebing yang baru saja ia jatuh dari sana. Tebing itu terlalu tinggi untuk didaki kembali, dan ia tahu bahwa jalan satu-satunya adalah mencari cara lain untuk keluar dari situasi ini. Ia duduk sejenak, mencoba menenangkan dirinya dan memikirkan langkah berikutnya. "Kakek... di mana kau?" gumam Zidan dengan suara lemah. Harapannya sekarang adalah agar Kakek Suma menyadari bahwa ia hilang dan segera mencarinya. Namun, Zidan tahu ia tidak bisa hanya menunggu di sini. Ia harus melakukan sesuatu. Dengan sisa-sisa tenaga yang ada, Zidan merogoh kantong kecil di sabuknya, mencari bahan-bahan obat yang ia petik tadi. Meskipun dalam kondisi le

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • ALKEMIS TERAKHIR    6. Percobaan Pertama

    Kakek Suma menatap jauh ke depan, seolah mengingat masa-masa lampau. “Kerajaan takut pada kekuatan yang tidak bisa mereka kendalikan. Alkemis memiliki pengetahuan dan kemampuan yang bisa menandingi kekuatan para pangeran dan pejabat kerajaan. Jika alkemis terus berkembang, mereka takut kekuatan mereka akan runtuh. Itulah sebabnya mereka memutuskan untuk memusnahkan semua alkemis, agar tak ada yang bisa menandingi kekuasaan mereka.” Zidan menggigit bibirnya, merasakan kemarahan dan ketidakadilan yang mendalam. "Jadi, itulah mengapa mereka menyerang Desa Teratai," gumamnya. “Ya, Nak,” jawab Kakek Suma. “Desa Teratai terkenal karena para alkemisnya. Itulah sebabnya kerajaan memilih untuk menghancurkannya,” Mendengar itu, Zidan merasa bebannya semakin berat. Ia sadar bahwa hidupnya kini bukan hanya tentang dirinya sendiri, tapi juga tentang masa depan alkemis yang tersisa. "Apa yang harus kulakukan, Kek?" tanyanya dengan suara lemah. “Kau harus terus belajar, Zidan. Kakek akan mem

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • ALKEMIS TERAKHIR    7. Pengawal Kerajaan

    "Bagaimana, Nak? Kau baik-baik saja?" tanya Kakek Suma dengan lembut, nada suaranya kali ini lebih tenang dibanding biasanya.Zidan, dengan penuh kebanggaan, mengangkat pil kecil yang baru saja dia buat. "Kek, lihat! Aku berhasil!" serunya penuh antusias.Kakek Suma mendekat, menatap pil di tangan Zidan dengan mata berbinar. Senyumnya semakin lebar saat ia berkata, “Luar biasa, Zidan. Kau benar-benar berhasil.”Zidan masih tidak percaya dengan hasilnya. "Ini pertama kalinya aku melakukannya sendiri, dan berhasil!" ucapnya takjub.Kakek Suma mengangguk perlahan, meski di dalam hatinya masih ada sedikit kekhawatiran. “Ternyata kekhawatiranku tidak perlu, kau berhasil, Nak,” ucapnya sambil mengusap kepala Zidan dengan penuh kasih sayang.Zidan tersenyum, namun tatapannya tetap fokus pada pil itu. “Aku akan segera meminumnya, Kek,” katanya dengan penuh keyakinan.Namun, Kakek Suma segera mengingatkan. "Kau tahu, kan? Pil ini pasti ada efek sampingnya," ujarnya serius, memperingatkan cucun

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • ALKEMIS TERAKHIR    8. Dipenjara Tanpa Sebab

    Brakk!Keduanya dilempar ke dalam penjara yang gelap dan lembap tanpa diadili. Dinding-dinding batu tua yang dingin meresap ke tulang, dan suasana di tempat itu begitu mencekam. Zidan benar-benar merasa bersalah, dadanya sesak oleh rasa penyesalan. Tindakannya membawa mereka ke situasi yang tidak terduga. “Maafkan aku, Kek,” ucap Zidan dengan nada pasrah. Matanya menunduk, mencoba menahan air mata yang mendesak keluar. Penyesalan itu menghantui setiap sudut pikirannya.Kakek Suma, yang duduk di sebelahnya, tersenyum lemah. Wajahnya yang sudah penuh keriput menyimpan ketenangan yang sulit dijelaskan. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Tidak mungkin mereka dilempar ke penjara begitu saja tanpa ada pengadilan. "Ini bukan salahmu," jawab Kakek Suma dengan suara rendah tapi tegas. Matanya yang tajam berkeliling, meneliti setiap sudut penjara, mencari petunjuk.Zidan menelan ludah dan mengeluarkan sesuatu dari kantongnya. Sebuah botol kecil berisi pil. "Aku hanya ingin menunjukkan in

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • ALKEMIS TERAKHIR    46. Latihan Pertama

    “Hah, klan bawah? Mana mungkin aku bisa berada di sini?” Zidan mencoba terdengar kebingungan sambil menggaruk kepalanya, meskipun sebenarnya ia hanya berpura-pura. Ia tahu bahwa ia harus tetap berbaur dan tidak boleh menunjukkan apapun yang mencurigakan.Elric, yang bersandar santai di dekat jendela, tertawa kecil sambil melirik Zidan. “Ah iya, benar juga. Tapi kenapa banyak yang tidak kamu ketahui?” tanyanya, nadanya terdengar seperti campuran antara penasaran dan mengejek.“Iya, aku memang selalu jarang masuk kelas,” jawab Zidan sambil berusaha terdengar tidak peduli. Ia menambahkan sedikit tawa untuk menutupi rasa gugupnya.“Kau memang hebat,” puji Daren dengan nada tulus, meskipun ada sedikit kesamaan dalam caranya berbicara—seolah ia melihat dirinya sendiri dalam Zidan. Daren sering membanggakan diri karena suka melewatkan pelajaran dan lebih mengandalkan bakat alaminya, meskipun itu tidak selalu membawa hasil yang baik.“Sebaiknya kita istirahat,” kata Kyro yang lebih serius, sa

  • ALKEMIS TERAKHIR    45. Kata Terlarang

    “Kita sama-sama berjuan untuk masa depan, aku suka dengan semangatmu, jadi suatu hari nanti kita bisa bekerjasama, kau dari kerajaan mana?”Zidan terdiam sejenak ia memikirkan jawaban yang tepat, “Lien… iya kerajaan Lien,”Elric menlihat gegat aneh yang tak biasa dari jawab Zidan.“Benarkah? Apa kau tak berbohong?” Elric mengulang pertanyaannya, matanya menyipit menatap Zidan seolah mencoba menangkap kebohongan.Daren langsung bereaksi, melambaikan tangan ke arah Elric dengan ekspresi tidak sabar. “Kau ini bicara apa? Tentu saja dia tidak berbohong! Untuk apa juga Zidan berbohong?”Elric mengangkat bahu, terlihat acuh. “Aku hanya memastikan saja. Tidak ada salahnya berhati-hati, bukan?”Daren mendengus, menatap Elric dengan pandangan menuduh. “Hati-hati? Apa yang perlu dipastikan? Kau malah yang tampak mencurigakan.”Elric terkesiap, ekspresinya berubah sedikit defensif. “Aku? Kau mencurigai aku? Tentang apa?”“Kau tidak pernah menyebutkan asal mu pada kami, bukan?” balas Daren, menyi

  • ALKEMIS TERAKHIR    44. Mencari Informasi

    Zidan menarik napas dalam-dalam sebelum melangkah ke area tes kekuatan. Tempat itu dipenuhi aura tekanan, dengan para peserta yang terlihat tegang menunggu giliran mereka. Di hadapannya berdiri sebuah kristal besar, alat yang digunakan untuk mendeteksi dan mengukur kekuatan energi internal seseorang. Zidan tahu bahwa dia harus menyembunyikan kekuatannya. Dengan pil penekan energi yang diberikan Asmar, energinya akan tampak sangat rendah, hampir tidak terdeteksi.Ketika gilirannya tiba, dia maju dengan percaya diri palsu, menempatkan tangannya di atas kristal. Kilatan cahaya lemah muncul, nyaris tidak menunjukkan tanda kekuatan yang signifikan. Pengawas tes menatapnya dengan tatapan meremehkan."Dasar lemah," gumam salah satu pengawas, mencatat hasilnya di papan. "Kau ditempatkan di bagian dasar. Bergabunglah dengan kelompok pelatihan Kelas E."Zidan hanya tersenyum tipis dan mengangguk, berpura-pura malu. "Bagian dasar," pikirnya. "Justru ini yang kubutuhkan untuk tetap tidak mencolok.

  • ALKEMIS TERAKHIR    42. Rencana Penyusupan

    Setelah beberapa menit berlari, tim kecil itu akhirnya berhasil mencapai batas aman. Mereka menunggu di tepi hutan, berharap Kakek Suma akan menyusul. Tak lama kemudian, suara langkah terdengar, dan Kakek Suma muncul, meski dengan beberapa luka di lengannya.“Kau baik-baik saja, Kakek?” tanya Zidan cemas.“Ini hanya luka kecil,” jawab Kakek Suma sambil tersenyum. “Yang penting, misi kita berhasil.”Asmar memeriksa luka-luka Kakek Suma dengan cepat dan memberikan pil penyembuh untuk membantunya pulih. Sementara itu, Hans mengamati kejauhan, memastikan tidak ada lagi musuh yang mengejar mereka.“Mereka akan membutuhkan waktu untuk pulih dari kerugian ini,” kata Hans. “Kita berhasil membuat mereka mundur sementara.”Zidan melihat timnya dengan rasa bangga dan lega. Ini adalah pelajaran penting baginya, bahwa keberanian dan strategi adalah kunci kemenangan. Tetapi ia juga menyadari bahwa pertempuran ini hanyalah awal dari perjuangan panjang melawan Kekaisaran Arzan.Meskipun berhasil melu

  • ALKEMIS TERAKHIR    42. Serangan Diam-Diam

    Setelah perjalanan panjang penuh ketegangan, tim berhasil kembali ke benteng. Mereka disambut dengan sorak-sorai para prajurit yang mendengar kabar keberhasilan misi tersebut.“Kakek, kau berhasil!” seru Zidan yang telah menunggu dengan cemas.“Ini hanyalah awal,” jawab Kakek Suma sambil menghela napas. “Kita telah memberi mereka pukulan keras, tapi ini juga akan memancing amarah Arzan. Mereka tidak akan diam saja setelah ini.”Hans berdiri di dekatnya, wajahnya serius meskipun ada kebanggaan yang terpancar. “Mereka kehilangan persenjataan besar. Itu akan memperlambat mereka, tapi kita harus bersiap menghadapi serangan balasan.”Kemenangan kecil ini menjadi pengingat bahwa meskipun Arzan adalah kekuatan besar, mereka bukanlah musuh yang tak terkalahkan. Semangat di benteng meningkat, tetapi semua orang tahu bahwa pertempuran sebenarnya baru saja dimulai.Sementara di benteng, euforia kemenangan masih terasa. Zidan melihat Kakek Suma berdiri di menara pengawas, memandang cakrawala deng

  • ALKEMIS TERAKHIR    41. Misi Rahasia

    Kakek Suma memandang mereka semua dengan mata tajam. “Kita akan mulai dengan membangun aliansi yang lebih kuat. Tapi sebelum itu, kita harus memastikan benteng ini benar-benar siap menghadapi serangan besar. Kita tidak boleh lengah.”Semua orang mengangguk setuju. Perjuangan mereka baru saja dimulai.Hari-hari berlalu dengan intensitas tinggi di benteng. Zidan terus berlatih keras, sementara Hans memimpin upaya memperkuat pertahanan. Asmar dan Kakek Suma bekerja sama untuk menciptakan rencana yang lebih matang.Di ruang rapat, Kakek Suma membentangkan peta besar di atas meja. Wilayah-wilayah yang telah dikuasai Arzan ditandai dengan tinta merah. “Mereka bergerak cepat,” katanya. “Kerajaan kecil di utara sudah menyerah, dan beberapa wilayah perbatasan lainnya mungkin sudah dikuasai.”“Tapi mereka belum menyerang kita langsung,” kata Hans sambil mengamati peta. “Apa itu berarti mereka masih merencanakan sesuatu?”“Tepat,” jawab Kakek Suma. “Mereka sedang mempersiapkan serangan besar, da

  • ALKEMIS TERAKHIR    40. Membentuk Aliansi

    Setelah beberapa saat, ia akhirnya mengangguk pelan. “Baiklah, aku akan mengirimkan satu pasukan kecil sebagai tanda niat baik. Tapi jika Arzan mengetahuinya, aku harap kalian punya rencana untuk melindungi kami.”Ketika pertemuan berakhir, Zidan merasa lega meski hanya sedikit. Ia tahu jalan untuk membentuk aliansi masih panjang dan penuh rintangan. Namun, keberhasilan kecil ini membuatnya merasa lebih yakin akan perannya dalam perjuangan ini.“Aku tidak menyangka kau bisa berbicara seperti itu,” puji Asmar saat mereka kembali ke penginapan.Zidan tersenyum kecil. “Aku hanya berkata apa yang kurasa benar. Kita tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang ketakutan.”Kakek Suma menepuk bahunya. “Kau telah membuat langkah besar, Zidan. Tapi ingat, jalan kita masih panjang. Perjuangan ini membutuhkan lebih dari sekadar kata-kata. Kau harus terus berlatih, karena musuh yang sebenarnya masih menunggu di depan.”Zidan mengangguk. Ia tahu, ancaman Arzan adalah kenyataan yang tak bisa diabaika

  • ALKEMIS TERAKHIR    39. Kesepakatan Yang Sulit

    Perjalanan menuju Kerajaan Lien bukanlah hal yang mudah. Setelah memutuskan untuk bergerak secara rahasia, Kakek Suma, Zidan, Hans, dan Asmar harus menyusuri jalur-jalur tersembunyi yang penuh risiko. Pasukan Arzan diketahui meronda di berbagai wilayah, menjadikan setiap langkah penuh kehati-hatian.Malam itu, ketika bulan hanya terlihat separuh, mereka melewati hutan lebat yang dikenal sebagai Hutan Awan Hitam. Kabut tebal menyelimuti setiap sudut, membuat pandangan menjadi terbatas. Hans yang memimpin perjalanan memerintahkan mereka untuk memperlambat langkah."Berhati-hatilah," bisiknya sambil memegang pedang di pinggangnya. "Pasukan Arzan sering menggunakan tempat ini sebagai jalur patroli."Zidan, yang mengikuti di belakang, merasa waspada. Meski ia sudah mulai menguasai bela diri di bawah bimbingan Kakek Suma, ia tahu bahwa pengalaman tempurnya masih minim. Kakek Suma, yang tampak tenang, sesekali menepuk pundaknya untuk memberinya rasa percaya diri.Saat mereka hampir mencapai

  • ALKEMIS TERAKHIR    38. Latihan Ganda

    Setelah diskusi panjang, Kakek Suma mulai membagi tugas. Hans diminta memimpin tim untuk menyampaikan pesan perdamaian ke kerajaan-kerajaan kecil yang masih ragu. Sementara itu, Zidan diberi tanggung jawab baru: belajar memahami seni diplomasi, sesuatu yang sangat berbeda dari latihan bela diri dan alkimia yang selama ini ia jalani.“Asmar, aku butuh kau untuk melatih Zidan bicara dengan para bangsawan. Mereka mungkin tidak akan mempercayai anak muda, kecuali jika ia membawa wibawa,” ujar Kakek Suma.Asmar tersenyum. “Diplomasi adalah seni yang lebih sulit dari membuat pil penyembuh. Tapi aku yakin Zidan bisa.”“Jangan terlalu yakin dulu,” gumam Zidan, yang merasa gugup tapi juga tertantang.Di sisi lain, Hans mempersiapkan timnya untuk pergi ke kerajaan tetangga. “Kita harus bergerak cepat. Jika Arzan mendengar kita mencoba membuat aliansi, mereka pasti akan mengirim ancaman untuk mematahkan semangat para raja itu,” katanya tegas.Hans membawa pesan resmi dari Raja Adrian untuk menaw

DMCA.com Protection Status