Setelah beberapa saat, ia akhirnya mengangguk pelan. “Baiklah, aku akan mengirimkan satu pasukan kecil sebagai tanda niat baik. Tapi jika Arzan mengetahuinya, aku harap kalian punya rencana untuk melindungi kami.”Ketika pertemuan berakhir, Zidan merasa lega meski hanya sedikit. Ia tahu jalan untuk membentuk aliansi masih panjang dan penuh rintangan. Namun, keberhasilan kecil ini membuatnya merasa lebih yakin akan perannya dalam perjuangan ini.“Aku tidak menyangka kau bisa berbicara seperti itu,” puji Asmar saat mereka kembali ke penginapan.Zidan tersenyum kecil. “Aku hanya berkata apa yang kurasa benar. Kita tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang ketakutan.”Kakek Suma menepuk bahunya. “Kau telah membuat langkah besar, Zidan. Tapi ingat, jalan kita masih panjang. Perjuangan ini membutuhkan lebih dari sekadar kata-kata. Kau harus terus berlatih, karena musuh yang sebenarnya masih menunggu di depan.”Zidan mengangguk. Ia tahu, ancaman Arzan adalah kenyataan yang tak bisa diabaika
Kakek Suma memandang mereka semua dengan mata tajam. “Kita akan mulai dengan membangun aliansi yang lebih kuat. Tapi sebelum itu, kita harus memastikan benteng ini benar-benar siap menghadapi serangan besar. Kita tidak boleh lengah.”Semua orang mengangguk setuju. Perjuangan mereka baru saja dimulai.Hari-hari berlalu dengan intensitas tinggi di benteng. Zidan terus berlatih keras, sementara Hans memimpin upaya memperkuat pertahanan. Asmar dan Kakek Suma bekerja sama untuk menciptakan rencana yang lebih matang.Di ruang rapat, Kakek Suma membentangkan peta besar di atas meja. Wilayah-wilayah yang telah dikuasai Arzan ditandai dengan tinta merah. “Mereka bergerak cepat,” katanya. “Kerajaan kecil di utara sudah menyerah, dan beberapa wilayah perbatasan lainnya mungkin sudah dikuasai.”“Tapi mereka belum menyerang kita langsung,” kata Hans sambil mengamati peta. “Apa itu berarti mereka masih merencanakan sesuatu?”“Tepat,” jawab Kakek Suma. “Mereka sedang mempersiapkan serangan besar, da
Setelah perjalanan panjang penuh ketegangan, tim berhasil kembali ke benteng. Mereka disambut dengan sorak-sorai para prajurit yang mendengar kabar keberhasilan misi tersebut.“Kakek, kau berhasil!” seru Zidan yang telah menunggu dengan cemas.“Ini hanyalah awal,” jawab Kakek Suma sambil menghela napas. “Kita telah memberi mereka pukulan keras, tapi ini juga akan memancing amarah Arzan. Mereka tidak akan diam saja setelah ini.”Hans berdiri di dekatnya, wajahnya serius meskipun ada kebanggaan yang terpancar. “Mereka kehilangan persenjataan besar. Itu akan memperlambat mereka, tapi kita harus bersiap menghadapi serangan balasan.”Kemenangan kecil ini menjadi pengingat bahwa meskipun Arzan adalah kekuatan besar, mereka bukanlah musuh yang tak terkalahkan. Semangat di benteng meningkat, tetapi semua orang tahu bahwa pertempuran sebenarnya baru saja dimulai.Sementara di benteng, euforia kemenangan masih terasa. Zidan melihat Kakek Suma berdiri di menara pengawas, memandang cakrawala deng
Setelah beberapa menit berlari, tim kecil itu akhirnya berhasil mencapai batas aman. Mereka menunggu di tepi hutan, berharap Kakek Suma akan menyusul. Tak lama kemudian, suara langkah terdengar, dan Kakek Suma muncul, meski dengan beberapa luka di lengannya.“Kau baik-baik saja, Kakek?” tanya Zidan cemas.“Ini hanya luka kecil,” jawab Kakek Suma sambil tersenyum. “Yang penting, misi kita berhasil.”Asmar memeriksa luka-luka Kakek Suma dengan cepat dan memberikan pil penyembuh untuk membantunya pulih. Sementara itu, Hans mengamati kejauhan, memastikan tidak ada lagi musuh yang mengejar mereka.“Mereka akan membutuhkan waktu untuk pulih dari kerugian ini,” kata Hans. “Kita berhasil membuat mereka mundur sementara.”Zidan melihat timnya dengan rasa bangga dan lega. Ini adalah pelajaran penting baginya, bahwa keberanian dan strategi adalah kunci kemenangan. Tetapi ia juga menyadari bahwa pertempuran ini hanyalah awal dari perjuangan panjang melawan Kekaisaran Arzan.Meskipun berhasil melu
Zidan menarik napas dalam-dalam sebelum melangkah ke area tes kekuatan. Tempat itu dipenuhi aura tekanan, dengan para peserta yang terlihat tegang menunggu giliran mereka. Di hadapannya berdiri sebuah kristal besar, alat yang digunakan untuk mendeteksi dan mengukur kekuatan energi internal seseorang. Zidan tahu bahwa dia harus menyembunyikan kekuatannya. Dengan pil penekan energi yang diberikan Asmar, energinya akan tampak sangat rendah, hampir tidak terdeteksi.Ketika gilirannya tiba, dia maju dengan percaya diri palsu, menempatkan tangannya di atas kristal. Kilatan cahaya lemah muncul, nyaris tidak menunjukkan tanda kekuatan yang signifikan. Pengawas tes menatapnya dengan tatapan meremehkan."Dasar lemah," gumam salah satu pengawas, mencatat hasilnya di papan. "Kau ditempatkan di bagian dasar. Bergabunglah dengan kelompok pelatihan Kelas E."Zidan hanya tersenyum tipis dan mengangguk, berpura-pura malu. "Bagian dasar," pikirnya. "Justru ini yang kubutuhkan untuk tetap tidak mencolok.
“Kita sama-sama berjuan untuk masa depan, aku suka dengan semangatmu, jadi suatu hari nanti kita bisa bekerjasama, kau dari kerajaan mana?”Zidan terdiam sejenak ia memikirkan jawaban yang tepat, “Lien… iya kerajaan Lien,”Elric menlihat gegat aneh yang tak biasa dari jawab Zidan.“Benarkah? Apa kau tak berbohong?” Elric mengulang pertanyaannya, matanya menyipit menatap Zidan seolah mencoba menangkap kebohongan.Daren langsung bereaksi, melambaikan tangan ke arah Elric dengan ekspresi tidak sabar. “Kau ini bicara apa? Tentu saja dia tidak berbohong! Untuk apa juga Zidan berbohong?”Elric mengangkat bahu, terlihat acuh. “Aku hanya memastikan saja. Tidak ada salahnya berhati-hati, bukan?”Daren mendengus, menatap Elric dengan pandangan menuduh. “Hati-hati? Apa yang perlu dipastikan? Kau malah yang tampak mencurigakan.”Elric terkesiap, ekspresinya berubah sedikit defensif. “Aku? Kau mencurigai aku? Tentang apa?”“Kau tidak pernah menyebutkan asal mu pada kami, bukan?” balas Daren, menyi
“Hah, klan bawah? Mana mungkin aku bisa berada di sini?” Zidan mencoba terdengar kebingungan sambil menggaruk kepalanya, meskipun sebenarnya ia hanya berpura-pura. Ia tahu bahwa ia harus tetap berbaur dan tidak boleh menunjukkan apapun yang mencurigakan.Elric, yang bersandar santai di dekat jendela, tertawa kecil sambil melirik Zidan. “Ah iya, benar juga. Tapi kenapa banyak yang tidak kamu ketahui?” tanyanya, nadanya terdengar seperti campuran antara penasaran dan mengejek.“Iya, aku memang selalu jarang masuk kelas,” jawab Zidan sambil berusaha terdengar tidak peduli. Ia menambahkan sedikit tawa untuk menutupi rasa gugupnya.“Kau memang hebat,” puji Daren dengan nada tulus, meskipun ada sedikit kesamaan dalam caranya berbicara—seolah ia melihat dirinya sendiri dalam Zidan. Daren sering membanggakan diri karena suka melewatkan pelajaran dan lebih mengandalkan bakat alaminya, meskipun itu tidak selalu membawa hasil yang baik.“Sebaiknya kita istirahat,” kata Kyro yang lebih serius, sa
Latihan dasar selesai, dan para murid dipersilakan untuk istirahat sejenak sebelum sesi berikutnya dimulai. Zidan duduk di bawah naungan pohon besar di pinggir lapangan, mencoba menenangkan pikirannya. Ia memandangi murid-murid lain yang sedang bercanda, beberapa berbicara serius, dan lainnya hanya duduk diam, menikmati waktu tenang mereka.Elric, yang membawa sebotol air, menghampiri Zidan. “Jadi, kau punya jurus dasar yang cukup baik untuk pemula. Tapi kalau kau ingin bertahan di akademi ini, kau perlu lebih dari itu,” katanya, menyerahkan botol air kepadanya.“Terima kasih,” jawab Zidan, menerima botol tersebut. “Aku tahu, aku masih harus belajar banyak.”Daren tiba-tiba bergabung, menjatuhkan dirinya ke rumput di sebelah Zidan. “Jangan dengarkan Elric. Dia sendiri lebih suka menghindari latihan daripada benar-benar belajar. Kalau kau butuh bantuan, aku di sini.”“Hey, aku ada di sini, kan?” balas Elric dengan nada setengah bercanda. “Tapi aku penasaran, Zidan. Kenapa kau masuk ke
Zidan berdiri di tengah reruntuhan istana Arzan, menatap medan pertempuran yang kini mulai mereda. Udara masih dipenuhi debu, bau darah dan mesiu bercampur dengan angin malam yang dingin."Kyro, cari yang terluka dan kumpulkan mereka di pusat kota!" perintah Zidan, suaranya penuh kewibawaan meski kelelahan jelas terasa.Kyro mengangguk dan segera bergerak, bersama beberapa alkemis lain yang masih mampu berdiri."Asmar, periksa reruntuhan. Ada kemungkinan beberapa orang masih terjebak di bawah sana," lanjutnya.Asmar tanpa ragu mulai menggambar lingkaran alkemis di tanah. Dengan kekuatan alkeminya, batu-batu besar perlahan bergerak, membuka jalur bagi mereka yang mungkin masih hidup di bawah puing-puing.Di sisi lain, Kakek Suma memimpin pasukan alkemis yang tersisa, menahan sisa-sisa pengawal kerajaan yang menyerah. "Mereka yang menyerah, ikat dan kumpulkan. Kita akan menentukan nasib mereka nanti," katanya tegas.Zidan berjalan ke tengah kota yang porak-poranda. Beberapa warga sipil
Zidan menggenggam pedangnya erat, tubuhnya dipenuhi luka, tapi semangatnya tidak padam. Energi biru yang mengelilinginya berkobar semakin kuat, berdenyut seperti jantung yang penuh amarah.Makhluk bayangan itu menatapnya dengan tatapan kosong, sebelum akhirnya mengangkat tangannya. Kabut hitam di sekelilingnya berputar seperti badai, membentuk tombak kegelapan raksasa."MATI!" raung makhluk itu, melemparkan tombak tersebut ke arah Zidan dengan kecepatan kilat.BOOM!Zidan melompat ke samping tepat sebelum tombak itu menghantam lantai, menciptakan kawah besar dan meruntuhkan sebagian dinding perpustakaan. Batu dan pecahan kayu beterbangan, menyelimuti medan pertempuran dengan debu tebal.Dari dalam kabut, makhluk itu melesat ke arah Zidan dengan kecepatan tak kasat mata!CLANG!Pedang Zidan bertemu dengan cakar hitam makhluk itu, menciptakan percikan energi yang menyilaukan. Tubuh Zidan terdorong ke belakang oleh kekuatan luar biasa, tapi dia tetap bertahan."Asmar! Beri dia dukungan!"
Zidan mengatur napasnya, darah mengalir dari luka di pelipisnya. Ia dan kelompoknya telah terpojok di dalam Perpustakaan Terlarang, dikelilingi oleh Zarif, Jenderal Morvath, dan pasukan kekaisaran. "Dinding mulai runtuh," bisik Kyro. "Kita tak bisa bertahan lama di sini." Asmar menekan luka di bahunya, matanya tajam mengamati Morvath. "Jadi ini rencana Kaisar? Menghapus seluruh jejak sejarah alkemis?" Morvath menyeringai. "Sejarah tidak lebih dari beban bagi yang lemah. Kaisar menginginkan kekuatan sejati." Zarif melangkah maju. "Tak perlu banyak bicara. Kita akhiri mereka sekarang." Zidan tidak menunggu. Dengan gerakan cepat, ia menjejak tanah, menciptakan gelombang energi yang menghantam lantai. Batu-batu berhamburan, menciptakan kabut debu yang menghalangi pandangan. "SEKARANG!" teriaknya. Kyro melemparkan bom asap, mempertebal kabut. Dalam kekacauan itu, Zidan berlari ke arah Morvath, mengayunkan pedangnya dengan sekuat tenaga. Tebasan itu hampir mengenai Morvath
Ruangan masih dipenuhi asap akibat ledakan. Zidan mengatur napasnya, matanya tetap waspada mengawasi tubuh Zarif yang tergeletak tak berdaya di lantai. Namun, ia tahu bahwa kemenangan ini hanya permulaan dari pertarungan yang lebih besar. "Asmar, kita harus pergi sekarang," ucap Zidan tegas. Asmar mengangguk. "Terowongan ini tidak akan bertahan lama. Kita harus menuju ke bagian terdalam istana sebelum pasukan lain datang." Mereka bergerak cepat melalui lorong bawah tanah, langkah mereka tergesa-gesa namun tetap berhati-hati. Zidan merasakan atmosfer yang semakin mencekam—seperti ada sesuatu yang mengawasi mereka dari kegelapan. Saat mereka mencapai persimpangan lorong, suara langkah kaki mendekat dengan cepat. Zidan memberi isyarat agar semua berhenti. Dari kejauhan, terlihat sekelompok pengawal istana yang membawa obor, menerangi lorong yang remang. "Tidak ada jalan mundur," bisik Kyro, menggenggam belatinya erat. "Tidak," Zidan menggeleng. "Kita akan membuat mereka kehil
Dengan Asmar kini berada di sisi mereka, ketegangan semakin memuncak. Zidan tahu bahwa mereka sudah berada di ujung jurang—hanya dengan pergerakan cepat dan strategi yang cermat mereka bisa selamat. Namun, tantangan yang dihadapi tidak hanya fisik, tetapi juga banyak rahasia yang harus diungkap.Setelah mendiskusikan rencana mereka dengan Asmar, Zidan merasa seluruh beban tanggung jawab terletak di pundaknya. Kerajaan yang sudah begitu kuat dan pengkhianatan yang terjalin rapat membuat setiap langkah yang mereka ambil berpotensi menjadi jalan menuju kehancuran.Asmar mengisyaratkan agar mereka bergerak lebih cepat. "Pintu belakang sudah pasti telah dibuka. Kerajaan tidak akan lama lagi menyadari kita telah memasuki ruang bawah tanah ini. Kita harus menuju pusat kekuatan mereka—dan menemukan cara untuk menghentikan pertempuran alkemis yang telah mereka rencanakan."Zidan mengangguk dan dengan sigap memimpin kelompok menuju jalur yang lebih sempit dan
Baik! Saya akan melanjutkan cerita dengan lebih banyak ketegangan dan intrik. Berikut kelanjutannya:Zidan mengatur napasnya dengan hati-hati saat ia dan teman-temannya bersembunyi di balik bayangan dinding benteng Arzan. Mereka tahu bahwa setiap gerakan ceroboh bisa menarik perhatian pengawal yang berjaga ketat. Elric melirik ke arah Zidan, matanya penuh tanda tanya."Apa rencanamu sekarang?" bisik Elric.Zidan menghela napas, berpikir cepat. "Kita harus menciptakan gangguan. Jika kita hanya menunggu, kita akan terjebak di sini selamanya."Kyro mengangguk, matanya berbinar penuh keberanian. "Aku bisa membuat suara ledakan kecil dengan batu api dan bubuk mesiu yang kubawa. Itu bisa mengalihkan perhatian mereka cukup lama."Daren tersenyum tipis. "Baiklah, begitu mereka terpancing, kita harus bergerak cepat. Tapi bagaimana kita tahu jalur mana yang paling aman?"Zidan merogoh saku jubahnya dan mengeluarkan secarik kertas peta yang ia dapatkan dari seorang informan sebelumnya. "Ada jalu
Zidan melangkah dengan hati-hati, matanya menyapu sekeliling lorong gelap yang dipenuhi bayangan. Nafasnya ditahan, mendengar langkah-langkah kaki yang mendekat. Ia merapat ke dinding, menunggu hingga suara itu menjauh sebelum melanjutkan perjalanan. Harzan telah mencurigainya, dan setiap gerak-geriknya kini dalam pengawasan. Namun, ia tak bisa mundur sekarang.Setelah bertemu Kakek Suma dan mendapatkan petunjuk penting, ia tahu bahwa keberadaannya di Akademi Arzan bukan sekadar kebetulan. Ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi, sesuatu yang melibatkan kekuatan tersembunyi yang bisa mengancam keseimbangan kekaisaran. Namun, sebelum ia bisa bertindak, ia harus memastikan keselamatan Daren, Kyro, dan Elric. Mereka bertiga mungkin belum tahu sepenuhnya bahaya yang mengintai, tetapi mereka adalah orang-orang yang bisa ia percayai.Di dalam kamar mereka, keheningan menggantung saat Zidan menceritakan apa yang ia ketahui. Daren duduk dengan ekspresi serius, sementara Kyro berkacak ping
Mereka berjalan mengikuti para prajurit dengan hati-hati. Meskipun berhasil lolos dari reruntuhan, Zidan merasa bahwa bahaya yang mengintai mereka belum selesai. Setiap langkah yang mereka ambil semakin terasa berat, seakan ada sesuatu yang menunggu di ujung lorong.Elric melirik ke arah Zidan. “Apa kau yakin mereka tidak mencurigai kita?” bisiknya pelan.Zidan menggeleng tanpa menjawab. Ia tidak bisa memastikan. Para prajurit ini mungkin terlihat netral, tetapi siapa yang bisa menjamin bahwa mereka bukan bagian dari rencana yang lebih besar?Saat mereka semakin dekat dengan pintu keluar, salah satu prajurit berhenti dan menoleh ke arah mereka. “Sebelum kalian pergi, aku harus melaporkan keberadaan kalian kepada atasan. Tidak ada murid yang seharusnya berada di sini.”Kyro mengepalkan tangannya. “Kami hanya tersesat, apakah itu benar-benar perlu?”Prajurit itu menatap Kyro dengan dingin. “Aturan tetap aturan.”Zidan bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat. Jika mereka dilaporkan
Zidan merasakan ketegangan memenuhi udara. Pria berjubah hitam itu, yang entah siapa namanya, berdiri dengan senyum menakutkan. Aura gelap yang mengelilinginya seakan menekan mereka semua, membuat napas menjadi lebih berat."Pergi sekarang!" bisik Zidan lagi, matanya masih terpaku pada lawannya.Namun, sebelum teman-temannya bisa bergerak, pria itu mengangkat satu tangannya. Energi hitam berputar di telapak tangannya, menciptakan pusaran angin yang menyedot udara di sekitar mereka."Kalian tidak akan ke mana-mana."Tiba-tiba, dorongan kekuatan besar menghantam mereka. Daren dan Kyro terhempas ke belakang, menabrak dinding batu dengan keras. Elric nyaris terkena serangan, tetapi ia sempat melompat mundur."Zidan, kita tidak bisa meninggalkanmu sendirian!" teriak Elric."Kalau kalian tetap di sini, kita semua mati!" Zidan berteriak balik. Ia merogoh kantongnya dan menggenggam pil yang telah ia siapkan.Pria berjubah hitam melangkah mendekat, matanya menatap tajam ke arah Zidan. "Aku bis