Saka telah mendaftarkan surat perceraiannya ke pengadilan, kini ia hanya tinggal menunggu proses sidang berlangsung. Sebelum benar-benar disidangkan, dua hari lalu sempat ada pemanggilan kepada Saka dan Lidya untuk mengadakan mediasi. Saka memenuhi pemanggilan itu sedangkan Lidya mangkir. Seolah tak peduli dan memang niat berpisah sudah kuat dari perempuan itu. Saka pun sebenarnya sudah malas bertemu dengan Lidya, namun ia hanya berusaha untuk tetap bijaksana. Meskipun sekali lagi, kebijaksanaan Saka selalu disia-siakan. Kini mereka hanya tinggal menunggu persidangan pertama yang rencananya sudah dijadwalkan minggu depan.“Saka, Saka, Saka,” panggil Tristan saat sang teman berjalan cepat di lorong kantor polisi hendak menuju ruang pribadinya.Tristan berlari menyamakan langkah dengan Saka karena pria itu tak kunjung menggubris panggilannya.“Ah elah lu Ka, gue panggil juga malah nyelonong aja.”“Jaga panggilan kamu, kita di k
“Sharena, bagaimana tanggapan kamu setelah semua kebenaran terkuak? Apa kamu berencana untuk memenjarakan Fiona lebih lama?” ujar salah seorang wartawan.Sejak Sharena memasuki ruangan konferensi pers, bidikan kamera dan riuh pertanyaan wartawan menyambutnya dengan hangat. Sharena yang biasanya sangat ceria dan antusias jika tampil di depan publik, kini terlihat lebih tenang dan berwibawa. Dia tidak memiliki tujuan lain selain untuk meluruskan keadaan dan menyampaikan pengunduran dirinya. Biarlah orang mau menilainya menjadi dingin atau apa. Sharena tidak lagi peduli.“Jujur aku kaget dan tidak menyangka dia tega melakukan hal itu padaku hanya karena iri. Aku tidak mau ikut campur urusan sanksi apa yang akan diberikan padanya. Kupasrahkan semuanya pada pihak yang berwenang dan aku akan bersikap kooperatif jika sewaktu-waktu mereka membutuhkan bantuanku,” jawab Sharena diplomatis.“Apa yang mau kamu sampaikan pada para haters
Pada ruang temaram yang berselimut sepi, Saka menatap senyum manis yang sebenarnya terlihat sarat akan lirih. Pria itu baru selesai menonton konferensi pers Sharena yang ditayangkan beberapa stasiun televisi serentak. Begitu selesai, televisi itu lantas dimatikan. Saka beranjak dari ranjangnya, ia berjalan menuju balkon kamarnya. Saat ini Saka memutuskan untuk kembali tinggal di kediaman orang tuanya. Dia berniat menjual rumah yang dulu dia huni bersama mantan istrinya—Lidya.Walaupun rumah itu sudah Saka miliki sebelum dia berumah tangga dengan Lidya namun pria itu sudah berniat memasukkan aset itu dalam pembagian harta gono-gini nanti. Selain itu, Saka juga ingin meninggalkan berbagai hal yang sekiranya akan membuatnya ingat pada kenangannya bersama Lidya. Kecewa yang semula hanya bermuara pada keegoisan Lidya kini bertambah setelah Saka tahu bahwa perempuan itu juga ternyata tega meneror Sharena.Lidya tidak berani menyerang Sharena secara terang-terangan kare
Ramen aneka toping telah tersaji di atas meja, sang pelayan undur diri setelah memastikan tiga porsi ramen yang dipesan tamunya lengkap. Kafe yang menjual makanan khas Jepang ini menjadi pilihan May untuk mengajak Saka berbincang. Mereka memesan ruangan khusus dan tertutup demi menjaga privasi. Acara makan berlangsung dengan damai. Setelah semuanya sama-sama santai dan momennya tepat, May mulai membuka pembicaraan. Public speaking May sebagai seorang manajer tidak perlu diragukan. Penjelasan ihwal tujuannya mengajak Saka berunding sangat singkat, padat, dan mudah dimengerti.Sepanjang May bercerita, perasaan sesal muncul di hati Saka. Dia menganggap dirinya sebagai penyebab utama hal buruk yang dialami Sharena walaupun faktanya Saka tidak tahu apa-apa. Sementara Sharena, dia hanya membisu dan fokus pada makanannya yang belum habis. Hati kecil gadis itu ingin melarikan diri dari situasi ini. Niatnya yang ingin menghilang secara diam-diam dari kehidupan Saka gagal total karena May."Ja
Dua tahun kemudian ... Waktu berjalan sangat cepat. Membawa setiap insan pada halaman kehidupan yang sama sekali berbeda dari masa yang telah ditinggalkan. Setiap hal berotasi, mengalami perubahan dengan atau tanpa disadari. Di antara banyaknya perubahan, ada satu hal yang tetap dipertahankan oleh Sakalangit Bastara. Kesendirian yang dipeluk masih tetap sama sejak kata talak terucap dan pengadilan meresmikan perpisahannya dengan Lidya. Ini bukan perkara sudah atau belum melupakan masa lalu. Bukan juga tentang ada atau tidaknya hati baru yang berusaha menyentuh kehidupan Saka. Pria itu hanya sedang menikmati masa-masa pemulihan yang sungguh menyembuhkan semua kepiluan hatinya. Dia sadar bahwa luka yang dulu tertoreh hanya bisa disembuhkan oleh dirinya sendiri, bukan orang lain. Oleh karena itu, Saka sangat fokus pada dirinya sendiri dan keluarga. Menyelesaikan semua tanggung jawab dengan penuh sambil berusaha membahagiakan kedua orang tuanya. Meskipun sudah tampak baik-baik saja, nya
"Ya Allah, parah banget longsornya, Bah," kata Sharena sedang mendampingi abahnya melihat bencana alam yang menimpa salah satu kampung yang sebenarnya cukup dekat dengan kampung Sharena. Wilayahnya masih berada di kawasan desa yang sama, cuma terpisah oleh satu sungai saja. Hujan lebat yang semalam mengguyur tempat itu membawa bencana dahsyat. Puluhan rumah warga yang dekat dengan lereng gunung tertimbun. Kabarnya sampai menimbulkan korban jiwa, beberapa sudah ditemukan sedangkan sisanya masih proses evakuasi. "Iya, astagfitullah, rumah Uwa kamu juga habis tertimbun, Ren. Sekarang dia sudah ada di pengungsian, kita temui dia dulu baru nanti Abah mau gabung sama warga dalam mengevakuasi korban." Sharena mengangguk paham, mereka lanjut berjalan menyusuri jalanan basah dan lengket. Maklum akses menuju kampung seberang masih cukup sulit. Setelah melewati jembatan kayu yang membentang di atas sungai perbatasan, mereka harus berjalan sekitar 300 meter jauhnya. Kendaraan bermotor tidak mem
“Euleuh ... euleuh ... bah Jana sama siapa itu? Meuni kasep pisan!” puji Esih terpesona melihat ketampanan dua orang pemuda yang tampak asing di matanya.Esih yakin dua pemuda itu bukan orang kampung sana, bahkan dia juga meyakini tidak ada orang seperti itu di desa Sukasari ini. Dua pemuda itu dan abah Jana baru selesai melaksanakan sembahyang salat Isya. Mereka masih di selasar masjid, tampak sedang asyik mengobrol.“Enggak bisa dibiarkan, mesti laporan sama Sharena ini.”Gegas wanita bertubuh agak berisi itu melesat pergi—menjauhi area masjid demi menyusul Sharena di rumahnya.“Lain kali kalau pak Saka dan yang lainnya mau menggunakan kamar mandi di masjid ini langsung datang saja, ya. Sekalian bisa sambil salat berjamaah sama warga sini,” tutur Jana, sebagai tuan rumah untuk para tamunya, dia memperlakukan Saka dan yang lain dengan sangat baik.“Terima kasih sebelumnya, Pak. Tapi sepertinya cukup untuk malam ini saja, kalau bala bantuan tambahan sudah datang kemungkinan kami akan
Sharena menatap Saka dari jauh, bersembunyi di balik pohon mangga sambil memeluk rantang berisi makanan yang sengaja dia masak untuk Saka. Usai membantu para relawan memasak makan siang untuk para korban di dapur umum, Sharena sengaja memasak menu tambahan yang spesial dia buat hanya untuk Saka. Semangat itu begitu menggebu sebelumnya, namun kini, ketika Sharena hanya tinggal memberikan hasil karyanya tiba-tiba dia dera keraguan yang begitu besar. Dia masih belum lupa tentang fakta bahwa Saka sudah memiliki istri. Walaupun sedang berada jauh dari Lidya, tetap saja pria itu milik Lidya. Tidakkah tindakan dan perhatian Sharena ini hanya akan membuat Saka tidak nyaman nantinya? “Aduh, kasih jangan ya? Kalau dikasih sama pak Saka nanti dia berpikir macam-macam lagi tentang niatku tapi kalau enggak dikasih kan mubazir.” “Dor!” “Astagfirullah!” kaget Sharena refleks memukul orang yang mengejutkannya. Di tengah kebimbangan yang melanda hati Sharena tiba-tiba dia dikejutkan oleh kemuncula
Kurang lebih empat hari sudah Saka berada di desa Sukasari, ia dan tim menjalankan tugas dengan sangat baik sampai semua korban berhasil dievakuasi. Desa Sukasari dan sekitarnya berduka sangat dalam. Para korban sudah dimakamkan secara masal dan bala bantuan terus berdatangan setiap harinya. Mereka yang kehilangan sanak saudara dan tempat tinggal masih memerlukan uluran tangan saudara-saudaranya. Dengan berakhirnya proses pencarian korban, bisa dikatakan berakhir pula tugas Sakalangit di sana. Menurut kabar yang beredar, Saka akan kembali ke kota dua hari lagi. Malah sebagian anggota timnya sudah kembali lebih dulu atas perintah pria itu. Sharena ketar-ketir mendengar itu, dia belum sempat mengobrol banyak lagi dengan pria pujaannya setelah siang itu. Setiap Sharena mau menemui Saka pasti selalu ada gangguan. Pria itu sibuk luar biasa, kondisinya juga genting jadi sangat tidak etis jika gadis itu menyita waktu Saka terlalu banyak. Sore ini, Sharena sedang sibuk menggalau di kamarnya,
Sharena menatap Saka dari jauh, bersembunyi di balik pohon mangga sambil memeluk rantang berisi makanan yang sengaja dia masak untuk Saka. Usai membantu para relawan memasak makan siang untuk para korban di dapur umum, Sharena sengaja memasak menu tambahan yang spesial dia buat hanya untuk Saka. Semangat itu begitu menggebu sebelumnya, namun kini, ketika Sharena hanya tinggal memberikan hasil karyanya tiba-tiba dia dera keraguan yang begitu besar. Dia masih belum lupa tentang fakta bahwa Saka sudah memiliki istri. Walaupun sedang berada jauh dari Lidya, tetap saja pria itu milik Lidya. Tidakkah tindakan dan perhatian Sharena ini hanya akan membuat Saka tidak nyaman nantinya? “Aduh, kasih jangan ya? Kalau dikasih sama pak Saka nanti dia berpikir macam-macam lagi tentang niatku tapi kalau enggak dikasih kan mubazir.” “Dor!” “Astagfirullah!” kaget Sharena refleks memukul orang yang mengejutkannya. Di tengah kebimbangan yang melanda hati Sharena tiba-tiba dia dikejutkan oleh kemuncula
“Euleuh ... euleuh ... bah Jana sama siapa itu? Meuni kasep pisan!” puji Esih terpesona melihat ketampanan dua orang pemuda yang tampak asing di matanya.Esih yakin dua pemuda itu bukan orang kampung sana, bahkan dia juga meyakini tidak ada orang seperti itu di desa Sukasari ini. Dua pemuda itu dan abah Jana baru selesai melaksanakan sembahyang salat Isya. Mereka masih di selasar masjid, tampak sedang asyik mengobrol.“Enggak bisa dibiarkan, mesti laporan sama Sharena ini.”Gegas wanita bertubuh agak berisi itu melesat pergi—menjauhi area masjid demi menyusul Sharena di rumahnya.“Lain kali kalau pak Saka dan yang lainnya mau menggunakan kamar mandi di masjid ini langsung datang saja, ya. Sekalian bisa sambil salat berjamaah sama warga sini,” tutur Jana, sebagai tuan rumah untuk para tamunya, dia memperlakukan Saka dan yang lain dengan sangat baik.“Terima kasih sebelumnya, Pak. Tapi sepertinya cukup untuk malam ini saja, kalau bala bantuan tambahan sudah datang kemungkinan kami akan
"Ya Allah, parah banget longsornya, Bah," kata Sharena sedang mendampingi abahnya melihat bencana alam yang menimpa salah satu kampung yang sebenarnya cukup dekat dengan kampung Sharena. Wilayahnya masih berada di kawasan desa yang sama, cuma terpisah oleh satu sungai saja. Hujan lebat yang semalam mengguyur tempat itu membawa bencana dahsyat. Puluhan rumah warga yang dekat dengan lereng gunung tertimbun. Kabarnya sampai menimbulkan korban jiwa, beberapa sudah ditemukan sedangkan sisanya masih proses evakuasi. "Iya, astagfitullah, rumah Uwa kamu juga habis tertimbun, Ren. Sekarang dia sudah ada di pengungsian, kita temui dia dulu baru nanti Abah mau gabung sama warga dalam mengevakuasi korban." Sharena mengangguk paham, mereka lanjut berjalan menyusuri jalanan basah dan lengket. Maklum akses menuju kampung seberang masih cukup sulit. Setelah melewati jembatan kayu yang membentang di atas sungai perbatasan, mereka harus berjalan sekitar 300 meter jauhnya. Kendaraan bermotor tidak mem
Dua tahun kemudian ... Waktu berjalan sangat cepat. Membawa setiap insan pada halaman kehidupan yang sama sekali berbeda dari masa yang telah ditinggalkan. Setiap hal berotasi, mengalami perubahan dengan atau tanpa disadari. Di antara banyaknya perubahan, ada satu hal yang tetap dipertahankan oleh Sakalangit Bastara. Kesendirian yang dipeluk masih tetap sama sejak kata talak terucap dan pengadilan meresmikan perpisahannya dengan Lidya. Ini bukan perkara sudah atau belum melupakan masa lalu. Bukan juga tentang ada atau tidaknya hati baru yang berusaha menyentuh kehidupan Saka. Pria itu hanya sedang menikmati masa-masa pemulihan yang sungguh menyembuhkan semua kepiluan hatinya. Dia sadar bahwa luka yang dulu tertoreh hanya bisa disembuhkan oleh dirinya sendiri, bukan orang lain. Oleh karena itu, Saka sangat fokus pada dirinya sendiri dan keluarga. Menyelesaikan semua tanggung jawab dengan penuh sambil berusaha membahagiakan kedua orang tuanya. Meskipun sudah tampak baik-baik saja, nya
Ramen aneka toping telah tersaji di atas meja, sang pelayan undur diri setelah memastikan tiga porsi ramen yang dipesan tamunya lengkap. Kafe yang menjual makanan khas Jepang ini menjadi pilihan May untuk mengajak Saka berbincang. Mereka memesan ruangan khusus dan tertutup demi menjaga privasi. Acara makan berlangsung dengan damai. Setelah semuanya sama-sama santai dan momennya tepat, May mulai membuka pembicaraan. Public speaking May sebagai seorang manajer tidak perlu diragukan. Penjelasan ihwal tujuannya mengajak Saka berunding sangat singkat, padat, dan mudah dimengerti.Sepanjang May bercerita, perasaan sesal muncul di hati Saka. Dia menganggap dirinya sebagai penyebab utama hal buruk yang dialami Sharena walaupun faktanya Saka tidak tahu apa-apa. Sementara Sharena, dia hanya membisu dan fokus pada makanannya yang belum habis. Hati kecil gadis itu ingin melarikan diri dari situasi ini. Niatnya yang ingin menghilang secara diam-diam dari kehidupan Saka gagal total karena May."Ja
Pada ruang temaram yang berselimut sepi, Saka menatap senyum manis yang sebenarnya terlihat sarat akan lirih. Pria itu baru selesai menonton konferensi pers Sharena yang ditayangkan beberapa stasiun televisi serentak. Begitu selesai, televisi itu lantas dimatikan. Saka beranjak dari ranjangnya, ia berjalan menuju balkon kamarnya. Saat ini Saka memutuskan untuk kembali tinggal di kediaman orang tuanya. Dia berniat menjual rumah yang dulu dia huni bersama mantan istrinya—Lidya.Walaupun rumah itu sudah Saka miliki sebelum dia berumah tangga dengan Lidya namun pria itu sudah berniat memasukkan aset itu dalam pembagian harta gono-gini nanti. Selain itu, Saka juga ingin meninggalkan berbagai hal yang sekiranya akan membuatnya ingat pada kenangannya bersama Lidya. Kecewa yang semula hanya bermuara pada keegoisan Lidya kini bertambah setelah Saka tahu bahwa perempuan itu juga ternyata tega meneror Sharena.Lidya tidak berani menyerang Sharena secara terang-terangan kare
“Sharena, bagaimana tanggapan kamu setelah semua kebenaran terkuak? Apa kamu berencana untuk memenjarakan Fiona lebih lama?” ujar salah seorang wartawan.Sejak Sharena memasuki ruangan konferensi pers, bidikan kamera dan riuh pertanyaan wartawan menyambutnya dengan hangat. Sharena yang biasanya sangat ceria dan antusias jika tampil di depan publik, kini terlihat lebih tenang dan berwibawa. Dia tidak memiliki tujuan lain selain untuk meluruskan keadaan dan menyampaikan pengunduran dirinya. Biarlah orang mau menilainya menjadi dingin atau apa. Sharena tidak lagi peduli.“Jujur aku kaget dan tidak menyangka dia tega melakukan hal itu padaku hanya karena iri. Aku tidak mau ikut campur urusan sanksi apa yang akan diberikan padanya. Kupasrahkan semuanya pada pihak yang berwenang dan aku akan bersikap kooperatif jika sewaktu-waktu mereka membutuhkan bantuanku,” jawab Sharena diplomatis.“Apa yang mau kamu sampaikan pada para haters
Saka telah mendaftarkan surat perceraiannya ke pengadilan, kini ia hanya tinggal menunggu proses sidang berlangsung. Sebelum benar-benar disidangkan, dua hari lalu sempat ada pemanggilan kepada Saka dan Lidya untuk mengadakan mediasi. Saka memenuhi pemanggilan itu sedangkan Lidya mangkir. Seolah tak peduli dan memang niat berpisah sudah kuat dari perempuan itu. Saka pun sebenarnya sudah malas bertemu dengan Lidya, namun ia hanya berusaha untuk tetap bijaksana. Meskipun sekali lagi, kebijaksanaan Saka selalu disia-siakan. Kini mereka hanya tinggal menunggu persidangan pertama yang rencananya sudah dijadwalkan minggu depan.“Saka, Saka, Saka,” panggil Tristan saat sang teman berjalan cepat di lorong kantor polisi hendak menuju ruang pribadinya.Tristan berlari menyamakan langkah dengan Saka karena pria itu tak kunjung menggubris panggilannya.“Ah elah lu Ka, gue panggil juga malah nyelonong aja.”“Jaga panggilan kamu, kita di k