Aku juga bisa cantik
MakeoverBagian 2Dua hari telah berlalu dari saat itu. Saat sedang mengasuh Rahma tiba-tiba Ririn temanku menelepon."Ratih, aku mau nanya, besok rencana kamu mau pakai baju apa untuk acara kantor? Kita samaan yuk biar seru.""Acara kantor? Acara kantor apa Rin? Aku malah nggak tau.""Hmm, Si Adam lupa kali ngasih tau kamu. Pak Dodi dapat proyek besar lagi katanya. Jadi dia ngadain acara gitu deh buat bawahannya. Tapi katanya kali ini akan tambah seru, karena tempatnya di salah satu pulau di kepulauan seribu yang terkenal keindahannya. Seru kan?"Aku hanya terdiam, sambil membayangkan betapa serunya membuat acara di sana. Tapi Mas Adam tak memberitahu ku. Apa mungkin belum, aku akan sedikit menunggunya.Ku lihat Mas Adam tengah membereskan baju dan dimasukkan ke dalam koper berukuran sedang, aku mendekatinya."Mas mau kemana?""Ada acara kantor di kepulauan seribu."Alhamdulillah, akhirnya dia bilang dengan jujur padaku tentang acara itu,.."Kalau begitu, sebentar ya Mas, aku mau beres-beres dulu.""Eeeh, Ratih. Kamu di rumah saja, tidak perlu ikut.""Tapi tadi Ririn telepon aku, dia dan anaknya juga mau ikut.""Itukan dia, sudah kamu di rumah saja. Aku gak mau nanti anak-anak sakit karena masuk angin.""Tapi Mas,""Apalagi? Sudahlah kamu jangan seperti anak kecil begini. Lagi pula acaranya hanya satu malam."Aku tak bisa memprotesnya lagi. Mas Adam bergegas pergi meninggalkan rumah tanpa pamit.Tiba-tiba pikiran ku kembali mengingat Helen, entah kecurigaan dari mana tiba-tiba aku ingin menanyakan keberadaan Helen pada Mbak Yuli."Helen baru saja di jemput Adam, Tih. Katanya mereka ada acara. Sebenarnya acara apa si Tih? Ko Adam nggak ajak kamu?""Acara kantor Mbak. Mas Adam melarang aku ikut karena alasan anak-anak. Tapi Mbak, kalau boleh aku berpesan, tolong sampaikan pada Helen untuk tidak terlalu dekat dengan Mas Adam. Kita sama sama menjaga hal buruk di depan, karena kita tak pernah tau hati manusia.""Maksudnya kamu cemburu sama Helen Tih? Hahahaha, yang benar saja Tih, Helen itu ponakan kamu, ponakan Adam juga masa iya mereka saling jatuh cinta? Lagian ya Tih, Helen itu sudah punya pacar. Udah ah, kamu perbanyak istighfar saja, dari pada di banyakin curiga."Mbak Yuli menganggap ucapan ku sebuah lelucon, aku hanya tak mau, syetan lebih jauh lagi menggoda mereka.Jadi benar, Mas Adam pergi bersama Helen.Aku benar-benar khawatir, pada kedekatan mereka.Sehari berlalu, Mas Adam telah kembali, wajahnya nampak berbinar bahagia.Aku tak bisa membiarkan kedekatan Mas Adam dan Helen terus berlanjut, aku mencoba menegurnya namun yang ku terima kata-kata kasar dari mulut suamiku."Gak pantas kamu cemburu pada ponakan sendiri. Helen itu ku anggap adik kandung ku sendiri Ratih, dia mengerti yang aku butuhkan. Dia selalu ada untuk membantuku. Jadi wajar kalau kita dekat.""Mas, apa yang kamu butuhkan? Selama ini aku sudah berusaha memberi yang kamu butuhkan, dan selama ini, aku selalu mencoba membantumu. Kenapa kamu lebih memilih Helen dari pada aku? Aku istrimu Mas!"Mas Adam tertawa miring, ia menatap tubuhku dari atas sampai bawah."Kamu memang bisa membantuku untuk pekerjaan di rumah, tapi untuk di luar rumah kamu tidak bisa bantu aku Tih, aku butuh seorang pendamping yang menarik mata, yang saat orang lain memandangnya mereka mempunyai rasa ingin memilikinya juga, dan kamu tidak bisa Tih, cuma Helen yang bisa.""Apa maksud kamu Mas? Kenapa kamu tiba-tiba membandingkan aku dengan dia?""Bukankah kamu mau tau alasannya kenapa aku sering berpergian dengan Helen? Karena Helen enak di pandang, dia cantik, putih, dan tubuhnya semampai, semua orang mengira dia istriku. Dan entah mengapa aku bangga saat teman-teman ku Mengira Helen istriku.""Apa? Lalu kamu anggap aku apa Mas?""Kamu tetap istriku Ratih, ibu dari anak-anakku, dari itu, kamu harus tetap fokus di rumah, biarlah Helen yamg berperan mengganti kan posisi kamu jika di luar rumah.""Kamu keterlaluan Mas!""Semua ini tidak akan terjadi, andai saja kamu pintar mengurus diri. Liat dirimu! Ngaca sana! Badan lebar, pipi bengkak, kulit kusam. Bau bawang, bagaimana aku bangga mengenalkan kamu pada teman-teman ku?"Ucapan Mas Adam bagai pisau merobek hati, tak pernah ku duga setega itu ia mengatakan tentang diriku. Ya aku memang tak secantik Helen, karena aku hanya punya waktu sedikit untuk merawat wajah, tubuhku pun gemuk karena efek dari KB.Semua apa adanya tentang diri ini, aku mengira tak akan jadi masalah besar untuk rumah tangga ku.Aku tak bisa menjawab apapun dari ucapan suamiku, aku hanya bisa terisak menangis di depannya. Tanpa rasa bersalah Mas Adam tak menghiraukan aku."Oya, besok pagi teman-teman ku mau sini, kita sengaja mengadakan pertemuan di sini, dan kamu masak yang banyak ya,"pinta Mas Adam sembari berlalu.Jam Tiga pagi, Mas Adam membangun kan ku, menyuruhku untuk mulai memasak, dia khawatir waktuku tak cukup.Dengan mata yang masih berat untuk terbuka, aku memaksakan diri untuk beraktivitas di dapur seorang diri.Waktu berjalan begitu cepat... Setelah berselang shalat subuh aku meneruskan kembali memasak.ku lihat kedua anakku masih terlelap tidur.Tepat jam Enam pagi, Helen datang ke rumahku.Ia menyapaku dengan wajah santai."Hai Bi, masih sibuk ya?"Aku menoleh ke arahnya, dan sedikit melempar senyum."Helen, ada apa? Tumben pagi-pagi sudah datang?""Hmmm, emangnya Mas Adam belum cerita ya Bi, hari ini mau ada tamu teman kantornya?""Cerita ko. Apa kamu juga mau ketemu teman kantor Mas adam?"Helen terdiam, wajahnya terlihat gugup.Tiba-tiba Mas Adam datang menghampiri kami,dan langsung menyapa Helen dengan ramah."Kamu sudah datang? Baguslah. Apa barangnya di bawa juga?""Ada Mas, aku bawa sekalian.""Oke. Di mana? Aku mau lihat."Helen dan Mas Adam berlalu ke ruang tamu. Ku lihat Helen membawa sebuah pigura besar, entah gambar apa di dalamnya, karena masih tertutup kertas berwarna coklat. Tak sabar aku pun menunggu Mas Adam membukanya.Dengan kasar Mas Adam menyobek kertas penutup gambar pigura besar itu. Betapa terkejutnya aku saat melihat dalam pigura itu ternyata photo pernikahan Mas Adam dan Helen.Aku juga bisa cantikMakeoverBagian 2.Aku segera menghampiri mereka berdua dengan gemuruh sesak di dada. "Apa yang telah kalian lakukan? Apa itu?" Ku tunjuk photo pernikahan itu dengan emosi yang meluap-luap.Ku lihat Mas Adam dan Helen saling berpandangan, lalu keduanya saling tertawa. Tak ada yang lucu bagiku, aku tetap berdiri di hadapan mereka sembari tubuh gemetar."Kamu kenapa Ratih? Jangan panik begitu melihat photo kami ini. Ini hanya sandiwara," ucap Mas Adam dengan tenangnya."Iya Bibi, ini photo bukan photo sungguhan. Kami sengaja membuatnya karena rumah ini akan kedatangan tamu teman kantornya Mas Adam," sambung Helen.Menurut ku, tetap saja itu berlebihan. Pernikahan bukan suatu hal yang boleh di permainan."Tapi, apa maksudnya? Bukankah di sana sudah ada photo pernikahan kita?" tanyaku lagi sembari menunjuk ke arah photo pernikahan ku dan Mas Adam yang tertempel di dinding ruang tamu. "Ratih, untuk sementara akan aku gantikan photo kita itu, dengan photo ini, karen
Aku juga bisa cantikMakeoverBagian 4Aku tertunduk, karena Mbak Yuli terus menerus menyalahkan aku. Bukan penyelesaian masalah yang ku dapat, tapi aku menjadi terpojokan. "Mbak tidak mau kamu lagi-lagi menyalahkan Helen, Helen itu hanya membantu Adam dan itu tidak geratis, Helen melakukan itu untuk membayar biaya kuliahnya, kamu tau sendiri keadaan Mbak yang tidak kerja. Jadi Mbak harap kamu paham ya?''Mbak Yuli beranjak pergi meninggalkan ku seorang diri. Aku pun kembali ke rumah ibu mertuaku untuk mengambil anak anak."Ada apa Tih? Apa Mbak kamu nya ada di rumah?""Ada Bu,""Ada apa? Ko mukamu sedih begitu?"Ku tatap wajah tua ibu mertuaku, rasanya tak tega jika aku harus bercerita masalah rumah tangga ku padanya, pastinya ibu akan sedih dan menjadi kepikiran. Teringat ucapan Mbak Yuli, bahwa semua ini juga salahku yang tak bisa menjaga penampilan di depan suami. Mungkin ada benarnya. Aku harus perbaiki dulu cara ku berhias. "Tidak Bu, tidak apa-apa. Ratih hanya sedang ingat p
Bagian 3Tak Henti-hentinya setiap orang yang melihatku lagi-lagi tertawa terpingkal-pingkal.Aku yang tak paham apa yang mereka lihat lucu, membuat ku bingung dan hanya terdiam."Huussst, kalian jangan begitu dong, kasian kan Bibi, dia udah berusaha untuk tampil cantik depan kalian." ucap Helen, yang sesekali menahan tawanya."Helen, ada apa ini? Kenapa dengan wajahku?""Tidak apa-apa ko Bi, mungkin begitulah cara mereka memuji Bibi."Aku memang tak bisa bersolek, tapi bukan berarti aku tak mengerti apa yang tengah terjadi, yang jelas-jelas mereka mentertawakan aku. "Helen, apa kamu pikir aku bodoh? Mereka mentertawakan aku, bukan sedang menyanjung ku.""Ada apa ini?" Tiba-tiba Mas Adam datang ia melihat semua orang yang ada di ruangan itu tengah menatap ku, bagai tontonan lucu. "Ratih?"Mas Adam mendekat dan menatap wajahku lekat "Ratih! Apa yang kamu lakukan disini? Ya ampuun, benar-benar memalukan! Kata aku apa? Kamu tidak perlu dandan. Lihat hasilnya! Lihat!" Mas Adam berter
Bagian 6"Bagaimana ini? Aku tetap tidak bisa membuatnya, kalau begini mungkin aku harus kursus, tapi pada siapa? Meskipun ada pasti biayanya mahal, sementara uang simpanan ku tinggal sedikit lagi. Ya Allah...berilah petunjuk untuk aku menjalani kehidupan ini,"tuturku lirih, aku benar-benar di pase tak berdaya. "Bu Neni, ya Bu Neni. Mungkin dia bisa membantuku."tiba-tiba, aku teringat sosok Bu Neni, mungkin ia bisa membantu ku. Kini harapan ku begitu besar padanya. Saat itu juga ku ajak ke dua anakku menemui Bu Neni, dia terkenal sebagai tukang rias pengantin yang berpengalaman. Aku berencana kursus padanya. Hari itu, Bu Neni terlihat santai, aku menemuinya di waktu yang tepat."Eh, Ratih tumben Tih, ada apa? Sini, sini masuk." sapa Bu Neni dengan sopannya."Iya Bu, maaf kalau aku mengganggu waktu ibu.""Tidak Tih, ada apa?""Aku datang ke sini, mau kursus rias ke ibu.""Ooowh, kursus rias. Boleh. datang saja setiap hari selasa dan kamis ke sini, itu waktu santai saya. N
Bagian 7“Tidak bisa Ratih, Hanif dan Rahma anak aku. Mereka akan hidup terjamin jika bersamaku. ““Tapi, mereka juga anak anakku Mas, aku bisa melindungi dan memberi makan mereka.”“Pakai apa? Kamu sendiri saja tidak kerja. Hidup terlunta-lunta. Bagaimana kamu bisa membahagiakan mereka?”“Adam, Ratih. Anak kalian kan ada dua, kalian bisa membawanya satu-satu. Agar adil.” Ucap Mbak Yuli.Meskipun berat berpisah dengan salah satu anak, namun pilihan itu yang terbaik. “Biarkan Rahma ikut denganku, dan Hanif ikut kamu.” Ucap Mas Adam, aku hanya bisa menangis tak tahan dengan kesedihan ini, aku pikir perceraian hal yang paling menyedihkan, namun berpisah dengan anak lebih menyakitkan. Mulai saat itu, Mas Adam resmi menceraikan aku. Aku dan Hanif menumpang hidup di rumah Bu Neni. Bu Neni sangat baik padaku dan Hanif. Perlahan aku di ajari hingga bisa merias orang lain. Bu Neni selalu mengajakku, jika ada undangan pekerjaan, seperti merias yang wisuda, acara tunangan, atau per
Bagian 8“Helen kamu di sini juga?”tanyaku balik dengan hati yang mulai tak enak. “Ya, ya iyalah Bi, inikan acara tahunan para model, Bibi ngapain disini? Jadi model juga?” tanyanya sembari menahan tawa dengan sebelah tangannya.“Enggak, Bibi disini mau belajar.”“Hah belajar? Hihihi, gak salah dengar ya aku? Tapi oke deh. Meskipun telat belajarnya.”Helen mendelik ke arahku. Kenapa aku harus bertemu dengan dia disini? Sebaiknya aku pindah pindah tempat duduk saja, tak nyaman rasanya dekat Helen yang terlihat terus mentertawakan aku. Tapi, aku duduk dimana? Mataku terus liar menoleh ke semua arah, mecari tempat duduk yang jauh dari gadis ini. Nyatanya semua tempat duduk sudah di beri nomor sesuai pendaftaran.Aku pun pasrah hanya bisa menghela nafas, dan mencoba duduk dengan tenang. “Helen, kali ini kamu harus jadi pemenangnya! Ingat saya sudah bayar mahal kamu.” Ucap seorang wanita berambut pirang, mereka terlihat begitu akrabnya.“Tenang saja Mak, tahun kemarin tau sendi
Bagian 9Akhirnya acara pun dimulai, dari kata sambutan yang di sampaikan oleh para panitia acara, hingga ke teori yang di sampaikan oleh seorang dokter kecantikan.Selanjutnya ke acara inti loba Rias Modern. Semua peserta saling berhadapan bersama modelnya masing-masing, ya aku duduk menghadap Kania yang siap me make over wajahku.“Kania, kamu yakin mau pakai modelnya aku?” tanyaku ragu.“Ya elah, kamu masih ragu aja, udah deh diem pokoknya kamu anteng aja diem, biar ku obrak abrik nih wajahmu,” jawab Kania penuh gurau. Terdengar aba-aba dari panitia, untuk memulai lomba.“Oke guys, gimana semua sudah siap dengan alat tempurnya?”“Siaaaap....” para peserta dengan semangatnya menjawab.“Oke, siapkan model kalian masing-masing, jangan sampai di lewatkan kesempatan ini, karena hadiah yang telah kami siapkan begitu wow! Untuk juara Satu akan mendapatkan uang sebesar Dua ratus juta rupiah, juara ke Dua mendapatkan uang sebesar Seratus Lima puluh juta rupiah, dan untuk pemenang
Bagian 10Saat itu, masih acara penampilan peserta yang lain, dan masih tersisa cukup banyak, sembari menunggu Kania mengajakku untuk makan dulu.“Kamu lapar nggak? Kita makan dulu yuk?” ajaknya.“Tapi acaranya?”“Ah sudahlah, masih lama. Kita menunggunya sambil ngisi perut. Ayok!’’ Kania menarik tanganku. Namun sebelumnya، aku diminta mengganti baju, setelah itu kami menuju tempat makan. Di kesempatan makan bersama itu, kami saling bertukar cerita tentang pengalaman hidup. Kania terlihat terkejut saat ku ceritakan kisah kehidupanku.“Apa? Jadi gadis sombong itu benar benar ponakan mu?”Aku mengangguk. “Sudahlah Ka, kejadiannya sudah berlalu, lagi pula aku sudah memaafkan dia dan mantan suamiku.’’“Kami yang sabar ya Tih, aku yakin kamu akan sukses di pekerjaan ini. Oya kamu mau gak gabung di salon dan butik aku? Sekaligus jadi model ku lagi?” “Kania, bukan aku menolak bantuan mu, tapi saat ini aku ingin membalas kebaikan Bu Neni padaku selama ini.”“Siapa Bu Neni?”“
Ya, aku harus ikuti rencana ibu. Memang terpikir sangat ekstrim, dan beresiko. Tapi tak ada pilihan lain, aku tak mau mempunyai saingan. Tak ada pilihan lain.*****"Berapa bayarannya?" "Sepuluh juta. Gimana?""Gila, ini pekerjaan berat. Mana mau kalau gue cuma di bayar Sepuluh juta?""Tenang, lu gak bakal di penjara. Karena lu akan berperan sebagai orang gila yang masuk pesta.""Ogah! Gue mau tambahan."Heu! Sial. Ternyata tak mudah membujuk preman jalanan ini."Oke, lu mau berapa?""Dua puluh Lima juta. Gimana?""Apa?""Terserah lu, gue pastiin gak bakal ada yang mau kalau lu hanya bayar di bawah angka yang gue tawar.""Oke. Gue setuju. Ingat pesan gue. Sasaran lu pengantin yang memakai cadar.""Siaaaap gue paham."Begitulah percakapan ibu dengan orang suruhannya. "Beres Helen, sekarang kita tinggal tunggu waktunya saja. Kamu siapkan uangnya Dua Puluh Lima juta,"pinta ibu. Aku harus memutar otak untuk pengeluaran uang, takutnya Mas Adam menanyakan uangnya selama ini aku pegang.T
"Apa maksud kamu? Memuji wanita lain di depan aku? Kamu tau Mas, Ratih memakai cadar untuk menutupi wajahnya yang luka. Sok tau kamu bilang cantik."Aku begitu murka saat Mas Adam menyanjung mantan istrinya di depanku."Meskipun wajahnya tertutup, tapi aku bisa melihat dia lebih cantik dari yang dulu,"jawabnya sambil berlalu meninggalkan aku."Berani sekali kamu Mas bicara begitu di depanku? Kamu benar-benar tidak menghargai aku!"Seketika orang sekitar memandangi ku yang tengah memarahi Mas Adam."Sudahlah Helen, kenapa kamu harus marah-marah? Aku bicara apa adanya.""Tapi kamu nyinggung perasaan aku Mas!" Pertengkaran kami hingga ke rumah. Aku benar-benar tak bisa terima suamiku terus membela mantan istrinya. Jelas-jelas aku lebih cantik dan lebihj muda dari Si Ratih!"Kalian kenapa setiap hari bertengkar terus, apa tidak capek?"tanya ibu yang melihat wajahku penuh kekesalan. "Gimana aku tidak marah Bu, tadi kami bertemu Ratih, Mas Adam malah terus memuji kecantikannya. Aku gak su
Sebulan berlalu dari kejadian itu, aku telah resmi menjadi istri Mas Adam.Dia terlihat sangat mencintai ku, tapi lain dengan perasaan ku, aku belum bisa mencintai nya, apalagi harus menerima kehadiran anaknya. aku menikahinya hanya untuk menumpang hidup. Menikahiku adalah harapan Mas Adam dari dulu, jadi ia begituBahagia saat Ibu datang untuk menawarkan aku untuk nya. Dia suami penurut, gajinya aku yang pegang. Tak hanya itu, ku jadikan anak tiriku Rahma menjadi babu di rumah. Lumayan ngirit, gak perlu cari IRT. Meskipun awalnya susah ngajarin dia nyapu, dan nyuci yang bersih. Tapi Lambat laun dia akan menjadi gadis yang rajin.Seperti hari ini setelah Mas Adam berangkat kerja ku beri tugas dia mencuci baju. "Rahma gak bisa Bu. Ayah gak bolehin Rahma nyuci."ucapnya manja."Gak bisa, gak Bisa! Bisanya apa kamu? Makan? Jajan? Ngabisin duit? Hah? Ayahmu gak ngajarin kamu, sekarang di sini ada Ibu, jadi kamu harus nurut apa kata ibu. Paham?"Anak itu terdiam dengan wajah ketakutan."
Pov Helen... Aku merasa kecantikan ku begitu sempurna, berawal dari Mas Adam suami Bibi ku yang tajir namun kurang menyukai istrinya, sehingga ia lebih sering mengajakku ke acara-acaranya. Bukan hanya itu, Mas Adam pun memperkenalkan aku sebagai istrinya. Sebenarnya menurut ku itu berlebihan, tapi demi uang ku setujui permintaan dia.Entah mengapa semakin dekat dengan Mas Adam, semakin aku tak peduli dengan perasaan istrinya. Aku memang sedikit menyukai Mas Adam, hanya karena ia royal memperlakukan ku, dia selalu memberi berapa pun yang ku minta. Bagusnya lagi, ibu ku mendukung kedekatan ku dengan adik iparnya ini. Karena ibupun merasakan hasil dari kedekatan ku dengan Mas Adam. Hingga hari itu benar-benar tiba. Mas Adam menceraikan Bi Ratih, malang sekali wanita gendut itu, ia harus menghidupi anaknya tanpa tempat tinggal, karena Mas Adam telah mengusirnya. Ibu selalu membujukku agar menikah dengan Mas Adam, tapi aku tolak, karena aku masih penasaran dengan lelaki tampan yang
"Wajahkuuuu.... Bu, wajahku hancur Bu." aku terus menangis histeris, ingin meronta namun sia-sia, percuma meskipun aku teriak hingga kehabisan suaraku, wajahku tak akan kembali seperti semula dengan cepat. Bu Neni dan Mas Ridho terus menenangkan aku, dan menyemangati ku. Hingga akhirnya aku perlahan bisa menerima kenyataan ini. Luka bakar serius itu menyebabkan rambutku hilang sebagian, terpaksa aku harus memotongnya pendek.Kini aku menjalani pengobatan di rumah sakit, Mas Ridho begitu setia menemaniku siang dan malam, terkadang jika ia sedang sibuk Bu Neni yang akan bergantian menemani ku. "Ratih, apa kamu tidak curiga pada Mbak dan ponakan mu itu? Kenapa mereka tidak menolongmu? Mengapa mereka lari saat kamu meminta tolong?""Aku tidak tau Bu, waktu itu aku lihat Mbak Yuli terlihat gesit, tidak terlihat sakit. Mungkin karena ia panik Bu.""Seharusnya Tih, meskipun mereka panik, saat melihat kamu seperti itu mereka menolongmu. Aah, tega sekali mereka. Saya merasa curiga ini
Tiga hari sudah berlalu tanpa komunikasi dengan Mas Ridho. Kadang ingin sekali aku meneleponnya , namun ingat dengan perjanjian membuatku mengurungkan niat.Ting... Satu pesan di terima, dari Helen. "Bi, bisa kerumah tidak Bi, ibu sakit. Aku tidak bisa mengurusnya."Mbak Yuli sakit apa? Aku harus menjenguknya."Ibumu sakit apa Len? Baiklah Bibi akan ke rumahmu."Akupun segera menutup telepon dan bersiap-siap pergi."Ratih, kamu mau kemana?"tanya Bu Neni."Mau ke rumah Mbak Yuli Bu, katanya dia sakit.""Ibunya Helen sakit? Sakit apa? Ratih, biar saya temani kamu.""Tidak usah Bu, hari ini tidak ada jadwal kerja, jadi lebih baik ibu istirahat saja di rumah.""Tapi Tih, perasaan ibu, kenapa tiba-tiba saja gak enak. Kenapa ya?""Nah, itulah akibat ibu kurang istirahat. Sudah, ibu tenang saja, aku itu mau nengok Mbak kandung aku, bukan musuh aku Bu. Jadi ibu tidak perlu khawatir ya?'"Ya sudah, kamu hati-hati ya Tih.""Iya, Bu." Ku salami tangannya sebelum berlalu pergi. Satu jam lebih,
"Jadi kamu sudah pernah menikah?"Mas Ridho menganguk. "Kamu tidak kecewa kan?""Tidak Mas, aku hanya ingin kenal anakmu.""Hmmm, baik nanti akan aku pertemukan kamu dengan Anggara.""Namanya Anggara ya? Apa dia ikut bersama ibunya?""Ya, dia dengan ibunya.""Baiklah atur waktunya saja, aku juga mau kamu bertemu anakku Hanif yang sekarang sedang di pondok.""Baik Ratih, nanti kita atur waktunya ya, terpenting semuanya harus sudah beres sebelum acara pernikahan kita."Aku mengangguk setuju. **** "Siapa dia? Jadi dia pacar Papah?" teriak anak bertubuh gempal itu. tatapan matanya sinis melihat ke arahku."Angga, dia calon ibu baru mu. Sebentar lagi Papah dan Ibu Ratih mau menikah. Dan Papah harap kamu dan Mami bisa hadir juga ya sayang?""Tidak! Aku tidak mau datang! Papah jahat!" Anggara tetap dengan pendiriannya, ia seperti tak meyukaiku."Ada apa ini Mas?" tanya seorang wanita yang baru saja datang, ia memakai gamis dan berkerudung panjang menghampiri Mas Ridho."Aira, maaf. Aku da
"Jadi, wanita itu Ratih?" tanya Mbak Yuli menatap tajam mata Mas Ridho."Benar Bu.""Kalau saja dari awal saya tau dia orangnya. Gak sudi saya datang ke sini. Helen! Ayok kita pulang!" Mbak Yuli dengan cepat menarik tangan anaknya dan berlalu dari hadapan kami. Semua orang menyaksikan kekecewaan Mbak yuli dan Helen. Mas Ridho menatap keduanya berlalu dengan perasaan bersalah."Ratih, bagaimana ini? Mengapa mereka berdua terlihat marah dan langsung pulang?""Sudah Mas, jangan hiraukan mereka, lihat tamu tamu kamu di depan semuanya menunggu.""Oke guys, maaf ada masalah sedikit. Mereka memutuskan untuk pulang lebih dulu, mungkin ada acara yang lebih penting dari ini. Mari kita lanjutkan , disini saya akan sedikit menggombal pada wanita yang ada di depan saya ini. Boleh?""Boleeeeeeh...." jawab tamu undangan serentak.Mas Ridho menatap wajahku lekat, dengan perlahan ia mulai mengungkapkan perasaannya."Ratih, saya sangat mencintai, mengagumi, dan sangat menyayangi mu, dari awal kita be
Hari itu pun tiba, Mas Ridho menjemput ku dengan santai, sayangnya Bu Neni tidak bisa ikut, karena ada acara ku ini terlalu mendadak, dan Bu Neni sudah menjadwalkan ke tempat undangan lain. Meskipun begitu doa-doa terbaik untuk kami Bu Neni sampaikan sebelum ia meninggalkan kami. "Ya sudah ya Tih, saya berangkat ya. Kalian hati-hati di jalan.""Iya Bu," balas Mas Ridho. Aku segera bersiap untuk berangkat ke acara yang sudah Mas Ridho siapkan. "Ratih, kamu benar-benar cantik."pujinya. "Alhamdulillah, " jawabku tersipu malu. Akhirnya kami berlalu menuju gedung acara. Di dalam mobil kita isi dengan perbincangan ringan. Tiba-tiba ponsel Mas Ridho berbunyi."Si Helen telepon, sebentar ya sayang."Aku mengangguk. Memberi waktu padanya untuk mengangkat telepon dari Helen. Mas Ridho sengaja mengaktifkan speakernya, mungkin tujuannya agar tidak terjadi salah paham ."Ya hallo Len, dimana? Jadi kan datang?""Jadi dong pak. Ini sudah siap tinggal otw.""Bagus, kamu ajak sekalian ibumu ya