Share

Bab 33

Penulis: ERIA YURIKA
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-20 18:00:19

Enggak semudah itu membalikkan keadaan. Tidak bisa kamu pergi dan datang semaunya.

“Akang juga enggak akan gila hanya karena berpisah denganku. Sudahlah lupakan saja semuanya! Aku juga sudah enggak berminat untuk membangun rumah. Kebetulan juga kita ketemu di sini, aku malah berniat buat mengembalikan uang itu.”

“Apa-apan sih Sayang, itu uang buat kamu kok.”

“Bukannya Akang menganggur sekarang?”

“Akang masih bisa cari uang sendiri. Itu sudah jadi hak kamu, pantang meminta kembali uang yang sudah ada di tangan sendiri.”

“Aku cuma enggak mau ada omongan enggak enak ke depannya, bilang aku serakah dan zalim, gara-gara uang hasil penjualan toko aku gunakan sendiri.”

“Memangnya siapa yang berani bilang begitu, wajarlah istri pakai uang suaminya.”

“Kalau istrinya cuma satu ya wajar sekarang ‘kan udah beda cerita. Kurasa setelah ini akan makin banyak orang ya

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 34

    “Jaga dedeknya baik-baik ya, enggak boleh lari-lari kayak tadi.”“Kang, ini bukan saatnya bicara seperti itu.”“Yas, Ibu mau ke kamar dulu! Kalau sudah selesai tutup pintunya, ya!”“Iya, Bu.”“Tuh, lihat Akang sudah diusir!” katanya sambil terkekeh.Sungguh hatiku bahkan sedikit mendengarnya.“Memangnya Akang sekarang mau ke mana?”“Ke hotel, sambil cari kerjaan paling.”“Terus urusan Nining, Akang beneran sudah menalaknya?”Pria itu mengangguk cepat, sambil mengangguk cepat.“Kapan?”“Sebelum ke sini. Akang sempat bicara dengan Nining, kalau Akang enggak bisa melanjutkan pernikahan ini.”“Terus dia terima gitu aja?”“Enggak.”“Orang tuanya juga pasti enggak terima Kang, bagaimana coba kalau mereka mengancam kita?”“Ya b

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-20
  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 35

    Saat itu aku bahkan masih merangkul Kang Dadan. Katanya, ia kesakitan, entah benar atau tidak. Namun, ketika wanita itu menangis terisak, aku refleks melepaskan lenganku di pinggangnya. Lalu mencoba membangunkan wanita itu. “Bangun! Jangan merendahkan dirimu!” Sayangnya wanita itu malah tetap mempertahankan posisinya. Sekarang ia malah menyentuh kadua kakiku. “Hiks, aku mohon Mbak, jangan begini!” “Jangan begini kenapa sih? Kamu datang nangis-nangis, aku mana mengerti?” “Kang Dadan udah nalak aku. Kami bahkan baru menikah beberapa hari yang lalu.” Saat itu ada ayah dan ibu di ruang tamu, tetapi mereka hanya menatapku dan Kang Dadan tanpa berkata apa pun. “Kamu bisa ‘kan bicara sambil duduk di kursi!” “Aku enggak mau, sebelum Mbak minta sama Kang Dadan untuk menarik kata-katanya.” “Talak mana bisa ditarik.” “Atau Mbak memang sengaja ya, minta Kang Dadan buat menceraikanku.” “Jaga bicaramu

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-21
  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 36

    “Memangnya aku peduli!” ucap Kang Dadan.Pria itu lantas berbalik. Entah kenapa juga dengannya yang menggunakan kematian untuk mengancam demi sebuah kebersamaan? Rasanya seperti diingatkan kembali denganku yang melakukan hal serupa, tetapi untuk tujuan sebaliknya, aku meminta untuk ditinggalkan.Tepat saat Kang Dadan sudah mau kembali duduk di sampingku. Nining kembali mengangkat cutter kecil andalannya itu.“Aku serius Kang, kalian pasti panik ‘kan sekarang?”“Mati, ya mati aja Ning.”Ah, Kang Dadan kenapa dia terlalu to the poin. Ayah dan ibu bahkan langsung menatap menantunya itu dengan tatapan tak percaya. Nining pikir mungkin ancamannya kali ini akan membuahkan hasilnya. Nyatanya, ia malah dipermalukan seperti ini.Kang Dadan bahkan tak peduli dengan nyawanya.Di saat kami semua ternganga dengan sikap tak acuh suamiku. Wanita yang duduk di sebelah Nining itu mengambil ke

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-21
  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 37

    “Kok malah ketawa, Sayang? Akang serius! Sumpah Akang enggak pernah tidur bareng sama Nining. Sekamar aja enggak. Kami pernah serumah pun Akang tidurnya di ruang tamu.”Ia bahkan sampai menarik tanganku. Apakah aktingku sangat bagus sampai ia menduga aku benar-benar marah?“Aku percaya kok sama Akang.”“Kalau kamu percaya kenapa tadi sampai nangis segala?”“Memangnya aku harus bagaimana lagi? Istri kedua Akang betah banget di sini. Sudah diusir pakai cara halus sampai kasar dia malah makin menjadi.”“Ya Allah jadi semua itu Cuma pura-pura?”“Ck, iya.”Yang tak pernah aku sangka adalah pria itu seketika menarik tubuhku ke pelukannya. Padahal di belakang kami masih ada ibu dan ayahMalu sekali rasanya. Apa lagi dia melempar pakaiannya ke arah mereka.“Akang..., lepas dulu pelukannya!” bisikku.“Kenapa memangnya? Akang tuh senen

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-21
  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 38

    “Buka, woy!”Orang-orang itu malah berteriak. Sungguh mengapa mereka suka sekali melakukan perbuatan yang anarkis. Setiap kali aku melihat ke arah layar CCTV rasanya jantungku seperti akan meledak. Berpacu begitu cepat, sampai rasanya dadaku ikut sakit, karenanya.Apa lagi saat mereka malah berusaha melempari CCTV dengan pot bunga gantung yang berada di halaman.Tepat saat mereka bersiap memanjat. Warga setempat yang tidak lain adalah para tetangga kami, tampak menghampiri mereka. Sungguh mereka terlihat seperti orang-orang yang tak beradab.Entah apa yang mereka bicarakan, tetapi orang-orang itu sepertinya tak terima dinasihati.Saat itu bukan hanya satu dua orang yang menghamiri rumah kami ada sekitar 10 orang yang mendampingi Nining. Namun, warga juga tak mau kalah, keributan itu membuat semakin banyak orang yang mendekat.Di tengah mereka yang sudah mulai terpojok. Polisi juga datang ke sana. Entah siapa yang melapor.

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-22
  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 39

    Kalau memang benar, mertuaku dalang di balik kekacauan ini. Hal apa yang Nining janjikan padanya, sehingga gadis itu mau-mau saja melakukan hal yang bahkan mengancam keselamatannya.“Mana mungkin Nining mau mencelakai diri sendiri? Enggak mungkin, kamu bicara seperti ini, sengaja ‘kan? Cuma buat cari pembenaran.”“Saya dengar dari mulut Nining sendiri. Dia yang bilang semuanya.”“Enggak mungkin, dia enggak mungkin sekonyol itu!”Juragan Asep sampai mengentakkan tongkatnya dengan cukup keras, rahangnya juga mengeras. Seiring dengan sorot matanya yang memerah.“Tolong ambil kembali uang ini! Saya enggak butuh uang Anda!” ucap Ayah.“Sombong sekali! Di polisi aja masih minta ganti rugi!”“Orang-orang Anda merusak rumah saya, wajar saya minta ganti. Coba saja mereka datang baik-baik, bukan merusak dan teriak-teriak seperti orang-orang yang tidak beradab saja. Saya jug

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-22
  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 40

    “Kenapa Dek? Ngomong sama siapa malam-malam gini?”Pria itu baru saja bangun, tetapi ia bahkan menatapku dengan penuh curiga.“Apa sih Akang, ini yang nelepon Teh Nadia. Katanya ibu kesurupan?”“Hah, kok bisa?”“Jangankan aku, Teh Nadia aja heran. Ini Akang diminta nelepon, katanya barangkali bisa bantuin rukiah.”“Aduh, mana bisa Akang yang begitu, Yas.”Ia lantas menghubungi Teh Nadia kembali. Namun, tidak langsung diangkat.“Mungkin masih di jalan, katanya tadi lagi cari ustaz. Jam segini, susah juga Kang nyari yang mau direpotin.”Dari pada panik, pria itu malah terlihat seperti orang yang kebingungan. Entah, karena efek bangun tidur atau hal lain. Kang Dadan malah hanya menggaruk tengkuk sambil meringis ke arahku.“Ih, orang ibunya kesurupan, kok malah mesem-mesem begitu?”“Ya, aneh aja Yas. Seumur-umur enggak pernah ibu

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-22
  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 41

    “Kok bisa Nining keluar, Kang?”Kami tak mungkin salah lihat, jelas-jelas itu Nining dan Juragan Asep. Namun, kenapa mereka bisa berkeliaran dengan bebas.Perhatian kami mendadak teralihkan begitu melihat 1 orang dengan setelan kemeja mengikuti di belakang ayah dan anak itu.“Oh, pengacara, pantas saja, tapi mungkin hanya ditangguhkan. Kalaupun bebas. Nining juga akan jadi tahanan rumah atau tahanan kota. Kasusnya kompleks jadi enggak mungkin dia bebas tanpa syarat.”Jika Nining benar tahanan kota, itu artinya ia akan tinggal di tempat ini selama masa tahanannya. Ah, sangat menyebalkan.“Bagaimana kalau dia datang dan berulah?”“Enggak akan berani, ‘kan kalau kamu lapor, pasti dia enggak akan bisa dapat keringanan hukum lagi.”Kalau memang begitu, setidaknya aku merasa lebih tenang.“Seharusnya Akang tadi bawa hp, sekarang jadi enggak bisa hubungin pihak kepolisian. Ua

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-23

Bab terbaru

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 62

    Sementara ibu melangkah menuju ke ruang tamu. Aku dan Kang Dadan memilih ke halaman belakang berkumpul bersama keluarga yang lain yang saat itu juga terlihat sangat ingin tahu apa yang terjadi. Aku sengaja tidak menjelaskan, aku pikir tidak baik juga menceritakan masalah seperti ini pada orang-orang yang tidak punya kepentingan.“Harusnya kalian juga temui, Nining! Kalian kan sudah makan emasnya. Terutama kamu Nad, kamu harus akuin keserakahanmu itu jika memang kamu bener mau berubah menjadi lebih baik,” ucap Teh Dewi.Kedua adik perempuannya itu lantas saling menatap. Sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk menyusul ibu ke ruang tamu.“Dan, Yas maaf kelakuan mereka bikin kalian jadi susah.”Saat itu Teh Dewi bukan hanya menatap kami bergantian, ia juga memegang kedua tangan kami sambil menyatukannya menjadi satu genggaman.“Teteh juga pasti banyak salah sama kalian, teteh harap apa pun yang terjadi kalian jangan pern

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 61

    Sepanjang jalan menuju rumah Juragan Asep banyak sekali tetangga yang mengajak kami bersalaman. Memang masih momen lebaran, jadi kami masih saling bermaafan. Namun, sepertinya orang-orang desa terlalu berlebihan. Permintaan maaf mereka seperti benar-benar dari hati, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Mungkin memang sebenarnya mereka juga merasa bersalah, karena ikut bersekongkol dengan Juragan Asep perihal pernikahan suamiku. Kebetulan sekali saat kami hampir sampai ke rumah Nining. Di jalan kami malah bertemu dengan Bu Odah. “Loh, kalian kapan datang?” tanyanya. “Sudah 3 hari yang lalu,” jawab Kang Dadan. Aku pikir Bu Odah akan marah atau mungkin bertindak anarkis. Ternyata dia dengan ramah menyapa kami. Wanita yang usianya sekutar 60 tahunan itu tampak lebih segar dan bugar dibandingkan pertemuan kami setahun lalu. “Yasmin, sehat?” “Alhamdulillah. Ibu dan Nining bagaimana kabarnya?” “Kami semua sudah lebih baik se

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 60

    “Loh, terus ibu mau tinggal sama siapa? Mau sama aku?”Teh Dewi mulai angkat suara.“Enggak, ibu juga enggak mau menyusahkan kamu. Kehidupan kau aja ngepas buat sehari-hari. Biarin ibu di sini sendiri. Mereka biar cari rumah sendiri.”Sontak saja Teh Nadia dan Teh Arum langsung menghambur dan berlutut di hadapan ibunya.“Bu, maafin Nadia. Aku tahu yang aku lakukan ini salah banget, tapi Nadia juga enggak tahu mau tinggal di mana lagi kalau bukan di sini, hiks.”“Tolong maafin Arum juga Bu, kami bener-bener enggak tahu harus tinggal di mana, hiks. Kami bahkan belum punya pekerjaan. Kami enggak tahu mau mulai kehidupan seperti apa?”“Waktu kalian mengusir ibu dari rumah, pernah enggak kalian mikirin ibu mau tinggal di mana dan bagaimana? Padahal, enggak setiap hari juga Ibu berkunjung ke rumah kalian.”Sekarang tangisan keduanya malah semakin menjadi.“Ibu selalu m

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 59

    “Benar kata Mas Aris, kalau sampai ibu masih gak sadar. Itu keterlaluan banget. Kalau sekarang ibu enggak mau ketemu, mungkin aja dia cuma perlu waktu buat nerima semuanya.”“Akang antar kamu pulang dulu, ya? Lagian hasilnya baru keluar besok.”“Memangnya ibu mau dirawat?”“Ia, biar enggak bolak balik. Sekalian mau cek kesehatan yangl ain. Dokternya baru ada besok pagi. Sekarang udah tengah malam gini. Kamu mau istirahat di mana coba. Mana enggak boleh masuk juga, ‘kan ada bayi,” ucap Kang Dadan.~Saat itu memang kurasa tak ada pilihan lain. Apa lagi memikirkan anak-anak yang juga butuh tempat yang layak.Kami bahkan tak diperkenankan masuk, karena membawa bayi.~“Ayo Akang antar! Percaya sama Akang, ibu enggak benci kamu kok. Dia cuma butuh waktu aja. Kita tunggu di rumah aja, ya?”Sebelum pulang Kang Dadan mala mengajakku untuk mampir di warung bakso f

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 58

    Aku masih berusaha untuk meminta tolong pada orang-orang di sana, termasuk para pedagang yang berada di sekitar lampu merah.“Aduh Neng, mana bawa-bawa bayi. Jangan nekat! Sudah tunggu aja di sini.”“Enggak bisa dong Mas, nanti kalau suami saya dipukuli bagaimana?”“Enggak, asal enggak cari masalah. Mereka enggak anarkis kok.”“Tapi, tadi katanya mereka suka mukul orang.”“Enggaklah, dasar aja orangnya enggak mau nolongin. Sudah tunggu saja di sini! Sebentar lagi juga keluar!”Saat itu ibu-ibu yang kebetulan lewat pun sampai menahan kutetap tinggal. Ia menarik lenganku, begitu erat.“Kalau ada.apa-apa, memangnya Neng enggak kasihan sama anak-anak?”Benar juga. Adanya mereka membuat gerakanku jadi terbatas.Sekarang aku hanya bisa pasrah sambil harap-harap cemas, menanti mereka yang tak kunjung keluar dari markas itu.“Memangnya ada urusa

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   BAB 57

    Aku bisa mengerti sesakit apa Kang Dadan mendengar kabar ini, ia sampai tak bisa berhenti menyalahkan diri.“Belum terlambat buat cari keberadaan ibu, Kang. Kita bisa cari sekarang juga kalau Akang mau. Mumpung kita di sini, kalau udah di Bali. Pasti ‘kan repot harus minta cuti dan sebagainya. Hayu, Akang mau sekarang? Aku temani!”Akhirnya setelah sekian lama ia terus menunduk sambil merenungi kesalahannya, pria itu menatapku.“Kamu bahkan lebih peduli sama ibu dari pada anak-anaknya.”“Setelah aku merasakan hamil dan melahirkan, aku jadi tahu Kang jadi ibu itu enggak mudah. Apa lagi merawat anak-anak. Aku cuma belajar menempatkan diri, kalau aku di posisi ibu bagaimana? Pasti aku juga akan melakukan hal yang sama. Siapa yang enggak akan merasa bersalah, melihat cucunya kritis dan hampir meninggal, karena kesalahan kita sendiri.”“Iya, tapi semua itu bohong.”“Ibu mana mengerti mas

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 56

    “Mafin aku Yas, kami bener-bener khilaf saat itu. Begitu melihat lemari ibu yang penuh dengan emas Batangan dan perhiasan. Kami jadi kalap dan malah menginginkan semuanya.”“Jangan-jangan ibu bukan kabur dari rumah, tapi Teteh yang usir dia.”“Soal itu, hm sebenarnya untuk masalah anakku yang di klinik jugahanya akal-akalan kami. Awalnya Anita memang mengalami konstipasi, tapi keadaannya tidak terlalu serius. Jadi, cukup diberikan obat saja juga sudah baikkan.”“Kalau memang begitu, kenapa Teteh malah melebih-lebihkan seolah-olah yang ibu lakukan itu sampai mengancam nyawa Anita?”Anita adalah anak kedua dari Teh Nadia, usianya belum menginjak 6 bulan. Jadi, ia tak seharusnya mendapatkan makanan selain ASI. Aku pikir memang benar, jika anak itu dalam keadan yang kritis. Ternyata hanya akal-akalan saja.Memang benar ya, buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya. Sikapnya persisi seperti Bu Irah. Sek

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 55

    “Kenapa sih dia?” tanya Teh Dewi dengan gaya culasnya.Namun, saat itu malah disenggol oleh Mas Aris.“Samperin sana! Adik kamu itu! Tanyain kenapa dia pulang sendiri? Mana malam-malam, ke mana suaminya?”Benar juga, tak biasanya Teh Nadia pulang kampung sendirian. Selain katanya tak biasa naik angkutan umum yang panas dan berdesakkan dengan pemudik lainnya.Ah, aku jadi ingat bagaimana angkuhnya saudara iparku itu.“Tunggu Teh, jangan ke dalam dulu! Aku mau ngomong sesuatu. Mumpung semua sudah kumpul di sini!”Teh Nadia yang saat itu hendak masuk pun mendadak kembali.Aku bisa melihat kegugupan di wajah Teh Arum, sesekali ia melirik ke arahku lantas ke arah suaminya. Yang saat itu bahkan sama tegangnya. Aku bahkan bis melihat ia seperti mengancam istrinya itu dengan tatapan tajamnya.“Sayang ada apa sih, kok Teh Arum dari tadi lihat kamu.”“Dengerin aja, nanti juga t

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 54

    “Teteh sebenernya kenapa? Yas bingung, kalau cuma mau minta maaf sudah jauh-jauh hari aku suda maafin kok. Tapi, ini perhiasan siapa? Kenapa dikasih ke aku?”Ada rahasia apa sebenarnya. Aku sangat bingung sekarang. Apa lagi tangisan Teh Arum juga semakin memilukan.“Kita cerita di kamarku saja yuk, biar enak. Kan ada anak-anak juga takut pada ke dapur.”Aku hanya takut, jika mereka mengetahui kesedihan bundanya. Itu tidak akan baik bagi mental mereka.Akhirnya aku hanya bisa memaksa wanita itu untuk pindah dari dapur.Di kamar, aku dibuat semakin bingung ketika Teh Arum tak mau menghentikan isakkannya. Aku hanya bisa mengusap punggungnya demi meredakan sesaknya, yang kuyakini ia past sudah menahan luka ini sekian lama.Lantas hari ini selayaknya bom yang siap meledak kapan saja. Kali ini mungkin waktunya.“Teteh, aku tahu pasti sakit banget denger kayak gini, tapi udah coba omongin belum sama Kang Ajunnya

DMCA.com Protection Status