Share

Bab 10

Penulis: ERIA YURIKA
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-10 17:00:38

Sebelum ia semakin panik, aku memilih keluar. Melihat pria itu dari kejauhan yang tampak kacau, hatiku tetap saja merasa iba.

Beberapa orang mengerumuni Kang Dadan, ada yang menepuk pundak, mengusap punggung juga menasihatinya untuk tenang.

“Kang.”

“Alhamdulillah.”

Tanpa banyak kata pria itu langsung menghambur memelukku. Mengabaikan pandangan orang-orang di sana.

“Kamu ke mana aja? Akang pikir kamu pergi gitu aja,” katanya, masih saja tam mau melepaskan rengkuhannya.

“Aku cuma ke toilet. Maaf ya, bikin Akang panik.”

Saat itu, Kang Dadan baru mau melepaskan pelukannya.

“Ngapain aja di toilet lama banget?”

Belum juga menjawabnya Kang Dadan sudah memperhatikan tubuhku dengan sangat detail.

“Kamu baik-baik aja, ‘kan?”

“Sudah lebih baik dari pada tadi.”

“Ayo masuk mobil aja. Di luat dingin banget gini, jaketny

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 11

    Saat itu suamiku hanya menarik nafas panjang. Entah apa yang akan dia pilih. Aku tak mau berharap banyak hal, lagi pula kurasa ini seperti buah simalakama. Jika dia ikut denganku, itu sama saja ia telah tega meninggalkan ibunya yang sedang sakit. Namun, sebaliknya jika ia kembali pulang. Itu sama saja membuatku sakit hati.“Tunggu sebentar!” katanya.Saat itu suamiku tampak mengaktifkan kembali ponselnya.“Akang telepon Teh Dewi dulu.”Saat itu entah apa yang mereka bicarakan. Kang Dadan memilih ke luar kamar. Sepertinya ia memang sengaja agar aku tak bisa mendengarkan percakapan mereka. Saat itu aku merasa suamiku pasti akan menjatuhkan pilihan untuk kembali pulang. Jadi, sambil menunggu ia kembali ke kamar, aku berinisiatif memisahkan pakaiannya. Kedalam ransel yang tadinya hanya berisi makanan.“Kok udah beres-beres aja.”“Pakaian Akang udah di ransel semua, jadi kalau mau pergi sekarang semuanya

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-11
  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 12

    [Ya Allah Mbak, mertuanya kok begitu sih tega banget. Tujuannya apa coba, pura-pura sakit.][Aku enggak tau, Tik.][Apa jangan-jangan dia sengaja begini, karena Mbak mau mudik ke Bali.][Hanya Bu Irah yang tahu, sudahlah kalau memang baik-baik saja. Ya sudah alhamdulillah.]Meskipun, sebenarnya aku jelas tahu apa alasan ibu melakukan hal itu, aku hanya tak ingin mengumbarnya pada orang lain. Biarlah mereka menafsirkan sendiri tentang kelakuan yang kadang tak masuk akal itu.Terkadang aku kerap mempertanyakan, untuk apa mengizinkan anaknya menikah, jika pada akhirnya ia ingin tetap memaksakan kehendaknya. Aku pikir hubungan seperti ini sudah tidak sehat. Jika, dibiarkan mungkin beberapa tahun lagi aku bisa kehilangan akal sehat.~Sepertinya aku telah cukup lama berada di dalam kamar. Saat itu ibu mulai memanggilku, wanita itu sejak aku datang ke sini. Ia bahkan, tak membiarkanku punya waktu untuk bersedih. Seakan tahu jika putrinya se

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-11
  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 13

    “Sudah bicaranya?”Aku hanya diam saja. Seharusnya ia tak datang ke sini. Lagi pula kenapa aku begitu teledor hingga menjatuhkan buku diary itu? Sekarang ia jadi tahu apa rencanaku. Padahal, tadinya aku ingin merencanakan berpisah secara diam-diam.Kenapa juga nasib baik enggan mendekat padaku? Aku hanya ingin bebas dari ikatan yang membelengguku selama ini. Aku sudah muak, muak dengan semua tindakan manipulatifnya. Ia yang selalu tidak tahu terima kasih dan segala hal tentang ibu mertuaku yang membuatku frustrasi.“Dengarkan Akang, pisah itu bukan satu-satunya jalan keluar,” katanya.“Bagiku enggak ada jalan lain. Aku enggak mau lagi pulang ke rumah itu. Akang cari saja istri lain yang mau tinggal di sana.”“Astaghfirrullah.”“Sudahlah, harusnya Akang pulang aja ke rumah. Kenapa juga malah nekat ke sini?”“Ya, karena istri Akang di sini.”

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-12
  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 14

    “Nak….”Rupanya di bawah tangga sudah ada ibu. Melihat penampilanku yang kacau ia segera mendekat, lantas memelukku tanpa bertanya apa pun.“Yas, enggak sanggup lanjutin rumah tangga kayak gini Bu.”“Kamu ikut ke kamar ibu, kita ngobrol di dalam ya. Jangan di sini!”Wanita itu menuntunku ke kamarnya yang terletak di lantai bawah.“Ibu enggak tau apa saja yang kamu lewati selama di sana, tapi caramu itu salah. Semuanya masih bisa dibicarakan baik-baik. Kasihan suamimu, dia baru aja datang jauh-jauh nyamperin kamu, pasti juga masih capek.”“Harusnya dia enggak datang ke sini.”“Dia ke sini, karena peduli sama kamu Yas. Harusnya kamu juga sadar hal itu.”“Mau sebaik apa pun suamiku, kalau keluarganya enggak pernah suka sama aku. Percuma Bu, setiap hari ada aja yang diributin.”“Cerita sama Ibu sebenarnya sikap mertuamu itu bagai

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-13
  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 15

    Ya Allah, kenapa jadi begini? Bukan seperti ini yang aku inginkan. Nyatanya bukan hanya aku yang paling menderita dalam hubungan ini, bahkan suamiku juga sama saja. Entah mau bagaimana lagi hubungan kami ke depannya.Selama ini dua iparku itu memang kerap meminjam uang jika akhir bulan, jumlahnya memang tidak banyak hanya 200 atau 300ribu saja. Namun, jika hampir setiap bulan ia meminjamnya, terkadang kami juga risi.Apa lagi mereka tipe orang yang sangat sulit membayar hutang. Kadang pinjam 300 bayarnya hanya 100 ribu. Jika, suamiku menagihnya pun mereka malah mengungkit bakti. Katanya, dulu apa yang mereka berikan pada suamiku lebih dari sekedar uang yang jumlahnya tak seberapa itu.Entah kenapa dengan mereka? Jika jumlahnya memang tak seberapa, kenapa juga harus berhutang? Suamiku hanya bisa pasrah. Ia pun sejujurnya kesal, tetapi mengingat jasa mereka saat membantu membiayai sekolahnya Kang Dadan tetap saja tak enak hati.Namun, memang semakin ke sini

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-13
  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 16

    “Maafin ibu, Yas. Selama ini Ibu sudah salah sama kamu. Ibu janji akan merawat anak kamu nanti. Kamu pulang lagi ya ke rumah!”Bukan hanya aku yang terdiam, bahkan ibu juga hanya bisa terpaku di tempatnya. Menyaksikan besannya yang terus meracau di lantai.Saat itu Kang Dadan yang wajahnya sudah merah, karena menahan malu. Ia segera membantu ibunya berdiri denan sedikit memaksa, karena saat itu entah apa yang ada di pikirannya. Ia sudah seperti anak kecil, menangis sambil meraung-raung.“Jangan begini Bu, bangun dulu!” ucap Kang Dadan.“Biarin aja Dan, ibu memang salah hiks. Ibu harus minta maaf.”“Aku udah maafin ibu kok, tapi maaf aku enggak bisa balik ke sana,” ucapku, yang sudah tak tahan lagi dengan tingkahnya yang ajaib.Apakah menjadi tua akan selalu seperti ini?“Kenapa? Itu artinya kamu belum maafin ibu, buktinya enggak mau pulang?”Saat itu ibu

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-13
  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 17

    “Kenapa kalian diem aja, siapa yang berani mitnah kamu selingkuh? Bilang sama Ayah! Ada bukti enggak dia bilang begitu?”Saat itu Ayah yang baru saja pulang dari kantor, malah tak sengaja mendengar percakapan kami. Sekarang ia yang sudah terlanjut emosi, mana mungkin bisa di ajak bicara baik-baik.Lagi pula kenapa sih Bu? Dulu saat aku belum hamil, malha dituduh mandul. Sekarang sudah hamil pun, ia malah menuduhku hamil anak orang lain. Apa sih salahku ya Allah. Bertahun-tahun aku mencoba ikhlas menerima sikap dan tabiat buruk mertuaku. Tetap menjaga dan bahkan merawatnya saat sakit.Dia mana ank-anaknya saja merasa jijik tiap kali ia buang air kecil atau muntah di lantai. Aku tidak pernah marah, tak pernah juga mengeluhkan semuanya. Hanya saja, kenapa selalu saja kata-kata yang tak enak didengar yang keluar dari mulutnya.“Ayah duduk dulu! Ibu buatkan minum sebentar!”Saat itu ibu sedikit mendorong Ayah menjauh dariku

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-14
  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 18

    Tak jauh dari tempat kami bicara, rupanya ibu sedang memperhatikan ke arah kami.“Lihatlah ibumu! Dia sepertinya menguping pembicaraan kita!” ucapku.Aku hanya mendengar Kang Dadan menghembuskan nafas kasar. Ia bahkan terlihat seperti orang yang frustrasi. Tepat saat aku berpapasan dengannya. Aku sengaja menghentikan langkah.Namun, saat itu tak seperti di rumahnya yang di Sukabumi. Sekarang wanita ini, lebih suka menunduk dan tak banyak bicara. Aku hanya tersenyum mengamati setiap perubahannya, yang mana sangat bertolak belakang dengan kesehariannya di kampung halaman.Sayangnya tidak semua orang bisa terkena tipu dayanya. Orang tuaku jelas mengenali sikap putrinya yang mereka besarkan sejak kecil. Bisa-bisanya dia menyebarkan fitnah di rumahku sendiri.~“Ibu pasti seneng banget ya, sekarang!”Ibu lagi-lagi tak menjawab, hanya melirik sekilas lalu kembali menatap lantai.“Seneng, karena uda

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-14

Bab terbaru

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 62

    Sementara ibu melangkah menuju ke ruang tamu. Aku dan Kang Dadan memilih ke halaman belakang berkumpul bersama keluarga yang lain yang saat itu juga terlihat sangat ingin tahu apa yang terjadi. Aku sengaja tidak menjelaskan, aku pikir tidak baik juga menceritakan masalah seperti ini pada orang-orang yang tidak punya kepentingan.“Harusnya kalian juga temui, Nining! Kalian kan sudah makan emasnya. Terutama kamu Nad, kamu harus akuin keserakahanmu itu jika memang kamu bener mau berubah menjadi lebih baik,” ucap Teh Dewi.Kedua adik perempuannya itu lantas saling menatap. Sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk menyusul ibu ke ruang tamu.“Dan, Yas maaf kelakuan mereka bikin kalian jadi susah.”Saat itu Teh Dewi bukan hanya menatap kami bergantian, ia juga memegang kedua tangan kami sambil menyatukannya menjadi satu genggaman.“Teteh juga pasti banyak salah sama kalian, teteh harap apa pun yang terjadi kalian jangan pern

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 61

    Sepanjang jalan menuju rumah Juragan Asep banyak sekali tetangga yang mengajak kami bersalaman. Memang masih momen lebaran, jadi kami masih saling bermaafan. Namun, sepertinya orang-orang desa terlalu berlebihan. Permintaan maaf mereka seperti benar-benar dari hati, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Mungkin memang sebenarnya mereka juga merasa bersalah, karena ikut bersekongkol dengan Juragan Asep perihal pernikahan suamiku. Kebetulan sekali saat kami hampir sampai ke rumah Nining. Di jalan kami malah bertemu dengan Bu Odah. “Loh, kalian kapan datang?” tanyanya. “Sudah 3 hari yang lalu,” jawab Kang Dadan. Aku pikir Bu Odah akan marah atau mungkin bertindak anarkis. Ternyata dia dengan ramah menyapa kami. Wanita yang usianya sekutar 60 tahunan itu tampak lebih segar dan bugar dibandingkan pertemuan kami setahun lalu. “Yasmin, sehat?” “Alhamdulillah. Ibu dan Nining bagaimana kabarnya?” “Kami semua sudah lebih baik se

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 60

    “Loh, terus ibu mau tinggal sama siapa? Mau sama aku?”Teh Dewi mulai angkat suara.“Enggak, ibu juga enggak mau menyusahkan kamu. Kehidupan kau aja ngepas buat sehari-hari. Biarin ibu di sini sendiri. Mereka biar cari rumah sendiri.”Sontak saja Teh Nadia dan Teh Arum langsung menghambur dan berlutut di hadapan ibunya.“Bu, maafin Nadia. Aku tahu yang aku lakukan ini salah banget, tapi Nadia juga enggak tahu mau tinggal di mana lagi kalau bukan di sini, hiks.”“Tolong maafin Arum juga Bu, kami bener-bener enggak tahu harus tinggal di mana, hiks. Kami bahkan belum punya pekerjaan. Kami enggak tahu mau mulai kehidupan seperti apa?”“Waktu kalian mengusir ibu dari rumah, pernah enggak kalian mikirin ibu mau tinggal di mana dan bagaimana? Padahal, enggak setiap hari juga Ibu berkunjung ke rumah kalian.”Sekarang tangisan keduanya malah semakin menjadi.“Ibu selalu m

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 59

    “Benar kata Mas Aris, kalau sampai ibu masih gak sadar. Itu keterlaluan banget. Kalau sekarang ibu enggak mau ketemu, mungkin aja dia cuma perlu waktu buat nerima semuanya.”“Akang antar kamu pulang dulu, ya? Lagian hasilnya baru keluar besok.”“Memangnya ibu mau dirawat?”“Ia, biar enggak bolak balik. Sekalian mau cek kesehatan yangl ain. Dokternya baru ada besok pagi. Sekarang udah tengah malam gini. Kamu mau istirahat di mana coba. Mana enggak boleh masuk juga, ‘kan ada bayi,” ucap Kang Dadan.~Saat itu memang kurasa tak ada pilihan lain. Apa lagi memikirkan anak-anak yang juga butuh tempat yang layak.Kami bahkan tak diperkenankan masuk, karena membawa bayi.~“Ayo Akang antar! Percaya sama Akang, ibu enggak benci kamu kok. Dia cuma butuh waktu aja. Kita tunggu di rumah aja, ya?”Sebelum pulang Kang Dadan mala mengajakku untuk mampir di warung bakso f

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 58

    Aku masih berusaha untuk meminta tolong pada orang-orang di sana, termasuk para pedagang yang berada di sekitar lampu merah.“Aduh Neng, mana bawa-bawa bayi. Jangan nekat! Sudah tunggu aja di sini.”“Enggak bisa dong Mas, nanti kalau suami saya dipukuli bagaimana?”“Enggak, asal enggak cari masalah. Mereka enggak anarkis kok.”“Tapi, tadi katanya mereka suka mukul orang.”“Enggaklah, dasar aja orangnya enggak mau nolongin. Sudah tunggu saja di sini! Sebentar lagi juga keluar!”Saat itu ibu-ibu yang kebetulan lewat pun sampai menahan kutetap tinggal. Ia menarik lenganku, begitu erat.“Kalau ada.apa-apa, memangnya Neng enggak kasihan sama anak-anak?”Benar juga. Adanya mereka membuat gerakanku jadi terbatas.Sekarang aku hanya bisa pasrah sambil harap-harap cemas, menanti mereka yang tak kunjung keluar dari markas itu.“Memangnya ada urusa

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   BAB 57

    Aku bisa mengerti sesakit apa Kang Dadan mendengar kabar ini, ia sampai tak bisa berhenti menyalahkan diri.“Belum terlambat buat cari keberadaan ibu, Kang. Kita bisa cari sekarang juga kalau Akang mau. Mumpung kita di sini, kalau udah di Bali. Pasti ‘kan repot harus minta cuti dan sebagainya. Hayu, Akang mau sekarang? Aku temani!”Akhirnya setelah sekian lama ia terus menunduk sambil merenungi kesalahannya, pria itu menatapku.“Kamu bahkan lebih peduli sama ibu dari pada anak-anaknya.”“Setelah aku merasakan hamil dan melahirkan, aku jadi tahu Kang jadi ibu itu enggak mudah. Apa lagi merawat anak-anak. Aku cuma belajar menempatkan diri, kalau aku di posisi ibu bagaimana? Pasti aku juga akan melakukan hal yang sama. Siapa yang enggak akan merasa bersalah, melihat cucunya kritis dan hampir meninggal, karena kesalahan kita sendiri.”“Iya, tapi semua itu bohong.”“Ibu mana mengerti mas

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 56

    “Mafin aku Yas, kami bener-bener khilaf saat itu. Begitu melihat lemari ibu yang penuh dengan emas Batangan dan perhiasan. Kami jadi kalap dan malah menginginkan semuanya.”“Jangan-jangan ibu bukan kabur dari rumah, tapi Teteh yang usir dia.”“Soal itu, hm sebenarnya untuk masalah anakku yang di klinik jugahanya akal-akalan kami. Awalnya Anita memang mengalami konstipasi, tapi keadaannya tidak terlalu serius. Jadi, cukup diberikan obat saja juga sudah baikkan.”“Kalau memang begitu, kenapa Teteh malah melebih-lebihkan seolah-olah yang ibu lakukan itu sampai mengancam nyawa Anita?”Anita adalah anak kedua dari Teh Nadia, usianya belum menginjak 6 bulan. Jadi, ia tak seharusnya mendapatkan makanan selain ASI. Aku pikir memang benar, jika anak itu dalam keadan yang kritis. Ternyata hanya akal-akalan saja.Memang benar ya, buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya. Sikapnya persisi seperti Bu Irah. Sek

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 55

    “Kenapa sih dia?” tanya Teh Dewi dengan gaya culasnya.Namun, saat itu malah disenggol oleh Mas Aris.“Samperin sana! Adik kamu itu! Tanyain kenapa dia pulang sendiri? Mana malam-malam, ke mana suaminya?”Benar juga, tak biasanya Teh Nadia pulang kampung sendirian. Selain katanya tak biasa naik angkutan umum yang panas dan berdesakkan dengan pemudik lainnya.Ah, aku jadi ingat bagaimana angkuhnya saudara iparku itu.“Tunggu Teh, jangan ke dalam dulu! Aku mau ngomong sesuatu. Mumpung semua sudah kumpul di sini!”Teh Nadia yang saat itu hendak masuk pun mendadak kembali.Aku bisa melihat kegugupan di wajah Teh Arum, sesekali ia melirik ke arahku lantas ke arah suaminya. Yang saat itu bahkan sama tegangnya. Aku bahkan bis melihat ia seperti mengancam istrinya itu dengan tatapan tajamnya.“Sayang ada apa sih, kok Teh Arum dari tadi lihat kamu.”“Dengerin aja, nanti juga t

  • AKU INI BUKAN MENANTU SAMPAH   Bab 54

    “Teteh sebenernya kenapa? Yas bingung, kalau cuma mau minta maaf sudah jauh-jauh hari aku suda maafin kok. Tapi, ini perhiasan siapa? Kenapa dikasih ke aku?”Ada rahasia apa sebenarnya. Aku sangat bingung sekarang. Apa lagi tangisan Teh Arum juga semakin memilukan.“Kita cerita di kamarku saja yuk, biar enak. Kan ada anak-anak juga takut pada ke dapur.”Aku hanya takut, jika mereka mengetahui kesedihan bundanya. Itu tidak akan baik bagi mental mereka.Akhirnya aku hanya bisa memaksa wanita itu untuk pindah dari dapur.Di kamar, aku dibuat semakin bingung ketika Teh Arum tak mau menghentikan isakkannya. Aku hanya bisa mengusap punggungnya demi meredakan sesaknya, yang kuyakini ia past sudah menahan luka ini sekian lama.Lantas hari ini selayaknya bom yang siap meledak kapan saja. Kali ini mungkin waktunya.“Teteh, aku tahu pasti sakit banget denger kayak gini, tapi udah coba omongin belum sama Kang Ajunnya

DMCA.com Protection Status