Share

Bab 2

Penulis: Nay Azzikra
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-20 13:28:53

Part 2

Aku tidak berani menanyakan perihal pesan misterius itu pada Mas Fahmi. Karena saat ini, ia masih terbaring lemas.

“Jangan pernah percaya terhadap orang luar yang tidak kamu kenal,” pesan dari Ibu selalu terngiang kala aku menemui sebuah permasalahan yang berkaitan dengan hal itu.

Maka aku memutuskan untuk berpikiran positif saja.

Setelah sembuh, seperti biasanya, Mas Fahmi selalu menggunakan waktu seharinya pada hari Jumat untuk berdagang. Ia akan pulang setelah hari Sabtu.

Di usia pernikahan yang ke empat bulan, aku dinyatakan positif hamil. Betapa bahagianya hati ini. Juga Mas Fahmi yang memang melarangku untuk menggunakan alat kontrasepsi.

“Aku mau ziarah besok dua hari, ya? Aku pulang hari Minggu. Ini sebagai wujud rasa syukur kapada Allah. Aku akan berziarah ke makam-makam ulama yang memperjuangkan Islam. Kamu bisa pulang ke rumah ibumu. Aku akan berdoa semoga kamu diberi kesehatan selama mengandung anak kita,” ucap Mas Fahmi setelah luapan kebahagiaan kami reda.

Bibir ini sedikit mengerucut. Jelas hati serasa tak rela. Baru saja mendapat kabar bahagia, sudah mau ditinggal.

Setelah menikah, kami memang memutuskan untuk mengontrak rumah karena ingin menjaga privasi dan belajar hidup mandiri dengan jauh dari orang tuaku. Dan ia memintaku pulang ke rumah ibuku selama dia pergi. Enggan rasanya berpisah dengannya.

“Aku rasanya ingin selalu bersamamu, Mas,” rengekku manja sambil bersandar pada dada bidangnya.

“Iya, tapi aku sudah pernah bernazar, kalau nantinya punya anak, aku akan berziarah keliling. Satu hari saja tidak cukup. Apalagi harus sambil mengantar kain ini ke pelanggan,” kata Mas Fahmi. Ia mengelus kepala ini dengan lembut. Akhirnya, aku menurut saja.

Jumat pagi, ia begitu semangat sekali menata kain-kain yang akan diantar ke pelanggan. Senyum sumringah selalu mengembang di bibirnya saat bersitatap denganku. Namun, tidak begitu dengan hati ini yang merasa sedih. Harusnya ia meluapkan kebahagiaan dengan menikmati waktu bersamaku. Bukan malah pergi.

“Kamu mau berangkat ke rumah sakit, ‘kan? Nanti pulangnya langsung ke rumah ibu kamu, ya? Aku sudah izin sama kepala sekolah tadi. Biasa, hari Jumat tidak jadwalku mengajar. Jadi, sebagai tenaga honorer, aku bisa izin untuk mengais rezeki di tempat lain.” Ia berkata demikian sambil mendekatiku yang sudah memakai seragam putih. “Dan juga bayi kita yang ada dalam kandungan,” bisiknya di telingaku.

Selama menikah, belum pernah sekalipun Mas Fahmi memanggilku dengan panggilan yang spesial. Dia biasa menyebut dengan kata kamu, atau dengan memanggil namaku secara terang-terangan, Hanum.

“Nanti malam tidak bisakah kamu pulang, Mas?” Lagi, aku berusaha memintanya untuk mengerti keinginan hati ini.

“Tidak bisa,” jawabnya sambil memeluk.

“Besok?” Aku menawar lagi.

“Tidak bisa juga, Hanum. Sudahlah. Hari Minggu aku akan pulang pagi, ya?” katanya.

Entah mengapa, aku seperti enggan melepasnya.

Di saat selesai memeriksa pasien di ruangan, sebuah SMS dari Mas Fahmi kuterima.

[Sinyalnya sulit. Maaf, ya, kalau aku tidak bisa memberimu kabar?]

Belum juga hilang risau hati, Mas Fahmi sudah membuatku bertambah galau.

Selama pergi, ponsel Mas Fahmi benar-benar mati. Aku tidak bisa menghubunginya. Pun dengan siapa dia pergi, aku tidak tahu.

Minggu pagi, saat langit masih remang-remang, aku pamit dari rumah Ibu. Ingin segera sampai di rumah dengan cepat karena suamiku sudah berjanji akan pulang dengan cepat. Aku belum memberitahu kehamilan pada Ibu. Sehingga keluargaku biasa saja saat pagi buta aku sudah pergi.

Pukul delapan pagi Mas Fahmi pulang. Dia sangat kaget saat melihatku berdiri di teras sedang menunggunya. “Kamu kenapa sudah sampai? Rencananya aku mau ke rumah dulu, bersih-bersih badan baru jemput kamu,” ucapnya sambil melepas helm.

Aku mencium harum wangi shampo dan melihat wajahnya sudah segar serta rambut yang basah.

Apa tadi dia bilang? Mau bersih-bersih dulu? Bukankah dia sudah dalam keadaan bersih dan wangi?

Hati menjadi gelisah.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Husna Rafliazzahra
aroma perselingkuhan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • AKU HANYALAH SELIR   Bab 3

    Part 3Aku menatapnya curiga. Karena apa yang disampaikan barusan benar-benar bertolak belakang dengan kondisi Mas Fahmi?“Mau bersih-bersih badan? Kamu kelihatannya sudah mandi. Sudah wangi. Aku malah belum,” kataku dengan pandangan menyelidik.Mas Fahmi langsung tersenyum lalu memukul dahi. “Aku mau bersih-bersih rumah maksudnya. Lupa malah bilang mau bersih-bersih badan. Aku sudah mandi tadi di Masjid. Rasanya lelah dan penat keliling makam untuk berziarah,” ucapnya meralat, tapi aku justru bertambah curiga.Tubuhku masih berdiri mengamatinya yang tersenyum dan mencoba meyakinkan. Entah apa yang sedang diyakinkannya padaku. Tapi, hati ini merasa begitu.“Kamu kenapa? Apa ada yang salah dengan aku? Ayo, kita masuk rumah. Kandungan kamu baik-baik saja, ‘kan?” ajaknya sambil merangkul pundakku.“Kamu mandi dimana?”“Aku tadi sudah bilang bukan? Aku mandi di masjid. Menginap di sana juga. Karena aku sampai di kota sebelah sudah malam.”“Kenapa gak langsung pulang kalau sudah sampai kot

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-20
  • AKU HANYALAH SELIR   Bab 4

    Part 4Begitulah seterusnya. Mas Fahmi selalu marah saat aku menanyakan perihal Ema. Bukan tanpa sebab. Bukan sebuah tuduhan yang aku buat secara membabi buta. Akan tetapi, semua memiliki dasar yang sangat kuat. Pesan yang dikirim dari nomor yang tidak kukenal, seakan masih menghantui pikiran ini. Bahkan meski kejadian itu sudah beberapa bulan berlalu, dan Mas Fahmi nyatanya ada setiap hari untukku. Hanya hari Jumat saja dia pergi, dan pulangnya pun pasti membawa uang. Pernah sekali waktu aku memeriksa ponsel Mas Fahmi, tapi nomor tersebut tidak ada dalam daftar kontaknya. Hendak memeriksa foto? Ponselnya bukan ponsel canggih seperti saat ini yang memiliki fitur kamera.“Kamu gak mau ganti hape, Mas?” Pernah aku bertanya demikian. Karena tidak ingin dikira aku tidak peduli padanya.“Buat apa? Aku sudah melihat kamu setiap hari. Aku bersama kamu terus. Jadi, tidak perlu ponsel cantik. Cukup kamu saja yang tercantik di hati ini,” godanya sambil mencolek daguku.“Ya, buat foto-foto kala

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-20
  • AKU HANYALAH SELIR   Bab 5

    Part 5Usia kandunganku sudah menginjak tujuh bulan sekarang. Sesuai adat orang Jawa, akan diadakan tasyakuran mitoni. Keluarga Mas Fahmi yang mengurus semuanya. Namun, acara akan dilangsungkan di rumah ibuku. Jika di rumah kontrakan kami jelas tidak akan cukup. Karena tempatnya sangat sempit.Setelah perdebatan ku dengan Mas Fahmi tempo hari, aku tidak menemukan kejadian yang membuat curiga. Saat ke rumah keluarganya, semua bersikap biasa saja. Ia empat bersaudara. Kakak pertamanya Mas Wahyu. Kedua Mbak Santi, Mas Fahmi nomer tiga dan terakhir Dewi yang seumuran denganku dan sudah menikah serta memiliki anak. Aku lebih sering bertemu dengan saudara perempuannya.“Nduk, apa tidak sebaiknya kamu pulang kesini saja? Kandunganmu sudah besar itu lho. Lagipula, kamu ini ‘kan kerjanya lebih dekat kalau dari rumah Ibu,” ucap Ibu saat aku mampir ke rumah ketika pulang kerja.“Tidak, Bu. Aku gak mau ngerepotin Ibu,” tolakku halus. Karena yang sebenarnya adalah Mas Fahmi tidak mau jika tinggal

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-20
  • AKU HANYALAH SELIR   Bab 6

    Part 6Aku bukan tipe orang yang cepat emosian. Meluapkan kekesalan dengan teriak-teriak. Bagiku, jika hal itu masih bisa diselesaikan dengan bicara baik-baik, maka tidak perlu adu mulut. Maka, kuputuskan untuk meredam kesal karena bagaimanapun sedang ada acara yang berlangsung untuk selamatan calon bayi.Namun, tetap saja, hati rasanya tidak tenang. Apalagi, Mas Fahmi belum pulang sampai detik ini. Menunggu saat yang tepat dan sepi untuk berbicara empat mata dengan Dewi, rasanya susah sekali. Tamu datang silih berganti. Mereka umumnya teman Ibu yang mengembalikan sumbangan. Seperti itulah adat di tempat kami.Kamar kututup rapat. Aku benar-benar sudah gelisah karena hampir zuhur, Mas Fahmi tidak kunjung datang. Tiba-tiba, terlintas dalam benak, kenapa aku tidak membawa Dewi masuk ke kamar saja. Lalu, kaki ini melangkah keluar mencari keberadaan Dewi. Kenapa dia, bukan Mbak Santi yang kucari? Karena usia kami seumuran. Aku merasa lebih leluasa jika berbicara dengan dia.“Wi,” panggilk

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-20
  • AKU HANYALAH SELIR   Bab 7

    Part 7 “Hanum, jangan membatasi gerakku, tolong! Aku ini lelaki. Apakah setiap usahaku untuk mencari rezeki harus aku ceritakan sama kamu? Aku malu, Hanum. Aku malu sampai meminta uang pada kamu untuk acara mitoni ini. Makanya, semalam aku berusaha mencari bantuan kemanapun. Mencari usaha baru pada teman-teman. Aku hanya bisa menggunakan waktu malam tadi karena kamu sudah mengijinkan aku untuk keluar. Kamu mau tahu aku dimana? Baiklah. Aku akan menelpon temanku. Kamu bicara sama dia, ya? Kamu tanya semalam aku ada dimana.”Mas Fahmi mengeluarkan ponsel dan menelpon seseorang. Aku masih belum melarangnya. Aku ingin tahu, apa dia berkata jujur tentang keberadaannya tadi malam.Telepon tersambung. Mas Fahmi berbicara pada orang yang ditelpon. “Tolong katakana pada istriku, Hanum, kalua semalam aku ke rumahmu untuk membahas bisnis baru,” katanya lalu menyerahkan ponsel padauk.Aku langsung menerimanya dan orang itu menjelaskan jika Mas Fahmi semalam ada di sana. Bersama orang itu juga is

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-20
  • AKU HANYALAH SELIR   Bab 8

    Part 8Tanpa terasa tangan ini meremas benda pribadi milik perempuan yang aku pegang. Kulihat Mas Fahmi sudah tertidur pulas. Aku meletakkan dengan hati-hati, bra dan juga celana dalam di atas bantal guling. Harapanku, saat bangun nanti Mas Fahmi kaget dan mengetahui jika benda-benda itu sudah ketemu oleh aku. Setelahnya, aku memilih tidur di kamar lain yang masih kosong. Tidak lupa, sebelum tidur, aku membaca Surah Yusuf. Selama hamil, setiap malamnya aku membaca surah Yusuf dan Surah Maryam secara bergantian. Setelah membaca Al-Quran, hati terasa lebih tenang. Sejenak aku memandangi tembok yang ada di hadapan. "Ya Allah, jika memang aku salah, tunjukkan kesalahanku. Jika memang aku benar, maka tunjukkanlah kesalahan suamiku. Aku tidak ingin terus hidup dalam kecurigaan ini," ujarku lirih. Dulu, aku bukan orang yang mudah emosi. Namun, sejak hal-hal yang berhubungan dengan Mas Fahmi terasa janggal, aku jadi lebih sensitif. Apa karena aku sedang hamil? Meski lelah melanda, sulit

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-20
  • AKU HANYALAH SELIR   Bab 9

    Part 9“Kamu mau makan apa?” tanya Mas Fahmi berbisik.Aku hanya diam saja enggan menanggapi.“Hanum,” panggilnya lirih.“Aku mau sendiri. Tolong tinggalkan aku,” jawabku lirih.“Kamu kenapa?” bisiknya mesra di telinga. Jika tidak dalam keadaan marah, tentu saja aku akan tergoda."Ada apa sebenarnya, Hanum?" tanya ibuku yang tiba-tiba masuk ke ruang dimana aku dirawat.Kata dokter, setidaknya aku harus dirawat paling tidak semalam. Untuk mengobservasi keadaan."Hanum terlalu lelah dan banyak pikiran sepertinya," jawab Mas Fahmi yang langsung berdiri. "Ibu mau ambil makanan yang ketinggalan di motor dulu, ya?" kata Ibu kemudian. Kami berdua kembali di ruangan yang hanya berisi pasien aku seorang saja. "Pergilah, Mas! Aku sama Ibu. Barangkali kamu sudah ada yang menunggu di tempat lain. Aku tidak mau membatasi gerakmu sekarang," kataku sambil menitikkan air mata."Hanum, kamu bicara apa? Dokter sudah bilang jangan banyak pikiran! Kamu terlalu stress dan terbebani dengan prasangka kam

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-20
  • AKU HANYALAH SELIR   Bab 10

    Part 10 Saat mendengar langkah kaki mendekat, aku pura-pura tidur. Namun, sesekali mengamati gerak-gerik Mas Fahmi dengan membuka kelopak sedikit. Saat ini, aku merasa buntu sekali untuk mencari tahu yang sebenarnya terjadi. Namun, mengingat kondisi yang sedang hamil dan ada bayi yang harus kujaga, maka memilih berpikir positif saja. Bukan karena bodoh, bukan karena lemah, tapi, keselamatan bayi yang tengah ku kandung yang menjadi alasan. 'Mas Fahmi tidak punya selingkuhan! Mas Fahmi suami yang bertanggung jawab. Mas Fahmi adalah calon ayah yang baik.' Hatiku terus menekan kalimat itu. Kalaupun itu terjadi, maka aku akan tetap bertahan. Untuk anakku. Jika benar mereka selingkuh, Ema hanyalah pacar di masa lalu. Ia tidak boleh memiliki suamiku. * Malam itu, aku mendekati Dewi yang tengah bersantai duduk di teras samping rumah. Dia tersenyum saat aku duduk di sampingnya. "Sudah baikan, Mbak?" tanyanya. "Sudah, Alhamdulillah. Anakmu sudah tidur?" "Sudah, Mbak ...." Aku d

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-20

Bab terbaru

  • AKU HANYALAH SELIR   Season 2

    Tangis bayi membuatku membuka mata perlahan. Meski terasa berat, aku memaksakan diri untuk bangkit. “Aww,” pekikku saat menyadari perutku sakit. “Jangan bangun! Kamu habis dioperasi.” Sayup terdengar seseorang menjawab. Itu suara Bapak. Kepalaku pusing, bumi seakan berputar karena terkena gempa. Pikiran melayang seperti aku terbang di atas taman bunga. Aku berpikir apakah aku akan mati? Lalu aku kembali lupa. Saat terbangun lagi, keadaan sudah lebih baik. Ternyata apa yang kurasakan tadi hanyalah efek bius. “Mas Fahmi mana, Pak?” tanyaku saat melihat bapak duduk di samping ranjang. “Fahmi belum datang,” jawab bapak dengan mata berkaca-kaca. Aku hanya bisa menunduk sedih, ingat kalau sejak pertama kontraksi, Mas Fahmi tidak mendampingi. Selama menikah beberapa bulan dengannya, aku hanya didatangi ke rumah kontrakan berapa hari sekali saja. Sering menjalani kehamilan seorang diri tanpa ada suami yang mendampingi, membuatku merasa kalau pernikahan dengan Mas Fahmi tidak membuat ap

  • AKU HANYALAH SELIR   EKSTRA PART 3

    Part 45Pagi itu, Rahmi kembali sehabis membeli sayuran pada tukang sayur keliling. Wajahnya nampak kemarahan yang menyala-nyala.“Kamu kenapa?” tanya Herman saat istrinya sampai di rumah.“Orang-orang menggunjing Ema, Pak,” jawabnya.Herman yang berada di depan mesin jahit menghentikan aktivitas kerjanya. “Apa kita mengalah saja, menemui Fahmi ke rumahnya dan meminta pertanggungjawaban darinya?” ucapnya pelan. Ada rasa tidak ikhlas yang melanda hati saat mengucap kalimat demikian.Rahmi diam di tempat duduknya. “Tidak ada pilihan lain, Pak. Kita tidak bisa membiarkan Ema menanggung semuanya sendiri. Bagaimanapun, anak yang dikandungnya butuh seorang ayah,” katanya seolah setuju dengan apa yang diusulkan oleh Herman.Ema sudah berkali-keli menghubungi Fahmi. Akan tetapi, pria itu sama

  • AKU HANYALAH SELIR   EKSTRA PART 2

    Part 44Plak!Sebuah tamparan keras mengenai pipi Ema saat ia baru saja menginjakkan kaki di ruang tamu. Tubuhnya terhuyung hampir jatuh. Untung saja satu tangannya dengan sigap memegang tembok sebagai tempat bertumpu. Satu tangan yang lain memegang pipi yang terasa panas.“Dari mana saja kamu, anak nakal?” tanya ayahnya dengan wajah yang merah padam penuh kemarahan.“Ema, apa yang kamu lakukan berhari-hari ini? Kemana kamu pergi?” tanya ibunya tidak sedikitpun berminat menolong anak perempuannya yang terlihat kesakitan menahan tangis.“Kalau aku pergi, apa kalian akan peduli?” Alih-alih menjawab pertanyaan dari orang tuanya, Ema malah balik bertanya dengan suara yang sedikit tinggi. Pertanyaan yang seolah menyudutkan orang tua yang sedari dulu tidak pernah menyetujui hubungannya dengan Fahmi.“Kalau beg

  • AKU HANYALAH SELIR   ESTRA PART 1

    Part 43 (Ekstra Part 1)POV HANUMTidak mudah menjalani hari setelah bercerai dengan Mas Fahmi. Kenangan indah, kenangan buruk, datang silih berganti menorehkan sejuta luka. Aku selalu mengatakan pada saudara-saudaraku jika hati ini bahagia dan lega dengan keputusan yang telah kuambil.Namun, tentu saja aku berbohong.Hati wanita mana yang tidak sakit bila harus mengalami kenyataan pahit menjadi seorang selir? Ibarat sebuah sayatan pisau di tubuh yang menancap dalam, tentu saja tidak bisa sembuh dengan seketika. Butuh waktu yang lama, butuh obat yang banyak untuk bisa sembuh, meski setelahnya tetap saja menorehkan bekas.Bak sebuah sayatan tadi, ketika sembuh tetap ada bekas lukanya bukan?Cinta tidak akan hilang begitu saja dalam sekejap, meski orang yang kita cintai telah berbuat hal yang menyakitkan.Perceraian tentu juga

  • AKU HANYALAH SELIR   Bab 42

    Part 42 (ENDING)Wahyu dan adik-adiknya pulang dengan tangan kosong. Sejak naik mobil dari rumah Hanum, mereka saling diam."Berarti, sudah tidak ada harapan kah bagi mereka untuk bersama? Rasanya aku sangat tidak rela jika Mbak Hanum keluar dari anggota keluarga kita," ujar Dewi memecah keheningan.Santi yang duduk di samping Wahyu, hanya menatap pepohonan di luar yang sekarang berjalan melewatinya."Ya mau bagaimana lagi, Hanum sudah tidak mau bersama kembali dengan Fahmi," sahut Wahyu pasrah."Padahal, Mas Fahmi sedikit terangkat harga dirinya karena menikah dengan Mbak Hanum. Aku seperti tidak rela jika posisi Mbak Hanum digantikan oleh Mbak Ema," kata Dewi lagi.Semua kembali terdiam karena larut dengan pikiran masing-masing. Tidak ada yang mau jika Hanum bercerai dengan Fahmi. Namun, bagaimanapun juga, lelaki

  • AKU HANYALAH SELIR   Bab 41

    Part 41Wahyu dan adik-adiknya pulang dengan tangan kosong. Sejak naik mobil dari rumah Hanum, mereka saling diam."Berarti, sudah tidak ada harapan kah bagi mereka untuk bersama? Rasanya aku sangat tidak rela jika Mbak Hanum keluar dari anggota keluarga kita," ujar Dewi memecah keheningan.Santi yang duduk di samping Wahyu, hanya menatap pepohonan di luar yang sekarang berjalan melewatinya."Ya mau bagaimana lagi, Hanum sudah tidak mau bersama kembali dengan Fahmi," sahut Wahyu pasrah."Padahal, Mas Fahmi sedikit terangkat harga dirinya karena menikah dengan Mbak Hanum. Aku seperti tidak rela jika posisi Mbak Hanum digantikan oleh Mbak Ema," kata Dewi lagi.Semua kembali terdiam karena larut dengan pikiran masing-masing. Tidak ada yang mau jika Hanum bercerai dengan Fahmi. Namun, bagaimanapun juga, lelaki itu telah bersalah. Siapapun yang berad

  • AKU HANYALAH SELIR   Bab 40

    Part 40 Satu hari menjelang sidang, Hanum yang sudah mulai berangkat bekerjadan hendak pulang--didatangi Fahmi. Lelaki itu benar-benar tidak mau bercerai darinya. “Kasihan Abhi, Hanum. Pikirkanlah sekali lagi! Jangan egois hanya mengambil keputusan berdasarkan dengan pandangan kamu dan juga saudara-saudaramu saja. Siapapun anaknya, dia pasti ingin ayah dan ibunya bersatu. Apa yang akan kamu jelaskan kelak jika Abhi dewasa, Hanum? Apa kamu ingin dia mentalahkan kamu karena menceraikan ayahnya?” tanya Fahmi yang masih duduk di atas kendaraan. “Pikirkan sekali lagi, Bunda! Jangan gegabah,” katanya lagi. Dahi Hanum mengernyit. ‘Bunda?’ Begitu pertanyaan yang terlintas dalam pikirannya. Selama ini, Fahmi tidak pernah memanggilnya dengan panggilan yang spesial. Kali ini adalah kali pertama Hanum mendengar panggilang yang begitu manis. ‘Dia pikir aku akan luluh hanya karena dipanggil seperti itu?’ kata Hanum dalam hati. “Apa yang akan terjadi di masa depan, itu adalah urusanku, Mas. Ak

  • AKU HANYALAH SELIR   Bab 39

    Ema masih tetap bertahan dalam beberapa hari di rumah Fahmi, meskipun mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan. Hanya ibu Fahmi yang sesekali masih menawarinya makan. "Aku tidak nafsu makan, Bu," jawab Ema selalu menolak. Siang itu, sudah seminggu lebih Ema berada di rumah Fahmi. Berkali-kali kepala sekolahnya menelpon menanyakan keberadaan nya mengapa tidak berangkat. "Saya sedang ada masalah, Bu. Izinkan saya menyelesaikan masalah ini. Setelah selesai, saya pasti akan ke sekolah dan bercerita sama Ibu. Maaf jika saya tidak bisa bercerita sekarang," kata Ema melalui sambungan telepon. Siang itu, Ema menemui Santi di rumahnya. Tatapan tidak suka langsung diarahkan padanya begitu ia masuk. "Ema, kenapa kamu kesini? Warga sudah banyak yang bergosip tentang kamu, Ema. Aku mohon, pulanglah! Jika kamu mau menyelesaikan masalah ini, maka cukup sama Fahmi. Jangan libatkan kami! Kami sudah cukup pusing dengan banyak sekali akibat yang ditimbulkan dari perbuatan kalian. Maka, tolong,

  • AKU HANYALAH SELIR   Bab 38

    AHS 38Ema terbaring lemah diatas tempat tidurnya. Berhari-hari tidak ada makanan yang bisa masuk ke perut. Setiap kali memaksa makan, maka ia akan memuntahkannya."Kamu hamil?" tanya ibunya. "Jawab saja dengan jujur, Ema!" tekan sang ibu lagi saat masuk ke kamar putrinya.Ema hanya menangis dari balik selimut yang menutup tubuh."Bukankah dia sudah menikah, Ema? Dia menikah dengan orang lain dan kamu sekarang hamil?" Kesal, ibunya sedikit meninggikan nada suara. Meski masih dalam batas yang wajar karena tidak mau jika terdengar keributan oleh para tetangga.Isakan Ema semakin jelas terdengar."Jika dulu Ibu tidak melarangku, maka aku tidak akan mengalami semua ini. Jika saja Ibu dan Bapak mengakui pernikahan kami, aku pasti yang menjadi istri dah Mas Fahmi," kata Ema lirih."Kenapa kamu mau dimad

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status