Pov. Pras *** Kenapa harus Arina. Kenapa harus istri keduaku yang tak tahu apa-apa. Aku menangis melihat keadaan Rina yang hancur. Bukan saja karna luka fisik yang di deritanya, tapi juga luka batinnya atas kehilangan calon bayi kami. Aku yang salah. aku terlambat menjemput istriku. "Dek," kuelus kening dan merapikan anak rambut bidadari keduaku. Matanya bahkan masih erat terpejam. Jangan ditanya dengan kesedihan mertuaku. Sungguh aku merasa bersalah melihat tangisan mereka. Mengapa Rina juga harus menanggung. Tak cukupkah dengan karma yang kudapat. "Kamu istirahat dulu. Biar gantian sama mbak!" Mbak Widya yang kukabari tentang kecelakaan yang menimpa Rina, esoknya langsung datang. Ini pertama kalinya Mbak Widya melihat Rina secara langsung. Sehari-hari istri dan kakakku hanya bertatap muka lewat video call yang semakin canggih. Aku memang mengantuk tapi rasanya enggan meninggalkan Rina. Aku sungguh takut bila terjadi apa-apa d
Pov. Pras***Kupandangi wajah bocah lelaki itu. Sungguh perpaduan yang sempurna dari wajah kedua orang tuanya. Netra sendu Dewi jelas dimiliki putranya itu. Alis tajamnya tentu menurun dari ayahnya. Sudah lima tahun saja sejak kepergian istri keduaku. Arina. Aku memutuskan untuk kembali ke kota kelahiranku dan memilih tinggal di rumah peninggalan orang tuaku. Tentu saja kedua mantan mertuaku tak kulupakan begitu saja. setiap bulan aku selalu mengirimkan mereka uang belanja. ini bentuk baktiku pada orang tua Arina. "Menikahlah bila masih ada jodohmu, Nak. Kami tak apa. Sudah takdirnya Rina pergi dengan cara seperti itu." Kedua mertuaku tentu mengerti kondisiku. Namun setelah kebersamaan singkatku bersama Arina. Rasanya aku tak ingin lagi membuka hati. Pada Dewi aku mencinta, pada Arina aku pernah merasakan bahagia menjadi calon ayah. Ah, bukan. Ini pernikahan yang ketiga. Namun apakah boleh bila kucatat dalam memoriku sebagai pernikahan ke
Pov. Dewi*** Aku tak menyangka hari ini melihatnya lagi. Ternyata mas Pras menjadi sopir taksi online. Tak sengaja hari ini dia yang mengantar putraku dari sekolah. Gemuruh badai sudah benar-benar meredah dari hatiku. Tak ada lagi dendam dan luka saat melihat wajah dan tubuhnya yang semakin kurus. Bahkan kulihat sedikit tak terurus. Sungguh aku terkejut saat mas Pras memberitahukan bila istrinya meninggal dalam keadaan hamil. "Innallillah, ... kami turut berduka, Mas." Aku ikut prihatin atas ujian hidup yang menimpanya. Apalagi katanya, istrinya meninggal dalam keadaan hamil. Tak ada luka yang benar-benar sembuh. Pun denganku. Namun perih yang dulu ada benar--benar sudah hilang terbawa waktu. Meski bekas lukanya tak bisa hilang begitu saja. Namun luka yang dulu ada hanya tersisa samarnya yang tak ingin kulihat lagi. "Mama, om yang tadi itu siapa?" Davin mendekat dan duduk di sampingku. "Om tadi itu teman mama sama papa, Nak. Namany
POV. Sita*** “Aku ini duda, Dek.”“Mana surat cerainya, Mas?”“Nggak ada. Kamu tahu kan, orang di kampung. Kami hanya nikah siri.”“Serius kah, Mas?”“Serius, Dek. Aku serius sama kamu. Ngapain aku deketin kamu kalau aku ada istri.”“Kenapa pilih aku, Mas?”“Karna kamu beda dari yang lain. Kamu pekerja keras, tapi nggak keras kepala.”“Aku ini tulang punggung keluarga, Mas. Ayah dan ibuku bukan orang yang mampu.”“Masya Allah. Aku ingin kita bangun rumah tangga ini dengan keikhlasan. Kalau kamu jadi istriku, kedua orang tuamu juga adalah orang tuaku.”Begitulah mulut manis mas Firman saat merayuku dengan tipuannya tiga bulan yang lalu.Karna pengakuannya sebagai seorang duda itulah yang membuatku hari ini terbaring di rumah sakit dengan luka memar di wajah dan beberapa bagian tubuhku.Seorang wanita yang sedang hamil besar datang ke rumah kontrakanku yang berapa bulan ini kutempati bersama mas Firman.Wanita hamil itu datang dan mengaku sebagai istri sah mas Firman. Saat kuakui bila
Pov. Sita*** “Saya sama sekali tidak tahu, Pak, kalau pak Firman sudah beristri.”“Bagaimana anda yakin kalau dia seorang bujang?”“Pak Firman sendiri yang mengatakan pada saya dan kedua orang tua saya. Beliau sangat meyakinkan kami saat itu tentang statusnya sebagai duda dari pernikahan siri bersama seorang wanita yang sudah berakhir.”“Jadi pak Firman dulu mengaku pada bu Sita ini kalau beliau seorang duda?”“Benar, Pak.”Ditemani bapak dan ibu juga Neni dan suaminya, hari ini aku menghadap ke kantor polisi untuk memberikan keterangan atas kejadian yang kulaporkan pada pihak yang berwajib.Aku tak tahu apakah mas Firman dan istrinya ditahan atau tidak selama menunggu masa pemulihanku di rumah sakit. Yang jelas, hari ini kulihat keduanya datang bersama.Mas Firman mencoba mendekatiku tadi, tapi gegas kuangkat tangan padanya memberi tanda agar ia tak mendekat.Jelas sekali rasa bersalah di wajah maskulinnya. Aku benar-benar tak menyangka bila pria yang membuatku jatuh cinta dengan k
Musim hujan kembali datang. Siang malam deraiannya membasahi bumi. Curahnya membasahi tanah yang tertimpa kekeringan.Seperti hujan yang ingin menyembuhkan luka retak pada tanah. Seperti itu juga waktu menyembuhkan lukaku dengan perlahan.Walau tak mudah. Namun sakitnya mulai berkurang.Pada akhirnya memang setiap pertemuan harus ada perpisahan. Entah itu kematian atau sebab yang lain.Dan cintaku bersama mas Firman harus berkahir sebab satu fakta menyakitkan yang kuketahui setelah menjadi istrinya.Fakta bila lelaki itu menjadikan aku sebagai orang ketiga dalam rumah tangga kami sungguh menyakitkan bagiku dan juga menyakiti hati kedua orang tuaku.Bahkan teganya mas Firman. Demi perasaan cintanya padaku ia rela berbohong lagi. Keluarga yang diteleponnya hari itu untuk meyakinkan kami ternyata bukan keluarganya. Hanya kawan akrabnya saja.Maka semakin tak menyesallah aku melaporkan dan membuatnya mendekam di balik jeruji besi.Cinta memang pernah ada. Namun tipuannya membuat semua ras
Pov. Firman***Aku benar-benar khilaf. Telah kucipta badai atas rumah tangga keduaku bersama Sita. Dia wanita kedua dalamhidupku. Namun padanya aku jatuh cinta.Farida yang menjadi istri pertamaku di kampung halaman. Sudah lama kudengar kabarnya jika ia kerap jalan bersama lelaki lain. Bukan hanya rumor tapi juga bukti-bukti yang dikirimkan oleh keluargaku.Mungkin Farida tak tahan sebab sering kutinggalkan merantau. Pernah dulu kuajaknya untuk turut serta ke kota ini. Namun sepi dan terpencilnya daerah ini menjadi alasannya tak ingin ikut denganku.Akupun salah. Sebab tak jujur pada Farida dan Sita tentang pernikahan kami.Kata talak sudah hampir kujatuhkan pada Farida saat aku mengambil cuti tahun lalu. Namun kehamilannya menjadi alasan untukku mengurungkan niat untuk mengeluarkan kalimat sakral itu.“Aku lagi hamil, Mas. Mengapa tega menjatuhkan talak padaku?”Bibir merahnya sore itu berhasil membujukku untu membatalkan menjatuhkan talak padanya.Bukti-bukti Farida jalan bersama l
Pov. Firman*** "Bawa anakmu keluar dari rumah ini!" Aku berteriak lantang pada Farida yang tengah sibuk memasukkan baju-bajunya kedalam sebuah tas pakaian. Baru kali ini mataku terbuka. Setelah menjalani hukuman barulah Farida tertangkap basah olehku sedang main serong. Harusnya sejak dulu kuceraikan dia. Namun aku selalu berhasil dibuat luluh olehnya. Hingga akhirnya pernikahan keduaku bersama Sita juga harus kandas karna kelakuan Farida. Bukan hanya Farida yang salah. Akupun salah. Sebab tak jujur dari awal. "Dia juga anakmu. Kalau kubawa dia bagaimana aku mencari kerja?" Farida masih bersungut-sungut. Bahkan ia tak perdulikan pada tangisan bayinya. "BAWA DIA PADA AYAH KANDUNGNYA!" gertakku penuh amarah. Entah terbuat dari apa hati perempuan yang dijodohkan denganku ini. Bahkan wajah bayi ini tak ada miripnya sama sekali denganku. Juga dengam Farida. Namun aku menyadari mirip siapa anak tak berdosa ini. "A--apa maksudmu, Mas?" "
Dua minggu sudah berlalu sejak pertemuan tak terduga antara Gavin dan Kania. Juga pertemuannya dengan pak RT yang dating menyampaikan keluhan warga akan pembayaran tanah yang belum selesai.Gavin bahkan tak menyangka bila ruko yang dibelinya ada hubungannya dengan Doni. Mantan suami Hera yang diam-diam juga menjalin affair Bersama wanita yang pernah menjadi kekasih gelapnya.Bahkan ungkapan pertanyaannya pada Winda hari itu seolah angin lalu yang sudah terlupakan. Gavin pun sekarang lebih banyak menghabiskan waktu sebagai sopir taksi online daripada mengunjungi tokonya. Laporan penjualan oli akan ia terima lewat emailnya. Winda sudah sangat cekatan mengirim laporan melalui email.Sementara untuk pembelian, Gavin akan langsung menelpon supplier oli yang telah menjadi langganannya. Pembayaran pun dilakukan melalui transfer.Tak ada yang tahu balasan takdir apa yang akan diterima setelah melakukan kesalahan-kesalahan di masa lalu.Bertaubat mungkin sudah dilakukan, tapi balas akan t
"Sudah dua tahun kamu hidup sendiri, apa nggak ada niatan untuk kamu buka hati, Nia?" "Luka yang lama rasanya susah betul sembuhnya, aku takut mengulang cerita yang akan memberikan rasa sakit di ujungnya, Ta." Kania tahu kemana arah pembicaraan Sita. Ini bukan kali pertama ibu satu anak ini menyampaikan makna tersurat tentang perasaan seseorang padanya. "Mas Daksa itu suka sama kamu, ibunya juga berharap kamu ada perasaan yang sama." Kania tersenyum miris setipis mungkin. Sebagai Perempuan dewasa, Kania juga tahu tentang perasaan pria itu.Mas Daksa pria yang baik, hanya saja Kania rasanya masih takut memulai hubungan yang baru, apalagi statusnya hanya sebagai pembantu di rumah pria itu.Ada kenangan yang membekas dan mungkin tak mampu dihapus waktu. Kenangan akan statusnya Bersama Gavin.“Aku ini orang susah, Ta. Aku hanya pekerja di rumah orang tua mas Daksa.”“Nggak ada masalah. Problemnya dimana. Mas Daksa serius ingin membangun rumah tangga. Dia juga pernah gagal,
"Tanah ini pembayarannya belum diselesaikan, Pak Gavin." Seorang pria tua berpeci yang sedari tadi menunggu Gavin, langsung membeberkan inti persoalan yang menyebabkan beliau harus datang menemui pemilik ruko ini. Rupanya beliau ketua RT di daerah ini. "Gimana maksudnya, Pak? Saya juga tidak tahu menahu dengan pembayaran tanah yang bapak maksud." Gavin tentu menerima dengan baik tamu yang tak diharapkan kehadirannya siang ini. Belum lagi tadi pertemuan tak sengaja antara dirinya dan Kania membuat perasaannya jelas terusik. "Pihak developer belum menyelesaikan pembayaran tanah ini, Pak. Dan warga tidak mau tahu, mereka meminta saya untuk menemui pemilik ruko satu persatu." "Tapi saya sudah membayar lunas pembelian ruko ini, Pak. Entah dengan yang lainnya." Raut wajah pak RT terlihat cemas. Lelaki berkacamata ini menarik napas panjang lalu menghembuskan dengan berat. "Pak Gavin bukan pemilik ruko yang pertama yang saya datangi, tapi jawaban mereka ham
Sejenak keduanya tertegun. Ada kenangan yang tiba-tiba hadir di benak keduanya. Kenangan manis yang lebih dulu hadir di kepala Gavin. Kenangan yang ternyata tak bisa ia lupakan begitu saja. "Kania, ayo mas, antar!" Gavin terlalu bahagia hanya dengan melihat Kania sedekat ini. Namun, kenangan yang menyibak ingatan lelaki ini, ternyata tak sama dengan yang Kania rasakan. Kenangan pahit dan p3rih yang muncul dalam ingatan Wanita baik ini.“Oh, Maaf, Mas. Saya nggak tahu kalau kamu.” Terburu Kania mengeluarkan lembaran rupiah dari dompetnya ia ambil senilai harga taksi yang tertera di aplikasi tadi. “saya bayar, Mas. Maaf saya nggak jadi pakai taksinya!”Kania memaksa memberikan uang itu. Namun Gavin yang melongo karna terkejut dengan penolakan yang diberikan penumpangnya ini membuat Kania meletakkan uang itu di atas kursi penumpang lalu gegas berlalu sambil mengucap lagi kata maaf.“Kania!” Gavin berseru lalu gegas membuka pintu dan turun menghampiri Kania yang ter
Dua tahun berlalu, …*** Keheningan dan sunyi melanda. Ini hari-hari yang Gavin lalui setelah badai besar yang ia cipta dalam rumah tangganya.Perselingkuhannya Bersama Aline dua tahun lalu telah membuatnya kehilangan segalanya. Kejayaan ekonomi yang ia raih saat Bersama Kania dulu, pupus satu persatu bersamaan dengan kepergian Kania melepaskan diri.Mulai dari rumah tangganya yang hancur, kepergian ibunya untuk selamanya, juga keuangan Perusahaan yang tiba-tiba bangkrut dan pembayaran pelanggan yang macet telah membuatnya berada pada titik terendah dalam hidupnya.Dan bukannya menikahi selingkuhan yang telah membuatnya berpaling dari istri sahnya, tapi ia tinggalkan pula kekasih gelapnya itu dalam keadaan tak berdaya.Hari Dimana Gavin mengunjungi Aline di rumah sakit untuk melampiaskan amarah dan kecewanya, adalah hari terakhir mereka bertemu.Aline meninggal membawa sesalnya juga rahasianya. Tak ada yang tahu, ancaman apa yang telah diterima dari Doni hingga nekat menipu dan mengk
*** Sia-sia sudah pernikahan yang dibangun dengan cinta dan keikhlasan di awalnya.Tiga tahun berakhir dengan rasa sakit dan kecewa. Kisah indah antara Gavin dan Kania berakhir di siang yang gerimis ini.“Aku minta maaf, Mas bila selama Bersama telah membuatmu tersiksa dalam pernikahan kita. Mungkin aku yang banyak kurangnya sehingga kamu cari kenyamanan di luar sana.”Ikhlas sekali Kania membalas uluran salam dari Gavin. Bagaimana pun mereka pernah begitu Bahagia dan ia akui selama pernikahan kebutuhan lahir batinnya terpenuhi cukup baik.Meski luka jelas belumlah sembuh, tapi Kania siap menjalani hidupnya yang baru. Hidup tanpa suami dan mengusahakan apa-apa dalam hidupnya seorang diri.“Kania, …”“Aku pamit, Mas.”Kania tak biarkan Gavin mendestruksi lagi perasaannya. Luka yang kemarin sungguh begitu susah sembuhnya. Jadi, biarlah seperti ini.Gemuruh Kembali menghampiri bumi saat Kania melangkah meninggalkan ruang siding itu.“Nia, kamu oke?” Sita berdiri mengamit pergelangan K
“Beri aku kesempatan, Kania. Aku benar-benar minta maaf atas khilafku Bersama Perempuan itu.”Gavin berlutut di hadapan Kania. Lelaki ini begitu takut kehilanga, sementara Kania begitu siap untuk melepaskan.“Jangan gini, Mas!” Kania mundur selangkah. Tak biarkan Gavin menyentuh kakinya yang tertutup kaos kaki berwarna khaki.Kania benar-benar siap untuk berpisah hari ini. Ia sudah tak menangis seperti di awal saat Gavin begitu bersemangat ingin berpisah.“Aku mohon, Kania. Kita jangan berpisah, Sayang!” Wajah Gavin begitu memelas, tak lagi garang saat memberikan hadiah ulang tahun pernikahan pada Kania dengan ucapan perpisahan begitu mantap.Lelaki ini tampak kurus dari sebelumnya. Harapannya pada Kania untuk Kembali dan bertahta disisinya sungguh besar. Sayangnya, Gavin lupa sedalam apa be**ati yang telah ia tancap dalam hati Kania.“Aku nggak mau lagi berdebat, Mas. Kuberikan semua yang kamu inginkan. Aku harap mas Gavin masih ingat hadiah pernikahan yang mas berikan padaku dua b
***“Apa sih, yang ada di pikiran kamu saat memilih menyelingkuhi Perempuan sebaik Kania?”Rahmat bertanya sambil menatap iba juga geram pada Gavin yang terlihat frustasi dan tak ada semangat.Lelaki itu terlihat menghembuskan dengan kuat asap nikotin yang dihirupnya kuat-kuat. Gavin sudah cukup lama tak mengisap tembakau. Namun bercelarunya pikiran akan perbuatannya sendiri membuatnya membeli sebungkus nikotin beraroma mentol kesukaannya dulu.Bahkan saking frustasinya, ia meminta Rahmat untuk dating mendengarkan keluh kesahnya.Keduanya duduk di balkon rumah berlantai dua ini. Balkon Dimana banyak meninggalkan kisah indah antaranya dirinya dan Kania. Keindahan yang hadir sebelum ia ciptakan badai dan menghancurkan segalanya.“Aku khilaf,” ucapnya sambil menghembuskan lagi kepulan asap putih dari bibirnya yang kecoklatan.“Heh? Khilaf?” Rahmat tertawa menyeringai. Jengkel rasanya. Ia juga lelaki jadi tahulah apa yang membuat Gavin sampai selena itu Bersama mantan masa lalunya. “Mana
*** “Bagaimana dengan sidang cerai kalian?”“Sepertinya mas Gavin enggan melanjutkan. Mungkin selingkuhannya sudah nggak menarik lagi dimatanya.”Kania menjawab sambil menyeruput minuman coklat yang Sita bawakan. cuaca memang cukup panas hari ini. Bila siang hari panas, biasanya sore atau malam pasti hujan. Tadi sebelum Sita datang, Kania sudah mencuci pakaian kotornya dan menjemur di bagian belakang kost-kostan ini.Kania kemudian tersenyum miris saat mengingat saat mencuci tadi ia masih bertanya dalam hati siapa yang mencucikan pakaian kotor suaminya.“Bagaimana dengan kamu, Nia? Maksudku nggak ada salahnya memberikan kesempatan kedua, asalkan hatimu ikhlas.” “Entahlah, Sit. Hatiku terlalu sakit pada mereka.” Kania berhenti sebentar, berusaha menghalau air mata yang datang mengintip. “Kata-kata wanita itu kemarin mungkin nggak bisa aku lupa seumur hidupku.”Akhirnya embun di pelupuk benar-benar jatuh. Walau hanya setitik, tapi sudah cukup menandakan bila sakit itu benar-benar mem