Musim hujan kembali datang. Siang malam deraiannya membasahi bumi. Curahnya membasahi tanah yang tertimpa kekeringan.Seperti hujan yang ingin menyembuhkan luka retak pada tanah. Seperti itu juga waktu menyembuhkan lukaku dengan perlahan.Walau tak mudah. Namun sakitnya mulai berkurang.Pada akhirnya memang setiap pertemuan harus ada perpisahan. Entah itu kematian atau sebab yang lain.Dan cintaku bersama mas Firman harus berkahir sebab satu fakta menyakitkan yang kuketahui setelah menjadi istrinya.Fakta bila lelaki itu menjadikan aku sebagai orang ketiga dalam rumah tangga kami sungguh menyakitkan bagiku dan juga menyakiti hati kedua orang tuaku.Bahkan teganya mas Firman. Demi perasaan cintanya padaku ia rela berbohong lagi. Keluarga yang diteleponnya hari itu untuk meyakinkan kami ternyata bukan keluarganya. Hanya kawan akrabnya saja.Maka semakin tak menyesallah aku melaporkan dan membuatnya mendekam di balik jeruji besi.Cinta memang pernah ada. Namun tipuannya membuat semua ras
Pov. Firman***Aku benar-benar khilaf. Telah kucipta badai atas rumah tangga keduaku bersama Sita. Dia wanita kedua dalamhidupku. Namun padanya aku jatuh cinta.Farida yang menjadi istri pertamaku di kampung halaman. Sudah lama kudengar kabarnya jika ia kerap jalan bersama lelaki lain. Bukan hanya rumor tapi juga bukti-bukti yang dikirimkan oleh keluargaku.Mungkin Farida tak tahan sebab sering kutinggalkan merantau. Pernah dulu kuajaknya untuk turut serta ke kota ini. Namun sepi dan terpencilnya daerah ini menjadi alasannya tak ingin ikut denganku.Akupun salah. Sebab tak jujur pada Farida dan Sita tentang pernikahan kami.Kata talak sudah hampir kujatuhkan pada Farida saat aku mengambil cuti tahun lalu. Namun kehamilannya menjadi alasan untukku mengurungkan niat untuk mengeluarkan kalimat sakral itu.“Aku lagi hamil, Mas. Mengapa tega menjatuhkan talak padaku?”Bibir merahnya sore itu berhasil membujukku untu membatalkan menjatuhkan talak padanya.Bukti-bukti Farida jalan bersama l
Pov. Firman*** "Bawa anakmu keluar dari rumah ini!" Aku berteriak lantang pada Farida yang tengah sibuk memasukkan baju-bajunya kedalam sebuah tas pakaian. Baru kali ini mataku terbuka. Setelah menjalani hukuman barulah Farida tertangkap basah olehku sedang main serong. Harusnya sejak dulu kuceraikan dia. Namun aku selalu berhasil dibuat luluh olehnya. Hingga akhirnya pernikahan keduaku bersama Sita juga harus kandas karna kelakuan Farida. Bukan hanya Farida yang salah. Akupun salah. Sebab tak jujur dari awal. "Dia juga anakmu. Kalau kubawa dia bagaimana aku mencari kerja?" Farida masih bersungut-sungut. Bahkan ia tak perdulikan pada tangisan bayinya. "BAWA DIA PADA AYAH KANDUNGNYA!" gertakku penuh amarah. Entah terbuat dari apa hati perempuan yang dijodohkan denganku ini. Bahkan wajah bayi ini tak ada miripnya sama sekali denganku. Juga dengam Farida. Namun aku menyadari mirip siapa anak tak berdosa ini. "A--apa maksudmu, Mas?" "
Pov. Sita ** Aku benar-benar terkejut saat melihat mas Firman sudah berdiri di ambang pintu rumah orang tuaku. "Sita." Dia menyebut namaku dengan aura penyesalan. Apa maksudnya lelaki ini datang kesini. Andai tak ada yang namanya etika. Ingin rasanya kuusir saja. Tak menjawab mas Firman, aku langsung masuk melewatinya tanpa menatap. Namun ibu dan bapak juga muncul di belakangnya dan memberitahuku bila mas Firman datang umtuk meminta maaf "Nak Firman datang untuk minta maaf, Ta. Jadi bapak sama ibu menerima." Aku hanya duduk diam dan mendengarkan. "Aku datang ingin minta maaf, Ta. Aku banyak salah sama kamu. Akulah yang salah karna nggak jujur dari awal. Dan aku sudah menjalani hukuman yang kamu berikan. Jujur saja, apa yang kamu lihat kemarin itu, sebenarnya sudah lama terjadi. Sebab itu aku berani menikahimu. Namun aku juga salah sebab tak jujur padamu." Panjang lebar mas Firman menjelaskan. Namun bukannya Simpati aku merasa muak mende
“Pernikahan ini hanya di atas kertas. Dan semua akan berakhir bila Diani ditemukan.”Darsa Daniswara-juragan tanah dan perkebunan kakao berumur empat puluh tiga tahun ini, berbicara cukup lantang sambil menatap wajah tertunduk Iriani. Gadis miskin yang baru saja dijadikan sebagai penutup malu pernikahan sang Juragan hari ini.Harusnya sang juragan menikahi kekasih hatinya hari ini, perempuan yang dua tahun ini mengisi asmara masa duda sang juragan. Diani namanya.Namun perempuan bertubuh sintal itu menghilang sejak kemarin pagi. Bahkan Setelah uang mahar sebesar tiga ratus juta diserahkan padanya, di acara lamaran minggu lalu. Sikap Diani pada juragan Darsa sedikit berubah.Ponsel mahal pemberian sang juragan bahkan sering tak dikatifkannya. “Kita kan lagi dipingit, Mas. Jadi nggak boleh sering ngobrol dan ketemu,” elak Diani ketika hari minggu kemarin juragan ini nekat menyambangi rumah sang kekasih hati.“Apanya yang mau dipingit, bila semua sudah kita cicipi.” juragan muda ini m
“Besok kamu harus menikah dengan juragan!”Suara paman Bahar yang cukup tenang kemarin sore, tak membuat Iriani merasa aman. Memang hari ini paman yang Iriani kira sebagai ayahnya, sedang tak mabuk. Namun suara yang sedikit lebih tenang dari biasanya malah mampu membuatnya hampir terlonjak kaget.Apa ini, harus menikah dengan juragan tua itu? “Ma-maksudnya gimana, Paman?”Iriani memberanikan diri bertanya, sebab ia merasa perlu mengetahui alasannya. Ini tentang pernikahan. Dan Iriani tak ingin gegabah mengiyakan.“Ya, menikah! Harusnya kamu senang, anak yatim piatu seperti kamu ada yang menjadikan istri. Laki-laki itu juga kaya, bisa membantu perutmu berhenti dari rasa lapar!”Paman Bahar yang ditanya, tapi bibi Hilda yang menjawab. Istri pamannya itu entah ada masalah apa, sepanjang ingatan Iriani, perempuan bertubuh berisi ini, sering ketus dan begitu judes padanya.Dan kalimat menyakitkan yang sering ia hujani untuk Iriani sungguh memilukan hati. Entah betul atau tidak, bibi Hil
“Hubungi aku lagi kalau, Juragan merindukan diriku.”Suara manja seorang wanita membuat Iriani terhenyak kaget. Ia yang baru saja terbangun dan hendak mengambil air minum di dapur, terkejut saat melihat juragan Darsa keluar dari kamar bersamaan seorang wanita dengan pakaian yang sedikit amburadul.“Saya tak suka diatur!”“Tapi di atas ranjang aku bisa mngaturmu.”Perempuan itu seolah menantang. Namun cepat juragan Darsa melemparkan segepok uang pada wanita itu.“Keluar dan jangan pernah bawa perempuan ini kembali!” titahnya pada Indra yang datang menjemput perempuan itu.Namun perempuan malam ini benar-benar nekat, juragan Darsa yang bermain hanya untuk menuntaskan hasratnya saja, tapi sepertinya dia malah terbawa perasaan.Cup!Satu kecupan perempuan cantik itu curi dari pipi bercambang pelanggannya ini.“PERGI!”“Hahaha.”Juragan Darsa tak menyangka bila perempuan ini nekat menyentuh kulitnya tanpa izin. Malah perempuan yang ia tak tahu namanya hingga permainan selesai, memberikan t
PLAK!Entah darimana keberanian itu Iriani dapatkan. Satu tamparan yang cukup keras dilayangkannya pada pipi bercambang lelaki ini. Harusnya ini menjadi indah, andai juragan Darsa memintanya dengan baik.Bukankah Iriani sudah pasrah dengan pernikahan terpaksa ini. Namun kata-kata juragan Darsa bila pernikahan mereka hanya di atas kertas, dan apa tadi itu. Teganya lelaki ini membawa dan menyentuh perempuan lain di malam pertama mereka.Membuat Iriani bukan hanya merasa tak dihargai, tapi juga ia merasa muak dengan kelakuan lelaki kaya ini.“Bukan begitu caranya memperlakukan seorang istri, Mas!” wajah marah Iriani yang diiringi dengan titik bening yang jatuh satu-satu, membuat lelaki ini merasa ... bersalah. Bahkan saat Iriani menghapus dengan kasar bekas di bibirnya, membuat juragan Darsa semakin, ... ah rasa apa ini.Kemarahan Iriani yang diiringi isakan lemah, membubat sang juragan tertegun di muka pintu itu.Apa ini yang pertama kali bagi Iriani? Bahkan selamba ini tak ada perempu
Dua minggu sudah berlalu sejak pertemuan tak terduga antara Gavin dan Kania. Juga pertemuannya dengan pak RT yang dating menyampaikan keluhan warga akan pembayaran tanah yang belum selesai.Gavin bahkan tak menyangka bila ruko yang dibelinya ada hubungannya dengan Doni. Mantan suami Hera yang diam-diam juga menjalin affair Bersama wanita yang pernah menjadi kekasih gelapnya.Bahkan ungkapan pertanyaannya pada Winda hari itu seolah angin lalu yang sudah terlupakan. Gavin pun sekarang lebih banyak menghabiskan waktu sebagai sopir taksi online daripada mengunjungi tokonya. Laporan penjualan oli akan ia terima lewat emailnya. Winda sudah sangat cekatan mengirim laporan melalui email.Sementara untuk pembelian, Gavin akan langsung menelpon supplier oli yang telah menjadi langganannya. Pembayaran pun dilakukan melalui transfer.Tak ada yang tahu balasan takdir apa yang akan diterima setelah melakukan kesalahan-kesalahan di masa lalu.Bertaubat mungkin sudah dilakukan, tapi balas akan t
"Sudah dua tahun kamu hidup sendiri, apa nggak ada niatan untuk kamu buka hati, Nia?" "Luka yang lama rasanya susah betul sembuhnya, aku takut mengulang cerita yang akan memberikan rasa sakit di ujungnya, Ta." Kania tahu kemana arah pembicaraan Sita. Ini bukan kali pertama ibu satu anak ini menyampaikan makna tersurat tentang perasaan seseorang padanya. "Mas Daksa itu suka sama kamu, ibunya juga berharap kamu ada perasaan yang sama." Kania tersenyum miris setipis mungkin. Sebagai Perempuan dewasa, Kania juga tahu tentang perasaan pria itu.Mas Daksa pria yang baik, hanya saja Kania rasanya masih takut memulai hubungan yang baru, apalagi statusnya hanya sebagai pembantu di rumah pria itu.Ada kenangan yang membekas dan mungkin tak mampu dihapus waktu. Kenangan akan statusnya Bersama Gavin.“Aku ini orang susah, Ta. Aku hanya pekerja di rumah orang tua mas Daksa.”“Nggak ada masalah. Problemnya dimana. Mas Daksa serius ingin membangun rumah tangga. Dia juga pernah gagal,
"Tanah ini pembayarannya belum diselesaikan, Pak Gavin." Seorang pria tua berpeci yang sedari tadi menunggu Gavin, langsung membeberkan inti persoalan yang menyebabkan beliau harus datang menemui pemilik ruko ini. Rupanya beliau ketua RT di daerah ini. "Gimana maksudnya, Pak? Saya juga tidak tahu menahu dengan pembayaran tanah yang bapak maksud." Gavin tentu menerima dengan baik tamu yang tak diharapkan kehadirannya siang ini. Belum lagi tadi pertemuan tak sengaja antara dirinya dan Kania membuat perasaannya jelas terusik. "Pihak developer belum menyelesaikan pembayaran tanah ini, Pak. Dan warga tidak mau tahu, mereka meminta saya untuk menemui pemilik ruko satu persatu." "Tapi saya sudah membayar lunas pembelian ruko ini, Pak. Entah dengan yang lainnya." Raut wajah pak RT terlihat cemas. Lelaki berkacamata ini menarik napas panjang lalu menghembuskan dengan berat. "Pak Gavin bukan pemilik ruko yang pertama yang saya datangi, tapi jawaban mereka ham
Sejenak keduanya tertegun. Ada kenangan yang tiba-tiba hadir di benak keduanya. Kenangan manis yang lebih dulu hadir di kepala Gavin. Kenangan yang ternyata tak bisa ia lupakan begitu saja. "Kania, ayo mas, antar!" Gavin terlalu bahagia hanya dengan melihat Kania sedekat ini. Namun, kenangan yang menyibak ingatan lelaki ini, ternyata tak sama dengan yang Kania rasakan. Kenangan pahit dan p3rih yang muncul dalam ingatan Wanita baik ini.“Oh, Maaf, Mas. Saya nggak tahu kalau kamu.” Terburu Kania mengeluarkan lembaran rupiah dari dompetnya ia ambil senilai harga taksi yang tertera di aplikasi tadi. “saya bayar, Mas. Maaf saya nggak jadi pakai taksinya!”Kania memaksa memberikan uang itu. Namun Gavin yang melongo karna terkejut dengan penolakan yang diberikan penumpangnya ini membuat Kania meletakkan uang itu di atas kursi penumpang lalu gegas berlalu sambil mengucap lagi kata maaf.“Kania!” Gavin berseru lalu gegas membuka pintu dan turun menghampiri Kania yang ter
Dua tahun berlalu, …*** Keheningan dan sunyi melanda. Ini hari-hari yang Gavin lalui setelah badai besar yang ia cipta dalam rumah tangganya.Perselingkuhannya Bersama Aline dua tahun lalu telah membuatnya kehilangan segalanya. Kejayaan ekonomi yang ia raih saat Bersama Kania dulu, pupus satu persatu bersamaan dengan kepergian Kania melepaskan diri.Mulai dari rumah tangganya yang hancur, kepergian ibunya untuk selamanya, juga keuangan Perusahaan yang tiba-tiba bangkrut dan pembayaran pelanggan yang macet telah membuatnya berada pada titik terendah dalam hidupnya.Dan bukannya menikahi selingkuhan yang telah membuatnya berpaling dari istri sahnya, tapi ia tinggalkan pula kekasih gelapnya itu dalam keadaan tak berdaya.Hari Dimana Gavin mengunjungi Aline di rumah sakit untuk melampiaskan amarah dan kecewanya, adalah hari terakhir mereka bertemu.Aline meninggal membawa sesalnya juga rahasianya. Tak ada yang tahu, ancaman apa yang telah diterima dari Doni hingga nekat menipu dan mengk
*** Sia-sia sudah pernikahan yang dibangun dengan cinta dan keikhlasan di awalnya.Tiga tahun berakhir dengan rasa sakit dan kecewa. Kisah indah antara Gavin dan Kania berakhir di siang yang gerimis ini.“Aku minta maaf, Mas bila selama Bersama telah membuatmu tersiksa dalam pernikahan kita. Mungkin aku yang banyak kurangnya sehingga kamu cari kenyamanan di luar sana.”Ikhlas sekali Kania membalas uluran salam dari Gavin. Bagaimana pun mereka pernah begitu Bahagia dan ia akui selama pernikahan kebutuhan lahir batinnya terpenuhi cukup baik.Meski luka jelas belumlah sembuh, tapi Kania siap menjalani hidupnya yang baru. Hidup tanpa suami dan mengusahakan apa-apa dalam hidupnya seorang diri.“Kania, …”“Aku pamit, Mas.”Kania tak biarkan Gavin mendestruksi lagi perasaannya. Luka yang kemarin sungguh begitu susah sembuhnya. Jadi, biarlah seperti ini.Gemuruh Kembali menghampiri bumi saat Kania melangkah meninggalkan ruang siding itu.“Nia, kamu oke?” Sita berdiri mengamit pergelangan K
“Beri aku kesempatan, Kania. Aku benar-benar minta maaf atas khilafku Bersama Perempuan itu.”Gavin berlutut di hadapan Kania. Lelaki ini begitu takut kehilanga, sementara Kania begitu siap untuk melepaskan.“Jangan gini, Mas!” Kania mundur selangkah. Tak biarkan Gavin menyentuh kakinya yang tertutup kaos kaki berwarna khaki.Kania benar-benar siap untuk berpisah hari ini. Ia sudah tak menangis seperti di awal saat Gavin begitu bersemangat ingin berpisah.“Aku mohon, Kania. Kita jangan berpisah, Sayang!” Wajah Gavin begitu memelas, tak lagi garang saat memberikan hadiah ulang tahun pernikahan pada Kania dengan ucapan perpisahan begitu mantap.Lelaki ini tampak kurus dari sebelumnya. Harapannya pada Kania untuk Kembali dan bertahta disisinya sungguh besar. Sayangnya, Gavin lupa sedalam apa be**ati yang telah ia tancap dalam hati Kania.“Aku nggak mau lagi berdebat, Mas. Kuberikan semua yang kamu inginkan. Aku harap mas Gavin masih ingat hadiah pernikahan yang mas berikan padaku dua b
***“Apa sih, yang ada di pikiran kamu saat memilih menyelingkuhi Perempuan sebaik Kania?”Rahmat bertanya sambil menatap iba juga geram pada Gavin yang terlihat frustasi dan tak ada semangat.Lelaki itu terlihat menghembuskan dengan kuat asap nikotin yang dihirupnya kuat-kuat. Gavin sudah cukup lama tak mengisap tembakau. Namun bercelarunya pikiran akan perbuatannya sendiri membuatnya membeli sebungkus nikotin beraroma mentol kesukaannya dulu.Bahkan saking frustasinya, ia meminta Rahmat untuk dating mendengarkan keluh kesahnya.Keduanya duduk di balkon rumah berlantai dua ini. Balkon Dimana banyak meninggalkan kisah indah antaranya dirinya dan Kania. Keindahan yang hadir sebelum ia ciptakan badai dan menghancurkan segalanya.“Aku khilaf,” ucapnya sambil menghembuskan lagi kepulan asap putih dari bibirnya yang kecoklatan.“Heh? Khilaf?” Rahmat tertawa menyeringai. Jengkel rasanya. Ia juga lelaki jadi tahulah apa yang membuat Gavin sampai selena itu Bersama mantan masa lalunya. “Mana
*** “Bagaimana dengan sidang cerai kalian?”“Sepertinya mas Gavin enggan melanjutkan. Mungkin selingkuhannya sudah nggak menarik lagi dimatanya.”Kania menjawab sambil menyeruput minuman coklat yang Sita bawakan. cuaca memang cukup panas hari ini. Bila siang hari panas, biasanya sore atau malam pasti hujan. Tadi sebelum Sita datang, Kania sudah mencuci pakaian kotornya dan menjemur di bagian belakang kost-kostan ini.Kania kemudian tersenyum miris saat mengingat saat mencuci tadi ia masih bertanya dalam hati siapa yang mencucikan pakaian kotor suaminya.“Bagaimana dengan kamu, Nia? Maksudku nggak ada salahnya memberikan kesempatan kedua, asalkan hatimu ikhlas.” “Entahlah, Sit. Hatiku terlalu sakit pada mereka.” Kania berhenti sebentar, berusaha menghalau air mata yang datang mengintip. “Kata-kata wanita itu kemarin mungkin nggak bisa aku lupa seumur hidupku.”Akhirnya embun di pelupuk benar-benar jatuh. Walau hanya setitik, tapi sudah cukup menandakan bila sakit itu benar-benar mem