Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.
Part: 6.
***
Senyum yang terukir, kini sontak menghilang. Aku menatap Nyonya Jelita dengan bimbang.Seandainya Tuan Abraham yang memberitahukan keberadaanku, maka tentunya saat ini Tuan Abraham ada di sini bersama Nyonya Jelita.
Akan tetapi, ke manakah gerangan lelaki penyelamat itu?
"Nyonya," lirihku bergetar.
Plak!
Tiba-tiba sebuah tamparan kembali mendarat ke wajahku. Hal ini mengingatkan aku akan momen pertama kali bertemu Nyonya Jelita. Dirinya juga menamparku waktu itu.
"Hey! Siapa kamu? Beraninya menyakiti Nyonya Luka!" hardik Mili berlari ke arahku.
"Benar! Mungkin wanita ini bosan hidup bebas. Kalau sampai Tuan Abraham tahu, maka tamatlah riwayatmu," sambung Mini.
Aku menelan ludah getir mendengar cercaan kedua asisten rumah tangga yang ditugaskan Tuan Abrahan ini. Mereka ternyata tak mengenal Nyonya Jelita.
"Silakan mengadu pada majikan kalian! Saya pastikan kalian berdua yang akan segera dipecat," ujar Nyonya Jelita tersenyum sinis.
"Maafkan mereka, Nyonya. Sebenarnya ada masalah apa hingga Nyonya menamparku?" tanyaku.
Mili dan Mini sontak saling melempar pandangan saat aku menyebut istri dari Tuan Abraham dengan sebutan Nyonya.
"Jangan pura-pura lugu, Luka! Tempat sebagus dan semahal ini diberikan suami saya untukmu, lengkap dengan asisten rumah tangga. Apa artinya ini semua, Luka? Kau pasti sudah merayunya. Kau memang pel*cur murahan!"
Kedua lututku mendadak lemas menerima cibiran tajam dari Nyonya Jelita. Statusku seolah kembali diingatkan.
Hatiku hancur, baru saja semalam aku berpikir hidupku akan segera bersinar. Karena telah terlepas dari lembah penuh dosa itu.
"Aku tidak merayu Tuan Abraham, Nyonya. Aku juga tidak menyangka, kalau Tuan Abraham akan menemukanku di sana, dan membawa aku keluar. Aku sama sekali tidak merayunya," paparku dengan linangan air mata.
Mili dan Mini sudah tak bersuara. Keduanya tampak pucat setelah tahu Nyonya Jelita adalah istri dari majikannya.
"Kamu pikir saya percaya? Kau adalah wanita penghibur, Luka! Sudah menjadi kebiasaanmu merayu para lelaki agar terjebak dalam kelembutanmu yang fana."
"Kamu salah, Jelita. Luka tidak merayu saya. Justru saya memang mencarinya selama setahun terakhir ini. Bukankah saya pernah mengatakan padamu? Kenapa kamu bersikap begini pada Luka?" sambung Tuan Abraham yang muncul entah dari arah mana.
Suasana menegang. Aku takut Tuan Abraham dan Nyonya Jelita berselisih paham karena aku.
"Saya tidak menyangka kalau Mas menyimpan duri di tempat yang tersembunyi," ujar Nyonya Jelita.
"Apa maksudmu, Jelita? Apa salah jika saya melindungi dia yang lemah?"
"Tidak, Mas. Namun, sejak setahun terakhir ini, aku memperhatikan sikapmu jauh berubah. Mas sering melamun, bahkan rela membayar mahal pesuruh Mas, hanya untuk menemukan Luka."
"Itu wajar, Jelita. Luka hilang di apartemen milik kita. Sebagai sesama wanita, harusnya kau mengerti."
"Saya sangat mengerti, Mas. Pesona wanita murahan ini telah membuat Mas susah tidur dengan tenang, bukan?"
Tuan Abraham bergeming sesaat. Detik berikutnya ia memberi arahan agar Mili dan Mini membawa aku ke dalam.
Aku akhirnya menurut, dan masuk ke kamarku.
"Saya percaya, Nyonya Luka orang baik. Jangan menangis lagi, Nyonya. Bunga-bunga di taman bisa layu melihat kesedihan primadonanya ini," ucap Mini lembut menenangkan aku.
"Terima kasih, tapi aku memang tak sesuci kalian. Aku pernah hina dan akan terus terhina," sahutku dengan linangan air mata yang tak berkesudahan.
"Tidak ada manusia suci tanpa dosa, Nyonya. Kalau pun Nyonya pernah hina, itu bukanlah masalah. Surga nantinya akan dihuni bagi pendosa yang bertaubat dan menetap di jalanNya. Saya mendukung niat baik Tuan Abraham. Nyonya juga harus menghargainya," ujar Mili pula.
Aku memeluk mereka berdua. Bagiku, Mili dan Mini bukan sekedar bekerja di sini. Hadir mereka bagaikan saudara yang diberikan Allah untukku.
Aku semakin larut dalam isak tangis, ketika mengenang setahun belakangan ini aku sudah tak pernah menyebut nama-Nya dalam kalimatku.
.
Hampir satu jam berlalu.
Tuan Abraham mengetuk pintu kamarku.
"Maafkan aku, Tuan. Kehadiranku selalu membuat susah Tuan saja," ucapku tertunduk sedih.
"Jangan katakan hal itu, Luka. Justru hadirmu mengubah hidup saya. Jelita selama ini tak pernah marah ataupun cemburu. Dia selalu sibuk dengan dunianya sendiri. Sejak kau ada, saya merasa Jelita takut kehilangan diri saya. Hadirmu membawa bahagia, Luka. Terima kasih," papar Tuan Abraham.
Entahlah, seperti ada yang berdesir ngilu di dalam hatiku saat mendengar kalimat manis yang terucap dari lelaki penyelamat hidupku ini.
"Aku merasa tidak enak, Tuan. Nyonya Jelita sangat murka melihat keberadaanku di sini."
"Saya akan menjelaskannya. Sekarang, saya permisi dulu, Luka."
Tuan Abraham berlalu. Sementara aku masih terpaku.
Bagaimanakah akhir dari masa depanku?
Aku sudah tak mau kembali ke lubang yang sama. Aku menjadi takut lagi saat ini.
-
-Hari berlalu, kedua penjaga di depan ada yang menyerang. Mili dan Mini mengupayakan perlindungan untukku.
Dari balik jendela kaca, aku melihat sekelompok laki-laki berseragam hitam mengeroyok dua penjaga yang ditugaskan Tuan Abraham.
"Siapa mereka, Nyonya? Kenapa mereka menyerang rumah ini?" tanya Mili panik.
Aku menggeleng tak mengerti. Namun, terlihat ada Mami Mery dan Mami Asni keluar dari mobil yang terparkir di depan.
Ternyata mereka orang-orang yang mencari keberadaanku.
"Gawat. Mereka akan menangkapku lagi," ucapku gelisah.
Keringat dingin mulai bercucuran. Hatiku resah, pikiranku gundah.
"Nyonya, lihatlah! Ada Nyonya Jelita juga di sana," ujar Mili menunjuk ke arah luar.
Mataku membesar menyaksikan Nyonya Jelita sedang berpangku tangan. Ia tampak tertawa lepas bersama dengan Mami Mery, dan Mami Asni.
Langkah mereka perlahan mendekat ke arah pintu. Aku semakin dilanda kebimbangan.
"Hubungi Tuan Abraham!" perintah Mili pada Adiknya Mini.
Aku sudah gemetar. Gagang pintu berputar-putar. Gedoran keras pun sudah terdengar.
Sebentar lagi sepertinya akan didobrak paksa.
"Nyonya bersembunyilah. Kami berdua akan menghadapi mereka. Tuan Abraham sedang tidak bisa dihubungi sekarang. Saya yakin, istrinya telah mengatur semua ini," papar Mili.
Aku mengangguk sembari mencari tempat persembunyian yang aman.
Aku berjalan penuh hati-hati keluar lewat pintu samping yang terhubung dengan kolam renang.
Terdengar suara riuh telah terjadi di dalam. Aku mengintip dari celah tembok dengan kedua kaki yang gemetar.
"Mana wanita munafik itu?" tanya Nyonya Jelita, terdengar begitu lantang.
Mili dan Mini entah menjawab apa. Aku tak bisa menangkap suara mereka dengan jelas.
Dentuman barang yang dihamburkan saja yang terdengar bising, hingga membuat aku merinding.
Tak percaya, tapi nyata. Nyonya Jelita bekerjasama untuk memulangkan aku ke tempat hina itu.
Derap kaki mulai mengarah ke tempat persembunyian. Aku tidak aman, jika berdiam diri di balik tembok samping halaman.
Tak ada pilihan lain, akhirnya aku turun ke kolam renang. Menyelam aku dengan posisi tangan menekan hidung.
Semoga mereka segera pergi sebelum aku kehabisan napas di sini.
"Luka! Keluar kamu! Jangan harap kamu bisa lolos dari sini!" teriak mereka.
Aku sudah ketar-ketir menahan napas yang mulai melemah.
Entah berapa lama aku berada di bawah air yang dalamnya cukup untuk menewaskan seseorang. Untung saja dulu aku terlatih menyelam.
Namun, tetap saja aku tidak akan mampu bertahan lama.
Perlahan aku menyerah, tubuhku sudah terasa lemah. Hingga aku seolah terapung ke permukaan.
Setelah itu aku tak tahu apa yang terjadi lagi.
Bersambung.
Kira-kira Luka kembali dibawa oleh tangan-tangan hitam itu gak ya?
Ikuti terus kisah ini manteman💞
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 7.***Aku berangsur sadar. Mataku terbuka lebar saat menyaksikan Mini dan Mili berada di sampingku dengan wajah yang lebam."Apa yang terjadi pada kalian?" tanyaku lemah."Kami tidak apa-apa, Nyonya. Mereka orang-orang yang tak memiliki hati. Kami berdua terpaksa membawa Nyonya pergi dari rumah itu. Posisi Nyonya di sana sudah tidak aman," ujar Mili."Benar, Nyonya. Beruntung Nyonya tidak berhasil ditemukan mereka. Saya dan Mili mengatakan Nyonya sedang keluar. Mereka juga tetap mengupayakan pencarian. Siapa sangka, kalau Nyonya menyelam di kolam renang," sambung Mini.Aku masih mengatur napasku. Setelah itu barulah aku menyadari, kalau saat ini aku berada di tempat yang berbeda dari sebelumnya."Terima kasih, banyak. Aku berhutang nyawa pada kalian," ucapku sembari meraih tangan keduanya."Nyonya jangan pikirkan itu! Terpenting sekarang, Nyonya selamat. Maaf, hanya bisa menyediakan rumah tua yang jauh dari kata layak ini," papar Mini."Tidak
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR. Part: 8. ***Nyonya Jelita menghentakkan kaki keras sembari melangkah ke dalam kamarnya. Kami semua hanya terpaku melihat sikapnya itu. "Maafkan istri saya, Luka! Saya akan bicara baik-baik dengannya," ujar Tuan Abraham menyusul ke kamar. Aku tersenyum getir. Ada sesuatu yang terasa menghimpit relung hatiku. Sesak, pilu, nyeri. Sepertinya aku cemburu. "Nyonya, istri Tuan Abraham pasti marah besar," ucap Mili. "Biarkan saja. Memang itu tujuanku saat ini. Aku akan membalasnya." Mili dan Mini mengangguk-ngangguk dengan senyum yang tak bisa kuartikan. Mereka tampaknya tak senang, atau mungkin mereka tak tenang. Entahlah .... -- Pagi harinya, aku membantu menyiapkan sarapan. "Bik, biasanya Tuan Abraham suka sarapan apa?" tanyaku pada Bik Mur. Salah satu asisten rumah tangga di sini. "Roti bakar, Nyonya. Ini Bibik sedang menyiapkannya," jawab Bik Mur. "Biar aku saja yang membuatnya, Bik." Akhirnya aku mengambil alih tugas itu. Mulai sekarang
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 9.***Nyonya Jelita menjerit histeris menyaksikan kepergian suaminya bersamaku.Ada rasa puas, bercampur rasa haru di hatiku saat ini.Hingga kurang lebih satu jam perjalanan, kami pun sampai di rumah yang diobrak-abrik Mami Mery dan pasukannya kemarin."Tuan, mana mungkin kita bisa tinggal serumah tanpa ikatan begini. Nanti pasti akan terjadi fitnah," ujarku."Lalu bagaimana, Luka? Saya masih tidak menyangka kalau semua ini adalah perbuatan istri saya. Saya sungguh merasa bersalah padamu," paparnya.Aku menatap cukup lama ke arah mata Tuan Abraham. "Nikahi aku, Tuan. Masa depanku telah dirusak istrimu. Tuan juga harus bertanggung jawab!""Apa, Luka?""Ya, Tuan. Siapa lagi yang mau menikahiku yang hina ini?"Hening.Desiran darahku seolah berontak ingin menembus kulit. Kebisuan Tuan Abraham mampu menggores sembilu dalam hatiku.Sungguh, aku berharap ia mencintaiku. Bukan cuma merasa iba saja."Baiklah, Luka. Saya akan membicarakan masalah ini
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 10.***Seperginya Tuan Abraham dengan Nyonya Jelita, aku pun berbincang-bincang hangat bersama Mili dan Mini."Nyonya hebat. Saya yakin istri pertama Tuan Abraham sangat terluka saat ini," ucap Mili.Dalam hatiku berkata, 'Aku juga terluka. Sebab penolakan Tuan Abraham semalam.'"Saya juga yakin, nanti pasti cinta Tuan Abraham akan lebih besar ke Nyonya," sambung Mini.Aku bergeming sembari memainkan rambutku.Saat ini sungguh aku yang terbakar cemburu. Ternyata jatuh cinta benar-benar bisa membutakan mata. Tak heran jika Nyonya Jelita nekad melakukan kejahatan karena kecemburuannya tersebut.Ah, aku semakin larut dalam permainan yang mungkin bisa menghancurkan diriku sendiri ini..Waktu berjalan. Aku menunggu Tuan Abraham sampai petang. Namun, ia belum juga kembali setelah mengantarkan Nyonya Jelita tadi.Kegelisahanku sepertinya terbaca oleh Mini dan Mili. Keduanya menghampiri dan bersuara. "Nyonya sedang menunggu, Tuan?" Aku menggeleng de
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 11.***Malam harinya kami makan bersama di meja makan. Mili dan Mini tak ikut serta. Mungkin keduanya sengaja membiarkan aku dan Tuan Abraham menikmati momen berdua."Silakan, Tuan." Aku menuangkan nasi dan beberapa macam lauk di piringnya."Terima kasih, Luka."Ia tersenyum tipis membuat jantungku menjerit ingin meloncat keluar.Ah, jatuh cinta ternyata menyebalkan."Tuan sedikit terlihat lebih kurus. Jadi makanlah dengan benar. Karena jika kurus, Tuan tampak sedikit tua. Nanti ketampanan itu sirna, lalu Nyonya Jelita berpaling. Bagaimana?" Aku sengaja memancing.Tuan Abraham tersedak. Aku merasa bersalah dan segera memberikan segelas air putih sembari menepuk pelan pundaknya."Uhuk.""Maaf, Tuan. Aku hanya bercanda."Tuan Abraham bergeming sesaat ketika menyadari tanganku tengah mengelus belakangnya."Tidak masalah. Lupakan saja! Ayo lanjut makan! Masakan Mili dan Mini cukup enak," pujinya.Sesungguhnya itu adalah masakanku untuknya. Tentu s
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 12.***"Dia sebenarnya biasa saja, Mas. Bahkan Luka sendiri menikmati statusnya dulu. Sayanganya Mas tak dapat melihat kebenaran yang sesungguhnya," ucap Nyonya Jelita sembari melirikku dengan senyum sinis."Jelita, saya baru saja meminta agar kamu dapat menerima semua ini. Namun, sikapmu sepertinya tidak akan pernah berubah," papar Tuan Abraham."Mas tak mengerti rasanya jadi saya! Wanita mana yang rela diduakan, Mas? Ini sakit.""Nyonya Jelita benar. Seorang wanita yang dijunjung tinggi adalah harga diri. Akan tetapi, dengan begitu teganya Nyonya telah menghancurkan segala harga diri hidupku. Lalu sekarang Nyonya bicara tentang rasa sakit. Tak pernahkah Nyonya pikirkan sedikit saja bagaimana perasaanku saat pertama kali ternoda dengan cara sadis itu?" sambungku dengan nada suara bergetar.Ya, aku tetap saja merasa hancur dan trauma ketika mengingat awal mula kehancuran hidupku itu."Diamlah kau jalang! Di sini tak ada yang memintamu ikut bic
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 13.***"Namun, siapa sangka kecemburuan Jelita justru membawa Luka kembali ke tempat hina itu. Luka diculik oleh manusia-manusia biadab Itu lagi. Dan asal Mama tahu, Jelita lah yang merencanakannya. Luka yang malang harus menerima semua ketidakadilan lagi. Saya mencari Luka karena saya merasa bersalah. Luka hilang di apartemen. Hingga takdir membuat pencarian saya berhasil walau membutuhkan waktu setahun lamanya. Saya tidak pernah melakukan perbuatan hina itu bersama Luka seperti yang pernah saya akui pada Mama. Saya menutupi kesalahan Jelita. Namun, dia tak pernah mau menyadarinya. Saya menikahi Luka juga karena dosa Jelita, Ma. Dan malam ini Jelita pun nyaris mencelakakan Luka. Saya tidak tahu harus bagaimana lagi. Tapi, saya tidak akan pernah meninggalkan Luka," papar Tuan Abraham panjang lebar.Semua terdiam. Bahkan Mama mertua terlihat begitu syok.Sedangkan aku menangis penuh haru. Di hatiku ada rasa sedih bercampur rasa senang.Sedih ka
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 14.***Suasana mendadak terasa begitu tegang. Ruang tengah ini pun seakan sangat dingin. Kedua kakiku gemetar. Sedangkan Tuan Abraham masih menatapku dalam."Apa maksud ucapanmu tadi, Luka?" tanya-nya.Aku terdiam seribu bahasa. Sisa air mata terjatuh sekali lagi. Aku mengusap dengan cepat."Luka," lirihnya.Aku akhirnya kembali terisak. Perasaan ini memang tak mampu aku bendung lagi."Maafkan aku, Tuan. Tapi, aku benar-benar mencintaimu," paparku dengan suara bergetar.Mata Tuan Abraham membesar mendengar pengakuanku. "Sejak kapan?" tanya-nya lagi."Sejak saat pertama kali Tuan menyelamatkan hidupku. Namun, aku tak menyangka kalau sekarang takdir justru menyatukan kita. Aku sadar, pernikahan kita hanya sebuah keterpaksaan bagi Tuan. Akan tetapi, bagiku ini adalah yang terindah."Tuan Abraham bergeming. Padahal aku berharap ia memelukku dan menerima cinta ini dengan bahagia."Saya masih belum mempercayai ini, Luka. Kamu tidak sedang bercanda,
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 17.***POV Dinda.Aku terdiam mendapati pertanyaan sensitif dari Mas Ridwan. Ada rasa mau bercampur bahagia. Ingin aku teriak menyatakan aku mencintainya. Namun, bibir ini sungguh kaku."Jawab, Din!" perintah Mas Ridwan.Aku tersenyum dan mengangguk dengan malu-malu.Mas Ridwan mengangkat daguku dengan tulunjuk tangannya. "Benarkah?""Benar, Mas." Pelan aku menjawab pertanyaan itu.Mas Ridwan sontak memelukku. Sungguh aku terpaku dan tak menyangka dengan hal ini. Debaran di dadaku memburu. Air mataku menetes karena bahagia. Apa aku sedang bermimpi?"Dinda, saya berjanji akan menjadi suami yang baik untukmu," lirihnya di telingaku.Aku membalas pelukan itu. Lalu hubungan suami istri yang selama ini belum terlaksana, akhirnya terpenuhi sekarang.Aku dan Mas Ridwan memadu cinta dengan begitu indahnya.--Hari berikutnya, aku keluar membeli sesuatu. Tak disangka aku bertemu lagi dengan Mas Andi."Dinda, tolong dengarkan aku dulu! Kembalilah pad
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 16.***POV Ridwan.Hari ini aku akan menjemput si kembar. Saat aku sedang bersiap-siap, Dinda pun menghampiri."Mas aku boleh ikut?" tanya-nya.Aku bergeming. Jujur aku lebih nyaman pergi sendirian. "Mas," lirih Dinda lagi."Iya, Din. Boleh kok," sahutku.Dinda tersenyum. Sebenarnya hatiku terasa teduh saat melihat senyum wanita yang sekarang sah menjadi istriku itu. Namun, aku sendiri masih bingung. Cintaku pada Mawar membuat aku enggan memikirkan wanita lain, walaupun itu istriku sendiri saat ini..Di perjalanan suasana membisu. Aku tak mengajak Dinda bicara, pun sebaliknya.Jarak yang ditempuh cukup memakan waktu. Aku menyalakan musik agar tak begitu kaku.Sesekali aku menoleh ke arah Dinda. Ia tampak cuek dengan tatapan lurus ke depan. Tak seperti biasanya.Aku jadi resah. Apa benar Dinda tak bahagia?Kemarin, saat mantan suaminya datang dan bicara di depan halaman rumah, aku mengintai dari balik jendela.Aku mendengar semuanya. Saat itu
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 15.***Selesai berlatih berenang, aku dan Mas Ridwan masuk kembali ke kamar.Suasana menjadi canggung. Dadaku masih saja berdebar hebat. Sedangkan Mas Ridwan tampak buru-buru ke dalam kamar mandi..Malam harinya, kami sekasur dan saling menatap. "Din, seharusnya semalam kita tak melakukannya, tapi saya sungguh tak mengingat kejadian itu," ucap Mas Ridwan."Mau diapakan, Mas. Nasi sudah jadi bubur," sahutku dengan memasang wajah serius.Mas Ridwan memalingkan wajahnya dan membelakangiku. Entah apa yang ia rasakan, tapi aku cukup senang.Ibu mertua memang paling mengerti. Rasanya aku tak mau pulang ke rumah.--Hari berganti, kini tiba waktunya kami pulang.Sepanjang perjalanan Mas Ridwan hanya diam. Mungkin ia menyesali kejadian yang sebenarnya tak pernah terjadi itu.Hatiku sedikit kecewa. Nanti aku akan menceritakan semuanya dengan jujur.Saat ini, sepertinya suamiku belum siap menjalani rumah tangga normal bersamaku.Tak apa. Aku masih lag
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 14.***Pagi harinya, aku masih enggan menyapa Mas Ridwan. Rasanya ada sesuatu yang mengganjal sejak ia mengatakan kalimatnya semalam.Sebagai seorang istri, aku merasa Mas Ridwan sama sekali tak menginginkan aku. Lalu, kenapa ikatan pernikahan ia coba ikrarkan?"Din," lirihnya.Aku hanya menoleh sekilas, kemudian aku melanjutkan sarapan."Din, kamu marah?" tanya-nya pula.Aku menggeleng."Din, tolong bicaralah!""Aku tidak marah, dan apa hakku untuk marah?""Hem, baiklah. Saya minta maaf. Saya tidak bermaksud menyinggung perasaanmu, Din. Saya cuma ....""Cukup, Mas. Tidak perlu dibahas!" Suasana pagi ini jadi tegang. Mas Ridwan tampak gelisah. Sedangkan aku sengaja bersikap sedikit tegas. Jika, Mas Ridwan memang tak bisa menerima aku, pun tak masalah. Namun, aku juga tidak akan kembali pada Mas Andi.Hidup sendirian bukanlah suatu perkara besar, tapi pernikahan ini juga bukan mainan. Selagi aku mampu mempertahankan, maka akan tetap aku pertah
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 13.***POV Dinda.Setelah sah menjadi istri dari Mas Ridwan. Aku tetap merasa ada jarak antara kami.Dan benar, malam ini ia mengutarakan ungkapannya yang ternyata belum siap menjalani hubungan layaknya suami istri.Aku sebisa mungkin mencoba tersenyum dan berlapang dada. Bibirku berkata memahami, tapi hatiku terasa sembilu.Jika, cinta itu tak ada untukku kenapa harus menikahiku?Aku bisa menjagakan putri-putrinya. Kalau sudah begini, aku bagai tak dianggap.Suara dengkuran Mas Ridwan terdengar begitu keras. Ia tidur di atas sofa. Sementara aku memeluk lututku sendiri di atas kasur empuk yang dulu miliknya bersama Mbak Mawar.Entah sejak kapan rasa cintaku hadir, yang jelas saat ini hatiku sakit menerima penolakannya.Mas Ridwan sosok yang sempurna. Bahkan untuk berkata hal menyakitkan itu saja ia menggunakan kalimat lembut hingga membuat aku tak berkutik.Malam ini hujan pun turun menemani kesedihanku. Pintu jendela kamar terbuka dan tertutup
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 12.***POV Ridwan.Weekend ini aku berniat membahagiakan Anak-anak. Kami melepas rasa bosan dengan berenang.Kedua putri kecilku sudah siap menggunakan baju pengaman agar tetap terapung.Kami bermain air sembari bercanda riang. Namun, tiba-tiba saja terdengar bunyi dentuman.Sepertinya ada yang melompat ke kolam renang. Dasar menyebalkan. Anak-anakku sampai kaget."Tolong!"Suara teriakan itu sepertinya tidak asing di telingaku. Di kolam yang sama, terlihat seseorang sedang berusaha menyelamatkan dirinya sendiri.Mataku membesar saat mengetahui Dinda yang tenggelam. Ternyata dia tidak bisa berenang.Dengan gerakan cepat, aku langsung menuju ke arahnya. Telapak tangan Dinda berhasil aku genggam, kemudian dengan terpaksa aku menyentuh bagian pinggang agar ia dapat aku naikan ke permukaan."Tolong bantu angkat ke atas," pintaku pada penjaga kolam.Dinda akhirnya berhasil selamat. Namun, ia pingsan. Sementara Cika dan Tika sudah menangis karena ke
Judul: Kepergianku, penyesalanmu.Part: 11.***POV Dinda.Seminggu setelah Mbak Mawar tiada. Aku semakin besar memberikan perhatian untuk si kembar. Namun, aku tak lagi tinggal serumah dengan mereka. Karena aku segan.Sehabis isya aku pulang ke kontrakan yang letaknya bersebelahan dengan rumah Almarhumah Mbak Mawar. Seperti malam ini, aku berpamitan pada Mas Ridwan."Saya ingin bicara sesuatu, Din. Bisakah kamu menunda sebentar lagi kepulanganmu?" tanya-nya.Aku mengangguk sembari duduk kembali ke sofa."Ingin bicara soal apa, Mas?" "Sebenarnya ini sangat berat. Saya sendiri tak mampu mengatakannya. Namun, amanah ini tetap harus saya sampaikan," ujar Mas Ridwan.Aku sedikit gugup menunggu kalimat apa yang akan diucapkan Mas Ridwan."Din, Almarhumah istri saya menginginkan kamu untuk terus menemani Anak-anak," lanjutnya.Aku mengukir senyum tulus. Sejujurnya aku sangat menyayangi Tika dan Cika. Menjaganya menurutku tugas yang paling membahagiakan."Aku berjanji, Mas. Mbak Mawar pun
Judul: Kepergianku, penyesalanmu.Part: 10.***POV Ridwan.Istriku mawar menyusul aku ke kamar. Ia menjelaskan perkataannya yang tadi sempat aku dengar."Mas, tolong jangan marah. Aku hanya berani bicara seperti itu pada Dinda saja. Karena aku sangat mempercayainya.""Tetap saja aku tidak suka. Masalah kesepian ataupun kesedihan diriku tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain, sayang. Kamu juga tahu, aku sangat mengupayakan kesembuhanmu," paparku.Istriku bergeming. Air matanya mengalir deras. Detik berikutnya aku memeluk penuh cinta.Tubuh indah itu kini mulai lemah. Namun, sedikitpun rasa cintaku tak pernah sirna.Ia adalah cinta pertama dalam hidupku, dan akan menjadi cinta terakhir..Hari berganti, keadaan Mawar semakin memburuk. Aku dan yang lain mengantarkan ke rumah sakit. Namun, kondisinya terus saja melemah. Hingga aku meminta Dinda membawa Anak-anak keluar. Tak tega jika Tika dan Cika melihat kesakitan Mamanya."Mas, sepertinya aku tidak akan bisa mendampingimu lebih l
Judul: Kepergianku, penyesalanmu.Part: 9.***Hari berganti. Harusnya saat ini adalah menjadi momen terindahku. Namun, pernikahan telah aku batalkan, walau undangan pada kerabat dekat sudah disebarkan.Mas Andi juga masih berusaha membujukku agar mau kembali rujuk. Akan tetapi hatiku sudah bulat menolaknya.Lelaki seperti Mas Andi tidak akan pernah berubah. Ia hanya bisa lembut ketika merasa sepi dan sendiri. Namun, disaat ada pilihan lain, maka dia pun akan mulai bertingkah."Din, aku mohon kali ini saja! Ayolah berikan aku kesempatan itu," ujarnya melalui panggilan suara."Tidak, Mas. Keputusanku tidak bisa lagi diganggu gugat," sahutku dengan intonasi suara menekan.Deheman keras terdengar bagai orang yang putus asa. Detik berikutnya aku langsung memutuskan panggilan telepon dengannya.Cukup sudah hatiku dipermainkan. Aku tak mau lagi ada kesakitan yang tercipta oleh lelaki yang sama..Seperti biasa, aku mengurus Tika dan Cika. Setelah selesai, aku pun segera memberikan obat ruti