Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.
Part: 3.
***
"Saya akan pulang bersamamu, tapi mintalah maaf terlebih dahulu padanya!" perintah Tuan Abraham sembari menunjuk ke arahku."Apa, Mas? Saya harus minta maaf pada wanita murahan ini?"
"Luka bukan wanita seperti itu, Jelita. Keganasan hidup yang membawanya hingga sampai ke sini. Saya akan menceritakan semuanya di rumah nanti."
Nyonya Jelita kemudian mengamatiku dari ujung rambut hingga ke ujung kaki.
"Maaf," lirihnya.
Aku tersenyum sembari mengangguk.
Setelah itu Tuan Abraham pergi bersamanya. Tinggalah aku sendiri di Apartemen yang besar ini.
Aku menghela napas lega. Akhirnya aku bisa tidur dengan tenang.
-
-Adzan subuh berkumandang, aku tersadar dari tidurku. Lalu bangkit dan membersihkan diri. Setelah itu barulah aku menunaikan kewajiban rutin yang diajarkan oleh ibu sedari aku kecil.
"Ngapain repot-tepot tiap hari shalat! Gak akan masuk surga mantan wanita malam sepertimu!" ujar Bik Ratna lantang.
"Tidak masalah, Rat. Surga milik siapa saja yang memang tulus ingin menggapainya," sahut Ibuku lembut.
Bibir Bik Ratna tersungging mendengar jawaban Ibu. Sedangkan aku tersenyum kagum.
Walau kata orang-orang Ibu adalah wanita hina di masa lalu, tapi sikapnya yang di depan mataku sangatlah bijaksana.
Menetes air mata ini ketika mengingat kembali kenangan bersama Ibu.
.
Siang menjelang, suara bel berbunyi membuat aku segera berdiri untuk membukakan pintu.
"Luka," lirih Tuan Abraham.
Aku tersenyum. Di sebelah Tuan Abraham ada Nyonya Jelita yang sedang bergelayut manja di lengannya.
"Kamu jangan ke mana-mana! Hari ini saya dan Mas Abraham akan pergi ke luar kota. Semua persediaan untukmu ada di dalam koper ini," papar Nyonya Jelita lembut.
"Terima kasih, Nyonya. Aku berhutang budi besar pada kalian," sahutku.
Nyonya Jelita memelukku sebelum pergi berlalu bersama Tuan Abraham.
Aku merasa beruntung bisa bertemu dengan pasangan suami istri ini. Aku juga berdoa, semoga hubungan keduanya membaik dan bahagia.
-
-Waktu berjalan, hari berganti.
Bel Apartemen ini kembali berbunyi.
Aku bersemangat membukakan pintu. Pasti yang datang adalah Tuan Abraham dan Nyonya Jelita.
Namun, saat pintu kubuka ....
"Bawa dia!" perintah Mami Mery pada dua laki-laki berbadan kekar.
Aku berteriak meminta pertolongan. "Tolong!"
Akan tetapi, seketika Mami Mery mengancam dengan sebuah rekaman.
"Lihatlah, Luka! Paman dan Bibikmu sedang berada dalam tahanan saya. Jika, kau berani berontak, maka saya akan melenyapkan mereka berdua."
Aku bergeming. Di video tersebut tampak jelas wajah Bibik dan Paman sedang memelas meminta ampunan agar dilepaskan.
"Kenapa Mami menyandra mereka? Bukankah waktuku memang 2 hari di sini? Nanti sore aku akan kembali. Tunggulah sampai Tuan Abraham datang," ujarku bergetar.
"Omong kosong! Saya sudah tahu rencanamu bersama Tuan Abraham. Sekarang, cepat ikut saya!"
Aku terpaksa menurut demi Paman dan Bibikku.
Air mata kembali menetes ketika langkah kaki harus menuju ke tempat terkutuk itu lagi.
Setelah ini akankah ada yang menyelamatkanku lagi?
Aku, Luka. Harusnya aku tidak takut pada apa saja, bukan?
.
Aku sampai di sebuah gudang tua tempat penyekapan Bibik dan Paman.
"Akhirnya kau kembali juga, Luka. Patuhilah semua perintah Mami Mery! Terima saja garis takdirmu yang memang harus mewarisi nasib seperti Ibumu, Purnama." Bik Ratna bicara dengan santai.
Tidak ada ketakutan ataupun kesedihan di mata keduanya. Mereka bahkan tersenyum sumringah.
"Ambil ini! Kalian berdua boleh pergi! Terima kasih, atas kerjasama yang sungguh luar biasa kalian," ujar Mami Mery menyerahkan amplop cokelat pada Paman.
Mataku membesar mendengar pernyataan itu. Bisa-bisanya Bibik dan Paman rela menjualku hanya demi uang.
"Jangan tinggalkan aku, Bik ... Paman. Aku tidak mau menjadi wanita malam," ucapku dengan air mata yang berjatuhan.
Bibik dan Paman tidak mempedulikan ratapanku. Mereka pergi begitu saja setelah mendapatkan bayaran.
"Bawa gadis ini ke pondok hiburan kita yang ada di pusat kota! Pantau terus gerak-gerik serta siapa saja yang akan membayarnya! Jangan sampai Tuan Abraham menemukan Luka kembali!"
"Siap, Mami."
Aku diseret paksa masuk ke dalam mobil. Mami Mery sungguh licik dan kejam. Entah ke mana aku dibawa anak buahnya.
Tuan Abraham dan Nyonya Jelita pasti kebingungan mencariku.
Ya Allah, jangan biarkan aku terhina oleh tangan-tangan syaitan ini. Tolong aku. Selamatkan aku.
.
5 jam telah berlalu, aku sampai di sebuah tempat yang sama menakutkannya dengan tempat pertama kali aku diantarkan.
"Mami Asni, ini gadis yang bernama, Luka. Mami Mery sudah menyerahkan Luka sepenuhnya di sini. Dia masih perawan," ujar anak buah Mami Mery dengan begitu bangga.
"Sempurna. Luka, kau akan menjadi primadona kesayangan saya di sini."
Aku tak menjawab apa-apa. Tenagaku sudah habis, bahkan hanya untuk bicara saja aku sudah tak sanggup.
Aku pasrah sekarang.
Saat ini aku sedang ingin melihat peranMu ya Rabb. Jika Engkau tak menyelamatkan aku, maka semua umpatan orang-orang padaku dulu, aku anggap benar.
Bahwa aku anak haram, dan aku akan mengikuti jejak yang haram.
Aku benar-benar menunggu campur tanganMu kali ini.
"Antarkan Luka beristirahat di kamar yang sudah saya siapkan tadi! Untuk malam ini, biarkan dia sendiri dulu," ujar Mami Asni.
Aku melangkah pelan dibimbing dua wanita suruhannya. Usia mereka kutafsir lebih tua dariku.
"Namaku, Riana. Tidurlah, dan hapus air matamu! Di tempat ini tidak ada keadilan ataupun belas kasihan, Luka. Aku pun dulu pernah berada dalam posisimu. Aku berontak, aku ingin lari. Namun, akhirnya aku menyerah. Sekarang aku menikmati semua ini, Luka. Hidup memang kejam, maka dari itu kita tidak boleh lemah," papar Riana.
Aku tetap bergeming. Sekali lagi aku ulang, saat ini aku masih menunggu pertolongan dari-Nya. Jika, tidak ada. Maka aku akan menerima keadaan ini.
-
-Malam berikutnya, aku sudah dirias dengan begitu sempurna. Tidak ada pemberontakan dariku, tak ada pula kata yang aku ucapkan.
Aku membisu di hadapan cermin yang memantulkan gambar diriku. Kecantikan ini sungguh membawa malapetaka.
Seandainya aku dilahirkan buruk rupa, pastinya tempat sampah ini tidak akan menerimaku dan menginginkan aku sedemikian antusiasnya.
"Luka, kau sudah siap? Di luar banyak tamu yang sudah menunggu kita. Mereka akan memilih sendiri. Dan aku yakin, kau pasti menjadi primadona malam ini," ujar Riana.
Aku tak merespon. Hanya langkah kaki yang berjalan mengiringinya.
.
Kini, aku sudah berada di antara yang lain. Duduk manis memasang senyum agar para lelaki hidung belang itu terpikat. Sungguh aku belum bisa melakukannya.
Jangankan tersenyum seperti wanita lain di sini, bersuara saja aku sudah tak berniat.
"Mami, saya menginginkan gadis ini." Salah satu lelaki berperut buncit itu menunjuk ke arahku.
"Saya juga memilih dia," ujar yang lain pula.
"Berikan pada saya saja! Saya siap membayar lebih besar dari mereka."
Seketika ruangan yang sudah bising ini menjadi tambah riuh dengan perdebatan dari lelaki buaya.
Mami Asni tersenyum penuh kebanggaan. Ia bersorak riang dengan tawaran demi tawaran yang jumlahnya begitu besar.
Sedangkan aku?
Aku masih menunggu pertolongan dari-Nya.
Aku percaya, Rabbku tidak mungkin membiarkan aku ternoda di tempat yang kotor ini.
"Harga tertinggi yang akan mendapatkan, Luka. Harus kalian tahu, Luka masih serba asli. Bayarannya tidak boleh disepelekan," ucap Mami Asni sambil melintir rambut keritingnya.
.
Tidak ada pertolongan untukku. Harapan kian pupus dimakan keadaan.
Aku telah berada di dalam kamar bersama seorang lelaki yang berhasil membayar mahal ketimbang yang lain.
Seorang laki-laki paruh baya yang memiliki kumis tebal, perut buncit, mata besar, serta gigi sedikit panjang.
Bisa dibayangkan betapa menyeramkannya bentuk fisik lelaki ini?
Namun, aku sudah tidak ketakutan. Permintaanku pada Tuhan tidak dikabulkan. Berarti aku memang harus pasrah pada keadaan.
Namaku, Luka. Kini, aku wanita yang telah putus asa dan harus rela menyerahkan mahkota demi keserakahan makhluk-Nya.
Bersambung.
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 4.***Kotor sudah tubuh ini. Dibawah selimut aku bersembunyi meratapi diri yang telah menjadi hina.Setumpuk uang berwarna merah tergeletak di sampingku. "Ambil sebagai bonus untukmu. Saya senang mendapatkan kepuasan dari wanita yang masih asli sepertimu," ujar Om Salman, laki-laki yang merenggut kesucianku semalam.Aku bergeming, bahkan air mata tak mau menetes lagi. Detik berikutnya aku ditinggalkan begitu saja. Sungguh menyedihkan. .Waktu terus berjalan ....Aku terbiasa dengan keadaan. Walau hati masih menjerit menerima kenyataan. Namun, aku tak lagi menyembah Tuhan.Aku berhenti menjalani kewajibanku. Aku berhenti menyebut nama-Nya sebagai tempat mengaduku.Ya, aku berhenti untuk semua ajaran kebaikan yang dikatakan oleh Ibu.Namaku, Luka. Selamanya aku akan terluka jika tidak mengganti nama ini.Kalimat Tuan Abraham terngiang di kepala. Apa kabar laki-laki yang pernah menyelamatkan hidupku itu?Semoga rumah tangganya selalu bahagia.
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 5.***Suara isakan tangisku masih menggema di dalam kamar ini. Sementara Tuan Abraham masih memegangi kedua pundakku."Saya akan membawamu keluar dari sini," ujarnya menatapku tanpa berkedip.Aku bergeming sesaat. Bagaimana mungkin aku bisa pergi dari lembah dosa ini. Sementara diriku sudah tak suci lagi."Tetaplah bersandiwara, Luka. Saya melakukan penyamaran ini demi dirimu," lanjut Tuan Abraham."Tidak, Tuan. Aku sudah tak berniat keluar dari sini. Biarkan aku melanjutkan hidupku sendiri. Tempat ini telah menjadi rumah ternyamanku."Mata Tuan Abraham melotot ketika mendengar perkataanku itu."Sadarlah, Luka. Semua ini tidak benar. Saya tahu kau terpaksa. Ayolah pergi bersama saya.""Aku tidak terpaksa, Tuan. Pergilah! Atau aku akan segera membongkar penyamaranmu."Hatiku pilu. Sebenarnya tak tega berkata demikian. Namun, aku juga tidak mau melibatkan keluarga Tuan Abraham lagi. "Luka, tolong dengarkan saya! Jelita pasti senang bertemu den
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 6.***Senyum yang terukir, kini sontak menghilang. Aku menatap Nyonya Jelita dengan bimbang. Seandainya Tuan Abraham yang memberitahukan keberadaanku, maka tentunya saat ini Tuan Abraham ada di sini bersama Nyonya Jelita.Akan tetapi, ke manakah gerangan lelaki penyelamat itu?"Nyonya," lirihku bergetar.Plak!Tiba-tiba sebuah tamparan kembali mendarat ke wajahku. Hal ini mengingatkan aku akan momen pertama kali bertemu Nyonya Jelita. Dirinya juga menamparku waktu itu."Hey! Siapa kamu? Beraninya menyakiti Nyonya Luka!" hardik Mili berlari ke arahku."Benar! Mungkin wanita ini bosan hidup bebas. Kalau sampai Tuan Abraham tahu, maka tamatlah riwayatmu," sambung Mini.Aku menelan ludah getir mendengar cercaan kedua asisten rumah tangga yang ditugaskan Tuan Abrahan ini. Mereka ternyata tak mengenal Nyonya Jelita."Silakan mengadu pada majikan kalian! Saya pastikan kalian berdua yang akan segera dipecat," ujar Nyonya Jelita tersenyum sinis."Maaf
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 7.***Aku berangsur sadar. Mataku terbuka lebar saat menyaksikan Mini dan Mili berada di sampingku dengan wajah yang lebam."Apa yang terjadi pada kalian?" tanyaku lemah."Kami tidak apa-apa, Nyonya. Mereka orang-orang yang tak memiliki hati. Kami berdua terpaksa membawa Nyonya pergi dari rumah itu. Posisi Nyonya di sana sudah tidak aman," ujar Mili."Benar, Nyonya. Beruntung Nyonya tidak berhasil ditemukan mereka. Saya dan Mili mengatakan Nyonya sedang keluar. Mereka juga tetap mengupayakan pencarian. Siapa sangka, kalau Nyonya menyelam di kolam renang," sambung Mini.Aku masih mengatur napasku. Setelah itu barulah aku menyadari, kalau saat ini aku berada di tempat yang berbeda dari sebelumnya."Terima kasih, banyak. Aku berhutang nyawa pada kalian," ucapku sembari meraih tangan keduanya."Nyonya jangan pikirkan itu! Terpenting sekarang, Nyonya selamat. Maaf, hanya bisa menyediakan rumah tua yang jauh dari kata layak ini," papar Mini."Tidak
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR. Part: 8. ***Nyonya Jelita menghentakkan kaki keras sembari melangkah ke dalam kamarnya. Kami semua hanya terpaku melihat sikapnya itu. "Maafkan istri saya, Luka! Saya akan bicara baik-baik dengannya," ujar Tuan Abraham menyusul ke kamar. Aku tersenyum getir. Ada sesuatu yang terasa menghimpit relung hatiku. Sesak, pilu, nyeri. Sepertinya aku cemburu. "Nyonya, istri Tuan Abraham pasti marah besar," ucap Mili. "Biarkan saja. Memang itu tujuanku saat ini. Aku akan membalasnya." Mili dan Mini mengangguk-ngangguk dengan senyum yang tak bisa kuartikan. Mereka tampaknya tak senang, atau mungkin mereka tak tenang. Entahlah .... -- Pagi harinya, aku membantu menyiapkan sarapan. "Bik, biasanya Tuan Abraham suka sarapan apa?" tanyaku pada Bik Mur. Salah satu asisten rumah tangga di sini. "Roti bakar, Nyonya. Ini Bibik sedang menyiapkannya," jawab Bik Mur. "Biar aku saja yang membuatnya, Bik." Akhirnya aku mengambil alih tugas itu. Mulai sekarang
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 9.***Nyonya Jelita menjerit histeris menyaksikan kepergian suaminya bersamaku.Ada rasa puas, bercampur rasa haru di hatiku saat ini.Hingga kurang lebih satu jam perjalanan, kami pun sampai di rumah yang diobrak-abrik Mami Mery dan pasukannya kemarin."Tuan, mana mungkin kita bisa tinggal serumah tanpa ikatan begini. Nanti pasti akan terjadi fitnah," ujarku."Lalu bagaimana, Luka? Saya masih tidak menyangka kalau semua ini adalah perbuatan istri saya. Saya sungguh merasa bersalah padamu," paparnya.Aku menatap cukup lama ke arah mata Tuan Abraham. "Nikahi aku, Tuan. Masa depanku telah dirusak istrimu. Tuan juga harus bertanggung jawab!""Apa, Luka?""Ya, Tuan. Siapa lagi yang mau menikahiku yang hina ini?"Hening.Desiran darahku seolah berontak ingin menembus kulit. Kebisuan Tuan Abraham mampu menggores sembilu dalam hatiku.Sungguh, aku berharap ia mencintaiku. Bukan cuma merasa iba saja."Baiklah, Luka. Saya akan membicarakan masalah ini
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 10.***Seperginya Tuan Abraham dengan Nyonya Jelita, aku pun berbincang-bincang hangat bersama Mili dan Mini."Nyonya hebat. Saya yakin istri pertama Tuan Abraham sangat terluka saat ini," ucap Mili.Dalam hatiku berkata, 'Aku juga terluka. Sebab penolakan Tuan Abraham semalam.'"Saya juga yakin, nanti pasti cinta Tuan Abraham akan lebih besar ke Nyonya," sambung Mini.Aku bergeming sembari memainkan rambutku.Saat ini sungguh aku yang terbakar cemburu. Ternyata jatuh cinta benar-benar bisa membutakan mata. Tak heran jika Nyonya Jelita nekad melakukan kejahatan karena kecemburuannya tersebut.Ah, aku semakin larut dalam permainan yang mungkin bisa menghancurkan diriku sendiri ini..Waktu berjalan. Aku menunggu Tuan Abraham sampai petang. Namun, ia belum juga kembali setelah mengantarkan Nyonya Jelita tadi.Kegelisahanku sepertinya terbaca oleh Mini dan Mili. Keduanya menghampiri dan bersuara. "Nyonya sedang menunggu, Tuan?" Aku menggeleng de
Judul: AKU BUKAN WANITA PENGHIBUR.Part: 11.***Malam harinya kami makan bersama di meja makan. Mili dan Mini tak ikut serta. Mungkin keduanya sengaja membiarkan aku dan Tuan Abraham menikmati momen berdua."Silakan, Tuan." Aku menuangkan nasi dan beberapa macam lauk di piringnya."Terima kasih, Luka."Ia tersenyum tipis membuat jantungku menjerit ingin meloncat keluar.Ah, jatuh cinta ternyata menyebalkan."Tuan sedikit terlihat lebih kurus. Jadi makanlah dengan benar. Karena jika kurus, Tuan tampak sedikit tua. Nanti ketampanan itu sirna, lalu Nyonya Jelita berpaling. Bagaimana?" Aku sengaja memancing.Tuan Abraham tersedak. Aku merasa bersalah dan segera memberikan segelas air putih sembari menepuk pelan pundaknya."Uhuk.""Maaf, Tuan. Aku hanya bercanda."Tuan Abraham bergeming sesaat ketika menyadari tanganku tengah mengelus belakangnya."Tidak masalah. Lupakan saja! Ayo lanjut makan! Masakan Mili dan Mini cukup enak," pujinya.Sesungguhnya itu adalah masakanku untuknya. Tentu s
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 17.***POV Dinda.Aku terdiam mendapati pertanyaan sensitif dari Mas Ridwan. Ada rasa mau bercampur bahagia. Ingin aku teriak menyatakan aku mencintainya. Namun, bibir ini sungguh kaku."Jawab, Din!" perintah Mas Ridwan.Aku tersenyum dan mengangguk dengan malu-malu.Mas Ridwan mengangkat daguku dengan tulunjuk tangannya. "Benarkah?""Benar, Mas." Pelan aku menjawab pertanyaan itu.Mas Ridwan sontak memelukku. Sungguh aku terpaku dan tak menyangka dengan hal ini. Debaran di dadaku memburu. Air mataku menetes karena bahagia. Apa aku sedang bermimpi?"Dinda, saya berjanji akan menjadi suami yang baik untukmu," lirihnya di telingaku.Aku membalas pelukan itu. Lalu hubungan suami istri yang selama ini belum terlaksana, akhirnya terpenuhi sekarang.Aku dan Mas Ridwan memadu cinta dengan begitu indahnya.--Hari berikutnya, aku keluar membeli sesuatu. Tak disangka aku bertemu lagi dengan Mas Andi."Dinda, tolong dengarkan aku dulu! Kembalilah pad
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 16.***POV Ridwan.Hari ini aku akan menjemput si kembar. Saat aku sedang bersiap-siap, Dinda pun menghampiri."Mas aku boleh ikut?" tanya-nya.Aku bergeming. Jujur aku lebih nyaman pergi sendirian. "Mas," lirih Dinda lagi."Iya, Din. Boleh kok," sahutku.Dinda tersenyum. Sebenarnya hatiku terasa teduh saat melihat senyum wanita yang sekarang sah menjadi istriku itu. Namun, aku sendiri masih bingung. Cintaku pada Mawar membuat aku enggan memikirkan wanita lain, walaupun itu istriku sendiri saat ini..Di perjalanan suasana membisu. Aku tak mengajak Dinda bicara, pun sebaliknya.Jarak yang ditempuh cukup memakan waktu. Aku menyalakan musik agar tak begitu kaku.Sesekali aku menoleh ke arah Dinda. Ia tampak cuek dengan tatapan lurus ke depan. Tak seperti biasanya.Aku jadi resah. Apa benar Dinda tak bahagia?Kemarin, saat mantan suaminya datang dan bicara di depan halaman rumah, aku mengintai dari balik jendela.Aku mendengar semuanya. Saat itu
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 15.***Selesai berlatih berenang, aku dan Mas Ridwan masuk kembali ke kamar.Suasana menjadi canggung. Dadaku masih saja berdebar hebat. Sedangkan Mas Ridwan tampak buru-buru ke dalam kamar mandi..Malam harinya, kami sekasur dan saling menatap. "Din, seharusnya semalam kita tak melakukannya, tapi saya sungguh tak mengingat kejadian itu," ucap Mas Ridwan."Mau diapakan, Mas. Nasi sudah jadi bubur," sahutku dengan memasang wajah serius.Mas Ridwan memalingkan wajahnya dan membelakangiku. Entah apa yang ia rasakan, tapi aku cukup senang.Ibu mertua memang paling mengerti. Rasanya aku tak mau pulang ke rumah.--Hari berganti, kini tiba waktunya kami pulang.Sepanjang perjalanan Mas Ridwan hanya diam. Mungkin ia menyesali kejadian yang sebenarnya tak pernah terjadi itu.Hatiku sedikit kecewa. Nanti aku akan menceritakan semuanya dengan jujur.Saat ini, sepertinya suamiku belum siap menjalani rumah tangga normal bersamaku.Tak apa. Aku masih lag
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 14.***Pagi harinya, aku masih enggan menyapa Mas Ridwan. Rasanya ada sesuatu yang mengganjal sejak ia mengatakan kalimatnya semalam.Sebagai seorang istri, aku merasa Mas Ridwan sama sekali tak menginginkan aku. Lalu, kenapa ikatan pernikahan ia coba ikrarkan?"Din," lirihnya.Aku hanya menoleh sekilas, kemudian aku melanjutkan sarapan."Din, kamu marah?" tanya-nya pula.Aku menggeleng."Din, tolong bicaralah!""Aku tidak marah, dan apa hakku untuk marah?""Hem, baiklah. Saya minta maaf. Saya tidak bermaksud menyinggung perasaanmu, Din. Saya cuma ....""Cukup, Mas. Tidak perlu dibahas!" Suasana pagi ini jadi tegang. Mas Ridwan tampak gelisah. Sedangkan aku sengaja bersikap sedikit tegas. Jika, Mas Ridwan memang tak bisa menerima aku, pun tak masalah. Namun, aku juga tidak akan kembali pada Mas Andi.Hidup sendirian bukanlah suatu perkara besar, tapi pernikahan ini juga bukan mainan. Selagi aku mampu mempertahankan, maka akan tetap aku pertah
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 13.***POV Dinda.Setelah sah menjadi istri dari Mas Ridwan. Aku tetap merasa ada jarak antara kami.Dan benar, malam ini ia mengutarakan ungkapannya yang ternyata belum siap menjalani hubungan layaknya suami istri.Aku sebisa mungkin mencoba tersenyum dan berlapang dada. Bibirku berkata memahami, tapi hatiku terasa sembilu.Jika, cinta itu tak ada untukku kenapa harus menikahiku?Aku bisa menjagakan putri-putrinya. Kalau sudah begini, aku bagai tak dianggap.Suara dengkuran Mas Ridwan terdengar begitu keras. Ia tidur di atas sofa. Sementara aku memeluk lututku sendiri di atas kasur empuk yang dulu miliknya bersama Mbak Mawar.Entah sejak kapan rasa cintaku hadir, yang jelas saat ini hatiku sakit menerima penolakannya.Mas Ridwan sosok yang sempurna. Bahkan untuk berkata hal menyakitkan itu saja ia menggunakan kalimat lembut hingga membuat aku tak berkutik.Malam ini hujan pun turun menemani kesedihanku. Pintu jendela kamar terbuka dan tertutup
Judul: Kepergianku, Penyesalanmu.Part: 12.***POV Ridwan.Weekend ini aku berniat membahagiakan Anak-anak. Kami melepas rasa bosan dengan berenang.Kedua putri kecilku sudah siap menggunakan baju pengaman agar tetap terapung.Kami bermain air sembari bercanda riang. Namun, tiba-tiba saja terdengar bunyi dentuman.Sepertinya ada yang melompat ke kolam renang. Dasar menyebalkan. Anak-anakku sampai kaget."Tolong!"Suara teriakan itu sepertinya tidak asing di telingaku. Di kolam yang sama, terlihat seseorang sedang berusaha menyelamatkan dirinya sendiri.Mataku membesar saat mengetahui Dinda yang tenggelam. Ternyata dia tidak bisa berenang.Dengan gerakan cepat, aku langsung menuju ke arahnya. Telapak tangan Dinda berhasil aku genggam, kemudian dengan terpaksa aku menyentuh bagian pinggang agar ia dapat aku naikan ke permukaan."Tolong bantu angkat ke atas," pintaku pada penjaga kolam.Dinda akhirnya berhasil selamat. Namun, ia pingsan. Sementara Cika dan Tika sudah menangis karena ke
Judul: Kepergianku, penyesalanmu.Part: 11.***POV Dinda.Seminggu setelah Mbak Mawar tiada. Aku semakin besar memberikan perhatian untuk si kembar. Namun, aku tak lagi tinggal serumah dengan mereka. Karena aku segan.Sehabis isya aku pulang ke kontrakan yang letaknya bersebelahan dengan rumah Almarhumah Mbak Mawar. Seperti malam ini, aku berpamitan pada Mas Ridwan."Saya ingin bicara sesuatu, Din. Bisakah kamu menunda sebentar lagi kepulanganmu?" tanya-nya.Aku mengangguk sembari duduk kembali ke sofa."Ingin bicara soal apa, Mas?" "Sebenarnya ini sangat berat. Saya sendiri tak mampu mengatakannya. Namun, amanah ini tetap harus saya sampaikan," ujar Mas Ridwan.Aku sedikit gugup menunggu kalimat apa yang akan diucapkan Mas Ridwan."Din, Almarhumah istri saya menginginkan kamu untuk terus menemani Anak-anak," lanjutnya.Aku mengukir senyum tulus. Sejujurnya aku sangat menyayangi Tika dan Cika. Menjaganya menurutku tugas yang paling membahagiakan."Aku berjanji, Mas. Mbak Mawar pun
Judul: Kepergianku, penyesalanmu.Part: 10.***POV Ridwan.Istriku mawar menyusul aku ke kamar. Ia menjelaskan perkataannya yang tadi sempat aku dengar."Mas, tolong jangan marah. Aku hanya berani bicara seperti itu pada Dinda saja. Karena aku sangat mempercayainya.""Tetap saja aku tidak suka. Masalah kesepian ataupun kesedihan diriku tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain, sayang. Kamu juga tahu, aku sangat mengupayakan kesembuhanmu," paparku.Istriku bergeming. Air matanya mengalir deras. Detik berikutnya aku memeluk penuh cinta.Tubuh indah itu kini mulai lemah. Namun, sedikitpun rasa cintaku tak pernah sirna.Ia adalah cinta pertama dalam hidupku, dan akan menjadi cinta terakhir..Hari berganti, keadaan Mawar semakin memburuk. Aku dan yang lain mengantarkan ke rumah sakit. Namun, kondisinya terus saja melemah. Hingga aku meminta Dinda membawa Anak-anak keluar. Tak tega jika Tika dan Cika melihat kesakitan Mamanya."Mas, sepertinya aku tidak akan bisa mendampingimu lebih l
Judul: Kepergianku, penyesalanmu.Part: 9.***Hari berganti. Harusnya saat ini adalah menjadi momen terindahku. Namun, pernikahan telah aku batalkan, walau undangan pada kerabat dekat sudah disebarkan.Mas Andi juga masih berusaha membujukku agar mau kembali rujuk. Akan tetapi hatiku sudah bulat menolaknya.Lelaki seperti Mas Andi tidak akan pernah berubah. Ia hanya bisa lembut ketika merasa sepi dan sendiri. Namun, disaat ada pilihan lain, maka dia pun akan mulai bertingkah."Din, aku mohon kali ini saja! Ayolah berikan aku kesempatan itu," ujarnya melalui panggilan suara."Tidak, Mas. Keputusanku tidak bisa lagi diganggu gugat," sahutku dengan intonasi suara menekan.Deheman keras terdengar bagai orang yang putus asa. Detik berikutnya aku langsung memutuskan panggilan telepon dengannya.Cukup sudah hatiku dipermainkan. Aku tak mau lagi ada kesakitan yang tercipta oleh lelaki yang sama..Seperti biasa, aku mengurus Tika dan Cika. Setelah selesai, aku pun segera memberikan obat ruti