Share

Petuah Ibu

Penulis: Buluh Perindu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Pil pahit yang bernama kecewa lagi-lagi harus ditelan Wulan di hari kedua pernikahannya. Jika di hari pertama Damar masih meneleponnya, di hari ini hanya pesan yang dikirimkan laki-laki itu kepadanya.

[Dek, sehat? Mas rindu]

Pesan singkat itu dibaca Wulan saat membuka aplikasi pesan di gawainya jam empat pagi. Lagi-lagi dikirimkan pukul dua dini hari. Apakah di saat selarut itu suaminya belum juga tidur karena banyaknya tumpukan pekerjaan? Sebesar itukah resiko waktu yang harus dikorbankan lelaki yang baru menghalalkannya?

Hanya emotikon senyum dan hati yang dituliskan Wulan sebagai balasannya. Tak ingin mengungkapkan apa pun pada laki-laki yang bergelar suaminya itu.

[Adek sehat? Rindukan Mas selalu ya! Mas akan pergi ke Puncak nanti sore dengan rekan-rekan kantor. Adek mau dibelikan apa?]

Penunjuk waktu tepat pukul enam pagi saat Wulan membuka pesan yang baru dikirimkan Damar itu. Pesan itu masuk saat Wulan bar
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Postingan Yang Meresahkan

    Lagi-lagi Bu Yayuk menyampaikan petuahnya. Wulan yang sedari tadi tampak serius memperhatikan ibunya itu sepertinya berpikir keras untuk memperbaiki dirinya untuk hari-hari ke depan."Menjaga laki-laki itu lebih sulit daripada mendapatkannya, Lan. Karena setelah didapatkan, biasanya laki-laki akan merasa menang dan tertantang untuk mencoba hal menantang lainnya. Sudah dulu ya! Ibu mau ke pasar, nanti kesiangan. Tolong siapkan bumbu untuk bikin pepes ikan! Ayahmu tadi minta dibuatkan pepes untuk lauk hari ini!"Tak menunggu jawaban putrinya, Bu Yayuk cepat berlalu dari hadapan Wulan. Setelah membalikkan tubuh, wanita itu dengan sigap meraih kunci motor yang ada di dekat televisi lantas berjalan cepat ke arah pintu samping yang terhubung dengan garasi sederhana. "Lan, tolong sirami bunga Ibu! Mumpung kamu di rumah tak ada kerjaan!"Masih terdengar pekik wanita itu sebelum deru motor terdengar meninggalkan halaman rumah. Meningga

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Menantu Kebanggaan

    Wulan memperhatikan bayangan dirinya di cermin. Bahagia, itu yang dirasakannya saat ini. Tak lama lagi dirinya akan bertemu dengan laki-laki yang telah menghalalkannya tiga hari yang lalu. Gurat bahagia itu jelas terpancar dadi wajahnya, sempurna dan tak dapat tertutupi. Akhirnya penantiannya berakhir. Kembali Wulan meraih gawainya, lantas membuka aplikasi pesan berlogo hijau. Memastikan apa yang sempat dibacanya beberapa saat yang lalu tak salah. Melafalkan kembali rangkaian huruf demi huruf, meskipun hanya di dalam hati. [Mas ikut penerbangan jam tujuh malam. Semoga tak terjadi penundaan. Mas merindukanmu. Sangat-sangat merindu]Lengkung indah itu terlukis di bibir mungil Wulan. Tak salah. Benar-benar tak salah. Laki-laki yang merindukannya itu akan datang tak lama lagi. Mereka akan bertemu kembali setelah berpisah sejak tiga hari lalu saat akad baru saja diucapkan.Penunjuk waktu menunjukkan pukul delapan ma

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Gawai Baru?

    Baru saja Pak Wawan hendak menimpali ucapan istrinya, terdengar deru suara mobil memasuki halaman rumah mereka. Wulan cepat melangkahkan kakinya ke arah depan, menuju sumber asal suara.Dua laki-laki turun dari kendaraan roda empat berwarna hitam itu. Wulan sangat mengenal salah seorang di antara mereka.Memilih tetap berdiri di teras menyambut kedatangan suaminya, Wulan melihat Damar menyerahkan sesuatu kepada laki-laki yang menjadi sopir kendaraan roda empat itu. Wulan menduga itu merupakan lembaran uang sebagai bentuk pembayaran jasa laki-laki itu."Assalamu'alaikum," ujar Damar sembari melangkah ke arah Wulan yang sudah menunggunya. Tangan kanan laki-laki itu menarik koper hitam kecil sementara bahu kirinya menyandang tas kecil berwarna coklat. Ada satu kantong plastik di tangan kiri Damar. Dengan setelan celana bahan dan kemeja berwarna biru dongker membuat penampilan laki-laki itu paripurna di mata Wulan."

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Pengalaman Pertama

    Tangan Wulan baru saja terulur menyentuh koper hitam milik Damar saat terdengar pintu kamar dibuka seseorang dari luar."Dek, kopernya tak usah dibongkar! Besok kita pamitan dengan Ibu dan Ayah. Kita ke rumah dinas Mas saja. Lebih nyaman di rumah sendiri menurut Mas."Ucapan Damar yang tiba-tiba membuat gerakan tangan Wulan berhenti mendadak tepat di pegangan koper itu. Wulan menolehkan kepala dan melihat langkah kaki sang suami mendekat ke arahnya. "Harus besok ya, Mas? Kenapa tak dua atau tiga hari lagi kita di rumah ini?" tanya Wulan sembari menegakkan kembali posisi tubuhnya dari berjongkok."Apa bedanya besok dengan dua atau tiga hari lagi, Dek? Sama saja kan?" balas Damar sembari mengusap rambut basahnya dengan handuk.Wajah Wulan sempat merona melihat tubuh bagian atas Damar yang polos, tanpa penutup apa pun. Laki-laki itu hanya mengenakan celana pendek berbahan kaos tebal. Rambut basah Dama

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Penasaran

    Wulan membuka pintu kamar lantas keluar dari ruangan berukuran enam belas meter persegi itu. Damar mengikuti langkah istrinya dari belakang.Mengisi piring putih dengan nasi, lantas Wulan menambahkan piring itu dengan satu ekor utuh nila cabai hijau berukuran sedang."Sayurnya Mas isi sendiri atau mau aku yang mengisinya?" tanya Wulan sembari menatap wajah Damar.Ada sepiring capcai dan beberapa iris tempe goreng tepung di hadapan laki-laki itu."Adek saja yang mengisinya. Mas mau merasakan dilayani seorang istri untuk pertama kalinya."Posisi Wulan dan Damar yang bersebelahan membuat Wulan kembali melayangkan cubitan ke pinggang laki-laki itu."Cukup Mas menggodanya! Bilang saja mau, selesai!" sahut Wulan sembari menambahkan tumpukan capcai dan dua potong tempe goreng ke piring putih berisi nasi milik Damar.Tak ada sahutan, hanya kekehan saja yang terdengar dari mulut Damar. Ekor mata

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Siapa Mereka?

    Ponsel Mas jatuh setelah menelepon Adek di pagi Senin itu. Tersenggol saat Mas makan. Layarnya retak dan sama sekali tak bisa dihidupkan. Karena itu mungkin Adek tak dapat menghubungi Mas seharian."Tampak sekali Damar menunjukkan rasa penyesalannya. Dan itu membuat Wulan merasa bersalah. Mengapa dirinya langsung menghakimi suaminya tanpa meminta penjelasan terlebih dahulu? Harusnya Wulan bertanya, bukan justru menuduh tanpa tahu apa yang terjadi sebenarnya. "Aktivitas Mas seharian itu sangat padat. Mas tak bisa pergi kemana-mana karena banyaknya agenda kegiatan yang harus Mas ikuti. Akhirnya Mas memutuskan malam harinya untuk meminta tolong salah seorang karyawan hotel membelikan ponsel dengan spesifikasi yang sudah Mas tentukan."Damar menatap wajah Wulan dengan penuh kesungguhan. Rasa bersalah dan penyesalan jelas terbingkai pada rahang tegas lelaki itu. Wulan merasa suaminya benar-benar mengatakan yang sesu

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Penjelasan Damar

    "Jelaskan siapa mereka!" pinta Wulan dengan penuh ketegasan. Damar terdiam. Membuang pandangannya ke arah lemari pakaian tiga pintu milik istrinya. Tak lama berselang, lelaki itu menghela napas panjang dan memilih menatap langit-langit kamar. "Hanum dan Raya merupakan pasangan ibu dan anak. Hanum, wanita itu merupakan ibu dari Raya."Tampak Damar menyugar rambutnya dengan kasar. Entah apa yang coba disampaikan laki-laki melalui sikapnya itu kepada Wulan."Hanya itu yang dapat Mas jelaskan tentang mereka?" tanya Wulan dengan nada gemetar.Tak mungkin hanya itu penjelasan yang berhak didapatkannya. Harus ada penjelasan yang lebih atas keresahan yang dirasakannya karena postingan itu. Tak hanya sesingkat ini. "Mas memang pernah memiliki hubungan dengan Hanum. Dulu sekali."Mau tak mau Danar harus memberikan penjelasan yang lebih panjang kepada Wulan. Sungguh, Damar tak ingin suara istri

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Rumah Baru

    Wulan melangkahkan kakinya dengan sedikit ragu. Menatap bangunan minimalis berwarna cokelat muda yang berdiri di hadapannya. Inikah istana sekaligus surga mereka hingga masa kerja suaminya akan berakhir di kota ini nantinya?Ingatan Wulan tiba-tiba kembali pada percakapannya dengan Damar satu minggu sebelum akad kemarin diucapkan."Mungkin Mas tak selamanya menjadi kepala cabang di kota ini. Bersediakah Adek ikut kemanapun Mas bertugas nantinya?"Pertanyaan itu dilontarkan Damar saat keduanya baru saja melakukan fitting kebaya untuk acara akad nikah mereka. Sebuah rumah jahit kenamaan menjadi pilihan Damar untuk hari sakral mereka. Wulan memilih mengikuti saja permintaan lelaki itu tanpa membantah. "Insya Allah, Mas. Aku akan ikut, mungkin mengajukan mutasi memang membutuhkan watu nantinya. Tapi aku juga tak ingin kita menjalani hubungan jarak jauh. Terlalu banyak resiko yang terjadi nantinya," ucap Wulan dengan penuh keyakina

Bab terbaru

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Kesempatan Untuk Hanif

    "Apa maksud Bapak? Boncengan? Mau kemana?" balas Wulan sembari mengernyitkan dahinya. "Ibu belum tahu kalau kita berdua ditugaskan untuk mengikuti Technical Meeting Kabupaten?"Dengan santainya Hanif memasang tampang lugu dan polos di hadapan Wulan. "Kita? Saya saja, Pak. Tidak Bapak."Dengan tegas Wulan membantah ucapan Hanif itu. Dirinya tak mungkin salah mendengar kalimat yang disampaikan Bu Lidia tadi pagi. Hanya namanya. Tak ada nama guru laki-laki ini."Di surat tugas ini tertera nama kita berdua, Bu. Saya dan Ibu."Tak kalah tegasnya Hanif pun menunjukkan bukti atas ucapannya tadi. Tak ingin dianggap bercanda apalagi berbohong oleh wanita yang memang sedang ditaksirnya ini. Dengan gerakan tangan yang cepat Wulan meraih kertas yang disodorkan Hanif itu. Memindainya dengan cepat. Air wajahnya berubah seketika. Benar saja. Nama mereka berdua tertera di sana. Perint

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Godaan

    Wulan baru saja tiba di parkiran. Ketika tangannya bergerak hendak membuka helm yang menutupi kepala, sebuah sepeda motor berhenti tepat di sampingnya. "Bu Wulan, mengapa pesan saya tak dibalas? Padahal saya beberapa kali mengirimkan pesan. Dan semuanya centang dua biru. Dibaca Bu Wulan bukan?"Lidah Wulan mendadak kelu. Mengapa sepagi ini dirinya harus bertemu dengan lelaki ini? "Anak saya yang membukanya barangkali, Pak. Maklumlah kalau di rumah, HP ini menjadi milik berdua."Wulan terpaksa berbohong. Jika tidak, entah apa alasan yang harus dikatakannya kepada lelaki ini. "Oh begitu. Nanti siang ada acara? Sepulang sekolah maksud saya."Meletakkan helm pada spion sepeda motornya, Wulan ingin segera pergi dari hadapan lelaki ini. "Memangnya ada apa, Pak? Ada kegiatan tambahan ya kita hari ini? Kok saya tak tahu infonya?"Wulan mengernyitkan dahi. Seingatnya tak ada in

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Bukalah Pintu Hatimu

    "Lan, kamu melamun?"Wulan menolehkan kepalanya. Tatapannya bertemu dengan wanita yang telah menghadirkannya ke dunia. Wanita yang senantiasa mendukungnya menjalani masa-masa sulit satu tahun terakhir ini. Mereka saling menguatkan setelah sama-sama kehilangan. Kehilangan lelaki yang sama-sama mereka cintai. Kepergian selamanya, tak akan pernah kembali lagi. Tak selesai begitu saja. Bahkan belum lagi kering air mata akibat kehilangan cinta pertamanya, pipi Wulan masih harus terus membasah. Perpisahan, meskipun dirinya yang meminta tetap saja menyakitkan rasanya. Bukan sakit karena perpisahan itu sendiri sebenarnya. Sakit yang terbesar adalah ketika menyadari dirinya telah dibohongi selama ini. Menghabiskan waktu dengan lelaki yang salah. Melabuhkan cinta kepada lelaki yang tak sepatutnya. "Tak ada. Menikmati malam saja. Kebetulan purnama begitu sempurna. Ibu belum tidur?" tanya Wulan sembari menggeser posisi duduknya, memberi

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Talak

    "Apa???"Jelas sekali Bu Yayuk tak dapat menutupi keterkejutannya. Bahkan suara wanita itu yang tadinya lirih berubah lebih tinggi tiba-tiba. "Jangan bercanda, Lan! Ibu tak suka!" ucap Bu Ayu dengan nada tegas. "Bu, Wulan tak bercanda. Memang demikian fakta yang sebenarnya. Suka tidak suka, mau tidak mau, itulah kenyataan yang ada."Akhirnya Wahyu ikut berbicara. Sebagai sulung keluarga Wiryawan, masalah ini jelas menjadi tanggung jawabnya. "Tapi bagaimana bisa? Bukankah pada saat Wulan dan Damar menikah jelas status keduanya sebagai gadis dan perjaka? Ibu tak mengerti. Sungguh-sungguh tak mengerti."Bu Yayuk semakin bingung. Terlebih mendengar kalimat yang diucapkan putranya. "Kalau untuk hal itu, Ibu jangan menanyakannya kepada Wulan. Damar tentu akan lebih dapat memberikan penjelasan."Tatapan mata Bu Yayuk berpindah ke arah Damar, menantu yang selama ini menjadi ke

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Di Depan Pusara Ayah

    Para pelayat satu per satu pergi meninggalkan area pemakaman. Para kerabat pun mendekati Bu Yayuk dan anak-anaknya, memohon izin untuk pulang lebih dulu. Hanya tersisa keluarga besar Wiryawan saja. Tiga pasang anak menantu, lima orang cucu, dan seorang wanita yang resmi telah menyandang gelar sebagai seorang janda. "Ibu tak menyangka jika ayah kalian akan pergi secepat ini. Padahal kondisi Ayah sebelumnya sudah membaik. Entah mengapa tiba-tiba menurun lagi."Isakan tangis Bu Yayuk masih terus terdengar. Sementara ketiga anaknya nampak diam dengan wajah yang sama sembapnya. Seluruhnya berjongkok, mengelilingi gundukan tanah merah yang masih basah. "Wahyu, Firman, ayah kalian sudah tak ada. Pelindung keluarga ini sudah tak ada. Tanggung jawab itu ada di pundak kalian sekarang."Kalimat itu diucapkan Bu Yayuk dengan lirih. Bulir bening membasahi pipi. Tak menyangka jika secepat ini lelaki halalnya akan pergi. Wahy

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Kepergian Ayah

    "Siapa?" tanya Firman dan Wahyu serempak. Raut wajah Wulan terlihat jelas menunjukkan kebingungan. Dan membuat kedua lelaki itu fokus pada bungsu mereka. Tanpa menjawab Wulan segera mengarahkan benda pipih itu ke arah telinganya. Tentu saja setelah menggeser tombol hijau yang ada pada layar pipih itu sebelumnya. "Assalamu'alaikum, Bu. Ada apa? Maaf Wulan masih ada urusan sedikit yang harus diselesaikan. Jadi agak lama. Kak Ayu sudah membawakan Ibu nasi bukan? Ibu masih mau dibelikan nasi bungkusnya?"Wulan hendak memperjelas ucapan abangnya tadi. Jangan sampai dirinya disalahkan oleh sang ibu. "Waalaikum salam. Bukan masalah nasi Ibu, Wulan. Kalian dimana sekarang? Kedua abangmu pun  tak ada. Ayah tiba-tiba kritis."Sontak saja Wulan menutup pembicaraan itu tanpa mengucap salam sama sekali. "Ayah kritis."Hanya kalimat itu yang terucap dari bibir Wulan. Kakinya melang

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Bukan Wanita Kedua

    Mengabaikan pesan itu, Wulan menggerakkan layar pipih dengan cepat. Menekan tombol hijau saat menemukan kontak Firman Maulana, abang keduanya. Tak ada jawaban meskipun panggilan terhubung. Apa yang harus dilakukannya saat ini? Dengan langkah yang cepat dan panjang, Wulan bergegas menyusul Wahyu. Membiarkan pikirannya berkecamuk seiring ayunan langkah. Benar saja, dugaan Wulan tak salah. Langkah gegasnya ke kamar inap sang ayah terhenti ketika melihat abang sulungnya itu ada di dekat kamar kecil.Tak hanya sendiri, lelaki berpakaian seragam putih itu bersama Firman. Menggiring Damar ke arah rerimbunan melati yang letaknya cukup tersembunyi. Wulan semakin mempercepat langkahnya. Melihat gelagat abangnya, Wulan yakin keributan akan terjadi setelah ini. "Aku hanya ingin bertanya, apa benar semua yang sudah diceritakan Wulan kepadaku tadi?"Benar saja. Wahyu sedang menginterogasi Damar.

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Pengakuan Wulan

    Memilih diam dalam pergulatan batinnya saat ini. Hanum sudah pasti akan terus menerornya nanti. Wulan pun tahu semuanya pasti akan terungkap nanti. Hanya masalah waktu, bom ini akan meledak kapan pun. "Abang memang tak dekat denganmu, Lan. Tapi bukan berarti Abang akan membiarkanmu sendiri. Terlebih saat adik Abang punya masalah."Akhirnya Wahyu buka bicara kembali. Sementara Wulan tetap dalam kegamangan hatinya. "Melihat sikapmu saat ini, Abang ikut merasakan yakin jika naluri Ibu benar. Kamu punya masalah yang disimpan sendiri."Menguatkan diri, Wulan tak ingin menangis lagi. Mungkin dirinya memang harus berbagi. "Kami keluargamu. Sampai kapan pun kamu menyimpan masalah itu, pada akhirnya keluarga akan menjadi tempatmu kembali."Pilu menggores bilik hati Wulan seketika. Haru menyeruak dada. "Bang, aku melakukan kesalahan. Kesalahan besar dalam hidupku."

  • AKU (BUKAN) WANITA KEDUA   Naluri Seorang Ibu

    [Mas Damar pulang tadi malam dengan alasan pekerjaan. Aku yakin itu hanya kebohongannya yang entah untuk keberapa kalinya. Dan aku yakin kepulangan lelaki itu karena dirimu bukan?]Wulan memejamkan mata setelah membaca pesan itu. Wanita ini kembali membuat perasaannya tercabik-cabik. Apa maksud wanita ini? Mengapa Hanum harus mengirimkan pesan ini kepadanya? [Aku tak pernah meminta Mas Damar pulang, Mbak. Kenapa Mbak tak tanyakan saja langsung alasannya pulang lebih awal?]Memilih membalas, Wulan tak suka dengan tuduhan Hanum ini. Ada geram yang memenuhi ruang hati Wulan. Dirinya disalahkan. Padahal dirinya tak tahu apa-apa. Jika boleh meminta, Wulan berharap Damar tak muncul lagi di hadapannya. Tak perlu ada perdebatan panjang untuk membahas masalah mereka. Perpisahan jelas lebih baik baginya saat ini. Wulan menatap layar pipihnya. Tampak tulisan mengetik terlihat di sana. Wanita itu tampaknya m

DMCA.com Protection Status