Kami berdua pergi ke Dokter specialis untuk memeriksa kesuburan kami.
“Selamat siang ibu Nining dan bapak Dimas, untuk pemeriksaan kesuburan silahkan bapak dan ibu ikuti suster untuk pengambilan sampel ya.” Ucap dokter joko kepada kamu dan menunjuk dua suster.
Aku dan mas Dimas mengikuti instruksi dokter, kami masuk ke dalam bilik yang berbeda untuk pengambilan sample kita berdua.
“Baik bu Nining dan bapak Dimas nanti tiga hari lagi bisa kesini lagi ya. Untuk pengambilan hasil labnya. Karena hasilnya tidak bisa langsung keluar. Paling cepat tiga hari ya. Nanti akan dikabari oleh admin dari rumah sakit kami. Kami berharap hasil pemeriksaan kesuburan dari bapak dan ibu normal semua.”
“Baik terima kasih dok.”
Kami berdua keluar dari ruang dokter dan kembali ke rumah kontrakan kami.
“Mas gimana kalau ternyata aku ga subur mas?”
“Kamu jangan bicara yang tidak-tidak Ning, kita berdua pas
“Bagaimana aku mengatakan hasil pemeriksaan ini kepada mas Dimas? Apa aku harus bilang kalau aku yang mandul? Tapi kalau aku bilang aku mandul maka mas Dimas pasti akan disuruh ibu untuk menikah lagi.”“Ah sudahlah lebih baik aku menemui mas Dimas di rumah ibu mertua.”Aku menuju parkiran rumah sakit dengan pikiran yang berkecamuk. Entah apa yang akan terjadi pada rumah tanggaku ini. Seakan makan buah simala kama apa yang akan aku putuskan akan menghancurkan rumah tanggaku. Tetapi aku tidak ingin kesehatan mental mas Dimas terganggu karena hasil ini.Sepertinya akan lebih baik jika aku yang mandul, asal mas Dimas tetap setia padaku pasti semua akan baik-baik saja. Aku memasukkan hasil pemeriksaan kami ke dalam tasku. Mas dimas tidak perlu tahu hasil yang sebenarnya. Dan ku tidak akan pernah mengatakan hasil ini kepada siapapun, aku harus menjaga aib mas Dimas.“Assalamu’alaikum”“Waalakum salam Ning&r
Aku menjalani rumah tanggaku dengan ketidaknyamanan selama satu bulan terakhir ini. Mas Dimas sekarang lebih sering menginap di rumah ibu dengan alasan kesehatan ibu yang menurun, tapi anehnya aku tidak boleh menjenguk ibu. Aku tidak tahu apa yang sedang di sembunyikan mas Dimas dariku, tapi aku harap dia menjaga kesetiaannya kepadaku. Meski dulu aku sempat ragu akan reaksi mas Dimas jika aku tidak subur, tapi mas Dimas berhasil menyakinkan ku bahwa rumah tangga kita akan baik-baik saja karena kita berdua bisa saling menghargai satu sama lain. Aku menepis semua pikiran buruk yang memenuhi pikiranku. Aku yakin kita berdua bisa melewati semua ujian dalam pernikahan kita berdua.Aku menjalani hari-hariku seperti biasa bekerja, menulis, berjualan dan menjadi ibu rumah tangga. Aku menikmati semua pekerjaan yang aku lakukan sehingga membuatku merasa tidak kosong karena jarangnya Mas Dimas dirumah. Aku anggap ini adalah ujian dari yang Maha Kuasa untuk pernikahanku dengan Mas Dimas. Aku mene
"Bagaimana para saksi, Sah?" tanya pak penghulu yang sudah menikahkan Mas Dimas dengan istri barunya."Sah!" sentak semua orang yang ada diruangan ini dengan serentak.Tak terasa air mataku menetes membasahi pipiku, aku segera menghapus air mataku. Semua tamu bergantian memberikan selamat kepada kedua mempelai, aku berdiri melepas kaca mata bacaku dan memasang senyum lebar. Aku berjalan menuju pasangan pengantin yang baru saja melangsungkan ijab qobul."Selamat yaa Mas Dimas dan Mbak Zulaikah, akhirnya kalia bersatu dalam pelaminan, dan maaf Mas Dimas aku akan mengajukan gugatan cerai untuk Mas Dimas. Selamat ya Bu, karena ibu sudha mendapatkan menantu yang ibu idam-idamkan selama ini. Semoga hidup ibu bahagia." ucapku kepada mereka bertiga.Ibu Mertua menolak uluran tanganku yang ingin bersalaman dengan Beliau."Udah ga usah basa-basi, ngapain kamu disini? jangan merusak hari bahagia Dimas dan Zulaikah. Aku tidak ingin ada wanita pembawa sial yang
Setelah menenangkan diri di Masjid dekat taman, aku memutuskan untuk belanja ke Pasar untuk membeli keperluan dapur karena Bapak dan Ibu akan datang. Aku tidak mungkin menyambut kedatangan mereka dengan meja kosong. "Sekalian belanja untuk seminggu kedepan kali yaa, biar ibu ga perlu belanja lagi selama di Semarang." ujarku sambil memilih ikan yang segar. Setelah membeli semua keperluan dapur aku membeli jajanan pasar langgananku untuk dihidangkan kepada kedua orang tuaku. Aku harus bisa menjamu mereka dengan baik agar kesedihan yang aku alami, tidak membuat mereka sedih. Aku harus bisa terlihat baik-baik saja saat mereka ada di Semarang. Aku tahu ketika aku sedih pasti orang tuaku akan lebih sedih daripada diriku sendiri. Mana ada orang tua yang rela melihat anak yang mereka sayangi sepenuh hati disakiti oleh orang lain. Apalagi orang tuaku yang selama ini selalu menjaga perasaan anak-anaknya. Sesampainya di kontrakan aku memasukkan semua belanjaanku ke dalam tempat khusus agar leb
Senin pagi-pagi sekali aku mengumpulkan semua berkas yang dibutuhkan. Aku akan menemui pengacara yang direkomentasikan Nita untuk membantuku mengurus perceraian dengan Mas Dimas. Aku membaca nama pengacara tersebut di kontak handphone ku. Aku merasa seperti tidak asing dengan nama itu. “Rajendra?” gumamku sambil melihat kontak yang diberikan Nita kemarin. Aku akan menelfonnya terlebih dahulu, meskipun sudah di buatkan janji dengan Nita, setidaknya aku juga memastikannya sendiri kan. Aku menekan tombol Call pada kontak Rajendra, tak lama kemudian suara bass dan maskulin menyapa indra pendengaranku.“Selamat pagi, dengan Rajendra disini.” ucapnya formal.“Selamat pagi Pak Rajendra, saya Nining teman Nita yang ingin meminta bantuan Bapak untuk mengurus perceraian saya. Bisa kita bertemu hari ini Pak, untuk membahas masalah perceraian saya?”“Ohh Bu Nining. Iya Ibu, tenang saja kemarin Nita sudah membuatkan janji temu ya Bu. Di kantor saya Jalan. Melati No. 405 Pukul 10.00 ya Bu, saya ha
Agar masalah ini segera selesai aku memutuskan untuk meminta tanda tangan Mas Dimas sendiri. Pulang dari kantor Pak Rajendra aku memutuskan ke rumah Ibu mertua untuk meminta tanda tangan Mas Dimas. AKu harus mengambil kesempatan di hari bahagia mereka, agar ibu bisa meminta Mas Dimas menanda tangani surat perceraian antara aku dengan Mas Dimas. Aku yakin pasti Ibu mertuaku sangat bahagia akan kedatanganku dengan membawa surat gugatan perceraian.“Pak, kita langsung ke Rumah Ibu Siti ya Pak, buat minta tanda tangan Mas Dimas.”“Iya Ibu juga ingin melihat bahagimana reaksi Dimas dan Bu Siti melihat kedatangan kita ke rumah mereka.”“Bapak nanti jaga emosi Bapak ya, jangan terpancing emosi jika Bu Siti bilang yang aneh-aneh tentang Nining. Bapak tenang saja, Nining sudah terbiasa mendengar hinaan dari Ibu Siti.”“Kamu tenang saja Ning, Bapak pasti bisa mengontrol emosi Bapak, Bapak tidak ingin mengotori tangan Bapak untuk memberi pelajaran pada Dimas, jika kamu saja ikhlas masa Bapak mal
Sepulang dari rumah Mas Dimas aku mengajak ibu dan Bapakku untuk membiacarakan sesuatu hal yang penting.“Pak, Buk sebenarnya Nining ingin minta tolong Bapak dan Ibu untuk membantu Nining mengelola bisnis Nining yang ada di Solo. Alhamdulillah usaha Nining selama ini sudah berkembang dan Nining sudah membuka toko di Solo.”Aku melihat wajah Bapak dan Ibu terkejut tidak mengerti.“Sejak kapan kamu berbisnis Ning? Bukankah kamu selama ini hanya ibu rumah tangga biasa? Itu sebabnya ibu mertua kamu selama ini tidak berbuat baik sama kamu?” tanya ibuku“Ibu benar, aku mengelola bisnis ini memang dari rumah aja bu. Dengan bantuan internet, sebenarnya sudha sejak kuliah Nining menjalankan bisnis ini bu, namun karena modalnya belum terkumpul jadi Nining tanya membuatnya dengan online aja bu. Tapi Nining juga punya partner bisnis yang membangun bisnis ini berama Nining. Bapak dan Ibu ingat dengan teman Nining, Sandra yang dulu sering Nining ajak mampir kerumah?”Kulihat ibu dan bapak mencoba m
“Ning ini uang bulanannya.” Ujar Mas Dimas sambil menyerahkan amplop coklat padaku. “Bisa ditambahin ga mas uang bulanannya? Ibu kan makannya pilih-pilih mas.” “Ga bisa Ning kan kamu tahu sendiri gaji Mas berapa, yang dua setengah buat bayar cicilan mobil sama uang bensin dek.” “Ya gimana dong mas? Kan ibu ga mau makan dirumah kalau aku masaknya ga sesuai keinginan ibu.” “Udah ga papa kamu masaknya sesuai uang yang mas kasih aja, ibu biar beli kalau ga mau makan. Ibu ada pegangan uang dari pensiunan Bapak.” Jelas Mas Dimas kala itu ketika aku meminta tambahan uang bulanan. “Tapi uang ibu habis buat keperluan ibu sendiri mas.” “Udahlah Ning Mas udah pusing di kantor masa dirumah juga ngurusin hal kayak gini juga sih?” “Ya udahlah terserah Mas Dimas, aku minta tambahan uang karena uang tabungan aku udah habis mas. Aku udah ga punya pegangan.” “Masak seadanya aja Ning, lauk ayam kan juga udah enak jangan masak aneh-aneh.” Aku menikah dengan Mas Dimas karena kami saling mencintai
Sepulang dari rumah Mas Dimas aku mengajak ibu dan Bapakku untuk membiacarakan sesuatu hal yang penting.“Pak, Buk sebenarnya Nining ingin minta tolong Bapak dan Ibu untuk membantu Nining mengelola bisnis Nining yang ada di Solo. Alhamdulillah usaha Nining selama ini sudah berkembang dan Nining sudah membuka toko di Solo.”Aku melihat wajah Bapak dan Ibu terkejut tidak mengerti.“Sejak kapan kamu berbisnis Ning? Bukankah kamu selama ini hanya ibu rumah tangga biasa? Itu sebabnya ibu mertua kamu selama ini tidak berbuat baik sama kamu?” tanya ibuku“Ibu benar, aku mengelola bisnis ini memang dari rumah aja bu. Dengan bantuan internet, sebenarnya sudha sejak kuliah Nining menjalankan bisnis ini bu, namun karena modalnya belum terkumpul jadi Nining tanya membuatnya dengan online aja bu. Tapi Nining juga punya partner bisnis yang membangun bisnis ini berama Nining. Bapak dan Ibu ingat dengan teman Nining, Sandra yang dulu sering Nining ajak mampir kerumah?”Kulihat ibu dan bapak mencoba m
Agar masalah ini segera selesai aku memutuskan untuk meminta tanda tangan Mas Dimas sendiri. Pulang dari kantor Pak Rajendra aku memutuskan ke rumah Ibu mertua untuk meminta tanda tangan Mas Dimas. AKu harus mengambil kesempatan di hari bahagia mereka, agar ibu bisa meminta Mas Dimas menanda tangani surat perceraian antara aku dengan Mas Dimas. Aku yakin pasti Ibu mertuaku sangat bahagia akan kedatanganku dengan membawa surat gugatan perceraian.“Pak, kita langsung ke Rumah Ibu Siti ya Pak, buat minta tanda tangan Mas Dimas.”“Iya Ibu juga ingin melihat bahagimana reaksi Dimas dan Bu Siti melihat kedatangan kita ke rumah mereka.”“Bapak nanti jaga emosi Bapak ya, jangan terpancing emosi jika Bu Siti bilang yang aneh-aneh tentang Nining. Bapak tenang saja, Nining sudah terbiasa mendengar hinaan dari Ibu Siti.”“Kamu tenang saja Ning, Bapak pasti bisa mengontrol emosi Bapak, Bapak tidak ingin mengotori tangan Bapak untuk memberi pelajaran pada Dimas, jika kamu saja ikhlas masa Bapak mal
Senin pagi-pagi sekali aku mengumpulkan semua berkas yang dibutuhkan. Aku akan menemui pengacara yang direkomentasikan Nita untuk membantuku mengurus perceraian dengan Mas Dimas. Aku membaca nama pengacara tersebut di kontak handphone ku. Aku merasa seperti tidak asing dengan nama itu. “Rajendra?” gumamku sambil melihat kontak yang diberikan Nita kemarin. Aku akan menelfonnya terlebih dahulu, meskipun sudah di buatkan janji dengan Nita, setidaknya aku juga memastikannya sendiri kan. Aku menekan tombol Call pada kontak Rajendra, tak lama kemudian suara bass dan maskulin menyapa indra pendengaranku.“Selamat pagi, dengan Rajendra disini.” ucapnya formal.“Selamat pagi Pak Rajendra, saya Nining teman Nita yang ingin meminta bantuan Bapak untuk mengurus perceraian saya. Bisa kita bertemu hari ini Pak, untuk membahas masalah perceraian saya?”“Ohh Bu Nining. Iya Ibu, tenang saja kemarin Nita sudah membuatkan janji temu ya Bu. Di kantor saya Jalan. Melati No. 405 Pukul 10.00 ya Bu, saya ha
Setelah menenangkan diri di Masjid dekat taman, aku memutuskan untuk belanja ke Pasar untuk membeli keperluan dapur karena Bapak dan Ibu akan datang. Aku tidak mungkin menyambut kedatangan mereka dengan meja kosong. "Sekalian belanja untuk seminggu kedepan kali yaa, biar ibu ga perlu belanja lagi selama di Semarang." ujarku sambil memilih ikan yang segar. Setelah membeli semua keperluan dapur aku membeli jajanan pasar langgananku untuk dihidangkan kepada kedua orang tuaku. Aku harus bisa menjamu mereka dengan baik agar kesedihan yang aku alami, tidak membuat mereka sedih. Aku harus bisa terlihat baik-baik saja saat mereka ada di Semarang. Aku tahu ketika aku sedih pasti orang tuaku akan lebih sedih daripada diriku sendiri. Mana ada orang tua yang rela melihat anak yang mereka sayangi sepenuh hati disakiti oleh orang lain. Apalagi orang tuaku yang selama ini selalu menjaga perasaan anak-anaknya. Sesampainya di kontrakan aku memasukkan semua belanjaanku ke dalam tempat khusus agar leb
"Bagaimana para saksi, Sah?" tanya pak penghulu yang sudah menikahkan Mas Dimas dengan istri barunya."Sah!" sentak semua orang yang ada diruangan ini dengan serentak.Tak terasa air mataku menetes membasahi pipiku, aku segera menghapus air mataku. Semua tamu bergantian memberikan selamat kepada kedua mempelai, aku berdiri melepas kaca mata bacaku dan memasang senyum lebar. Aku berjalan menuju pasangan pengantin yang baru saja melangsungkan ijab qobul."Selamat yaa Mas Dimas dan Mbak Zulaikah, akhirnya kalia bersatu dalam pelaminan, dan maaf Mas Dimas aku akan mengajukan gugatan cerai untuk Mas Dimas. Selamat ya Bu, karena ibu sudha mendapatkan menantu yang ibu idam-idamkan selama ini. Semoga hidup ibu bahagia." ucapku kepada mereka bertiga.Ibu Mertua menolak uluran tanganku yang ingin bersalaman dengan Beliau."Udah ga usah basa-basi, ngapain kamu disini? jangan merusak hari bahagia Dimas dan Zulaikah. Aku tidak ingin ada wanita pembawa sial yang
Aku menjalani rumah tanggaku dengan ketidaknyamanan selama satu bulan terakhir ini. Mas Dimas sekarang lebih sering menginap di rumah ibu dengan alasan kesehatan ibu yang menurun, tapi anehnya aku tidak boleh menjenguk ibu. Aku tidak tahu apa yang sedang di sembunyikan mas Dimas dariku, tapi aku harap dia menjaga kesetiaannya kepadaku. Meski dulu aku sempat ragu akan reaksi mas Dimas jika aku tidak subur, tapi mas Dimas berhasil menyakinkan ku bahwa rumah tangga kita akan baik-baik saja karena kita berdua bisa saling menghargai satu sama lain. Aku menepis semua pikiran buruk yang memenuhi pikiranku. Aku yakin kita berdua bisa melewati semua ujian dalam pernikahan kita berdua.Aku menjalani hari-hariku seperti biasa bekerja, menulis, berjualan dan menjadi ibu rumah tangga. Aku menikmati semua pekerjaan yang aku lakukan sehingga membuatku merasa tidak kosong karena jarangnya Mas Dimas dirumah. Aku anggap ini adalah ujian dari yang Maha Kuasa untuk pernikahanku dengan Mas Dimas. Aku mene
“Bagaimana aku mengatakan hasil pemeriksaan ini kepada mas Dimas? Apa aku harus bilang kalau aku yang mandul? Tapi kalau aku bilang aku mandul maka mas Dimas pasti akan disuruh ibu untuk menikah lagi.”“Ah sudahlah lebih baik aku menemui mas Dimas di rumah ibu mertua.”Aku menuju parkiran rumah sakit dengan pikiran yang berkecamuk. Entah apa yang akan terjadi pada rumah tanggaku ini. Seakan makan buah simala kama apa yang akan aku putuskan akan menghancurkan rumah tanggaku. Tetapi aku tidak ingin kesehatan mental mas Dimas terganggu karena hasil ini.Sepertinya akan lebih baik jika aku yang mandul, asal mas Dimas tetap setia padaku pasti semua akan baik-baik saja. Aku memasukkan hasil pemeriksaan kami ke dalam tasku. Mas dimas tidak perlu tahu hasil yang sebenarnya. Dan ku tidak akan pernah mengatakan hasil ini kepada siapapun, aku harus menjaga aib mas Dimas.“Assalamu’alaikum”“Waalakum salam Ning&r
Kami berdua pergi ke Dokter specialis untuk memeriksa kesuburan kami.“Selamat siang ibu Nining dan bapak Dimas, untuk pemeriksaan kesuburan silahkan bapak dan ibu ikuti suster untuk pengambilan sampel ya.” Ucap dokter joko kepada kamu dan menunjuk dua suster.Aku dan mas Dimas mengikuti instruksi dokter, kami masuk ke dalam bilik yang berbeda untuk pengambilan sample kita berdua.“Baik bu Nining dan bapak Dimas nanti tiga hari lagi bisa kesini lagi ya. Untuk pengambilan hasil labnya. Karena hasilnya tidak bisa langsung keluar. Paling cepat tiga hari ya. Nanti akan dikabari oleh admin dari rumah sakit kami. Kami berharap hasil pemeriksaan kesuburan dari bapak dan ibu normal semua.”“Baik terima kasih dok.”Kami berdua keluar dari ruang dokter dan kembali ke rumah kontrakan kami.“Mas gimana kalau ternyata aku ga subur mas?”“Kamu jangan bicara yang tidak-tidak Ning, kita berdua pas
Seminggu sudah kejadian itu berlalu, kulihat Mas Dimas selalu murung. Mungkin dia memikirkan ibunya yang sendirian di rumah besarnya. Aku juga tidak menanyakan apakah mbak Zulaikah masih sering kerumah ibu atau tidak.“Mas senin kamu nanti WFH kan? Kamu kerja di rumah ibu aja, biar ibu ada temennya.”“Apa kamu ga papa Ning?”“Ya ga papa dong mas, biar bagaimanapun juga beliau adalah ibu kandung kamu Mas. Tapi kalau udah sore kamu cepet-cepet pulang ya. Aku ga mau kamu bersendau gurau sama mbak Zulaikah.”“Cemburu kamu dek? Ga usah cemburu karena aku adalah milikmu selamanya.”“Halah gombal kamu Mas.”“Kok gombal sih Ning, Mas serius Ning. Mas akan pegang janji setia kita sampai nanti maut memisahkan kita. Kita saling menguatkan ya Ning demi keluarga kecil kita. Dan mudah-mudahan Allah segera menitipkan malaikat kecil buat kita.”“Amin mas, semoga Allah ijabah do’a kita agar segera memiliki momongan ya mas.”“Gimana kalau kita periksa ke dokter aja mas? Periksa kesuburan kita berdua, a