Ternyata Pak Gilang adalah selingkuhannya Ana. Astaga, kenapa Ana sampai nekat seperti itu hanya karena ingin hidup yang lebih layak?
Mas Zaki tidak memberikan fasilitas kepada Ana dikarenakan Ana hanya anak jalanan. Berbeda denganku, anak dari pemilik PT. Keramik Jaya. Salahnya Mas Zaki kenapa ia menolak perjodohan itu? Kini, ia jadi terjebak cinta dua wanita. Tak mau melepaskan Ana, tapi tetap menginginkan aku juga.
Sampai pada akhirnya, aku dan Ana dipertemukan saat pertemuan dengan Pak Gilang. Aku rasa Mas Zaki cemburu, makanya ia mengajakku buru-buru pergi dari restoran tersebut.
Di sepanjang jalan, ia emosi dengan Ana. Aku tetap berusaha menenangkan Mas Zaki yang agak keras kepala.
"Argh ... kesel aku Lit, masa Ana memilih laki-laki semacam Pak Gilang?" tanyanya kesal.
"Loh, memang kenapa? Bukankah usiamu dengan Pak Gilang hanya beda 2 tahun? Kalau dibandingkan dengan Ana memang agak jauh, tapi tidak ada salahnya dengan mereka. Pak Gilang masih sendiri, dan Ana sudah kamu talak, Mas." Aku sedikit membela Ana, karena jika Mas Zaki cerai dengannya, aku pun akan menikah dengan Mas Zaki secara hukum.
Untuk saat ini, aku hanya menikah siri dengannya, itu juga dilakukan secara diam-diam. Entahlah, papa dan mama juga menyetujui ini semua. Sepertinya memang ada ikatan perjodohan antara aku dan Mas Zaki.
"Aku antar kamu, ya." Akhirnya ia enggan membahas ini lagi. Aku pun terdiam, hanya mengangguk sambil menghela napas dalam-dalam.
Setelah sampai ke rumah, Mas Zaki pun langsung ke bengkel. Ia sedang tidak mood untuk bicara denganku.
"Aku langsung pulang, ya!" gumamnya sembari menyodorkan tangannya, ada rasa cemburu di hatiku. Kenapa ia murung setelah melihat Ana berdua dengan Pak Gilang? Itu artinya, ada rasa sayang yang amat berlebihan padanya.
"Kamu hati-hati, ya Mas." Aku pun masuk ke dalam rumah, kemudian mengganti pakaian untuk segera istirahat.
Tidak lama kemudian, telepon berdering, ternyata panggilan masuk dari papa.
"Halo, Pah."
"Lita, Papa boleh minta tolong?" tanyanya.
"Ya, Pah."
"Ini menurut asisten Papa, kita menang proyek, ada jasa properti yang akan memakai perusahaan kita untuk segala keperluan pembuatan rumah."
"Oh bagus dong, Pah."
"Itu dia, ada undangan rapat tapi tempatnya di rumahnya," tukasnya.
"Oh, jadi Papa tidak bisa hadir?" tanyaku sudah dapat menebak. Pasti papa menyuruhku untuk mewakilinya.
"Papa minta kamu dan Zaki yang hadir," pintanya.
"Baiklah, kirim alamat lengkapnya, aku hubungi Mas Zaki dulu, dah Papa ...." ujarku mengakhiri telepon.
Papa mengirimkan alamatnya melalui chat W******p, kemudian aku segera menghubungi Mas Zaki untuk bersiap-siap ke rumah orang yang memiliki bisnis properti besar itu.
"Mas, lima belas menit lagi aku jemput kamu di bengkel, ya."
"Loh ada apa?" tanyanya. Sepertinya ia baru tiba di bengkel.
"Kita diundang untuk menghadiri rapat terbuka." Suara bising di sana membuatnya tak mendengar ucapanku.
"Lita, nggak kedengaran!" teriaknya. Ia teriak di sana kedengaran sampai telingaku, tapi saat aku berbicara, ia tak mendengar ucapanku. Lebih baik aku langsung menuju ke bengkel saja.
Rapat terbuka di sebuah perumahan rumah mewah, tempat para pengusaha tinggal. Aku harus tampil cantik, dan Mas Zaki akan kubawa kan jas yang benar-benar cocok untuknya.
Setelah mematikan teleponnya, aku membawa mobil yang Mas Zaki belikan saat mengetahui aku hamil. Dress untuk wanita hamil berwarna hitam agar tetap terlihat langsing telah kukenakan. Parfum wangi juga telah kusemprotkan di seluruh tubuh.
Setelah sampai di bengkel, Mas Zaki pun terkejut dengan kedatanganku. Ini akibat saat telepon suara bising di bengkel.
"Loh, kamu sudah cantik mau ke mana?" tanyanya heran.
"Kita akan menghadiri rapat terbuka, Mas," sahutku sembari memberikan kostum yang akan Mas Zaki kenakan.
"Tunggu sebentar, aku ganti baju dulu," pamitnya kemudian masuk ke dalam. Sementara itu, aku menunggunya di depan.
Selang beberapa menit.
"Sudah, yuk!" ajaknya sembari membawa kunci mobil.
"Mobilku saja, Mas," imbuhku.
Kami langkahkan kaki ke rumah pemilik perusahaan yang akan menggunakan PT. Keramik Jaya sebagai kepercayaan mereka.
Setibanya di sana, aku lihat sudah banyak mobil yang datang. Rumah megah bak istana itu terlihat ramai dikunjungi oleh para undangan. Sepertinya memang lumayan banyak yang diundang. Mungkin rekan bisnisnya banyak, maklumlah pebisnis properti besar yang aku kunjungi rumahnya. Bukan hanya bisnis properti, kononnya ia pun memiliki sebuah perusahaan besar di kota ini.
Kami langkahkan kaki berdua secara bersamaan dan bertemu penerima tamu di sana. Tidak ada yang kami kenal di sini. Namun, sudah ada nama kami berdua dalam undangan ini. Bukankah yang diundang adalah papa? Kenapa nama kami berdua sudah ada di buku penerima tamu?
"Ramai sekali, Lit. Pengusaha semua yang hadir, Mas kok jadi insecure!" pungkasnya.
"Untuk apa insecure, Mas Zaki juga memiliki bengkel ternama di kota ini."
"Levelnya beda, Lit, ini sih sudah setara sultan," bisiknya. Aku tertawa kecil mendengar penuturan Mas Zaki tentang hal ini.
Kami masuk ke dalam rumah yang megah. Meskipun rumahku terbilang sudah bagus, tapi ini berbeda. Rumah yang serba mahal seisinya. Aku dan Mas Zaki pun terbelalak melihat hiasan dinding dan perabotan lainnya.
Di sudut ruangan, aku melihat sosok Pak Gilang datang juga ke acara ini. Kemudian, di sebelahnya pun ada Ana sedang menggandeng tangannya.
"Mas, Ana juga datang berserta Pak Gilang." Aku menunjuk ke arah wanita berpakaian elegan yang sedang menggandeng laki-laki yang bukan suaminya.
"Astaga, kenapa ketemu mereka lagi sih?" sungutnya kesal. Mungkin ia pikir ini pertemuan antara dua perusahaan yang join.
"Mas, Pak Gilang kan juga bukan orang sembarangan. Beliau banyak dipercaya oleh beberapa perusahaan, yang tidak habis pikir Ana kenapa ada di samping Pak Gilang terus?" gumamku. Banyak pertanyaan timbul saat Ana muncul sebelahan dengan Pak Gilang.
Tiba-tiba kulihat Pak Gilang naik ke atas panggung yang sudah tersedia. Ternyata ia adalah pembawa acara pertemuan terbuka ini.
Aku dan Mas Zaki mulai memperhatikan Pak Gilang yang akan berbicara di atas panggung.
"Hadirin sekalian, selamat datang dalam pertemuan terbuka ini. Rapat ini terbuka karena akan membicarakan bisnis properti baru dari atasan saya."
Tepuk tangan pun bergemuruh saat Pak Gilang berbicara. Kemudian, ia melanjutkan lagi sepatah dua katanya untuk membuka acara.
"Untuk itu, akan saya panggilkan pemilik perusahaan terkemuka di kota ini, sekaligus pemilik bisnis properti terbesar saat ini."
Tepuk tangan semakin bergemuruh ditambah sorak horay dari para pengunjung. Aku dan Mas Zaki pun turut memberikan tepuk tangan untuknya, sebelum ia memanggil tuan rumah sekaligus pemilik perusahaan yang mengundang kami semua.
Bersambung
Ada yang berdebar-debar jantungnya? Siapa pemilik rumah tersebut? Pasti sudah bisa nebak. Tungguin POV Ana kembali di bab 10.
Terima kasih banyak.
POV AnaAku bergegas pulang ke rumah, ingin segera mengetahui kejutan apa yang telah papa siapkan untukku? Sudah setahun berpisah darinya, kini hari-hariku penuh dengan kejutan-kejutan.Kulajukan mobil dengan kecepatan sedang, agar sampai di rumah dengan selamat. Kebetulan jarak dari rumah Lita ke perumahan tempat papa tinggal tidak terlalu jauh.Setibanya di rumah, ternyata kejutan manis itu adalah kedatangan Sinta, adikku. Lama tak jumpa dengannya, kini ia sudah memiliki gelar sarjana."Halo, Kak!" sapanya."Hai, kamu cantik sekali hari ini," sahutku sambil memujinya. Kemudian aku melihat ke sekeliling rumah yang penuh dengan meja dan kursi. Ada persiapan apa ini? Rasanya terlalu berlebihan jika menyambut kedatangan Sinta mengundang orang. Terlihat dari kursi yang dipersiapkan sebegitu banyak."Hari ini akan banyak kejutan untukmu, Sayang. Kedatangan Sinta hanya kejutan kecil yang Papa berikan," sambung papa sembari menghampiriku.
Setelah terjeda beberapa detik, Pak Gilang segera melanjutkan penyambutan orang tuaku. Semua yang menyaksikan tiba-tiba hening, tak ada seorangpun yang bersuara, termasuk Lita dan Mas Zaki.Kemudian, papa dan mama turun dari tangga ke anak tangga lainnya. Semua para tamu undangan seketika menyorot mereka berdua. Terlebih-lebih Mas Zaki dan Lita, mereka mulai saling beradu pandangan. Sedikit-sedikit Mas Zaki menoleh ke arahku. Ada rasa heran terpancar di matanya.Setelah anak tangga terakhir yang orang tuaku injak, Pak Gilang segera mempersilahkan kembali mereka berdua untuk segera menaiki panggung."Marilah kita sambut, Pak Ardi Dinata beserta Bu Fatma Ningtyas. Kepada Pak Ardi dan Bu Fatma, diperkenankan untuk naik ke atas panggung," tutur Pak Gilang mempersilahkan orang tuaku naik ke atas panggung.Aku tersenyum tipis ke arah mereka berdua. Aku rasa di hati mereka sedang bertanya-tanya, untuk apa aku merahasiakan jati diri ini terhadap mer
Nama jalannya seperti dekat bengkel Mas Zaki, tapi alamat lengkapnya bukan. Sinta menambah volume televisi tersebut, dan kami perhatikan seksama."Pah, itu rumah temanku kan? Ayumi!" teriak Sinta sambil menepuk paha papa.Aku hanya memperhatikan lingkungan sekitarnya, tepat sekali itu adalah rumah Ayumi, temannya Sinta."Oh, Ayumi teman SMA kamu dulu?" Papa berusaha mengingat nama yang Sinta sebut."Itu dekat dengan bengkel Mas Zaki, Pah," tunjukku. Kemudian kami perhatikan kembali berita yang sedang disiarkan secara langsung."Suasana di lingkungan semakin ricuh, banyak orang malah memanfaatkan situasi saat kebakaran berlangsung. Menjarah ke berbagai toko dan bengkel." Begitulah pembaca berita menyiarkan berita terkini.Aku dan papa menoleh bersamaan, itu bengkel milik Mas Zaki, secara gamblang terlihat sedang diburu oleh para penjarah."Kak, itu gerbang bengkel sampai roboh gitu!" Sinta terperangah melihat
POV ZakiSaat itu, kupikir undangan yang kami datangi di sebuah perumahan elite adalah undangan terbuka dari orang yang tidak kukenal. Namun, ternyata itu adalah undangan dari keluarga Ana Melissa, istri pertamaku.Kesal saat mendengar pernyataan yang satu demi satu membuka jati diri keluarga dari Ana. Ternyata mereka merahasiakan jati dirinya yang sesungguhnya dariku dan keluarga. Termasuk dari Lita yang tidak lain adalah istri keduaku.Ada perasaan malu saat mendengar mereka bicara di atas panggung. Namun, rasa kesal kepadanya itu yang lebih menggebu-gebu. Apalagi mereka sengaja bekerja sama dengan keluarganya Lita. Untuk apa semua itu? Apa ada dendam yang sedang mereka rencanakan?"Lita, kita pergi dari sini," bisikku setelah mengetahui bahwa Ana adalah pemilik rumah tempatku berdiri. Jangan sampai ia mengejutkan satu hal lagi. Aku yakin setelah ini akan ada pengumuman pertunangannya dengan Pak Gilang.Lita pun hanya mengangguk, la
POV Zaki "Siapa bilang Ana mandul?" sanggah Pak Ardi, papanya Ana. Jantungku berdetak kencang saat ia tiba-tiba muncul di kantor polisi. Aku bergeming, kemudian Pak Ardi menghampiri polisi untuk memberikan bukti bahwa Ana tidaklah mandul. "Selamat sore, Pak Ardi. Silahkan duduk!" Komandan polisi mempersilahkan Pak Ardi beserta pengacaranya duduk. "Saya tidak ingin basa-basi, cepatlah kurung laki-laki, ini bukti bahwa Ana, anak saya tidak mandul. Ia sehat, hanya saja rezekinya belum berpihak," tegasnya. Aku hanya mampu menghela napas dan mengembuskannya kembali. Rasanya tidak bisa melawan di hadapan pria yang ternyata adalah bukan orang main-main. Polisi menelaah bukti yang ia pegang. Pak Ardi benar-benar tidak dapat diragukan lagi. Lembaran kertas hasil pemeriksaan medis atas nama Ana Mellisa itu sedang dibuka satu persatu. Pengacaraku pun hanya menggelengkan kepalanya. Sepertinya sudah sulit melawan orang kaya ray
Tiba-tiba Sinta teringat bahwa ia sedang mendekap tubuh Dimas. Kemudian, ia melepaskannya hingga terlihat malu."Maaf, tadi kaget dan takut," jelas Sinta malu. Wajahnya yang cantik dan putih kini tiba-tiba memerah."Ehem ... Kakak jadi malu nih, eh keceplosan," ledekku. Kemudian wajah Dimas yang datar tiba-tiba tersenyum tipis."Saya lihat lingkungan sekitar, ya," imbuhnya."Jangan, di sini saja. Jangan tinggalkan kami berdua!" rengek Sinta. Kemudian Dimas pun tidak jadi melangkahkan kakinya.Entahlah, siapa orang yang telah meneror kami berdua. Melemparkan batu dan membuat ban mobil kami sobek.Aku ambil ponsel yang masih berada di dalam mobil. Kemudian, kuhubungi papa agar menjemput kami berdua. Namun, Dimas melarang untuk meminta dijemput."Aku hubungi Papa dulu, mau minta jemput," kataku sambil mencari kontak papa."Saya antar kalian saja. Ini sudah malam, kalau kalian nunggu dijemput, mau sampai j
POV YuniSemenjak bengkel Mas Zaki yang dijarah oleh orang yang tidak bertanggungjawab, aku dan mama mulai kelimpungan dengan uang. Terlebih Mas Zaki tiba-tiba ditahan atas tuduhan perzinahan oleh Mbak Ana. Memang sedari dulu aku sudah curiga dengannya, suatu saat pasti wanita yang bernama Ana itu menjadi biang masalah di keluargaku.Ada berlian-berlian yang aku beli dari arisan bersama teman-teman. Begitu pula dengan mama, ia masih menyimpan beberapa perhiasan yang di lemarinya.Aku dan mama berinisiatif untuk menjual sejumlah berlian dan perhiasan emas yang kami miliki. Untuk proses renovasi bengkel yang rusak akibat penjarahan."Kita jual saja berlian dan perhiasan emas yang kita miliki, Mah," usulku."Apa tidak sayang? Coba minta bantuan Lita untuk merenovasi bengkel, masa iya dia mau senangnya saja, susahnya tidak mau ikut memikulnya!" sanggah mama."Aku nggak yakin Mbak Lita mau membantu, dia saja semenjak nikah dengan Ma
POV LitaMertuaku datang ke rumah hanya ingin meminta bantuan bengkel Mas Zaki direnovasi. Tidak ingat mereka yang mengirim pengacara hebat untuk Mas Zaki adalah papaku.Aku tetap dendam dengan perlakuan Ana padaku. Namun, tidak mungkin memutuskan perjanjian kerja sama antara bisnis properti dengan PT. Keramik Jaya. Mereka bisa menuntut dikembalikan uang muka yang telah mereka berikan.Ternyata bukan hanya aku yang sakit hati atas perbuatan Pak Ardi Dinata. Papa juga ikut sakit hati atas ini semua. Ia merasa dimanfaatkan dalam hal ini olehnya. Membuat kerja sama alih-alih hanya untuk memamerkan bahwa mereka adalah pemiliknya."Lita, Papa sudah memilih laki-laki yang akan Papa kirim untuk membuat salah satu anak dari Ardi Dinata jatuh cinta. Kemudian, dengan begitu kamu bisa sambil meneror kedua anaknya itu," pungkas papa. Idenya sangat cemerlang, sekali dapat langsung dua ide sekaligus."Teror? Aku lakukan teror apa?" tany
Bab 39POV AnaKetika kami sedang berbincang-bincang, dan menyantap hidangan yang telah tersaji di hadapanku. Tiba-tiba Lita menghubungiku, ada apa ya kira-kira? Aku angkat teleponnya, sepertinya mereka sedang bertengkar. Buktinya Mas Zaki tak mau disebutkan sedang bersama dengannya."Halo, Lita, ada apa?" tanyaku tanpa basa-basi. Pasti ini hal penting, bukan hal main-main."Ana, aku sulit menghubungi Mas Zaki. Ya Tuhan, anakku meninggal dunia barusan dokter mengabarkan, ia melemah tadi, lalu tidak kuat," tuturnya membuatku terkejut. Astaga, rupanya bayi prematur yang dilahirkan Lita sudah tak bernapas. Bibirku pun kaku, sulit untuk berkata apapun.Setelah Lita bercerita, aku pun sontak mematikan teleponnya. Mataku sedikit berair, merasa bersalah atas kejadian yang menimpanya ini."Ana, ada apa?" Mas Zaki terus menerus menanyakan apa yang Lita katakan."Mas, bayi itu meninggal," ujarku padanya.Aku menghela napas, begitu pun de
Bab 38POV Zaki"Maaf, Anda siapa ya? Ada keperluan apa ke sini?" tanyaku penasaran. Sebab, wajahnya tak pernah kulihat sebelumnya."Mas, ini laki-laki yang sudah beristri itu," jawab Yuni tertunduk. Dadaku bergetar hebat, tanganku tiba-tiba mengepal. Namun, saat melihat wajah Yuni, tak tega rasanya melakukan kekerasan di hadapannya."Jadi, kamu yang mempermainkan adikku?" selidikku."Ya, aku orang yang dirayu adikmu," sahutnya membuat darah ini semakin mendidih. Namun, lagi-lagi wajah Yuni yang memelas di hadapanku membuat tangan ini hanya mengepal tak kuat melampiaskan."Mau apa lagi kamu ke sini?""Aku ingin Yuni segera menggugurkan kandungannya, sebelum istriku dan keluarga besar mengetahuinya," terangnya.Plak ....Tak tahan lagi aku menahan emosi yang sudah meledak, tangan ini melayang ke pipi laki-laki songong itu. Bibirnya pun berdarah kala aku memukulnya dengan sekuat tenaga."Mas, tolon
Bab 37POV ZakiPonselku berdering kembali, kini kurogoh dengan cepat agar tidak keburu mati lagi. Kulihat ke arah layar ponsel, ternyata Ana yang menghubungi."Halo, Ana, ada apa?" tanyaku masih dalam keadaan gemetar. Sebab, belum berhasil lihat wajah di balik kain putih itu."Mas, Yuni bersamaku, ia sudah kuantar pulang," celetuknya membuatku bernapas lega. Berati wanita yang berada di balik kain putih itu bukanlah Yuni. Ia sudah dibawa pulang oleh Ana."Ana, kamu membawanya pulang ke rumahku, kan? Aku mohon, tolong jangan tinggalkan Yuni sendirian, please!" pintaku. Dengan amat sangat, aku mengharapkan Ana menemani Yuni di rumah."Maaf, Mas. Aku tidak bisa, sebentar lagi ada meeting dengan klien, tapi aku sudah suruh bodyguard Papa untuk berjaga di depan rumahmu sampai kamu dan Mama tiba di rumah," tolaknya. Aku tidak bisa berharap lebih padanya. Ana sudah mau menolong Yuni saja aku seharusnya berterima kasih."Maaf ya, Ana. Aku me
Bab 36POV ZakiBerita tentang Yuni kini tersebar di mana-mana. Akun sosial medianya pun ia tutup karena sudah meresahkan keluarga. Mama tak bisa bicara apa-apa, karena sejak berita itu muncul, Yuni pergi meninggalkan rumah."Mah, sebenarnya aku sudah tahu mengenai berita Yuni ini," ungkapku akhirnya membuka rahasia ini."Maksud kamu bagaimana?" tanya mama masih belum paham. Rupanya ia masih berharap bahwa berita ini adalah tidak benar."Mah, berita ini benar, dan saat ini Yuni sedang bersembunyi," sahutku lagi.Mama terdiam, matanya sudah berkaca-kaca saat mendengar penuturanku tentang Yuni. Lita yang baru pulih dari sakitnya pun menghela napas."Lalu bagaimana keadaannya?" tanya mama penasaran."Yuni hamil, Mah. Suami yang disebut-sebut menghamilinya itu memang pengusaha, tapi seenaknya ia meninggalkan Yuni, ini dikarenakan ia tak punya bukti apapun," sambungku membuat lutut mama tiba-tiba lemas. Ia mencari kursi untuk bersan
Bab 35Aku berusaha tenang, terus berjalan ke arah Lita. Hati ini berusaha melawan rasa sakit hati atas pengkhianatannya padaku."Ana, maafkan atas segala kesalahanku," ucapnya membuatku dan Sinta saling beradu pandangan. Seorang Lita yang tak pernah mengucapkan kata-kata maaf, kini kata-kata itu terdengar merdu di telingaku?"Aku tidak salah dengar? Lita, ini kamu?" Aku benar-benar tidak menyangka bahwa ia telah dibukakan pintu hatinya."Tidak, Ana. Aku sungguh menyesal telah mengkhianatimu, dengan merebut Mas Zaki dari sisimu," ujarnya dengan mata berkaca-kaca.Rasa bahagia pun sontak mengiringi pertemuanku dengan Lita. Tubuhnya yang masih terbaring di ranjang rumah sakit, membuatku yang harus mendekatinya lebih dekat lagi.Aku memeluknya erat, dan menangis sesegukan. Menyesal pasti ada, telah balas membalas rasa sakit hati yang telah ia torehkan. Begitu pula dengan Mas Zaki, aku yang memiliki dendam berapi-api kepadanya, kini menyesali ke
Bab 34"Angga, ternyata elo pengkhianat, kenapa lakukan ini pada gue?" teriak Mas Zaki tak menghiraukan tempat. Seharusnya ia bisa jaga emosi di rumah sakit."Jangan ribut di rumah sakit!" sentak Pak Farid saat melihat pertikaian Mas Zaki dengan laki-laki yang ternyata bernama Angga itu. Mereka pun menghentikan perkelahiannya.Aku menyaksikan kedua orang yang ternyata berteman. Lita memilih Angga agar ia bisa memiliki anak dan mengaku anak itu adalah benih cinta Mas Zaki. Kutepis pikiran buruk tentang Lita untuk sementara, karena ia sedang berjuang antara hidup dan mati.Seorang suster pun keluar dari ruangan observasi. Ia memberikan kabar terbaru kondisi Lita."Pak, Bu, alhamdulilah pasien Lita sudah melewati masa kritisnya, silahkan untuk keluarga, segera urus ruang rawat inapnya," ungkap suster seketika membuat kami yang berada di depan ruang observasi menghela napas panjang.Syukurlah kalau begitu, aku sudah tenang atas kabar yang telah
Bab 33POV AnaBahagia itu saat ulang tahun dirayakan bersama keluarga, kebahagiaan yang tak pernah aku lalui selama ini. Bertahun-tahun hidup sebagai anak dari Ardi Dinata, ini adalah kali pertamanya aku diberikan kejutan manis olehnya. Rupanya salah memilih pasangan hidup yang kualami, telah membuat papa mengesampingkan egonya. Kini, sosok seorang ayah benar-benar ada dalam dirinya.Aku yakin setelah kejadian ini, Mas Zaki takkan pernah berharap untuk kembali padaku. Namun, ia juga harus mengetahui bahwa sebenarnya ia yang tidak bisa memiliki keturunan.Tidak pernah menepis, mertuaku, Bu Ayu, hanya menilai sosok menantu dari harta saja. Seandainya ia dulu tidak pernah menganggap rendah seorang anak jalanan, mungkin kepura-puraanku juga takkan terjadi. Namun, itu semua juga tidak akan terjadi bila papa menyetujui hubunganku dan Mas Zaki. Jadi, inilah yang dinamakan garisan takdir yang tak bisa dipungkiri."Tolong kirim berkas ini ke alamat y
Bab 32POV ZakiAku buka hingga full, ternyata tes kesuburan Ana Mellisa pada 7 bulan lalu. Aku baca hingga habis, ada keterangan bahwa semua hasil tes menunjukkan Ana Melissa normal dan tidak ada kendala dengan hormonnya.Hasil tes ini persis sama dengan tanggalnya saat aku dan Ana tes dulu. Namun, ada perbedaannya, dulu hasil tes Ana menunjukkan bahwa ia mandul dan harus melakukan serangkaian tes lagi, tapi dia menolaknya pada saat itu."Ini tes kesuburan Ana, kenapa beda dengan yang dulu?" tanyaku pada mama, Lita, dan Yuni. Mereka semua terdiam, matanya membulat secara serempak.Tidak ada yang dapat menjawab pertanyaan yang telah aku lontarkan."Bisa saja Ana mengubah itu semua, ia berkuasa untuk mendapatkan hasil apapun yang ia mau," sanggah Lita. Namun, hasil tes kesuburan ini asli, tidak mungkin dapat dipalsukan, stempel rumah sakitnya pun asli."Ini asli, atau mungkin saat itu ada yang menukarnya?" tanyaku pad
Bab 31POV Zaki"Mas Zaki! Ke sini kok nggak ngomong-ngomong?" celetuknya sembari menghampiriku. Tangannya sudah mulai merangkul lengan ini, rayuan pun mulai ia lontarkan."Angga, laki-laki ini ngapain di sini?" tanyaku menyelidik. Ya, aku mengenal sosok laki-laki yang berada di sebelah Lita tadi, tapi aku tidak tahu kenapa ia berani merangkulnya dengan begitu mesra.Lita terdiam, begitu pula dengan Angga. Namun, tiba-tiba Pak Farid datang menghampirinya."Angga, sudah lama kamu menunggu saya?" tanya Pak Farid."Tuh kan, Angga itu sedang ada janji dengan Papa. Kamu nggak usah curiga macam-macam dong, Sayang!" rayu Lita. Aku pun terdiam, lalu menghampiri papa mertua."Pah, apa kabarnya?" tanyaku pada mertua yang berada di dekat Angga."Baik, Zaki. Saya dan Angga permisi, kamu lanjutkan saja ngobrolnya dengan Lita," tuturnya. Mungkin aku salah paham terhadap Lita. Buktinya papanya tetap meminta aku yang menemani putrinya.Ak