AKHIRNYA ISTRIKU BERHENTI MEMINTA BANTUANKU
#6Sore ini, aku memutuskan untuk segera pulang karena berharap Indah dan putriku sudah menunggu di rumah. Entah mengapa, aku menjadi begitu merindukan istriku setelah ia pergi.Padahal, belum ada dua puluh empat jam setelah ia benar-benar pergi dari rumah. Namun, aku merasa telah ditinggal begitu lama olehnya.Mungkin karena sikap tidak perduli yang selama ini aku tunjukan. Aku benar-benar menyesal telah membuat ia terluka seperti saat ini.Andai saja aku bisa menghargai dia sedikit saja. Mungkin ia masih berada disini bersamaku. Benar, apa yang di katakan Indah. Bayi itu anak kami, bukan hanya anaknya.Seharusnya aku lebih menyadari hal itu, akan tetapi semua penyesalan ini terasa percuma. Aku bahkan tidak bisa menjadi pelindung untuknya."Assalamualaikum."Aku ketuk pintu dan mengucapkan salam, berharap Indah akan membuka pintu dan menyambut kedatanganku. Ingin rasanya aku memeluk tubuh lemah itu dan mengucapkan maaf beberapa kali sampai ia benar-benar memaafkan aku.Namun, semua hanyalah khayalan semata. Tidak ada satupun orang yang menyambut kedatanganku, hanya kesunyian yang ada di dalam ruangan ini.Ruang tamu yang masih tertutup gorden dan ruang makan yang penuh dengan piring berserakan. Aku menghela nafas panjang, kemudian segera masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaian.Kamar yang biasa di pakai Indah untuk menidurkan bayinya. Masih terkenang wajah lelah istriku yang tengah menyusui di sudut rajang.Astaghfirullah, ia kelelahan selama ini. Namun, dengan egois aku justru terus merundungnya. Perlahan aku rebahkan tubuhku di atas kasur, mencium aroma tubuh Indah yang masih tertinggal disini.Kemana harus aku mencari wanita yang telah aku sia-siakan? Apakah mungkin ia pulang ke rumah orangtuanya? Namun, aku takut ia tidak benar-benar kesana.Aku takut mertuaku justru akan menanyakan tentang kepergian Indah. Bagaimana aku harus menjelaskan bahwa aku memperlakukan dia dengan sangat buruk sehingga ia memutuskan untuk pergi.Langit sudah mulai gelap, tanpa terasa aku terjaga setelah beberapa nyamuk mengigit tanganku. Rupanya aku bari saja terlelap setelah memeluk bantal kesayangan Indah sembari mencium aroma tubuhnya disini.Segera aku bangkit dan membereskan piring-piring yang semalam aku pakai untuk makan. Setelah itu, aku nyalakan lampu teras dan lampu depan.Diluar nampaknya akan hujan, tapi Indah tak juga kembali. Bagaimana jika ia dan putriku kehujanan? Ya Allah, kemana aku harus mencarinya?Dalam lamunan tentang istri dan anakku, perutku terasa sangat lapar. Namun, aku sadar tak ada apapun yang bisa di makan. Hingga aku memutuskan untuk pergi ke rumah ibuku yang rumahnya memang tidak terlalu jauh dari tempat tinggalku."Assalamualaikum, Bu," sapaku saat sampai di rumah ibu."Waalaikumsalam," jawab ibu seraya membuka pintu.Wajahnya terlihat kesal dan cemberut. Entah apa yang terjadi dengan beliau, padahal biasanya wajah beliau selalu berseri-seri."Kenapa Bu?" tanyaku."Capek, habis beresin rumah. Gara-gara Indah kabur jadi ibu harus kerjain semua sendiri!" cetus beliau."Kan Bayu juga udah kasih uang buat bayar orang Bu, kenapa nggak cari orang aja sih?" tanyaku."Nggak-nggak! Pembantu sekarang bayaran minta mahal, mana kerjanya nggak mau sampe malem. Males ibu!" ketus beliau.Rumah ibu yang begitu besar dan banyaknya benda-benda antik disini. Mungkinkah selama ini Indah yang membersihkan semua sepanjang hari? Ya Allah, pantas saja ia sering mengeluh kecapekan."Bu, Indah kalau disini makan berapa kali?" tanyaku.Wajah ibu nampak panik ketika aku menanyakan hal tersebut. Entah mengapa tiba-tiba aku merasa takut jika Ibu tidak pernah memberikan makan kepada istriku selamat mengerjakan semua pekerjaan di rumah ini.Padahal aku selalu memberikan uang yang cukup untuk ibuku agar beliau bisa membeli semua kebutuhan di rumah ini. Terkadang, aku bahkan lebih mementingkan gajiku untuk ibu daripada untuk istriku.Ya Allah, mengapa semua baru terasa saat Indah sudah tidak ada disini?"Makan kok, banyak dia tuh makannya. Rugi ibu!" jawab beliau.Namun, wajah panik ibu tidak bisa menyembunyikan bahwa ia tengah berbohong. Aku paham betul raut wajah ibu ketika tengah berbohong atau tidak.Hanya saja aku tidak mungkin mengatakan dan langsung untuk ibu berbohong karena aku sama seperti tidak memiliki bukti apapun, akan tetapi aku benar-benar merasa bersalah atas kepergian istriku.AKHIRNYA ISTRIKU BERHENTI MEMINTA BANTUANKU#7"Lin! Kamu nggak bantuin Ibu beresin rumah?" tanyaku saat melihat adik Perempuanku hanya duduk sembari memainkan ponselnya.Gadis yang baru duduk di bangku sekolah menengah atas itu hanya melirik ke arah ibuku, ia bahkan tidak berusaha untuk bangkit dan membantu wanita yang sudah melahirkannya."Males ah Mas! Aku udah mandi, ntar bau keringet lagi gimana?" jawab gadis tersebut.Aku menggeleng tak percaya jika keluargaku benar-benar tidak memiliki adab. Bahkan, aku tak bisa membayangkan bagaimana lelahnya Indah saat mengurus semua kebutuhan rumah ini seoenag diri seraya mengasuh bayi kecilnya."Lintang! Kamu tuh wanita, harus bisa ngerjain pekerjaan rumah!" bentakku.Gadis itu langsung bangkit dan menatapku tajam, "Aku tuh calon dokter Mas. Aku berusaha keras supaya menghindari melakukan semua pekerjaan rendah itu. Jadi, jangan pernah perintah aku untuk ngelakuin hal bodoh itu!" sentak gadis berusia tujuh belas tahun itu."Udah Yu, nggak u
AKHIRNYA ISTRIKU BERHENTI MEMINTA BANTUANKU#8#DENISetelah mendapatkan telepon dari ibu, aku segera bergegas pergi ke rumah sakit yang sudah ibuku tunjukkan. Aku sangat khawatir karena bagaimanapun, beliau adalah satu-satunya orang yang aku sayangi.Tanpa berpikir panjang, segera aku berjalan setelah memarkirkan mobil di area parkir rumah sakit."Sus, pasien atas nama Ibu Aminah di rawat di ruangan apa ya? Atau masih di UGD?" tanyaku panik."Sabar ya Pak, saya cek dulu datanya."Wanita dengan seragam khas rumah sakit itu langsung mencari pasien dengan nama yang baru saja aku sebutkan."Deni?" Seseorang memanggil namaku, suaranya mirip suara ibu. Namun, bagaimana mungkin? Aku segera menoleh dan melihat ibu berdiri tegap dan nampak sehat di sebelahku."Ibu? Ya Allah? Ibu kenapa?" tanyaku khawatir.Tanpa memperdulikan orang yang tengah berlalu-lalang aku langsung memeluk tubuh wanita yang sudah melahirkan dan merawat aku.Aku sangat takut jika sesuatu yang buruk terjadi pada beliau, s
AKHIRNYA ISTRIKU BERHENTI MEMINTA BANTUANKU#9Pagi ini, suasana masih terasa seperti hari kemarin. Sunyi, sangat sepi. Tak ada tangis bayi yang membuatku biasanya marah. Bahkan aku merindukan sikap manja Indah saat ia meminta bantuanku.Aku segera menelpon orang kantor untuk meminta izin cuti, entah kemana aku akan mulai mencari keberadaan Indah.Apakah mungkin ia masih mau memaafkan aku setelah semua yang sudah aku lakukan?Aku buka lemari untuk mencari pakaian, beberapa baju Indah terlipat rapi. Aku bahkan tidak melihat pakaian Indah berkurang. Apakah mungkin ia tidak membawa pakaian? Lalu, kemana ia pergi?Tepat di bawah tumpukan pakaian, sebuah buku diary membuatku terpaku. Perlahan aku ambil buku tersebut.Satu persatu tulisan di dalamnya aku baca tanpa melewatkan satu lembar pun dalam buku tersebut. Curahan hati Indah selama ini tertuang di dalam buku ini.Rasa Bahagia yang ia rasakan ketika detak jantung putri kami terasa di dalam rahimnya. Aku tak menyangka jika aku selama in
#10"Heh! Maksud kamu apa?"Aku benar-benar emosi mendengar ucapan wanita yang sama sekali belum aku kenal."Perkenalkan dulu ya Bayu, nama saya Farida. Indah sih biasa manggil aku Rida ya, kami udah berteman lama. Sejak aku dan dia ketemu di klinik tempat aku praktek. Ya, aku dokter kandungan istri kamu."Aku sangat terkejut mendengar apa yang di sampaikan wanita bernama Farida itu. Aku memang tidak pernah menemani Indah ke tempat medis selama ia hamil.Ia selalu pergi sendiri, aku hanya memberikan uang untuknya dan aku pikir semua itu cukup. "Aku dapat alamat kamu di buku harian milik Indah, aku yakin kamu pasti tahu dimana Indah saat ini!" Aku benar-benar tak bisa lagi basa-basi dengan wanita di hadapanku. Meskipun ia adalah seorang dokter, tapi aku tidak segan-segan karena memang ia adalah orang yang seharusnya bertanggung jawab atas kepergian Indah."Ya, aku memang memberikan alamatku pada Indah karena aku tidak tahan mendengarkan cerita dia tentang suami dan mertua yang keterl
#11#Deni"Gimana keadaannya Dok?" Aku segera menemui Dokter ketika beliau baru saja memeriksa keadaan pasien."Kita harus segera melakukan operasi, karena pendarahan pada rahimnya bisa membuat dia tidak bisa lagi punya keturunan," jelas dokter tersebut."Saya yang akan bertanggung jawab Dok," jawabku.Dokter itu nampak bingung, mungkin karena beliau tahu jika ibuku menemukan pasien ini tergeletak di jalanan dan tidak mungkin aku mengenalnya."Baiklah, ikut suster untuk mengurus persetujuan."Aku mengikuti langkah seorang perawat, tak ada lagi yang aku pikirkan kecuali keselamatan bagi satu nyawa manusia. Tidak mungkin aku tega melihat wanita itu harus semakin terpuruk ketika tahu rahimnya di angkat karena aku terlambat memberi keputusan operasi.Beberapa berkas aku tanda tangani, tepat sebelum menjelang subuhwanita itu masuk ruangan operasi. Sepertinya, tidak mungkin aku bekerja dalam keadaan seperti ini.Akhirnya aku segera menghubungi temanku di kantor untuk memberitahukan keadaan
#12Setelah puas memanjakan perut yang teramat kamar dan mengenang masalalu di restoran tersebut, aku langsung memutuskan untuk kembali pulang ke rumah.Rasanya lelah sekali hari ini harus melakukan pencarian Indah dan anakku. Entah kemana lagi harus aku mencari mereka.Dalam perjalanan aku masih berharap bertemu dengan mereka di jalan, mungkin tengah berjalan atau tengah mampir di warung kecil.Sayangnya, tak ada tanda-tanda Indah di manapun. Hingga perasaan bersalah yang sebelumnya menghantuiku kini justru berubah menjadi perasaan kesal yang luar biasa.Kenapa sih harus pergi? Bukankah semua bisa di bicarakan baik-baik? Umpatku dalam hati. Mungkin lebih baik aku biarkan saja, nanti jika dia butuh pasti dia akan pulang, pikirku.Sampai di depan rumah, aku segera turun dan melihat ibuku sudah ada di teras rumahku. Entah apa yang sedang beliau lakukan.Apakah mungkin Indah pulang? Gegas aku turun dari mobil dan berjalan cepat ke rumah."Kamu dari mana sih?" bisik ibuku."Cari Indah lah
#13#Deni"Gimana keadaan kamu?" tanyaku.Wanita yang aku yakini sebagai istri sahabatku itu nampak termenung, mungkin ia masih belum menyadari semuanya. Perlahan wanita itu menoleh ke arahku, tidak salah lagi. Wanita itu memang Indah, istri Bayu. Ya Allah, mengapa ia menjadi seperti ini?"Kamu siapa?" tanya wanita itu nampak kebingungan."Ibu aku nolongin kamu, kamu ... udah sehat?" tanyaku.Perlahan aku berusaha mengajaknya bicara, entah kemana ibu kini berada karena aku hanya mendapati ia sendiri di ruangan ini."Terima kasih."Indah menjawab singkat, kemudian ia kembalikan pandangannya pada sebuah jendela di samping ranjang tidurnya yang tepat mengarah pada lorong rumah sakit."Assalamualaikum," salam ibu sebelum beliau masuk."Ibu dari mana? Dia udah sadar," jelasku."Oh, syukur Alhamdulillah. Tadi dia sadar, lalu ibu panggil dokter. Semua perawat masuk, karena ibu harus nunggu di luar, jadi ibu memilih untuk salat ashar. Lagipula sudah masuk waktu ashar," jelas ibu.Aku segera
#14#DeniTiga puluh menit sudah kami bertiga terdiam di depan ruang rawat inap Indah. Kami hanya saling berharap jika Indah tidak akan mengalami trauma berkepanjangan."Kita masuk ya," ajakku.Hanya saja Pak Danang melarangku, ia meminta izin untuk masuk terlebih dahulu. Kemudian disusul aku dan Bu Farida."Hey Indah, sudah jauh lebih baik?" tanya Pak Dokter.Indah mengusap air mata yang masih tersisa di pipinya. Kemudian, ia tersenyum seraya melirik ke arahku."Ia Dok, sudah jauh lebih baik," ucapnya.Kemudian, manik hitamnya berbinar ketika melihat Bu Farida masuk ke ruangan tersebut. Bibirnya mengucap lirih nama dokter tersebut."Bu Farida ...."Mereka saling berpelukan dan menangis, "Betapa kuatnya hati kamu Indah, teruslah menjadi wanita kuat dan bangkitlah secepat mungkin. Tunjukan pada orang-orang yang sudah memberikan luka ini bahwa kamu pantas bahagia," ucap Bu Farida.Akhirnya, kami semua duduk di sofa yang ada di ruangan tersebut. Entah bagaimana awalnya, tapi aku membuat
#40Waktu semakin berlalu, hingga tak terasa dua bulan sudah semua terlewati begitu saja. Setelah ibuku di nyatakan terkena stroke dan harus di rawat di rumah, aku hanya bisa pasrah.Beliau sudah mulai bisa berbicara meskipun terkadang kosa kata beliau sangat tidak jelas dan sulit kami mengerti.Namun, aku tahu beliau masih tidak bisa menerima pernikahanku dengan Nindy. Apalagi pernikahan kami memang belum resmi secara hukum karena Nindy masih berstatus istri sah Kevin di mata hukum.Hanya saja, menurut cerita Nindy. Pernikahan yang terjadi antara ia dan Kevin hanyalah status. Mereka tidak pernah melakukan hubungan selayaknya suami istri.Menurut Nindy, Kevin memiliki kelainan seksual dan ia menikahi Nindy hanya sebagai penutup aibnya sendiri. Agar orangtuanya tidak tahu bahwa selama ini Kevin adalah seorang penyuka sesama jenis.Terlebih, ia juga seorang gembong narkoba yang menjadi incaran polisi. Beruntung, kejadian penyekapan waktu itu mempermudah polisi untuk menangkap Kevin dan
#39Setelah indah pergi dari ruangan tempat Ibu dirawat aku baru mengetahui betapa banyaknya beban yang ia pendam selama ini.Aku tak pernah berusaha untuk mengerti apa yang ia rasakan selama ini Ia memang selalu bersikap baik kepada orang tuaku dan kedua adik perempuanku.Tidak pernah sedikitpun terpikirkan bahwa indah juga seorang anak perempuan di keluarganya yang selalu disanjung dan dimanja.Ya Allah betapa egoisnya aku selama ini. Untuk sekedar mendengar keluhan yang setiap malam pun aku tak pernah melakukan itu.Padahal aku yakin indah hanya membutuhkan sebuah pelukan dan dukungan dari seseorang dan itu adalah aku, suaminya.Penyesalan itu kini sudah tidak ada artinya lagi sudah terlalu jauh tenggelam dalam rasa kecewa. Iya tidak bisa mengiklaskan semua perbuatan keluargaku mungkin karena semua begitu menyakitkan baginya.Aku memang tidak bisa memaksakan seseorang untuk memaafkan perbuatan buruk ibu dan kedua adik perempuanku. Meski begitu aku menganggap semua ini adalah sebuah
#IndahAku masih duduk di lorong rumah sakit, memikirkan tentang bagaimana harus menjawab pertanyaan Deni dan mempertimbangkan keinginannya.Tak ada sesuatu yang mampu membuatku begitu gundah seperti ini. Apakah aku memang memiliki perasaan pada Deni? Namun, aku takut gagal karena rasa trauma di dalam diri?Tuhan, bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Seketika sebuah tangan menyentuh bahuku."Indah ...."Suara lembut memanggilku, aku langsung menoleh dan melihat siapa yang datang menyapaku."Apa kamu baik-baik saja?" tanya Mas Bayu yang ternyata sudah ada di belakangku.Aku mengangguk lemah, "Iya, aku baik-baik saja," jawabku."Boleh aku minta sesuatu dari kamu, mungkin untuk yang terakhir kali," pintanya.Aku mengerutkan kening, kira-kira apa yang membuat ia datang dan meminta Bantuanku? Apakah ada sesuatu yang memang terlalu mendesak?"Kalau aku bisa bantu pasti aku akan bantu," jawabku.Mas Bayu memahamkan kedua matanya, kemudian menghela nafas kasar seraya mengusap wajahnya.
#37"Mas! Kami tega banget sih mau penjarain aku?!" teriak Lintang saat kami sampai di parkiran mobil."Tega? Terus apa yang kamu lakuin sama Nindy itu apa?" Aku benar-benar tidak habis pikir dengan pikiran Lintang. Ia benar-benar tidak merasa bersalah sedikitpun dengan apa yang baru saja ia lakukan."Aku benci sama dia Mas, gara-gara ada dia kamu jadi nggak bisa balikan sama Indah. Please Mas, jangan bawa aku ke kantor polisi," rengek Lintang.Sementara itu, Wulan terus menangis di sebelah kakaknya yang tengah merengek padaku."Ikut aku!" Aku meminta mereka untuk mengikuti langkahku, seketika aku ingin memberikan mereka satu kesempatan. Namun, kali ini jika mereka tidak juga mendengarkan perkataanku.Aku tidak akan segan-segan membawa mereka ke jalur hukum karena apa yang telah mereka lakukan sudah di luar batas dan termasuk tindak pidana.Sampai di sebuah taman di lingkungan rumah sakit, aku berhenti. Mereka masih bergandengan tangan dan berada di belakangku."Duduk!" perintahku s
#36Sampai di rumah sakit, aku langsung membawanya ke ruang UGD agar Nindy bisa segera mendapatkan pertolongan.Saat dokter memeriksanya, aku benar-benar takut jika sesuatu yang buruk terjadi pada wanita ini. Tuhan, apakah salah jika aku ingin memperbaiki diriku dan memberikan yang terbaik?Mengapa cobaan demi cobaan seolah tidak ada habisnya? Setelah permasalahan dengan Indah selesai, kini aku harus menghadapi masalah dengan wanita yang baru saja menerima keadaanku."Bagaimana keadaannya Dok?" tanyaku pada Dokter yang baru saja memeriksa keadaan istriku."Lukanya cukup parah, tapi dia benar-benar kuat hingga bisa bertahan. Jika kondisinya terus seperti ini, ia akan sembuh lebih cepat," ucap dokter tersebut.Setelah itu, ia membiarkan aku masuk untuk menemui Nindy. Aku bersyukur karena Nindy hanya pingsan dan mengalami beberapa luka.Meski luka di sebagian tubuhnya terlihat begitu parah, tapi aku berharap jika ia tidak akan mengalami sesuatu yang lebih buruk. Dan aku akan berjanji aka
#35"Dengan Bapak Bayu?" tanya seorang polisi dengan nada tinggi.Antara gugup dan mengkhawatirkan keadaan Nindy. Entah mana yang akan aku dahulukan. Aku tidak mungkin membiarkan Nindy dalam keadaan bahaya seperti ini.Tega sekali Deni dan Indah melakukan ini padaku. Padahal di ruang rawat inapnya tadi, ia seolah sangat baik padaku. Bodohnya aku percaya begitu saja pada mereka setelah semua kejahatan yang sudah aku lakukan.Memang, tidak seharusnya aku menggantungkan harapan pada seseorang yang sudah jelas-jelas menanggung luka dariku. Aku benar-benar pasrah jika memang ini adalah akhir dari segalanya."Iya Pak, saya Bayu," jawabku lemah.Tak ada lagi semangat, aku bahkan menyerahkan kedua tanganku agar mereka bisa memborgol dan segera membawaku ke dalam jeruji besi.Namun, tiba-tiba polisi itu tersenyum. Aku benar-benar heran, mengapa beliau bisa seperti itu? Padahal, saat ini aku benar-benar telah merasa sedih."Kami ditugaskan oleh Bapak Deni, pemilik rumah sakit ini untuk mendampi
#34Kedua adik perempuanku masuk ke dalam ruangan dimana ibuku di rawat. Aku menatapnya sinis, hingga beberapa menit berlalu aku tidak melihat Nindy ikut masuk bersama mereka.Dengan segera aku keluar untuk mencari Nindy. Rasanya malas jika harus menanyakan kepada dua adik perempuanku perihal keberadaan Nindy.Namun, setelah aku membuka pintu tidak ada siapapun di depan ruang rawat inap, bahkan di sepanjang lorong hanya ada beberapa perawat yang tengah membawa peralatan medis.Saat aku membalikan badan dan berniat menanyakan pada kedua adik perempuanku. Tiba-tiba aku melihat gelang Nindy tergeletak di depan pintu kamar rawat inap ibu.Ada apa ini? Apa yang terjadi ada istriku? Mengapa gelang yang ia pakai ada disini?Gegas aku masuk ke dalam kamar, dan menanyakan pada Lintang dan Wulan."Kemana Nindy?" tanyaku.Mereka berdua hanya melirik sinis, seolah tak ingin mengatakan apapun dan menganggap sepele pertanyaanku."Lintang! Wulan!"Aku benar-benar tak bisa lagi sabar menghadapi kedua
#33"Gimana keadaan ibu saya Dok?" tanya Lintang pada Dokter yang baru saja keluar dari ruang rawat inap ibu.Wajah dokter tersebut nampak sangat lelah, tetapi aku masih saja terus berharap tidak ada hal buruk yang menimpa ibuku.Aku benar-benar takut kehilangan beliau, apapun kesalahan beliau. Bagaimanapun beliau memperlakukan istriku, semua itu hanyalah kesalahan yang mampu aku maafkan."Ibu kalian mengalami koma, entah kenapa. Ada sesuatu yang seolah menghambat untuk bisa menyadarkan beliau, tapi beliau juga tidak bisa lepas begitu saja. Kami akan berusaha semampu kami, dan kami akan terus mengupayakan yang terbaik untuk ibu anda," jelas dokter tersebut.Koma? Astaghfirullah, ibu ... mengapa harus sampai seperti ini? Padahal aku tidak berniat membuat semua sampai seperti ini. Andai aku bisa memutar waktu, aku ingin membuat semuanya baik-baik saja. Aku tidak akan membentak ibuku, aku tidak akan membuat beliau mengalami sakit seperti ini.Namun, semua sudah terlambat. Aku hanya bisa
#32"Pertama, aku pengen banget minta maaf sama kamu. Ya, aku tahu aku udah egois banget selama ini. Aku terlalu mementingkan kedua adikku dan ibuku," ucapku mengawali permintaan maaf.Indah, Deni, Nindy dan Ibunya Deni seakan menatapku penuh selidik. Mungkin mereka tak mengerti apa yang membuat aku seperti ini."Aku belajar dari Deni, hanya saja aku salah menempatkan semuanya. Dulu, Deni selalu berkata bahwa orangtua dan keluarga adalah yang utama. Aku lupa, bahwa Deni belum memiliki tanggung jawab sebagai seorang suami.Bahkan, aku selalu mengutamakan ibu dan kedua adikku hanya karena aku tidak ingin terlihat menjadi anak yang durhaka. Indah, aku benar-benar minta maaf, karena sikap aku itu kita harus kehilangan anak kita.Aku juga nggak pernah nemenin kamu v ibuku selalu bilang kalau wanita itu tidak selalu harus menjadi beban buat suaminya.Namun, aku benar-benar salah mengartikan semuanya. Aku tak tahu kalau manjanya seorang istri adalah sebuah jalan menuju rumah tangga yang baha