"Gimana, Mbak Nining? Cocok nggak lokasi ini untuk usaha ayam penyet dan ayam geprek kita nanti?" tanya Arya pada Nining yang berdiri di sebelahnya.Pagi ini mereka berdua tengah meninjau ruko yang sedianya akan mereka sewa untuk buka usaha ayam penyet itu. Di sana nanti, Arya rencananya juga akan membuka usaha gorengan. Jadi klop. Makin banyak jenis usaha kuliner yang ia miliki sehingga makin cepat pula ia sukses dan kaya, tekadnya.Nining mengangguk -anggukkan kepalanya mendengar perkataan Arya tersebut."Bagus, Mas Arya. Saya setuju. Lokasi ini bagus banget untuk usaha itu kayaknya.""Ya udah. Kita sewa aja Mas yang ini. Dan secepatnya juga kita bayar supaya bisa segera kita buka usaha kita itu ya, Mas," sambung Nining lagi.Arya tersenyum gembira mendengarnya. Akhirnya, keberhasilan itu sudah ada di depan matanya juga. Ia pun buru buru menganggukkan kepalanya."Baik Mbak Nining, nanti kita sama sama ke sana ya. Biar Mbak bisa bayar langsung uang sewanya ke pemilik ruko ini," ujar
"Jadi Bapak cuma bisa bayar sewa separuhnya? Wah, bagaimana ini ya? Barusan kata Bu Nining, beliau mau bayar sepenuhnya. Tapi ini kok cuma separuh? Mana bisa, Pak!" kata pemilik ruko saat Arya mengantarkan uang sewa yang tinggal separuh.Arya menelan ludah, tapi mencoba untuk tetap bersikap tenang."Iya ... begini, Pak. Maksud saya, saya bayarkan dulu separuh dari uang sewa karena untuk buka usaha, kami kan perlu banyak dana. Jadi ... kami sewa setengah tahun dulu. Nanti kalau progres nya oke, yang setengahnya lagi pasti saya bayarkan. Gitu maksudnya, Pak," jawab Arya mencoba tetap tenang walau pun dalam hatinya merasa cemas, takut kalau kalau pemilik ruko tak setuju dan enggan menerima penawaran darinya yang mengakibatkan niat mereka hendak menyewa ruko dan buka usaha menjadi gagal.Pemilik ruko diam mendengar perkataan Arya. Tapi kemudian membuka mulutnya."Begini, Pak. Bukan saya tak mau diajak negosiasi. Tapi ini benar benar di luar kesepakatan kita semula karena kesepakatan kita
Mendengar perkataan Nining tersebut, Arya menelan ludah dengan perasaan kelu. Tangannya bergetar saat menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celananya.Apa kata Nining tadi? Perempuan itu hendak mengambil kembali uang yang telah diberikan padanya untuk membayar ruko kemarin?Duh! Gawat kalau sampai begitu! Nining bakalan tahu kalau uang itu sebagian sudah diberikan pada ibunya untuk membeli perhiasan.Gimana ini? Bagaimana caranya supaya Nining tak jadi mengambil kembali uang itu? Batin Arya bertanya tanya dan benaknya berputar mencari jalan keluar.Namun, meski sudah memeras otak, tetap saja dia tak mampu menemukan jalan keluarnya sehingga akhirnya dia pun memutuskan untuk menghubungi Bu Hasnah.Tapi meski sudah berkali kali menelpon, ibunya tak juga mengangkat telepon darinya.Itu membuat Arya akhirnya memutuskan untuk mendatangi rumah ibunya itu untuk jujur dan terus terang serta mencari jalan keluar dari kondisi tidak terduga yang harus dia hadapi sekarang ini ; Nining hendak m
"Jangan Dik Nining, sabar dulu. Biar saja uangnya di simpan sama Arya dulu ya. Dik Nining tenang saja. Uang itu aman kok. Nggak akan hilang. Yakin deh sama Ibu!" sahut Bu Hasnah pada Nining, berusaha mencegah perempuan itu untuk mengambil uang yang dititipkan pada Arya kemarin.Nining menatap Bu Hasnah lalu tersenyum."Ibu yakin? Saya nggak mau ambil resiko soalnya, Bu. Uang lima puluh juta rupiah itu bukan jumlah yang sedikit soalnya! Susah nyarinya, Bu! Makanya saya nggak mau main gampang gampang saja!""Sudah cukup saya berusaha percaya pada Mas Arya kemarin, tapi nyatanya Mas Arya bohong. Bilang terlalu beresiko kalau mau menyewa satu tahun penuh. Padahal aturannya kan memang seperti itu. Apalagi ruko tersebut terletak di lokasi yang sangat strategis!""Lalu kapan usaha mau jalan dan modal mau kembali dengan cepat kalau buang buang waktu seperti ini!""Sekarang gini aja, Bu Hasnah! Mas Arya! Saya nggak mau ambil pusing! Pokoknya saya mau kita menyewa lokasi yang kemarin sudah deal
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (108)Setelah membayar sewa ruko, Arya pun mengajak Bu Hasnah menemui Nining di kediaman perempuan itu.Begitu dipersilahkan untuk masuk ke dalam rumah, dengan nada girang, Arya pun segera melaporkan pada Nining kalau dia dan ibunya baru saja selesai membayarkan sewa ruko pada pemiliknya.Dan kedatangan mereka ke sini selain ingin mengabarkan mengenai berita baik itu, juga ingin bertanya kapan mereka bisa mulai membuka usaha."Mbak Nining, barusan uang sewa ruko sudah saya dan ibu saya serahkan pada pemilik ruko. Ini kuitansinya," ujar Arya sambil menyodorkan kertas kuitansi pembayaran ruko ke atas meja di hadapan Nining yang sontak mengambil dan membacanya lalu mengangguk anggukkan kepalanya tanda puas.Melihat ekspresi gembira dari perempuan di depannya itu, Arya pun meneruskan ucapannya."Jadi, kapan rencananya kita mau mulai buka usaha, Mbak? Karena saya sudah nggak sabar lagi ingin segera membuka usaha ayam geprek yang saya bilang kemarin itu, Mbak
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (109)"Gimana ini, Ya? Kita fokus jualan gorengan aja lagi ya? Mau gimana lagi? Kerja sama dengan Nining batal! Kita nggak punya pendapatan lain lagi kalau begini!" celetuk Bu Hasnah saat keduanya tiba di rumah kembali.Arya mengangguk lalu menghembuskan nafasnya."Iya, Bu. Mau gimana lagi? Terpaksa lah kita fokus jualan lagi saja sambil menabung biar suatu saat bisa tetap menyewa ruko untuk bikin usaha baru ya, Bu?" jawab Arya."Iya, Ya. Nggak ada jalan lain selain nabung soalnya. Mau pinjam bank keliling buat sewa ruko, nggak mungkin! Mau gadai BPKB motor, paling juga dapat sedikit.""Jadi ya sabar ajalah dulu ya. Nanti sambil jualan kita nabung,. Gitu aja. Semoga suatu saat kita bisa sewa ruko sendiri ya, Ya?""Iya, Bu!""Oh ya, istri kamu gimana sekarang, Ya? Masih jutek juga sama kamu? Dengar dengar kemarin dia mau buka usaha untuk adiknya. Apa nggak bisa kamu minta supaya usaha itu kamu aja yang mengelola, Ya, jangan adiknya?""Kamu kan suaminya.
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (110)Arya tersenyum puas saat melihat hasil masakan yang sukses dia buat sore ini. Ikan saos pedas manis, ayam bakar kecap, tumis kangkung campur petai dan gorengan spesial yang dari tampilannya sungguh menggoda selera.Sore ini sengaja dia memasak untuk Sri. Dia berniat ingin merayu dan meluluhkan kembali hati istrinya itu dengan sikap dan perlakuan lembut yang akan dia tunjukkan nanti, sesuai anjuran ibunya.Dia juga ingin memberikan servis terbaik pada Sri supaya perempuan itu senang dan luluh hatinya. Kalau sudah luluh, tentu saja apa yang dia minta akan dikabulkan oleh istrinya itu, minimal akan dipertimbangkan, seperti untuk mengurus dan mengelola usaha yang katanya hendak dibuka oleh Sri itu.Jika dia bisa merebut kembali hati Sri, tentu saja usaha tersebut tidak akan diserahkan pada adiknya begitu saja melainkan pada dirinya.Sore ini Sri masih belum pulang dari tempat kerjanya. Meski hubungan mereka akhir akhir ini memburuk usai mereka berseli
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (111)"Tunggu, Sri! Apa kamu bilang? Barusan kamu ngurus gugatan perceraian kita ke pengadilan agama? Kenapa, Sri? Apa yang salah sama rumah tangga kita kok kamu bisa mengambil tindakan seperti ini?" tanya Arya pura pura tak mengerti alasan Sri meminta perceraian dengan nada suara gugup, tak menyangka bila istrinya itu ternyata sudah mendaftarkan gugatan perceraian mereka di pengadilan agama.Meski pun dia tak pernah benar benar berniat ingin memperbaiki perkawinan mereka tapi dia juga tak pernah menyangka bila istrinya itu ternyata benar benar menginginkan perpisahan dengannya.Saat ini rasanya dia tak bisa percaya bila dirinya benar benar akan kehilangan Sri dan itu membuat Arya tiba tiba saja didera rasa takut yang amat sangat akan kehilangan istrinya itu.Sri pun tersenyum miris lalu membuka suaranya."Sudahlah, Mas. Nggak usah banyak basa basi lagi. Aku sudah tahu kalau kamu merencanakan sesuatu yang buruk denganku. Makanya aku tak akan pernah memb
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (132)Menyadari dirinya telah keceplosan bicara, Bu Wati pun buru buru meralat ucapannya supaya Bu Hasnah tak sadar jika putrinya sebenarnya memang telah berbadan dua."Eh, maaf ... salah ngomong. Maksudnya bukan hamil tapi biar cepat hamil, Hasnah. Maklum pengantin baru. Makanya harus banyak makan, biar rahimnya subur. Soalnya aku udah nggak sabar lagi pengen gendong cucu. Kamu juga kan, Hasnah?" ujar Bu Wati buru buru meralat ucapannya.Mendengar perkataan besannya itu, Bu Hasnah pun tersenyum lega dan gembira. Syukurlah, ternyata Hamidah bukannya sedang hamil melainkan berharap supaya bisa cepat hamil. Kalau begitu, dia pun tak keberatan karena sudah lama memang dia menginginkan kehadiran seorang cucu lagi dari Arya, sebab sekarang Via, putri Ana, mantan istri pertama Arya sudah sulit ia temui karena kesibukan cucunya tersebut sekolah. Belum lagi dia pun sibuk mengurus Arya yang sedang sakit.Bu Hasnah pun menganggukkan kepalanya dengan rona gembira.
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (131)"Bagaimana anak saya, Dok? Apa masih bisa diselamatkan?" tanya Bu Hasnah dengan perasaan sedih luar biasa saat melihat pria berseragam putih keluar dari ruang operasi di mana Arya beberapa saat yang lalu dibawa masuk untuk ditangani.Sudah sejak malam tadi sejak mendapatkan kabar kalau anak laki lakinya itu masuk rumah sakit akibat tertabrak mobil entah karena sebab apa, Bu Hasnah terus menerus menangis hingga sembab air mukanya.Dia tak bisa menyalahkan Bu Wati dan Hamidah yang telah membiarkan Arya berkeliaran di luar rumah di malam pengantin mereka sebab alasan Bu Wati, Arya tak bisa dilarang dan dicegah meski hari sudah malam saat hendak membeli sesuatu barang keperluannya. Itulah yang telah membuat kecelakaan tersebut bisa sampai terjadi.Dan Bu Hasnah pun terpaksa percaya begitu saja sebab sejauh ini dia memang tak tahu apa yang sebenarnya betul betul terjadi di rumah besannya tersebut malam tadi hingga akhirnya putranya itu harus mengalami t
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (130)Berpikir begitu, Bu Wati pun buru buru masuk kamar mandi dan berbisik di telinga putrinya."Midah, apa ... apa kamu hamil? Apa ... apa kamu dan Afandi sudah melakukan hal terlarang sebelum dia meninggal dunia dan kamu menikah dengan Arya? Kalau iya, kamu harus berdamai dengan Arya, Midah. Kamu nggak boleh menolak kehadirannya karena itu konyol namanya. Kamu butuh suami dan bapak untuk anak kamu, Midah! Ayok ikut Ibu ke kamar sekarang juga. Kita harus membicarakan ini sebelum kamu membuat keputusan yang salah dan membuat Arya pergi meninggalkan kamu!""Sebab kalau itu terjadi maka kemungkinan besar, anak kamu akan lahir tanpa bapak. Apa kamu mau hal Itu terjadi, Midah?" ucap Bu Wati yang tiba tiba merasa takut kalau Arya yang justru tak mau lagi dengan putrinya itu bila tahu putrinya itu ternyata sudah hamil sebelum menikah dengannya.Dia tak mau Hamidah hamil dan melahirkan tanpa suami. Dia tidak mau nama baiknya tercoreng. Itu sebabnya dia harus b
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (129)"Tok! Tok!Tok!"Sedang keduanya bertengkar, dari arah luar kamar terdengar ketukan pintu lumayan keras diiringi suara Bu Wati yang memanggil keras keduanya."Midah ... Arya, ada apa? Buka pintunya!" seru Bu Wati dari luar kamar.Hamidah memandang Arya sejenak seolah meminta pertimbangan, tapi tak lama kemudian karena Arya hanya diam saja tanpa reaksi, Hamidah pun buru buru membuka pintu dengan segera.Segera setelah dia membuka pintu, Bu Wati pun masuk dan menyerbu dengan tanya."Kamu kenapa Midah? Kok teriak teriak tadi? Apa Arya ganggu kamu?""Heh, Arya! Ibu kan sudah bilang, perkawinan kalian hanya sandiwara di atas kertas saja karena Ibu sudah minta tolong sama Ibu kamu untuk bisa menyelamatkan pernikahan putri Ibu yang terancam gagal karena Afandi meninggal dunia dan Ibu kamu sudah setuju!""Lantas sekarang kenapa Hamidah teriak teriak seperti tadi? Apa jangan jangan kamu ganggu dia ya? Kamu kan sudah janji kemarin nggak akan ganggu Hamidah!
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (128)"Lepaskan, Mas! Jangan sentuh aku! Apa kamu lupa perjanjian kita kemarin yang menyatakan kalau pernikahan kita hanya pernikahan pura pura di atas kertas saja dan di antara kita tak akan pernah ada malam pertama karena pernikahan kita bukan pernikahan sungguhan!" ujar Suster Hamidah sembari menepis keras tangan Arya yang berusaha menarik tubuhnya dan membuka pakaiannya.Namun, Arya hanya menyeringai lebar."Pernikahan kita bukan sungguhan? Midah, pernikahan kita tercatat sah di kantor urusan agama! Ijab qobul yang kita lakukan juga sah di mata agama. Kamu sekarang istriku! Sah di mata negara dan agama! Lalu kenapa kamu bilang pernikahan kita tidak sungguhan dan kamu menolak aku sentuh? Kamu mau masuk penjara karena sudah mempermainkan pernikahan? Kamu juga mau masuk neraka dan dilaknat malaikat karena menolak ajakan suami untuk memenuhi kewajiban kamu sebagai seorang istri? Iya?" Arya terlihat tak terima dengan penolakan Hamidah.Hamidah menggeleng
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (127)"Saya terima nikah dan kawinnya Hamidah binti Kusnadi dengan mas kawin seperangkat alat salat dibayar tunai.""Sah.""Sah.""Sah "Semua hadirin yang hadir mengucapkan syukur setelah Arya selesai mengucapkan ijab qobul atas istri barunya, Suster Hamidah.Usai Arya mengucapkan penerimaan nikahnya, Suster Hamidah mengangkat wajahnya lalu dengan gerakan kaku karena tak menyangka bila dirinya akan dinikahkan paksa dengan Arya yang baru saja sembuh dari stroke yang diderita, mengangkat telapak tangan lalu mencium punggung tangan Arya yang sekarang telah menjadi suami sah nya itu dengan gerakan lunglai.Sungguh, meski dia tak membenci Arya, tapi dia sama sekali tak mencintai laki laki yang sekarang menjadi suaminya itu. Dia menganggap Arya hanyalah salah satu pasien yang harus dia terapi supaya segera sembuh dari sakitnya.Tapi ternyata, hari ini laki laki itu telah menghalalkan dirinya sebagai seorang istri. Arya akan mendampingi hidupnya hingga maut m
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (126)"Baiklah, Hasnah ... kalau begitu sesuai dengan rencana kami semula yakni hendak menikahkan Hamidah dengan almarhum Afandi pada tiga hari lagi, itu menjadi tanggal pernikahan Hamidah dengan Arya.""Benar kata kamu, aku harus menyelamatkan keluargaku dengan menikahkan putramu dengan putriku. Selain demi meminimalisir kerugian akibat gagal pesta setelah Afandi meninggal dunia, aku juga ingin menunaikan cita cita kita dulu yang hendak menjodohkan Hamidah dengan putramu.""Jadi tiga hari lagi kita nikahkan mereka ya, Hasnah! Kamu mau ngasih mahar apa untuk putriku? Kemarin rencananya Afandi mau memberi mahar sebuah mobil mewah dan perhiasan sebanyak seratus gram. Kalau kamu apa?" lanjut Bu Wati sembari menatap penuh harap wajah sahabat masa SMA nya itu.Namun, mendengar perkataan Bu Wati, Bu Hasnah melotot lebar. Merasa kaget dan shock ditanya soal mahar, apalagi dibandingkan dengan mahar yang seyogyanya akan diberikan oleh almarhum dokter Afandi pada
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (125)"Wati, apa kamu nggak malu kalau pesta pernikahan putri kamu terpaksa dibatalkan? Kamu bisa rugi besar lho kalau pesta putri kamu benar benar dibatalkan.""Saya aja nggak nyangka kalau Suster Hamidah itu ternyata adalah putri kamu. Aku pikir siapa. Kamu ingat nggak, dulu waktu kita masih SMA, kita pernah bercita cita ingin menjodohkan putra dan putri kita supaya mereka meneruskan persahabatan kita? Tapi apa daya aku kehilangan jejak kamu dan Arya pun kemudian menikah dengan gadis pilihannya, Ana.""Tapi sekarang pernikahan mereka sudah berakhir. Dan status Arya sekarang ini adalah duda. Jadi, tunggu apalagi, Wati? Sekarang lah saatnya kita jodohkan mereka kembali demi memenuhi niat baik kita dulu?""Arya dulu bekerja sebagai seorang ASN, Wati Tapi apa daya sekarang sudah diberhentikan.""Sekarang ini Arya sedang sakit. Tapi dia jadi semangat sembuh kembali setelah bertemu dengan anak kamu, Hamidah. Sayang, Hamidah ternyata hendak menikah hingga me
AKAN KUBUAT KAU MENYESAL, MAS! (124) "Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un ... ." "Kamu yang sabar ya, Midah. Kami sudah berusaha, tapi Tuhan berkehendak lain. Nyawa calon suami kamu nggak bisa diselamatkan lagi. Kami turut prihatin, Midah ...," ucap rekan rekan sejawatnya yang begitu mendengar kabar kecelakaan calon suaminya, langsung gegas berkumpul di ruang ICU rumah sakit untuk memantau kondisi kesehatannya dan melakukan tindakan penyelamatan terhadap dokter muda yang merupakan calon suami Suster Hamidah tersebut, salah seorang suster di rumah sakit swasta ini. Hamidah mengusap air matanya lalu menatap nanar wajah calon suaminya yang telah terbujur kaku di atas brankar dengan ditutupi kain panjang. "Midah, kamu yang tabah ya, Nak. Semua ini sudah takdir Yang Maha Kuasa ...," tutur Ibunya pula sembari mengelus pelan pundak Hamidah. Sementara di sampingnya, calon mertua tampak meratap pilu menangisi kepergian putra mereka. Hamidah berkali-kali menghembuskan nafasnya demi mengurai s