Darell merasa gusar sekarang. Apa yang harus dia lakukan? Sepertinya moto hidup adalah pilihan tidak berlaku untuk Darell saat ini. Pasalnya dia tidak memiliki pilihan yang baik sama sekali. Semuanya sama saja, membuat Elaine terluka.
Ponsel Darell bergetar, matanya melirik ke atas meja. Sebuah notifikasi pesan muncul dan ternyata itu dari ayahnya. Dengan berat hati Darell meraih benda pipih itu, lalu membuka pesan tersebut.
Papa: Minggu depan jangan lupa datang ke acara pernikahan kakakmu. Jangan bawa cewekmu itu, tapi datang bersama Chelsea. Kamu tahu, kan, konsekuensi kalau kamu tidak menuruti perintah Papa?
Rahang Darell mengetat ketika membaca pesan itu. Hatinya terasa panas ketika membaca pesan tersebut. Ingin dia mencaci maki sang ayah, tapi dia tahu resikonya seperti apa.
“Darell?” panggil Elaine. Tanpa disadari Elaine sedang duduk tepat di sampingnya. “Are you ok?” tanya Elaine.
&ld
“Sedang apa kamu di sini?” tanya Martha saat mendapati Chelsea ada di ruang kerja anaknya. Jujur saja, dia merasa terkejut akan kehadiran sosok perempuan itu. Martha tidak bisa menyembunyikan raut wajah kesalnya.“Ah, saya sedang menunggu. Kebetulan saya ada rapat di sini, Tante,” jawab Chelsea sembari tersenyum tenang.“Iya, Bu. Mbak Chelsea ada meeting di sini,” kata Sheila membenarkan ucapan Chelsea. “Mari, Mbak. Sudah waktunya untuk meeting.” Sheila mengajak Chelsea untuk segera menuju pertemuannya.“Oh, baiklah. Saya permisi dulu, Tante, Darell,” pamit Chelsea.Saat Chelsea dan Sheila sudah keluar dari ruangan itu, Martha langsung menghampiri Darell yang sedang ada di meja kerjanya. Anak laki-kakinya itu terlihat nampak tenang.“Darell, kamu bisa jelaskan kenapa ada Chelsea di sini? Dan meeting apa?” tanya Martha.Mendapatkan pertanyaan seperti itu, tentu saja membu
“Makasih, loh, udah mau anter aku belanja,” kata Chelsea.Tak ada pilihan lain, selain mengikuti apa kata Pandu. Setelah mendapatkan perintah berikut dengan ancaman, Darell akhirnya menuruti permintaan ayahnya. Saat ini mereka sedang berada di salah satu mall besar di daerah Jakarta.“Cepetan, aku nggak ada waktu,” ketus Darell.Chelsea hanya menarik kedua sudut bibirnya, tersenyum dengan sabar. Lalu mereka mendatangi sebuah butik baju. Chelsea mulai memilih baju yang akan dikenakannya nanti di pesta pernikahan Varel, kakak Darell.“Ini bagus, nggak?” Perempuan berambut panjang bergelombang itu meminta pendapat Darell. Dengan malas Darell hanya mengangguk, dia tak peduli dengan apa yang dipilih Chelsea.Terdengar Chelsea menghela napas. Alhasil dia memilih dengan cepat satu set pakaian yang akan dikenakannya nanti. Kemudian dia membawa semua barang yang sudah dipilihnya ke kasir.Darell langsun
Tidak terasa sudah jam enam sore, sebenarnya sudah lewat dari waktu jam pulang. Tapi lagi-lagi Elaine harus lembur dan pekerjaannya baru selesai sekarang.Di raihnya benda pipih yang tergeletak di meja kerja Elaine. Kemudian dia mencoba untuk membuka aplikasi berwarna hijau. Mengecek siapa tahu ada pesan penting untuknya. Tapi ternyata tidak ada satu pesan pun yang dikirimkan untuknya. Bahkan Darell belum membalas pesannya.“Len, ayo pulang!” ajak Aya.Elaine langsung menoleh ke arah Aya. “Oh, iya, tunggu sebentar.” Buru-buru Elaine merapikan meja kerjanya, setelah itu dia beserta temannya langsung meninggalkan ruang kerjanya.Seperti biasa, Elaine selalu memesan ojol untuk perjalanan pulangnya dari kantor. Tak lama kemudian sang driver pun datang menjemput Elaine dengan seragam hijaunya.“Ini, Neng pakai helm dulu. Demi keselamatan jiwa dan raga,” goda abang ojol pada Elaine.Gadis itu langsung mengambil
Darell sudah mengantarkan Chelsea ke rumahnya dengan selamat. Sialnya, tadi orang tua Chelsea malah mengajaknya untuk masuk ke rumah. Awalnya Darell menolak, tapi mereka memaksa. Dengan perasaan terpaksa, akhirnya Darell mampir sebentar. Khawatir jika Chelsea nanti akan mengadu pada sang ayah. Who know? Di saat seperti ini Darell harus berhati-hati.Setelah itu Darell memutuskan untuk bertemu dengan Elaine. Dia ingin menetralkan hati dan perasaannya. Elaine sudah seperi obat untuknya di kala dia sedang merasa risau.Saat Darell hendak mengirim gadis itu pesan ternyata ponselnya mati. Darell menghela napas, bisa-bisanya dia tidak sadar kalau ponselnya ini mati. Akhirnya dia memutuskan untuk segera menuju kosan gadis itu.Namun, sebelum itu Darell memastikan bahwa tidak ada satu orang pun yang membuntutinya. Dia khawatir jika ayahnya itu mengirimkan orang untuk mengawasi Darell. Setelah dirasa aman, Darell akhirnya pergi menuju kosan Elaine.Sesampainya di
Elaine mengerutkan keningnya saat mendapatkan pesan dari Darell. Dia masih bingung dengan permintaan Darell yang terlihat aneh baginya. Matanya masih memandang layar gawai berukuran 6,1 inci itu.“Kenapa bengong?” tanya Grace yang melihat sahabatnya itu mematung.“Hah?” Elaine seketika tersedar. Dia langsung menatap ke arah Grace, lalu menggelengkan kepalanya. “Ah, nggak papa,” ucap Elaine. Ia menyimpan gawainya ke dalam tas. Mencoba untuk tidak memikirkan hal itu untuk sementara waktu.“Mikirin bebeb, ya?” goda Grace sambil menyikut sahabatnya.Elaine mendengus dan tersenyum sungging. “Bebeb apaan, dah,” sanggah Elaine.“Btw, Darell tuh bener-bener sibuk?” Bukan Grace kalau tidak banyak tanya seperti seorang reporter.Elaine menganggukkan kepalanya.“Saking sibuknya, dia juga belum ketemu kita, lebih tepatnya gue,” sambar Kale.Ya, malam ini El
“Darell, sakit,” rintih Chelsea. Pergelangan tangannya ini dicengkram dan dirinya ditarik paksa oleh Darell.Namun sayang, Darell tak menggubris rintihan Chelsea sama sekali. Bahkan laki-laki itu semakin mencengkram Chelsea dengan kuat, membuat dia semakin merintih kesakitan.“Aku bilang sakit!” Chelsea menyentak Darell. Seketika Darell menghentikan langkahnya. Mereka kini sudah ada di tempat parkir, lalu Darell menoleh dan menatap Chelsea dengan tatapan yang berapi-api.Chelsea merapatkan bibirnya, dia merasa terintimidasi dengan tatapan Darell. Jadi, seperti ini jika laki-laki itu marah? Selama mereka berhubungan Darell selalu berlaku manis dan tak pernah marah padanya.“Gue udah bilang sama lo. Kalau mau ikut sama gue jangan ngomong apa pun!” tegas Darell.Tadinya Darell hendak meninggalkan Chelsea saat pesta berakhir. Tapi, apa daya perempuan itu terus menempel pada Darell. Akhirnya dengan berat hati Darell m
Elaine menaiki lift sendirian, kebetulan karena ini jam kerja jadi lift tersebut sepi. Saat Elaine hendak menutup pintu lift, tiba-tiba saja dia mendengar seruan dari seseorang. “Mbak, tunggu!” seru seorang perempuan. Elaine mencoba menekan tombol pada lift, agar pintu tersebut kembali terbuka. Kemudian dia melihat dua orang perempuan yang sama-sama karyawan di perusahaan itu. Mereka berdua langsung menaiki lift. “Terima kasih, Mbak,” ucap salah satu peremppuan yang mengenakan kacamata. Elaine hanya mengangguk dan tersenyum padanya. Kini dua orang perempuan itu berdiri tepat di hadapan Elaine. “Nes, jadi gimana tadi, tuh? Serius kalau BA kita yang baru itu dulunya mantan Mas Direktu—” “Ssst!” Perempuan berkacamata itu langusng menempelkan telunjuknya di bibir rekan yang berdiri di sampingnya. “Diem!” bisiknya lagi. Kemudian dia mengedikkan kepalanya ke belakang, memberikan kode pada rekannya. “Ah, sorry. Gue gemes soalnya Vanesa. Kalau
Benda pipih berwarna biru itu Elaine tempelkan pada telinganya. Dengan mengigit jarinya, Elaine mencoba menelepon seseorang. Air matanya kini pecah. Saat sampai ke kosannya, Elaine langsung menangis.“Kenapa nggak diangkat, sih?” gerutunya dengan suara parau.Panggilannya itu tak kunjung diangkat oleh yang bersangkutan. Siapa lagi kalau bukan Darell. Setelah Elaine meluapkan semua emosinya, dia segera menyambar ponselnya dan langsung menelepon laki-laki yang sekarang masih berstatus sebagai pacarnya.Iya, sekarang masih, tapi entahlah beberapa jam atau mungkin hari ke depan. Jujur saja Elaine sangat merasa sakit, saat mengetahui gosip dan fakta itu. Elaine masih menganggap berita Chelsea adalah tunangan Darell itu sebuah gosip. Tapi untuk masalah laki-laki itu membawa sang model cantik ke pesta pernikahan kakaknya, itu cukup membuat Elaine tak bisa megabaikan hal yang dirasa serius ini.“Harus berapa kali lagi gue telfon?” keluh El
Elaine paham betul dengan maksud dari ucapan Darell. Makanya dia langsung menoleh dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Hahaha. Kenapa, Sayang?” Darell terkekeh sampe bahunya bergetar. “Nggak papa,” jawab Elaine sekenanya. Merapatkan bibirnya dan masih enggan untuk menatap Darell. Jujur saja, Elaine merasa malu saat Darell berkata demikian. Dia mengingat kejadian bertahun-tahun silam, ketika dirinya pertama kali bertemu dengan Darell. Elaine memang gila saat itu. “Kamu nyesel nggak, Len?” tanya Darell. “Nyesel apa?” sahut Elaine sambil menoleh. Darell terlihat tersenyum senang, ternyata umpannya ditangkap dengan baik oleh Elaine. Dia sengaja bertanya seperti itu agar bisa melihat wajah istrinya yang sedang memerah karena malu. “Nyesel ngajak aku tidur dan kasih aku sesuatu yang berharga dihidup kamu. Padahal dulu kamu nggak kenal aku sama sekali,” kata Darell. Elaine memejamkan matanya dan langsung mengigit bibir bawahnya
Elaine tersentak, matanya tiba-tiba membulat maksimal, saat dia melihat sosok laki-laki yang sudah lama tak ia lihat. Kenapa dia bisa ada di sini? Mau apa dia ke sini? Pertanyaan itu berkecamuk dalam benak Elaine.“Tenang, di sini gue bukan mau ngacauin acara spesial lo, kok,” ucap laki-laki itu, seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Elaine. Dia adalah Tirta, yang tiba-tiba muncul setelah sekian lama menghilang.Berbeda dengan Elaine yang terkejut. Darell hanya menatap sinis laki-laki itu. Sampai Tirta berani mengacau di hari bahagianya, dia tak akan segan membunuh laki-laki itu di sini, sekarang juga.“Gue ke sini cuman mau ngucapin selamat doang. Ya, walau gue sadar diri gue nggak lo undang, Len. Tapi nggak salah, kan, kalau gue datang ke sini dan kasih selamat sama lo,” ungkapnya.“Padahal lo nggak usah repot-repot ke sini,” sambar Elsa. Dia juga sama terkejutnya dengan Elaine. Khawatir laki-laki itu akan berla
“Kenapa, Len? Kok diem?” tanya Grace. “Jangan kaget tapi,” kata Elaine. Shani dan Grace langsung saling melempar pandang. “Dua minggu lagi,” ucapnya kemudian. “Hah?” Benar saja Grace dan Shani kompak memekik. “Wait, Len. Itu … maksudnya Darell baru ngelamar lo di acara perusahaannya minggu lalu, loh. Kok udah dua minggu lagi?” tanya Grace. “Iya, sorry memang dadakan. Tante Martha pengin cepet. Dia tahu gimana perjuangan gue sama Darell, dan dia nggak mau ada yang ganggu hubungan kita lagi. Makanya minta buat cepet.” Elaine menghela napas. “Bonyok gue juga kaget pas Tante Martha minta percepet. Awalnya Papa minta buat sekitar dua bulan lagi, karena kita belum ada persiapan apa pun. Tapi Tante Martha kekeuh pengin cepet. Sorry, ya,” ucap Elaine. “Parah. Kok ngeduluin Grace, sih? Padahal dia yang dilamar duluan, tapi lo yang nikah duluan,” kata Shani terkekeh. Grace hanya mendelik kesal. Sungguh Elaine adalah perempuan yan
Mata Elaine membulat, saat Darell memanggil namanya dan melontarkan pertanyaan yang membuatnya mematung seketika. Mimpi apa Elaine semalam? Kenapa Darell melamarnya secara tiba-tiba dan di tempat umum seperti ini? Sungguh, tidak ada tanda-tanda bahwa Darell akan melamarnya. Elaine tersentak saat merasakan ada tangan yang merangkulnya. Dia langsung menoleh dan mendapati Martha yang sedang menyadarkan Elaine dari keterkejutannya. Jantung Elaine kini berdetak dengan cepat, semburat merah pun muncul di pipinya. Apalagi saat dia melihat ke arah sekeliling dan mendapati beberapa pasang mata memperhatikan dirinya. Bagaimana ini? Apa yang harus Elaine katakan? Sungguh, ini adalah hal yang tak pernah terbayangkan oleh Elaine. Walau sebelumnya, memang Darell pernah melamarnya. “Elaine, jangan membuat Darell menunggu,” bisik Martha, saat seorang crew datang sembari membawa microphone untuk Elaine. “Ta-tapi, Tante aku—” “Jawab saja,” selanya sambil
“Ngapain ke sini?” tanya Elaine, saat dirinya dan Darell sampai di sebuah butik mewah.“Beli soto. Ya, beli baju, lah. Kenapa masih nanya, sih?” timpal Darell yang langsung menggenggam tangan Elaine dan menariknya ke dalam.Tak bertanya lagi, Elaine hanya mengikuti Darell. Walau dia masih penasaran, kenapa juga Darell membawanya ke butik mewah? Tak banyak pergerakan yang dilakukan Elaine sampai akhirnya Darell langsung menegurnya.“Kenapa diem aja? Pilih bajunya, dong,” kata Darell.Elaine menoleh dengan mata membulat. “Buat apa? Aku harus tahu dulu alasan kamu bawa aku ke sini. Baru aku bisa pilih baju,” balas Elaine.Ya … bagaimana Elaine akan memilih baju, jika dia saja tidak tahu harus menghadiri acara apa? Pasalnya butik tersebut menjual baju formal untuk perempuan; gaun, blazzer dan lain-lain, tentu saja dengan desain dan harga yang wah. Mungkin butuh beberapa bulan bagi Elaine untuk seke
“A-anu, apa kamu sedang sibuk?”Darell mematung beberapa detik, ketika melihat Elaine ada di hadapannya. Kemudian dia menggeleng dengan cepat. “Oh, nggak. Kenapa?” tanya Darell.“Boleh kita bicara sebentar?” tanya Elaine dengan sedikit canggung.“Boleh, kok. Masuk aja,” ajak Darell. Dia mempersilakan Elaine untuk memasuki kamarnya. Di sana mereka berdua duduk bersebelahan di sebuah sofa kecil. Darell melihat gadis itu sedang meremas jarinya, sepertinya dia sedang merasa gugup.“Ada apa?” tanya Darell dengan nada yang sangat lembut. Mencoba memberikan kenyamanan pada Elaine. Walau sebenarnya jantungnya ini sedari tadi berdegup dengan kencang.Jujur saja, Darell ingin memeluk gadis itu sekarang juga, mencurahkan segala kerinduan dan rasa kekhawatirnya selama ini. Namun, melihat kondisi Elaine yang seperti itu, dia mengurungkan niatnya.“Mmm … anu itu ….” Ada
Semua terasa cepat, sampai-sampai Darell masih belum begitu paham dengan situasi yang sedang berkecamuk di ruang keluarga kediaman Bumantara.‘Kenapa Elaine ada di sini? Kenapa Mama terlihat sangat marah? Dan kenapa ada Varell di sini? Apa semua ini rencanyanya?’ Semua pertanyaan itu terus berputar di kepala Darell.Mata Darell melihat ke arah amplop cokelat yang baru saja ditaruh oleh Varell tepat di depan Tio Admar. Merasa penasaran dengan isi amplop itu. Apalagi saat dia melihat ekspresi Tio yang terkejut saat membuka amplop tersebut. Tak hanya Tio, tapi Chelsea dan Clarisa pun merasa terkejut dengan apa yang dilihatnya. Bahkan Chelsea menangis saat melihat isi dari amplop tersebut.Merasa penasaran, Darell langsung menghampiri Tio dan menyambar beberapa lembar kertas yang sedang dipegang oleh laki-laki itu. Tak ada perlawanan dari Tio, mungkin karena saking terkejutnya dia.Darell langsung membaca, membuka lembar demi lembar dokumen yang s
Bagai disambar petir, Pandu benar-benar terkejut dengan kedatangan sosok Elaine di rumahnya. Sontak laki-laki itu berdiri dari sofa yang sedang didudukinya. Matanya membelalak dan mulutnya sedikit menganga, saking terkejutnya. ‘Kenapa gadis itu ada di sini?’ batin Pandu. Melihat Elaine muncul dengan tiba-tiba di kediaman Bumantara, membuat Darell langsung berlari ke arahnya. Ia langsung mengecek kondisi Elaine. “Kamu baik-baik saja?” tanya Darell dengan nada khawatir. Belum juga Elaine menjawab pertanyaan Darell, Martha sudah langsung memberang. “Maksudmu gadis ini, kan?” tanyanya. Keluarga Admar hanya diam saja, mereka menoton pertengkaran antara Martha dan Pandu. Namun, bukan berarti mereka senang dan menikmatinya. Melainkan Tio dan Chelsea terlihat sangat gusar. “Ke-kenapa dia ada di sini?” tanya Pandu dengan terbata-bata. “Seenaknya kamu mengancam anakmu sendiri dengan melibatkan orang lain, yang tidak bersalah sama sekali!
Tidak. Tidak bisa! Elaine tidak ingin sampai Darell menuruti permintaan ayahnya dan menikah dengan Chelsea. Bagaimanapun rasa sayang dan cintanya pada Darell sangat besar. Apalagi saat mengetahui perjuangan Darell untuk mempertahankannya.“Gue nggak bisa diem aja,” gumam Elaine. Dia mencoba memikirkan cara bagaimana dia bisa keluar dari sini, menemui Pandu dan menenatng usahanya.Elaine tidak bisa membiarkan Darell berjuang sendirian. Dia rasa, dirinya juga harus berusaha mempertahankan hubungan mereka berdua. Tapi bagaimana? Elaine medesah saat otaknya terasa tumpul, tak bisa memikirkan apa pun.***Keesokan harinya.Darell terlihat sangat kacau sekali. Kemarin, dia seharian mencari keberadaan Elaine tapi ia tak kunjung menemukannya. Perasaan khawatir semakin mencuat dari dalam diri Darell, ketika dia mengingat bahwa hari ini adalah tenggat waktu untuknya.Tok. Tok. Tok.Darell langsung menoleh