Elaine memoles bibirnya dengan lipstik warna nude. Kemudian merekatkan bibir atas dan bawahnya, agar terlihat merata. Dia merapikan pita yang menempel di kerah bajunya. Menatap ke arah cermin, memastikan kembali bahwa penampilannya sudah sempurna.
“Itu kemeja yang beli beberapa bulan lalu, kan?” tanya Darell yang baru saja masuk ke dalam kamar. Laki-laki itu baru saja mandi, rambutnya basah, dan hanya mengenakan handuk sebagai penutup bagian bawah tubuhnya.
“Iya. Maaf, ya, baru sempet aku pakai,” timpal Elaine.
Kemeja berwarna soft lavender yang sedang dikenakan oleh Elaine adalah pemberian dari Darell. Padahal mereka membeli kemeja ini sudah dari beberapa bulan yang lalu. Namun, Elaine baru mengenakannya hari ini.
“Darell, aku udah masakin nasi goreng seafood. Aku berangkat duluan, ya. Soalnya bakal ada briefing.”
Elaine beranjak dari kursi rias. Lalu mengecup pipi Darell sebelum akhirnya dia melesat, meninggalk
Darell seolah terpaku di tempat. Dia tidak berkutik sedikit pun, saat melihat sosok perempuan itu di depannya. Jantungnya kini berdegup kencang, lututnya pun melemas, sampai dia tak sanggup untuk berdiri dari tempatnya.“Boleh aku duduk?” tanya perempuan itu.“Hum?” Darell seketika tersentak. “Si-silakan,” katanya.Ah, sial! Kenapa Darell jadi gugup saat melihat sosok perempuan itu? Dia mencoba menarik napas dalam. Mengontrol emosinya yang mendadak tak karuhan.Perempuan itu mengedarkan pandangannya ke seisi ruangan. Kemudian dia menatap ke arah Darell yang masih duduk di kursinya.“Kamu masih ingat aku, kan?” tanya perempuan itu memastikan.Darell hanya mengangguk sambil. Menarik sudut bibirnya. “Ada apa kamu ke sini? Dan... maksudnya apa kamu bilang pada sekretarisku, kalau kamu pacarku?” dengus Darell. Dia mencoba melakukan pertahanan pada dirinya.Jujur, saat melihat pere
Darell memutuskan untuk mengunjungi rumah orang tuanya. Tadi dia sempat berkunjung ke perusahaan ayahnya. Tapi menurut sekretarisnya, ayahnya sedang tidak masuk kerja. Dia ingin meminta penjelasan ayahnya yang tiba-tiba mengajukan Chelsea sebagai brand ambassador produk miliknya.Sesampainya di rumah besar itu, Darell langsung melangkahkan kakinya dengan tergesa-gesa. Dia langsung membuka pintu rumah itu dengan tak sabar.“Mas, ada apa?” tanya Bi Tuti yang terkejut dengan kedatangan Darell.“Papa mana?” tanya Darell dengan nada kesal.“Tuan ada di belakang, Mas. Ada apa ya, Mas?” Bi Tuti kembali bertanya. Dia harus memastikan tujuan kedatangan Darell.Namun sayang, Darell tak menggubris pertanyaan Bi Tuti. Laki-laki itu langsung berjalan menuju belakang rumahnya. Dia tahu pasti ayahnya sedang bersantai di sana.“Papa, maksud Papa a—”Ucapan Darell terhenti, ketika melihat Pandu sed
Darell merasa gusar sekarang. Apa yang harus dia lakukan? Sepertinya moto hidup adalah pilihan tidak berlaku untuk Darell saat ini. Pasalnya dia tidak memiliki pilihan yang baik sama sekali. Semuanya sama saja, membuat Elaine terluka.Ponsel Darell bergetar, matanya melirik ke atas meja. Sebuah notifikasi pesan muncul dan ternyata itu dari ayahnya. Dengan berat hati Darell meraih benda pipih itu, lalu membuka pesan tersebut.Papa: Minggu depan jangan lupa datang ke acara pernikahan kakakmu. Jangan bawa cewekmu itu, tapi datang bersama Chelsea. Kamu tahu, kan, konsekuensi kalau kamu tidak menuruti perintah Papa?Rahang Darell mengetat ketika membaca pesan itu. Hatinya terasa panas ketika membaca pesan tersebut. Ingin dia mencaci maki sang ayah, tapi dia tahu resikonya seperti apa.“Darell?” panggil Elaine. Tanpa disadari Elaine sedang duduk tepat di sampingnya. “Are you ok?” tanya Elaine.&ld
“Sedang apa kamu di sini?” tanya Martha saat mendapati Chelsea ada di ruang kerja anaknya. Jujur saja, dia merasa terkejut akan kehadiran sosok perempuan itu. Martha tidak bisa menyembunyikan raut wajah kesalnya.“Ah, saya sedang menunggu. Kebetulan saya ada rapat di sini, Tante,” jawab Chelsea sembari tersenyum tenang.“Iya, Bu. Mbak Chelsea ada meeting di sini,” kata Sheila membenarkan ucapan Chelsea. “Mari, Mbak. Sudah waktunya untuk meeting.” Sheila mengajak Chelsea untuk segera menuju pertemuannya.“Oh, baiklah. Saya permisi dulu, Tante, Darell,” pamit Chelsea.Saat Chelsea dan Sheila sudah keluar dari ruangan itu, Martha langsung menghampiri Darell yang sedang ada di meja kerjanya. Anak laki-kakinya itu terlihat nampak tenang.“Darell, kamu bisa jelaskan kenapa ada Chelsea di sini? Dan meeting apa?” tanya Martha.Mendapatkan pertanyaan seperti itu, tentu saja membu
“Makasih, loh, udah mau anter aku belanja,” kata Chelsea.Tak ada pilihan lain, selain mengikuti apa kata Pandu. Setelah mendapatkan perintah berikut dengan ancaman, Darell akhirnya menuruti permintaan ayahnya. Saat ini mereka sedang berada di salah satu mall besar di daerah Jakarta.“Cepetan, aku nggak ada waktu,” ketus Darell.Chelsea hanya menarik kedua sudut bibirnya, tersenyum dengan sabar. Lalu mereka mendatangi sebuah butik baju. Chelsea mulai memilih baju yang akan dikenakannya nanti di pesta pernikahan Varel, kakak Darell.“Ini bagus, nggak?” Perempuan berambut panjang bergelombang itu meminta pendapat Darell. Dengan malas Darell hanya mengangguk, dia tak peduli dengan apa yang dipilih Chelsea.Terdengar Chelsea menghela napas. Alhasil dia memilih dengan cepat satu set pakaian yang akan dikenakannya nanti. Kemudian dia membawa semua barang yang sudah dipilihnya ke kasir.Darell langsun
Tidak terasa sudah jam enam sore, sebenarnya sudah lewat dari waktu jam pulang. Tapi lagi-lagi Elaine harus lembur dan pekerjaannya baru selesai sekarang.Di raihnya benda pipih yang tergeletak di meja kerja Elaine. Kemudian dia mencoba untuk membuka aplikasi berwarna hijau. Mengecek siapa tahu ada pesan penting untuknya. Tapi ternyata tidak ada satu pesan pun yang dikirimkan untuknya. Bahkan Darell belum membalas pesannya.“Len, ayo pulang!” ajak Aya.Elaine langsung menoleh ke arah Aya. “Oh, iya, tunggu sebentar.” Buru-buru Elaine merapikan meja kerjanya, setelah itu dia beserta temannya langsung meninggalkan ruang kerjanya.Seperti biasa, Elaine selalu memesan ojol untuk perjalanan pulangnya dari kantor. Tak lama kemudian sang driver pun datang menjemput Elaine dengan seragam hijaunya.“Ini, Neng pakai helm dulu. Demi keselamatan jiwa dan raga,” goda abang ojol pada Elaine.Gadis itu langsung mengambil
Darell sudah mengantarkan Chelsea ke rumahnya dengan selamat. Sialnya, tadi orang tua Chelsea malah mengajaknya untuk masuk ke rumah. Awalnya Darell menolak, tapi mereka memaksa. Dengan perasaan terpaksa, akhirnya Darell mampir sebentar. Khawatir jika Chelsea nanti akan mengadu pada sang ayah. Who know? Di saat seperti ini Darell harus berhati-hati.Setelah itu Darell memutuskan untuk bertemu dengan Elaine. Dia ingin menetralkan hati dan perasaannya. Elaine sudah seperi obat untuknya di kala dia sedang merasa risau.Saat Darell hendak mengirim gadis itu pesan ternyata ponselnya mati. Darell menghela napas, bisa-bisanya dia tidak sadar kalau ponselnya ini mati. Akhirnya dia memutuskan untuk segera menuju kosan gadis itu.Namun, sebelum itu Darell memastikan bahwa tidak ada satu orang pun yang membuntutinya. Dia khawatir jika ayahnya itu mengirimkan orang untuk mengawasi Darell. Setelah dirasa aman, Darell akhirnya pergi menuju kosan Elaine.Sesampainya di
Elaine mengerutkan keningnya saat mendapatkan pesan dari Darell. Dia masih bingung dengan permintaan Darell yang terlihat aneh baginya. Matanya masih memandang layar gawai berukuran 6,1 inci itu.“Kenapa bengong?” tanya Grace yang melihat sahabatnya itu mematung.“Hah?” Elaine seketika tersedar. Dia langsung menatap ke arah Grace, lalu menggelengkan kepalanya. “Ah, nggak papa,” ucap Elaine. Ia menyimpan gawainya ke dalam tas. Mencoba untuk tidak memikirkan hal itu untuk sementara waktu.“Mikirin bebeb, ya?” goda Grace sambil menyikut sahabatnya.Elaine mendengus dan tersenyum sungging. “Bebeb apaan, dah,” sanggah Elaine.“Btw, Darell tuh bener-bener sibuk?” Bukan Grace kalau tidak banyak tanya seperti seorang reporter.Elaine menganggukkan kepalanya.“Saking sibuknya, dia juga belum ketemu kita, lebih tepatnya gue,” sambar Kale.Ya, malam ini El