Setelah keluar dari apartemen Darell, Elaine langsung menghentikan taxi dan segera pulang. Perasaannya sedikit kesal sekarang. Sepanjang perjalanan, Elaine membayangkan momen yang baru saja terjadi bersama dengan Darell. Tidak, itu bukanlah sesuatu yang dia inginkan. Elaine sedang menguatkan dirinya sendiri, untuk tidak goyah.
Sesampainya Elaine di kos-kosannya, dia langsung memasuki kamar. Melempar tasnya dengan sembarang dan menghemaskan tubuhnya ke atas kasur. Dia telungkup sambil membenamkan wajahnya pada bantal.
Tiba-tiba saja air mata keluar membasahi pipinya. Iya, sedari tadi dia memang ingin menangis tapi dia mencoba untuk menahannya. Dia merasa kesal dengan sikap Darell yang ternyata tidak berubah sejak dulu. Seenaknya!
“Berengsek! Kenapa harus ketemu? Kenapa juga dia harus jadi atasan gue?” umpatnya. Dalam hatinya kini banyak perasaan yang muncul dan berkecamuk di sana. Antara senang, sedih, kecewa, dan tentunya marah.
Beberapa menit
Direktur Utama.Kini Elaine berdiri tepat di depan pintu jati besar. Ternyata ini adalah ruangan Direktur Utama. Elaine mendesah, sekarang dia tahu orang yang baru saja mengirim pesan padanya. Tapi … tiba-tiba Elaine merasa sedikit ragu.‘Masa sih Darell yang kirim pesan? Seinget gue, gue udah block semua kontaknya.’“Maaf, kamu siapa? Ada yang bisa saya bantu?” Seorang perempuan menepuk pundak Elaine. Sontak gadis itu menoleh ke belakang. Dia melihat seorang perempuan cantik, putih, dan juga langsing. Rambutnya yang bergelombang menambah kesan feminim pada perempuan itu.Elaine melirik ID card milik perempuan itu. Sheila Lestari, Secretary.‘Oh, ternyata sekretaris,’ batin Elaine. Lantas gadis itu tersenyum pada perempuan yang bernama Sheila.“Ah … sa-saya Elaine dari divisi marketing. Tadi saya mendapatkan pesan untuk datang ke ruangan direktur,” jawab Elaine.Sheila mema
“Gue pengin kita kayak dulu lagi. Gue pengin lo ada di samping gue lagi. Lo mau, kan?” tanya Darell penuh harap. Mendengar pertanyaan seperti itu, Elaine seolah disadarkan oleh sebuah kenyataan. Segera dia menarik dirinya dan beranjak dari pangkuan Darell. “Gila, ya! Gue udah tungangan, Rell. Please, nggak usah ganggu hidup gue. Gue sekarang udah bahagia sama Tirta,” sanggah Elaine. Darell langsung beranjak. “Bahagia? Yakin lo bahagia sama cowok yang pernah nyakitin lo?” Bahagia? Tentu yang diucapkan Elaine itu kebohongan belaka. Dia tidak merasa bahagia sama sekali. Selama empat tahun menjalin hubungan dengan Tirta pun, dia lakukan dengan perasaan terpaksa. “Kenapa diem? Bener, kan, kalau lo nggak bahagia sama dia? Ya udah kalau nggak bahagia, kenapa lo tetep mau lanjut sama cowok sialan itu?” cerca Darell. Dirinya merasa kesal pada Elaine yang mau merelakan masa depannya untuk keluarganya sendiri. “Inget, Len. Cowok itu yang udah bikin lo fr
Elaine langsung menyamabar ponsel yang sedang dipegang oleh Darell. Dia melirik ke arah layar. Mata Elaine membulat ketika mengetahui orang yang sedang melakukan panggilan dengan Darell adalah tunangannya. Buru-buru Elaine mematikan panggilan itu.Elaine menatap Darell dengan tatapan penuh rasa marah. Sedangkan Darell hanya menyeringai puas. Ingin rasanya Elaine menghardik Darell sekarang juga. Tapi itu akan hanya membuang-buang waktu saja. Akhirnya dia memutuskan untuk membalikkan badan dan pergi dari ruangan Darell.“Sejak kapan dia jadi emosian kayak gitu, ya?” gumam Darell. “Ah, gue nggak peduli. Yang pasti gue udah menyalakan sumbu api dan sekarang tinggal menyusun rencana lain.” Darell beranjak dari sofa dan kembali fokus dengan pekerjaannya.Sedangkan Elaine, dia kini sedang berada di toilet. Dirinya butuh membasuh wajah untuk sedikit menengkan pikirannya. Jujur saja, pikiran dan hatinya sama-sama tidak karuhan sekarang. Bagaimana
“Len, lo kenapa? Kesambet apa?” tanya seorang perempuan dari seberang telepon. Elaine langsung tersentak, dia membelalakan matanya. Sejurus kemudian dia melihat nama yang tertera pada layar ponselnya.Grace.“Halo, Len?” panggil Grace bingung, karena dia tak mendapatkan sahutan dari sahabatnya.Elaine buru-buru menempelkan benda pipih itu pada telinganya. “Sorry, Grace, gue kira Tirta,” sesal Elaine.“Kenapa lagi? Lo lagi berantem sama dia?” tanya Grace.Jujur saja Grace sudah jenuh jika harus mendengar cerita sahabatnya yang selalu bertengkar dengan tunangannya itu. Tapi … kalau dibiarkan dia tidak tega. Apalagi dia tahu betul Elaine terpaksa melakukan hubungan ini. Jadi Grace tak mungkin meninggalkan Elaine, walau sebenarnya dia sudah sangat kesal.“Ya begitulah,” jawab Elaine sambil menghela napas berat.“Kenapa? Masalah apalagi? Dia masih terlalu posesif dan
Bosan. Seharusnya Darell tadi menolak acara makan malam ini. Ya, sekarang dia sedang bersama kedua orang tua dan juga kakaknya. Mereka sedang menghadiri jamuan makan malam bersama rekan bisnis sang ayah. Sejujurnya, Darell tidak terlalu tertarik dengan hal-hal seperti ini.Di sela-sela obrolan ringan antara kedua keluarga itu, Darell mencoba melirik ponselnya. Sudah beberapa jam dia tidak memainkan benda pipih itu. Waw, ternyata sudah banyak sekali pesan yang masuk. Tapi dari sekian banyak pesan, dia mencoba melihat pesan dari Elaine. Ternyata gadis itu tidak membaca pesannya sama sekali.Darell merasa sedikit kesal. Kemudian dia melihat ada beberapa belas pesan di grup tiga sekawannya; Darell, Valen, dan Kale. Dia langsung membaca pesan tersebut. Seketiak dia mendekatkan diri pada ibunya.“Ma, aku harus pergi.”Ibunya itu mengerutkan kening dan sedikit mendekat pada sang anak. “Ada apa?” tanyanya.“Sesuatu yang mendes
Sinar matahari menerobos jendela kamar. Elaine mengerang dan merasakan silau pada matanya. Dia mencoba merentangkan tangan dan kakinya, kemudian mengucek sebelah matanya. Ah, kenapa kepalanya masih terasa sangat pusing? Oh iya, Elaine ingat semalam dia mabuk padahal cuman meneguk dua gelas wiski. Sungguh noob sekali Elaine ini. Kemudian kedua mata gadis itu mulai terbuka secara perlahan. Namun tiba-tiba dua terperanjat sampai terlonjak dan beralih dengan posisi duduk. “Gue di mana?” gumamnya. Kamar ini bukanlah kamar kosnya, dan kamar ini bukan juga kamar apartemen Grace. Elaine masih mencoba memindai tempat itu dan mengingat kejadian semalam. Tapi dia tak ingat apa pun. Dan tempat siapa ini? Apa semalam Elaine di culik seorang om-om? Elaine langsung mengecek pakaiannya sendiri. Kemudian dia menghela napas lega ketika mendapati pakaiannya masih sama, utuh, dan tak ada yang berubah sedikit pun. “Terus ini di mana?” tanya Elaine. Kemudian dia me
“Len! Kenapa bengong terus? Itu dipanggil Mas Alvaro,” panggil Celine. Dia menyikut tangan Elaine, karena gadis itu sedari tadi diam saja ketika atasannya itu memanggilnya.“Eh?” Elaine langsung terperanjat, kemudian dia menoleh ke arah Alvaro. Laki-laki itu menatap Elaine dengan tangan yang bersilang di depan dadanya. “Iya, Mas? Maaf.” Gadis itu langsung beranjak dan menghampiri atasannya.“Ikut, saya!” perintah Varo. Tak ingin membuat atasannya itu marah, Elaine langsung mengikutinya.Mereka menuju sebuah ruangan kecil, kemudian Alvaro meminta Elaine duduk di hadapannya.“Kamu lagi mikirin apa? Kenapa akhir-akhir ini kamu selalu hilang fokus. Padahal di awal bekerja, kamu itu anak baru yang memiliki vibes positive yang tinggi. Tapi kenapa sekarang baru beberapa bulan, semangat kamu udah nggak seperti dulu,” ungkap Alvaro. Ternyata dia ingin berbicara empat mata dengan Elaine.Gadis itu h
Elaine berjalan dengan langkah gontai. Mood-nya pagi ini benar-benar ambyar. Pasalnya tadi pagi Risa –ibu Tirta- menghubunginya. Wanita itu menanyakan tentang kondisi Elaine dan Tirta yang sedang tidak baik-baik saja.‘Dasar pasti ngadu sama emaknya! Sejak kapan jadi pengadu gitu, sih?’ Tanpa sadar Elaine berdecih. Lalu dia memasakn wajah yang masam dan menyilangkan tangannya di dada.“Pagi-pagi udah badmood. Gimana mau kerja dengan baik?”Seseorang mengangetkan Elaine, buru-buru dia menoleh ke belakang. Betapa terkejutnya Elaine ketika melihat sosok laki-laki dengan berbalut jas rapi sedang berdiri di belakangnya.“Eh?”Mampus. Kenapa harus bertemu dengan Darell sepagi ini? Elaine mendesah, kacau sudah Rabu paginya ini.“Di depan atasan, kamu berani mendesah seperti itu? Sudah tidak tahan bekerja di sini?” sinis Darell.Elaine langsung membulatkan mata dan mengatupkan bibirnya. Di