Elaine memandang layar komputer dengan tatapan kosong. Entah kenapa otaknya ini tak henti memikirkan foto yang diperlihatkan Elsa dua hari lalu. Elsa memberikan sebuah screnshoot dari status Tirta yang dia publish untuk teman dekatnya di akun Onstagram.
Pada postingan itu terlihat seorang perempuan bersurai panjang sedang duduk membelakangi kamera. Kemudian pada foto tersebut Tirta membubuhkan tulisan ‘My Mood booster’ dan di akhiri dengan emoticon love.
Sempat Elaine bertanya pada Tirta, tapi tentu dia tidak bertanya tentang postingan itu. Dia hanya bertanya apa kesibukan Tirta dan kenapa laki-laki itu sudah tidak suka update story di Onstagram. Tapi Tirta membalas dengan ketus. Karena malas berdebat, akhirnya Elaine mengalah.
Tanpa sadar gadis itu menghela napas kasar di mejanya. Saat itu Alvaro sedang melewati meja kerja Elaine, dan mendengar helaan napas keputus asaan.
“Kenapa, Len? Kerjaan dari saya berat?” tanya Alvaro dingin.
“Eh?” Sont
Darell baru saja turun dari mobil dan langsung melangkahkan kakinya menuju lobi gedung perusahaannya. Namun kedua matanya itu langsung menangkap objek yang seketika membuat hatinya terusik. Dia melihat Elaine sedang berduaan dengan seorang laki-laki, dan Darell tak mengenali laki-laki itu. Segera Darell menghampiri mereka berdua. Urusannya dengan Tirta saja belum selesai, dan dia tak ingin menambah daftar urusannya dengan laki-laki lain. “Kamu!” seru Darell. Sontak Elaine dan laki-laki berbadan jangkung, yang terlihat lebih tua beberapa tahun dari Darell menoleh. Karena Darell tidak tahu siapa nama laki-laki itu. Dia langsung melirik ke arah id card yang menggantung di depan dadanya. Ah, ternyata manajer bagian promosi. Berarti laki-laki itu adalah atasan Elaine. “Kamu di cari Pak Sena di ruangannya,” imbuhnya. Tentu saja yang baru diucapkan Darell adalah sebuah kebohongan. Yang penting laki-laki itu harus segera menjauh dari Elaine. “
Terdengar suara bel yang menggema di stasiun Bandung. Kemudian disusul dengan pengumuman kedatangan kereta api dari Surabaya yang baru saja tiba di kota Bandung.Mendengar pengumuman tersebut, Elaine langsung beranjak dari kursi. Dia langsung menuju pintu exit penumpang kereta api. Saat ini dia sedang menunggu kedatangan Tirta. Rencananya hari ini dan besok, mereka akan survei untuk kebutuhan acara pernikahan mereka nanti.Tak lama kemudian Tirta datang dengan menggendong sebuah ransel dan membawa jinjingan pada tangan kanannya. Elaine langsung menyambut Tirta dengan senyuman.“Sini biar aku yang bawa,” ucap Elaine. Tapi Tirta tak memberikan jinjingannya itu. Dia malah merangkul Elaine dan mengajaknya untuk segera keluar dari stasiun.Mendapatkan perlakuan seperti itu Elaine sedikit lega. Setidaknya Tirta tidak berlaku ketus sekarang. Memang benar, dia hanya berprasangka buruk saja pada laki-laki itu. Ketika dia membuang jauh-jauh pikiran nega
“Maaf, aku nggak sengaja, Tir. Tadi ada telfon masuk, jadi aku coba angkat. Khawatirnya penting,” sesal Elaine.Saat ini Elaine dan Tirta sedang dalam perjalanan pulang. Setelah fitting baju pesta, mereka langsung menuju vendor katering. Namun, karena mood Tirta terlihat sangat kacau, jadi mereka di sana hanya sebentar. Padahal Elaine ingin memastikan beberapa item lagi di sana.“Tir, jangan marah. Maaf banget,” ucap Elaine lagi. Tirta bergeming dia hanya fokus pada kemudinya.Elaine menghela napas. ‘Kenapa, sih? Lagian tukang galon doang? Kenapa harus jadi marah kayak gini?’ batin Elaine.“Ck! Aku nggak suka, ya, kamu pegang-pegang handphone-ku. Walau kita emang udah tunangan, tapi itu privasi.” Tirta akhirnya membuka mulutnya.Elaine mengerutkan keningnya. Sebentar? Apa dia tidak salah dengar? Privasi? Hey, dulu saja Tirta selalu ikut campur urusan Elaine. Dia sering sekali mengecek pesan dala
Elaine mencoba untuk melepaskan pelukan Tirta. Tapi laki-laki itu malah mempererat pelukannya. “Maaf.” Satu kata itu terucap dari bibir Tirta. Kemudian dia mengusap kepala Elaine pelan, penuh dengan kelembutan dan kasih sayang. Sedangkan Elaine masih membenamkan wajahnya di pelukan Tirta. Air matanya terus membanjiri pipinya, dan pasti sudah membasahi kemeja Tirta. Gadis itu terisak di dekapan orang yang baru saja membuat hatinya sakit. “Maaf, aku kelepasan. Aku nggak bermaksud,” ucapnya lagi. Tidak bermaksud? Tapi ini sudah dua kali, dan Elaine sudah kadung kecewa pada Tirta. “Mungkin akhir-akhir ini aku lagi stress, jadi aku nggak bisa buat kontrol emosi aku sendiri,” imbuhnya. Elaine tak menimpal, lidahnya kini terasa kelu, tak sanggup untuk berkata apa pun. Sudahlah, lagi pula Elaine juga terlalu capek untuk melayani tunangannya ini. Jadi akhirnya dia hanya mengangguk dan mencoba untuk memakluminya. Tirta melepaskan p
“Padahal nggak usah diantar pulang begini. Gue jadi ngerepotin, kan.”Mobil Erempat milik Alvaro baru saja terparkir di depan kos-kosan milik Elaine. Seharian ini mereka menghabiskan waktu mengunjungi outlet-outlet Auraku yang tersebar di mall-mall di Jakarta. Memang sebulan sekali, divisi promosi dan marketing selalu survei ke sana. Dan untuk kesempatan kali ini, Elaine yang menemani Alvaro kunjungan.“Sekalian. Masa gue ninggalin lo gitu aja. Btw, gimana sama cowok lo? Udah baikan?” tanya Alvaro.Elaine mengangguk. Sebenarnya dibilang baikan sih, udah. Tapi perasaan Elaine masih sedikit janggal. Sehari sebelum mereka pulang ke tanah rantau, mereka berdua sempat bertengkar. Memang keesokan harinya kondisi mereka kembali seperti biasa. Namun, bagaimanapun dia masih tetap kesal pada Tirta.“Serius? Tapi ekspresi lo seolah bilang nggak baik-baik aja,” ungkap Alvaro.“Iya, serius, kok. Kemarin ketemu juga kita
Ternyata masih sama seperti dulu. Kamar Elaine di dominasi dengan warna biru muda. Darell kini duduk sembari memperhatikan setiap detail kamar Elaine. Dan saat kedua matanya menangkap sebuah objek berupa foto Elaine bersama dengan Tirta. Seketika hatinya langsung kesal. “Cih!” decihnya dan langsung mengalihkan pandangan. “Gue nggak ada apa-apa. Cuman air bening, kalau mau minum silakan, nggak juga gak masalah,” ucap Elaine ketus. Karena hatinya terasa panas, dia langsung menyambar air dalam gelas. Meminumnya sampai bener-benar kosong. Tak peduli jika Elaine menatap dirinya dengan tatapan aneh. “Len, dengerin gue,” ucap Darell, sesaat dia sudah menghabiskan air dalam gelas. Dia menatap wajah Elaine yang terlihat kesal dengan kehadiran Darell di hadapannya. “Mending lo batalin pernikahan lo sama Tirta.” Benar-benar to the point dan tidak berbasa-basi. Elaine mendengus dan memalingkan wajahnya. Lagi-lagi kalimat itu yang dia dengar. “Dari
Kenapa Darell bisa berbicara seperti itu? Memangnya dia tahu kehidupan Tirta di sana, sampai-sampai bisa mengatakan Tirta selingkuh? Elaine mendesah, kemudian menggelengkan kepalanya. “Rell, dari pada lo ngomong ngaco kayak gitu, mending lo balik,” ucap Elaine masih mencoba sabar. “Ngaco? Gue nggak ngaco, Len. Lo nggak tahu, kan, dia di sana gimana? Lo juga nggak tahu kalau dia selingkuh, kan?” tanya Darell sambil menatap Elaine. Perkataannya itu dia ucapkan dengan penuh penegasan. Gadis itu mengepalkan tangan dan mengigit bibir bawahnya. Kesal. Sepertinya dia sudah tak bisa menahan sabarnya. Ia langsung menatap Darell dengan tatapan yang menusuk. “Lo tahu apa, hah? Emangnya lo tahu dia di sana gimana? Yang tahu dia itu gue, bukan lo!” sentak Elaine. Gadis itu kemudian beranjak, dan membukakan pintu kamar kosnya. “Silakan sekarang lo balik dari sini!” titah Elaine. Jadi Darell diusir? Seorang Darell Satria Bumantara diusir oleh seorang perempu
Darell baru saja mendapatkan pesan dari Kai. Perempuan itu memberikan informasi mengenai tanggal pernikahan Elaine.“Dua bulan kurang,” gumamnya. “Gimana caranya gue buat yakinin Elaine?” Darell bertanya pada dirinya sendiri.Beberapa hari lalu dia menghubungi Kyla. Ternyata perempuanitu sudah gila, dia bahkan rela untuk dijadikan yang kedua oleh Tirta. Memangnya apa, sih, yang dimiliki oleh Tirta? Bukannya Darell sombong, tapi jika dibandingkan dengan dirinya Tirta bukanlah siapa-siapa.Ponsel Darell berbunyi, dia melirik ke arah gawai itu. Hasyakyla. Nama itu tertera pada layar ponselnya. Darell menautkan alisnya. Ada apa perempuan itu menelfonnya malam-malam?Meraih gawai yang disimpan di atas nakas. Lalu Darell langsung mengangkat panggilan itu.“Hai,” sapa Kyla dari seberang sana.Dengan malas Darell hanya membalas sapaan perempuan itu dengan sebuah dehaman kecil.“Gimana? Udah bisa bikin
Elaine paham betul dengan maksud dari ucapan Darell. Makanya dia langsung menoleh dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Hahaha. Kenapa, Sayang?” Darell terkekeh sampe bahunya bergetar. “Nggak papa,” jawab Elaine sekenanya. Merapatkan bibirnya dan masih enggan untuk menatap Darell. Jujur saja, Elaine merasa malu saat Darell berkata demikian. Dia mengingat kejadian bertahun-tahun silam, ketika dirinya pertama kali bertemu dengan Darell. Elaine memang gila saat itu. “Kamu nyesel nggak, Len?” tanya Darell. “Nyesel apa?” sahut Elaine sambil menoleh. Darell terlihat tersenyum senang, ternyata umpannya ditangkap dengan baik oleh Elaine. Dia sengaja bertanya seperti itu agar bisa melihat wajah istrinya yang sedang memerah karena malu. “Nyesel ngajak aku tidur dan kasih aku sesuatu yang berharga dihidup kamu. Padahal dulu kamu nggak kenal aku sama sekali,” kata Darell. Elaine memejamkan matanya dan langsung mengigit bibir bawahnya
Elaine tersentak, matanya tiba-tiba membulat maksimal, saat dia melihat sosok laki-laki yang sudah lama tak ia lihat. Kenapa dia bisa ada di sini? Mau apa dia ke sini? Pertanyaan itu berkecamuk dalam benak Elaine.“Tenang, di sini gue bukan mau ngacauin acara spesial lo, kok,” ucap laki-laki itu, seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Elaine. Dia adalah Tirta, yang tiba-tiba muncul setelah sekian lama menghilang.Berbeda dengan Elaine yang terkejut. Darell hanya menatap sinis laki-laki itu. Sampai Tirta berani mengacau di hari bahagianya, dia tak akan segan membunuh laki-laki itu di sini, sekarang juga.“Gue ke sini cuman mau ngucapin selamat doang. Ya, walau gue sadar diri gue nggak lo undang, Len. Tapi nggak salah, kan, kalau gue datang ke sini dan kasih selamat sama lo,” ungkapnya.“Padahal lo nggak usah repot-repot ke sini,” sambar Elsa. Dia juga sama terkejutnya dengan Elaine. Khawatir laki-laki itu akan berla
“Kenapa, Len? Kok diem?” tanya Grace. “Jangan kaget tapi,” kata Elaine. Shani dan Grace langsung saling melempar pandang. “Dua minggu lagi,” ucapnya kemudian. “Hah?” Benar saja Grace dan Shani kompak memekik. “Wait, Len. Itu … maksudnya Darell baru ngelamar lo di acara perusahaannya minggu lalu, loh. Kok udah dua minggu lagi?” tanya Grace. “Iya, sorry memang dadakan. Tante Martha pengin cepet. Dia tahu gimana perjuangan gue sama Darell, dan dia nggak mau ada yang ganggu hubungan kita lagi. Makanya minta buat cepet.” Elaine menghela napas. “Bonyok gue juga kaget pas Tante Martha minta percepet. Awalnya Papa minta buat sekitar dua bulan lagi, karena kita belum ada persiapan apa pun. Tapi Tante Martha kekeuh pengin cepet. Sorry, ya,” ucap Elaine. “Parah. Kok ngeduluin Grace, sih? Padahal dia yang dilamar duluan, tapi lo yang nikah duluan,” kata Shani terkekeh. Grace hanya mendelik kesal. Sungguh Elaine adalah perempuan yan
Mata Elaine membulat, saat Darell memanggil namanya dan melontarkan pertanyaan yang membuatnya mematung seketika. Mimpi apa Elaine semalam? Kenapa Darell melamarnya secara tiba-tiba dan di tempat umum seperti ini? Sungguh, tidak ada tanda-tanda bahwa Darell akan melamarnya. Elaine tersentak saat merasakan ada tangan yang merangkulnya. Dia langsung menoleh dan mendapati Martha yang sedang menyadarkan Elaine dari keterkejutannya. Jantung Elaine kini berdetak dengan cepat, semburat merah pun muncul di pipinya. Apalagi saat dia melihat ke arah sekeliling dan mendapati beberapa pasang mata memperhatikan dirinya. Bagaimana ini? Apa yang harus Elaine katakan? Sungguh, ini adalah hal yang tak pernah terbayangkan oleh Elaine. Walau sebelumnya, memang Darell pernah melamarnya. “Elaine, jangan membuat Darell menunggu,” bisik Martha, saat seorang crew datang sembari membawa microphone untuk Elaine. “Ta-tapi, Tante aku—” “Jawab saja,” selanya sambil
“Ngapain ke sini?” tanya Elaine, saat dirinya dan Darell sampai di sebuah butik mewah.“Beli soto. Ya, beli baju, lah. Kenapa masih nanya, sih?” timpal Darell yang langsung menggenggam tangan Elaine dan menariknya ke dalam.Tak bertanya lagi, Elaine hanya mengikuti Darell. Walau dia masih penasaran, kenapa juga Darell membawanya ke butik mewah? Tak banyak pergerakan yang dilakukan Elaine sampai akhirnya Darell langsung menegurnya.“Kenapa diem aja? Pilih bajunya, dong,” kata Darell.Elaine menoleh dengan mata membulat. “Buat apa? Aku harus tahu dulu alasan kamu bawa aku ke sini. Baru aku bisa pilih baju,” balas Elaine.Ya … bagaimana Elaine akan memilih baju, jika dia saja tidak tahu harus menghadiri acara apa? Pasalnya butik tersebut menjual baju formal untuk perempuan; gaun, blazzer dan lain-lain, tentu saja dengan desain dan harga yang wah. Mungkin butuh beberapa bulan bagi Elaine untuk seke
“A-anu, apa kamu sedang sibuk?”Darell mematung beberapa detik, ketika melihat Elaine ada di hadapannya. Kemudian dia menggeleng dengan cepat. “Oh, nggak. Kenapa?” tanya Darell.“Boleh kita bicara sebentar?” tanya Elaine dengan sedikit canggung.“Boleh, kok. Masuk aja,” ajak Darell. Dia mempersilakan Elaine untuk memasuki kamarnya. Di sana mereka berdua duduk bersebelahan di sebuah sofa kecil. Darell melihat gadis itu sedang meremas jarinya, sepertinya dia sedang merasa gugup.“Ada apa?” tanya Darell dengan nada yang sangat lembut. Mencoba memberikan kenyamanan pada Elaine. Walau sebenarnya jantungnya ini sedari tadi berdegup dengan kencang.Jujur saja, Darell ingin memeluk gadis itu sekarang juga, mencurahkan segala kerinduan dan rasa kekhawatirnya selama ini. Namun, melihat kondisi Elaine yang seperti itu, dia mengurungkan niatnya.“Mmm … anu itu ….” Ada
Semua terasa cepat, sampai-sampai Darell masih belum begitu paham dengan situasi yang sedang berkecamuk di ruang keluarga kediaman Bumantara.‘Kenapa Elaine ada di sini? Kenapa Mama terlihat sangat marah? Dan kenapa ada Varell di sini? Apa semua ini rencanyanya?’ Semua pertanyaan itu terus berputar di kepala Darell.Mata Darell melihat ke arah amplop cokelat yang baru saja ditaruh oleh Varell tepat di depan Tio Admar. Merasa penasaran dengan isi amplop itu. Apalagi saat dia melihat ekspresi Tio yang terkejut saat membuka amplop tersebut. Tak hanya Tio, tapi Chelsea dan Clarisa pun merasa terkejut dengan apa yang dilihatnya. Bahkan Chelsea menangis saat melihat isi dari amplop tersebut.Merasa penasaran, Darell langsung menghampiri Tio dan menyambar beberapa lembar kertas yang sedang dipegang oleh laki-laki itu. Tak ada perlawanan dari Tio, mungkin karena saking terkejutnya dia.Darell langsung membaca, membuka lembar demi lembar dokumen yang s
Bagai disambar petir, Pandu benar-benar terkejut dengan kedatangan sosok Elaine di rumahnya. Sontak laki-laki itu berdiri dari sofa yang sedang didudukinya. Matanya membelalak dan mulutnya sedikit menganga, saking terkejutnya. ‘Kenapa gadis itu ada di sini?’ batin Pandu. Melihat Elaine muncul dengan tiba-tiba di kediaman Bumantara, membuat Darell langsung berlari ke arahnya. Ia langsung mengecek kondisi Elaine. “Kamu baik-baik saja?” tanya Darell dengan nada khawatir. Belum juga Elaine menjawab pertanyaan Darell, Martha sudah langsung memberang. “Maksudmu gadis ini, kan?” tanyanya. Keluarga Admar hanya diam saja, mereka menoton pertengkaran antara Martha dan Pandu. Namun, bukan berarti mereka senang dan menikmatinya. Melainkan Tio dan Chelsea terlihat sangat gusar. “Ke-kenapa dia ada di sini?” tanya Pandu dengan terbata-bata. “Seenaknya kamu mengancam anakmu sendiri dengan melibatkan orang lain, yang tidak bersalah sama sekali!
Tidak. Tidak bisa! Elaine tidak ingin sampai Darell menuruti permintaan ayahnya dan menikah dengan Chelsea. Bagaimanapun rasa sayang dan cintanya pada Darell sangat besar. Apalagi saat mengetahui perjuangan Darell untuk mempertahankannya.“Gue nggak bisa diem aja,” gumam Elaine. Dia mencoba memikirkan cara bagaimana dia bisa keluar dari sini, menemui Pandu dan menenatng usahanya.Elaine tidak bisa membiarkan Darell berjuang sendirian. Dia rasa, dirinya juga harus berusaha mempertahankan hubungan mereka berdua. Tapi bagaimana? Elaine medesah saat otaknya terasa tumpul, tak bisa memikirkan apa pun.***Keesokan harinya.Darell terlihat sangat kacau sekali. Kemarin, dia seharian mencari keberadaan Elaine tapi ia tak kunjung menemukannya. Perasaan khawatir semakin mencuat dari dalam diri Darell, ketika dia mengingat bahwa hari ini adalah tenggat waktu untuknya.Tok. Tok. Tok.Darell langsung menoleh