“Tapi kalau suatu saat kita balikan lagi. Lo mau?” tanya Tirta sambil menatap serius lawan bicaranya itu.
Seketika mata Elaine membulat ketika mendengar pertanyaan dari Tirta. “Gila! Nggak, lah. Ngapain juga balikan sama lo,” sergah Elaine cepat. Tentu saja dia akan menentang jika hal itu terjadi. Elaine tak ingin jatuh lagi ke dalam lubang yang sama.
Tirta mendengus ketika mendapatkan jawaban spontan dan tegas dari Elaine. “Awas aja sampai lo mau balik lagi sama gue,” desis Tirta.
“Awas apa, hah?” tantang Elaine.
“Nggak akan gue lepasin!”
“Cih! Gue nggak akan mau juga balikan sama lo. Kita cuman boleh sebatas teman, gak lebih. Kalau lebih ya nggak cocok!”
“Ya, ya, ya. Terserah deh sekarang lo mau ngomong apa,” kata Tirta membuang muka.
Elaine mendesah, hatinya masih tidak tenang. “Yakin nggak akan ada masalah?” tanya Elaine pada Tirta, men
Pagi harinya Darell sama sekali tak menghubungi Elaine lagi. Kini perasaannya benar-benar tak karuhan sama sekali. Pikirannya juga terbagi; antara memikirkan Tante Risa, Elsa dan Darell. Sebelum berangkat menuju rumah Tirta, Elaine mencoba meyakinkan dirinya lagi. Tiba-tiba saja Tante Risa menelepon Elaine.“Halo, Tante,” sapa Elaine pelan. Dia khawatir ada yang menguping dari luar kamar.“Halo, sayang. Jadinya kamu ke sini? Nggak Tante jemput?” tanya Risa pada Elaine dari seberang telepon.“Iya, Tante aku otw, ya.”“Oke. Tante tunggu, ya,” tandas Risa yang kemudian menutup panggilannya.Sudah terlambat! Tidak ada waktu untuk bimbang lagi. Tak usah memikirkan Darell, mana mungkin dia marah. Elaine bukan lah wanita spesial untuknya. Lupakan sedikit tentang Elsa, selagi dia tidak tahu semua aman. Tirta juga tidak akan memberi tahu bahwa Elaine ikut bersamanya. Selain itu ibunya –Lena- bisa untuk m
Apa? Bersama dengan Tirta? Tentu saja tidak. Elaine tak ingin sakit dua kali. Baginya seseorang yang pernah berselingkuh, pasti akan melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya. Jadi Elaine sudah tak menaruh hati lagi pada Tirta.Lagi pula Elaine susah payah untuk move on dan melupakan semuanya. Masa sekarang ketika dia sudah bisa bangkit dari rasa sakit itu, dia harus kembali pada Tirta? Memang Elaine sudah memaafkan perlakuan Tirta dan Elsa padanya. Tapi … bukan berarti ketika sudah memaafkan, dia dengan mudahnya kembali pada Tirta.Satu lagi, alasan Elaine tak bisa kembali pada Tirta. Dia sudah mulai nyaman dan menyukai Darell. Walau Darell terlihat laki-laki yang tak kalah brengsek dari Tirta, setidaknya Darell selalu mencoba melindungi Elaine.“Pelan pelan aja, jangan memaksakan diri untuk memikirkan hal tersebut. Tapi bisa dijadikan pertimbangan,” ucap seorang lelaki yang mengejutkan Elaine.Elaine mendegus ketika tahu laki-laki y
Elaine bisa mencium aroma woody dari tubuh Darell yang sedang memeluknya erat. Pelukan ini, Elaine sangat merindukannya. Padahal baru satu minggu lebih tidak bertemu dengan Darell. Tapi rasanya sudah seperti berbulan-bulan.Darell selalu datang di waktu yang tepat. Itu membuat Elaine terharu, dia sampai ingin menitikkan air matanya lagi. Tapi gadis itu menahannya, karena tak ingin membuat Darell khawatir.“Kalau lo di sini cuma mau nangis, mending balik sama gue,” ucap Darell.Laki-laki itu menyaksikan momen Elaine dan Tirta di depan villa. Tentu saja dia melihat ketika Elaine menangis. Hatinya merasa kesal, ketika melihat gadis yang kini ada di dalam pelukannya ini sampai menitikkan air matanya. Darell tidak terima jika Tirta membuat Elaine seperti ini.Elaine melepaskan pelukan Darell, dia mendongak. “Siapa yang nangis? Nggak ada.” Elaine mencoba menyangkal perkataan Darell.“Nggak usah bohong. Dari tadi gue lihat di
Memang benar Elaine sangat merindukan Darell. Tapi ini tidak sesuai dengan yang Elaine harapkan. Bukannya Elaine tidak suka Darell datang menemuinya di puncak. Hanya saja dia datang di waktu yang salah. Sekeras apa pun Darell memaksa, dia tak akan ikut dengannya untuk pulang malam ini.Di tambah dengan adanya adegan kekerasan antara Tirta dan Darell. Membuat Elaine makin tidak mengharapkan kedatangan Darell. Sekarang dia tak mempedulikan Darell, tapi bukan berarti dia memilih Tirta juga. Dia hanya tak enak pada Tirta yang harus terluka gara-gara dirinya.“Gimana dong? Tunggu di sini, nanti gue ambil kotak P3K dulu, ya,” ucap Elaine panik. Saat ini dia sedang berada di ruang depan bersama Tirta. Untung saja sepi, karena kegiatan terpusat ada di belakang villa.Tirta hanya mengangguk dan dia membiarkan Elaine untuk masuk ke dalam. Dia merasa senang diperhatikan oleh Elaine. Tentu senang juga ketika Elaine lebih memilih untuk stay di sini dia sangat sen
PLAK!Suara antara benturan kulit tangan Elaine dan pipi Tirta itu terdengar keras. Elaine menampar laki-laki yang sudah berlaku kurang ajar di depannya. Katanya dia tak akan menyentuh Elaine tanpa izin. Tapi buktinya dia main nyosor duluan, seperti saat pertama Elaine menyatakan perasaannya. Ah, tidak! Kali ini lebih kasar, seolah Tirta benar-benar bernafsu dengannya.“Lo apa-apaan, Tir?” sentak Elaine, kini nada bicaranya meninggi.“Gue mau buktiin kalau gue serius sama lo!” sahut Tirta.Elaine mendengus sambil tersenyum getir. “Buktiin apa? Nyebut Tir, lo itu punya pacar dan itu kakak gue!” tegas Elaine pada Tirta yang mungkin dulu dia juga melakukan ini pada kakaknya. Sumpah Elaine merasa semakin jijik pada Tirta.“Gue bisa putusin Elsa sekarang juga. Lagian gue udah jenuh sama Elsa dan gak sanggup menangani sikap dia.”Mendengar kalimat yang baru saja keluar dari mulut Tirta, Elaine terper
Elsa terbangun dari tidurnya. Dia melihat pada jam yang ada di dinding kamarnya. Ternyata sudah pukul setengah tujuh pagi. Gadis itu mengerang, merentangkan kedua tangannya. Hidungnya mengendus sesuatu, masakan Lena. Perempuan berumur 45 tahun itu selalu membuatkan sarapan, sebelum nanti dia berangkat kerja. Namun anehnya, dia merasa sedikit mual ketika mencium bau masakan ibunya.“Huek!” Tiba-tiba Elsa merasa mual saat mencium bau makanan. Sontak gadis itu langsung beranjak dari tempat tidurnya.“Elsa, Mama dan Papa berangkat kerja dulu, ya!” sahut Lena dari balik pintu kamar gadis berumur hampir dua puluh tahun itu.“Hmm!” Elsa hanya berdeham, menjawab sang ibu.Lalu Elsa menyingkap selimut dan turun dari ranjang tidurnya. Dia butuh minum, untuk menghilangkan rasa mualnya.“Masuk angin deh gue,” gumanya, lalu menelan salivanya sendiri. Mengingat semalam dia melakukan live streaming sampai jam dua be
“Ha-halo,” ucap Elaine gugup. Perasaan gugup itu akibat Elaine terlalu senang. Karena laki-laki yang beberapa hari ini dia tunggu kabarnya, akhirnya menghubungi Elaine.“Kenapa lo nggak datang ke apartemen gue?” Darell langsung bertanya tanpa membalas sapaan Elaine. Ya, laki-laki yang menelepon Elaine adalah Darell.“Eh?” Dahi Elaine berkerut, “ma-maksudnya?” Elaine terheran dengan pertanyaan Darell yang tiba-tiba.Darell mendengus, sepertinya keras sampai Elaine bisa mendengarnya. “Harusnya kalau lo udah sampai, lo kudu langsung ke apartemen gue. Cepet datang ke sini!” perintah Darell.“E-emangnya lo ada di sini? Bukannya lagi magang?” tanya Elaine.Sejujurnya tadi Elaine sempat memiliki niat untuk datang ke apartemen Darell. Tapi dia ingat laki-laki itu sedang magang di Jakarta. Jadi dia mengurungkan niatnya, terlebih Darell tak memberikan kabar apa pun padanya.&ldquo
Bagaimana Elaine tidak menaruh hati pada laki-laki yang saat ini sedang duduk di depannya? Setiap hari laki-laki ini memperlakukan Elaine dengan sangat baik. Semakin hari Elaine semakin suka pada sosok Darell. Padahal dia tahu, laki-laki itu hanya memanfaatkannya saja.“Btw, bukannya lo lagi magang? Kok, udah seminggu lo diem aja di sini?” tanya Elaine pada Darell yang sedang sibuk dengan layar laptopnya.“Iya. Santai aja sih, lagian gue bilang lagi ngurus skripsi dulu,” jawab Darell enteng.Memang benar, beberapa hari ini Darell sedang sibuk dengan skripsinya. Dia berniat untuk lulus semester ini. Laki-laki itu pernah bercerita bahwa dia dan kedua temannya –Kale dan Valen- memiliki janji untuk lulus bersama di tahun ini. Sampai-sampai Kale menunda sidangnya, hanya untuk lulus bersama dengan Darell dan Valen. Persahabatan mereka patut diacungi jempol.“Hah? Tapi kan lo kudunya masih magang, jangan jadiin skripsi alesan,
Elaine paham betul dengan maksud dari ucapan Darell. Makanya dia langsung menoleh dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Hahaha. Kenapa, Sayang?” Darell terkekeh sampe bahunya bergetar. “Nggak papa,” jawab Elaine sekenanya. Merapatkan bibirnya dan masih enggan untuk menatap Darell. Jujur saja, Elaine merasa malu saat Darell berkata demikian. Dia mengingat kejadian bertahun-tahun silam, ketika dirinya pertama kali bertemu dengan Darell. Elaine memang gila saat itu. “Kamu nyesel nggak, Len?” tanya Darell. “Nyesel apa?” sahut Elaine sambil menoleh. Darell terlihat tersenyum senang, ternyata umpannya ditangkap dengan baik oleh Elaine. Dia sengaja bertanya seperti itu agar bisa melihat wajah istrinya yang sedang memerah karena malu. “Nyesel ngajak aku tidur dan kasih aku sesuatu yang berharga dihidup kamu. Padahal dulu kamu nggak kenal aku sama sekali,” kata Darell. Elaine memejamkan matanya dan langsung mengigit bibir bawahnya
Elaine tersentak, matanya tiba-tiba membulat maksimal, saat dia melihat sosok laki-laki yang sudah lama tak ia lihat. Kenapa dia bisa ada di sini? Mau apa dia ke sini? Pertanyaan itu berkecamuk dalam benak Elaine.“Tenang, di sini gue bukan mau ngacauin acara spesial lo, kok,” ucap laki-laki itu, seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Elaine. Dia adalah Tirta, yang tiba-tiba muncul setelah sekian lama menghilang.Berbeda dengan Elaine yang terkejut. Darell hanya menatap sinis laki-laki itu. Sampai Tirta berani mengacau di hari bahagianya, dia tak akan segan membunuh laki-laki itu di sini, sekarang juga.“Gue ke sini cuman mau ngucapin selamat doang. Ya, walau gue sadar diri gue nggak lo undang, Len. Tapi nggak salah, kan, kalau gue datang ke sini dan kasih selamat sama lo,” ungkapnya.“Padahal lo nggak usah repot-repot ke sini,” sambar Elsa. Dia juga sama terkejutnya dengan Elaine. Khawatir laki-laki itu akan berla
“Kenapa, Len? Kok diem?” tanya Grace. “Jangan kaget tapi,” kata Elaine. Shani dan Grace langsung saling melempar pandang. “Dua minggu lagi,” ucapnya kemudian. “Hah?” Benar saja Grace dan Shani kompak memekik. “Wait, Len. Itu … maksudnya Darell baru ngelamar lo di acara perusahaannya minggu lalu, loh. Kok udah dua minggu lagi?” tanya Grace. “Iya, sorry memang dadakan. Tante Martha pengin cepet. Dia tahu gimana perjuangan gue sama Darell, dan dia nggak mau ada yang ganggu hubungan kita lagi. Makanya minta buat cepet.” Elaine menghela napas. “Bonyok gue juga kaget pas Tante Martha minta percepet. Awalnya Papa minta buat sekitar dua bulan lagi, karena kita belum ada persiapan apa pun. Tapi Tante Martha kekeuh pengin cepet. Sorry, ya,” ucap Elaine. “Parah. Kok ngeduluin Grace, sih? Padahal dia yang dilamar duluan, tapi lo yang nikah duluan,” kata Shani terkekeh. Grace hanya mendelik kesal. Sungguh Elaine adalah perempuan yan
Mata Elaine membulat, saat Darell memanggil namanya dan melontarkan pertanyaan yang membuatnya mematung seketika. Mimpi apa Elaine semalam? Kenapa Darell melamarnya secara tiba-tiba dan di tempat umum seperti ini? Sungguh, tidak ada tanda-tanda bahwa Darell akan melamarnya. Elaine tersentak saat merasakan ada tangan yang merangkulnya. Dia langsung menoleh dan mendapati Martha yang sedang menyadarkan Elaine dari keterkejutannya. Jantung Elaine kini berdetak dengan cepat, semburat merah pun muncul di pipinya. Apalagi saat dia melihat ke arah sekeliling dan mendapati beberapa pasang mata memperhatikan dirinya. Bagaimana ini? Apa yang harus Elaine katakan? Sungguh, ini adalah hal yang tak pernah terbayangkan oleh Elaine. Walau sebelumnya, memang Darell pernah melamarnya. “Elaine, jangan membuat Darell menunggu,” bisik Martha, saat seorang crew datang sembari membawa microphone untuk Elaine. “Ta-tapi, Tante aku—” “Jawab saja,” selanya sambil
“Ngapain ke sini?” tanya Elaine, saat dirinya dan Darell sampai di sebuah butik mewah.“Beli soto. Ya, beli baju, lah. Kenapa masih nanya, sih?” timpal Darell yang langsung menggenggam tangan Elaine dan menariknya ke dalam.Tak bertanya lagi, Elaine hanya mengikuti Darell. Walau dia masih penasaran, kenapa juga Darell membawanya ke butik mewah? Tak banyak pergerakan yang dilakukan Elaine sampai akhirnya Darell langsung menegurnya.“Kenapa diem aja? Pilih bajunya, dong,” kata Darell.Elaine menoleh dengan mata membulat. “Buat apa? Aku harus tahu dulu alasan kamu bawa aku ke sini. Baru aku bisa pilih baju,” balas Elaine.Ya … bagaimana Elaine akan memilih baju, jika dia saja tidak tahu harus menghadiri acara apa? Pasalnya butik tersebut menjual baju formal untuk perempuan; gaun, blazzer dan lain-lain, tentu saja dengan desain dan harga yang wah. Mungkin butuh beberapa bulan bagi Elaine untuk seke
“A-anu, apa kamu sedang sibuk?”Darell mematung beberapa detik, ketika melihat Elaine ada di hadapannya. Kemudian dia menggeleng dengan cepat. “Oh, nggak. Kenapa?” tanya Darell.“Boleh kita bicara sebentar?” tanya Elaine dengan sedikit canggung.“Boleh, kok. Masuk aja,” ajak Darell. Dia mempersilakan Elaine untuk memasuki kamarnya. Di sana mereka berdua duduk bersebelahan di sebuah sofa kecil. Darell melihat gadis itu sedang meremas jarinya, sepertinya dia sedang merasa gugup.“Ada apa?” tanya Darell dengan nada yang sangat lembut. Mencoba memberikan kenyamanan pada Elaine. Walau sebenarnya jantungnya ini sedari tadi berdegup dengan kencang.Jujur saja, Darell ingin memeluk gadis itu sekarang juga, mencurahkan segala kerinduan dan rasa kekhawatirnya selama ini. Namun, melihat kondisi Elaine yang seperti itu, dia mengurungkan niatnya.“Mmm … anu itu ….” Ada
Semua terasa cepat, sampai-sampai Darell masih belum begitu paham dengan situasi yang sedang berkecamuk di ruang keluarga kediaman Bumantara.‘Kenapa Elaine ada di sini? Kenapa Mama terlihat sangat marah? Dan kenapa ada Varell di sini? Apa semua ini rencanyanya?’ Semua pertanyaan itu terus berputar di kepala Darell.Mata Darell melihat ke arah amplop cokelat yang baru saja ditaruh oleh Varell tepat di depan Tio Admar. Merasa penasaran dengan isi amplop itu. Apalagi saat dia melihat ekspresi Tio yang terkejut saat membuka amplop tersebut. Tak hanya Tio, tapi Chelsea dan Clarisa pun merasa terkejut dengan apa yang dilihatnya. Bahkan Chelsea menangis saat melihat isi dari amplop tersebut.Merasa penasaran, Darell langsung menghampiri Tio dan menyambar beberapa lembar kertas yang sedang dipegang oleh laki-laki itu. Tak ada perlawanan dari Tio, mungkin karena saking terkejutnya dia.Darell langsung membaca, membuka lembar demi lembar dokumen yang s
Bagai disambar petir, Pandu benar-benar terkejut dengan kedatangan sosok Elaine di rumahnya. Sontak laki-laki itu berdiri dari sofa yang sedang didudukinya. Matanya membelalak dan mulutnya sedikit menganga, saking terkejutnya. ‘Kenapa gadis itu ada di sini?’ batin Pandu. Melihat Elaine muncul dengan tiba-tiba di kediaman Bumantara, membuat Darell langsung berlari ke arahnya. Ia langsung mengecek kondisi Elaine. “Kamu baik-baik saja?” tanya Darell dengan nada khawatir. Belum juga Elaine menjawab pertanyaan Darell, Martha sudah langsung memberang. “Maksudmu gadis ini, kan?” tanyanya. Keluarga Admar hanya diam saja, mereka menoton pertengkaran antara Martha dan Pandu. Namun, bukan berarti mereka senang dan menikmatinya. Melainkan Tio dan Chelsea terlihat sangat gusar. “Ke-kenapa dia ada di sini?” tanya Pandu dengan terbata-bata. “Seenaknya kamu mengancam anakmu sendiri dengan melibatkan orang lain, yang tidak bersalah sama sekali!
Tidak. Tidak bisa! Elaine tidak ingin sampai Darell menuruti permintaan ayahnya dan menikah dengan Chelsea. Bagaimanapun rasa sayang dan cintanya pada Darell sangat besar. Apalagi saat mengetahui perjuangan Darell untuk mempertahankannya.“Gue nggak bisa diem aja,” gumam Elaine. Dia mencoba memikirkan cara bagaimana dia bisa keluar dari sini, menemui Pandu dan menenatng usahanya.Elaine tidak bisa membiarkan Darell berjuang sendirian. Dia rasa, dirinya juga harus berusaha mempertahankan hubungan mereka berdua. Tapi bagaimana? Elaine medesah saat otaknya terasa tumpul, tak bisa memikirkan apa pun.***Keesokan harinya.Darell terlihat sangat kacau sekali. Kemarin, dia seharian mencari keberadaan Elaine tapi ia tak kunjung menemukannya. Perasaan khawatir semakin mencuat dari dalam diri Darell, ketika dia mengingat bahwa hari ini adalah tenggat waktu untuknya.Tok. Tok. Tok.Darell langsung menoleh