Elsa terbangun dari tidurnya. Dia melihat pada jam yang ada di dinding kamarnya. Ternyata sudah pukul setengah tujuh pagi. Gadis itu mengerang, merentangkan kedua tangannya. Hidungnya mengendus sesuatu, masakan Lena. Perempuan berumur 45 tahun itu selalu membuatkan sarapan, sebelum nanti dia berangkat kerja. Namun anehnya, dia merasa sedikit mual ketika mencium bau masakan ibunya.
“Huek!” Tiba-tiba Elsa merasa mual saat mencium bau makanan. Sontak gadis itu langsung beranjak dari tempat tidurnya.
“Elsa, Mama dan Papa berangkat kerja dulu, ya!” sahut Lena dari balik pintu kamar gadis berumur hampir dua puluh tahun itu.
“Hmm!” Elsa hanya berdeham, menjawab sang ibu.
Lalu Elsa menyingkap selimut dan turun dari ranjang tidurnya. Dia butuh minum, untuk menghilangkan rasa mualnya.
“Masuk angin deh gue,” gumanya, lalu menelan salivanya sendiri. Mengingat semalam dia melakukan live streaming sampai jam dua be
“Ha-halo,” ucap Elaine gugup. Perasaan gugup itu akibat Elaine terlalu senang. Karena laki-laki yang beberapa hari ini dia tunggu kabarnya, akhirnya menghubungi Elaine.“Kenapa lo nggak datang ke apartemen gue?” Darell langsung bertanya tanpa membalas sapaan Elaine. Ya, laki-laki yang menelepon Elaine adalah Darell.“Eh?” Dahi Elaine berkerut, “ma-maksudnya?” Elaine terheran dengan pertanyaan Darell yang tiba-tiba.Darell mendengus, sepertinya keras sampai Elaine bisa mendengarnya. “Harusnya kalau lo udah sampai, lo kudu langsung ke apartemen gue. Cepet datang ke sini!” perintah Darell.“E-emangnya lo ada di sini? Bukannya lagi magang?” tanya Elaine.Sejujurnya tadi Elaine sempat memiliki niat untuk datang ke apartemen Darell. Tapi dia ingat laki-laki itu sedang magang di Jakarta. Jadi dia mengurungkan niatnya, terlebih Darell tak memberikan kabar apa pun padanya.&ldquo
Bagaimana Elaine tidak menaruh hati pada laki-laki yang saat ini sedang duduk di depannya? Setiap hari laki-laki ini memperlakukan Elaine dengan sangat baik. Semakin hari Elaine semakin suka pada sosok Darell. Padahal dia tahu, laki-laki itu hanya memanfaatkannya saja.“Btw, bukannya lo lagi magang? Kok, udah seminggu lo diem aja di sini?” tanya Elaine pada Darell yang sedang sibuk dengan layar laptopnya.“Iya. Santai aja sih, lagian gue bilang lagi ngurus skripsi dulu,” jawab Darell enteng.Memang benar, beberapa hari ini Darell sedang sibuk dengan skripsinya. Dia berniat untuk lulus semester ini. Laki-laki itu pernah bercerita bahwa dia dan kedua temannya –Kale dan Valen- memiliki janji untuk lulus bersama di tahun ini. Sampai-sampai Kale menunda sidangnya, hanya untuk lulus bersama dengan Darell dan Valen. Persahabatan mereka patut diacungi jempol.“Hah? Tapi kan lo kudunya masih magang, jangan jadiin skripsi alesan,
Hati Elaine terasa sakit. Bagaimana bisa kakaknya hamil anak Tirta? Elaine tak rela jika harus merelakan Elsa bersama dengan laki-laki busuk seperti Tirta. Apalagi dia ingat ucapan Tirta, yang hanya menganggap hubungan dengan Elsa main-main belaka.Sekarang, Elsa sedang hamil anak dari laki-laki itu! Ini sudah tidak bisa dikatakan hubungan yang sekedar main-main belaka. Tapi entah kenapa Elaine yakin laki-laki itu tak akan bertanggung jawab dengan apa yang sudah diperbuatnya. Tangan Elaine mengepal ketika membayangkan wajah laki-laki busuk itu.“Tirta, anak Pak Pratama yang pengacara itu?” tanya Robby dengan penuh penekanan.Elsa hanya mengangguk. Sedangkan Robby mulai merasa frustrasi, pasalnya dia mengenal baik laki-laki yang bernama Tirta. Bagaimana tidak? Tirta adalah sahabat anak bungsunya. Dia mengenal Tirta sebagai anak yang baik dan juga sopan.“Bukannya dia dekat dengan Elaine?” tanya Lena terheran-heran. Baik
“Apa-apaan Elsa!” geram Tirta. Saat ini laki-laki itu sedang berada di kamarnya. Hal yang bisa dia lakukan adalah mengumpat. Laki-laki itu langsung meraih benda pipih yang ada di dalam saku celananya. Mencari kontak Elsa, dia harus bertanya langsung pada pacarnya itu. Ah, rasanya malas sekali mengakui Elsa sebagai pacarnya. Tirta langsung meneleponnya. ‘Nomor yang ada tuju sedang tidak aktif. Cobalah—’ “Ah, Shit!” umpat Tirta yang langsung membantingkan ponselnya di atas kasur. “Argh!” erangnya sambil menarik rambut, tanda seseorang yang sedang kesal dan frustrasi. Laki-laki itu kini berkacak pinggang. Otaknya sedang memikirkan momen terakhir bersama Elsa. Seingatnya, dia sudah lama tidak tidur dengan gadis itu. Lalu, kenapa dia bisa hamil? Tirta masih tidak habis pikir dengan hal tersebut. Tirta harus menanyakan hal ini pada Elaine. Siapa tahu dia tahu sesuatu. Karena tak mungkin jika Elaine tak tahu apa-apa. Laki-laki itu mengambil ponselnya
Selepas pertemuan dengan keluarga Tirta tadi sore, Elsa tak bisa tidur. Dia merasakan gelisah bukan main. Gadis itu mencoba memejamkan matanya, mematikan lampu kamar, dan fokus beristirahat. Tapi semua usahanya itu sia-sia. Padahal badannya sangat amat lelah. Matanya juga terasa berat, akibat tangisan yang tidak berhenti mengalir deras dari matanya. Namun otaknya ini tak bisa berhenti memikirkan kejadian tadi.Kini air mata Elsa terasa sudah kering, dia tak bisa menangis lagi. Karena saat ini dia sedang dilanda rasa takut yang sangat besar. Sampai-sampai mengalahkan rasa sedih dan kecewa akibat respon dari kekuarga Tirta.“Argh!” Elsa mengerang sambil menarik selimutnya. Kini seluruh tubuhnya diselimuti, dia bersembunyi di balik selimut putih yang membungkus seluruh tubuhnya.Mata Elsa terus melirik ke kanan dan ke kiri. Terkadang dia mengigit bibir bawahnya. Jantungnya pun terus berdegup dengan kencang. Elsa benar-benar merasa kalut saat ini.
Elsa mematung ketika melihat Elaine dan Tirta ada di hadapannya. Mempertanyakan kedatangan mereka berdua di sini. Lidahnya kini terasa kelu, tak bisa berbicara sama sekali. Ekspresi wajahnya terlihat sangat panik dan itu pun terjadi pada Rio. Pasalnya laki-laki itu tahu betul siapa yang datang, dia adalah Tirta pacar dari gadis yang sedang bersamanya sekarang. “Wah, keren! Ternyata kelakuan lo gini ya, Sa!” Terdengar nada cibiran dari kalimat yang dilontarkan oleh Tirta. Laki-laki itu bertepuk tangan. Sedetik kemudian melirik ke arah Rio yang tadi membukakan pintu. Mencoba memindai penampilannya dari atas sampai bawah, lalu menepuk pundak laki-laki itu. Tirta seolah tak peduli dengan yang namanya sopan santun. Mengingat Rio satu tahun lebih tua darinya. Elsa hanya diam, dia tidak bisa membela dirinya. Sudah jelas-jelas dia kepergok sedang berduaan dengan Rio. Bagaimana ini? Apa yang harus Elsa lakukan disaat seperti ini? Pikirannya kalut seketika.
PLAK!Lagi-lagi Robby menampar pipi anak sulungnya. Rasanya Elsa sudah kebal dengan sensasi ketika ditampar. Mungkin ini tamparan ke ... entahlah Elsa tidak mengingat sudah berapa kali ayahnya ini menampar dirinya. “Kurang ajar, ya kamu! Berani-beraninya mengaku bahwa itu anak Tirta! Sekarang mau ditaruh di mana muka Papa, hah?” berang Robby yang tidak habis pikir dengan pemikiran sempit Elsa. “Memang, ya. Kamu itu anak yang bego!” hardik Robby seolah dia lupa bahwa Elsa juga merupakan darah dagingnya.“Papa! Jangan pernah bilang seperti itu pada anakmu! Anak kita tidak ada yang bego!” sergah Lena yang tidak terima ketika Elsa dikatai demikian.Sebagai seorang ibu dia tak ingin anaknya dihardik oleh orang tuanya sendiri. Seharusnya sebagai orang tua haruslah melindungi, mengatakan hal-hal baik dan memuji anak mereka. Jika mereka salah, sampaikanlah dengan cara yang benar. Bukan dengan cara memarahi, menghardik, b
Elaine mau melakukan apa saja untuk Om dan Tante, asalkan Om dan Tante bisa mempertimbangkan perihal tuntutan tersebut,” pinta Elaine sambil berlutut di bawah kaki Risa.Risa membulatkan matanya. Terkejut dengan sikap Elaine yang tiba-tiba berlutut dan memohon. “Elaine, jangan seperti ini Tante nggak enak,” kata Risa yang mencoba untuk merangkul Risa.Namun tiba-tiba Lena juga melakukan hal yang sama. Wanita paruh baya itu berlutut di kaki Risa. Memohon ampunan mereka, untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan saja. Risa jadi merasa tak enak kepada ibu dan anak ini.“Aduh, Bu Lena. Ayok berdiri!” ucap Risa mencoba meraih mereka, dia tak ingin diperlakukan seperti ini. Entah kenapa Risa jadi merasa terbebani dan seolah dirinya benar-benar jahat di sini.Elaine dan Lena beranjak perlahan dan kembali duduk di sofa. “Saya mohon, Bu Risa. Untuk memepertimbangkan perihal tuntutan tersebut. Kami siap melakukan apa sa
Elaine paham betul dengan maksud dari ucapan Darell. Makanya dia langsung menoleh dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Hahaha. Kenapa, Sayang?” Darell terkekeh sampe bahunya bergetar. “Nggak papa,” jawab Elaine sekenanya. Merapatkan bibirnya dan masih enggan untuk menatap Darell. Jujur saja, Elaine merasa malu saat Darell berkata demikian. Dia mengingat kejadian bertahun-tahun silam, ketika dirinya pertama kali bertemu dengan Darell. Elaine memang gila saat itu. “Kamu nyesel nggak, Len?” tanya Darell. “Nyesel apa?” sahut Elaine sambil menoleh. Darell terlihat tersenyum senang, ternyata umpannya ditangkap dengan baik oleh Elaine. Dia sengaja bertanya seperti itu agar bisa melihat wajah istrinya yang sedang memerah karena malu. “Nyesel ngajak aku tidur dan kasih aku sesuatu yang berharga dihidup kamu. Padahal dulu kamu nggak kenal aku sama sekali,” kata Darell. Elaine memejamkan matanya dan langsung mengigit bibir bawahnya
Elaine tersentak, matanya tiba-tiba membulat maksimal, saat dia melihat sosok laki-laki yang sudah lama tak ia lihat. Kenapa dia bisa ada di sini? Mau apa dia ke sini? Pertanyaan itu berkecamuk dalam benak Elaine.“Tenang, di sini gue bukan mau ngacauin acara spesial lo, kok,” ucap laki-laki itu, seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Elaine. Dia adalah Tirta, yang tiba-tiba muncul setelah sekian lama menghilang.Berbeda dengan Elaine yang terkejut. Darell hanya menatap sinis laki-laki itu. Sampai Tirta berani mengacau di hari bahagianya, dia tak akan segan membunuh laki-laki itu di sini, sekarang juga.“Gue ke sini cuman mau ngucapin selamat doang. Ya, walau gue sadar diri gue nggak lo undang, Len. Tapi nggak salah, kan, kalau gue datang ke sini dan kasih selamat sama lo,” ungkapnya.“Padahal lo nggak usah repot-repot ke sini,” sambar Elsa. Dia juga sama terkejutnya dengan Elaine. Khawatir laki-laki itu akan berla
“Kenapa, Len? Kok diem?” tanya Grace. “Jangan kaget tapi,” kata Elaine. Shani dan Grace langsung saling melempar pandang. “Dua minggu lagi,” ucapnya kemudian. “Hah?” Benar saja Grace dan Shani kompak memekik. “Wait, Len. Itu … maksudnya Darell baru ngelamar lo di acara perusahaannya minggu lalu, loh. Kok udah dua minggu lagi?” tanya Grace. “Iya, sorry memang dadakan. Tante Martha pengin cepet. Dia tahu gimana perjuangan gue sama Darell, dan dia nggak mau ada yang ganggu hubungan kita lagi. Makanya minta buat cepet.” Elaine menghela napas. “Bonyok gue juga kaget pas Tante Martha minta percepet. Awalnya Papa minta buat sekitar dua bulan lagi, karena kita belum ada persiapan apa pun. Tapi Tante Martha kekeuh pengin cepet. Sorry, ya,” ucap Elaine. “Parah. Kok ngeduluin Grace, sih? Padahal dia yang dilamar duluan, tapi lo yang nikah duluan,” kata Shani terkekeh. Grace hanya mendelik kesal. Sungguh Elaine adalah perempuan yan
Mata Elaine membulat, saat Darell memanggil namanya dan melontarkan pertanyaan yang membuatnya mematung seketika. Mimpi apa Elaine semalam? Kenapa Darell melamarnya secara tiba-tiba dan di tempat umum seperti ini? Sungguh, tidak ada tanda-tanda bahwa Darell akan melamarnya. Elaine tersentak saat merasakan ada tangan yang merangkulnya. Dia langsung menoleh dan mendapati Martha yang sedang menyadarkan Elaine dari keterkejutannya. Jantung Elaine kini berdetak dengan cepat, semburat merah pun muncul di pipinya. Apalagi saat dia melihat ke arah sekeliling dan mendapati beberapa pasang mata memperhatikan dirinya. Bagaimana ini? Apa yang harus Elaine katakan? Sungguh, ini adalah hal yang tak pernah terbayangkan oleh Elaine. Walau sebelumnya, memang Darell pernah melamarnya. “Elaine, jangan membuat Darell menunggu,” bisik Martha, saat seorang crew datang sembari membawa microphone untuk Elaine. “Ta-tapi, Tante aku—” “Jawab saja,” selanya sambil
“Ngapain ke sini?” tanya Elaine, saat dirinya dan Darell sampai di sebuah butik mewah.“Beli soto. Ya, beli baju, lah. Kenapa masih nanya, sih?” timpal Darell yang langsung menggenggam tangan Elaine dan menariknya ke dalam.Tak bertanya lagi, Elaine hanya mengikuti Darell. Walau dia masih penasaran, kenapa juga Darell membawanya ke butik mewah? Tak banyak pergerakan yang dilakukan Elaine sampai akhirnya Darell langsung menegurnya.“Kenapa diem aja? Pilih bajunya, dong,” kata Darell.Elaine menoleh dengan mata membulat. “Buat apa? Aku harus tahu dulu alasan kamu bawa aku ke sini. Baru aku bisa pilih baju,” balas Elaine.Ya … bagaimana Elaine akan memilih baju, jika dia saja tidak tahu harus menghadiri acara apa? Pasalnya butik tersebut menjual baju formal untuk perempuan; gaun, blazzer dan lain-lain, tentu saja dengan desain dan harga yang wah. Mungkin butuh beberapa bulan bagi Elaine untuk seke
“A-anu, apa kamu sedang sibuk?”Darell mematung beberapa detik, ketika melihat Elaine ada di hadapannya. Kemudian dia menggeleng dengan cepat. “Oh, nggak. Kenapa?” tanya Darell.“Boleh kita bicara sebentar?” tanya Elaine dengan sedikit canggung.“Boleh, kok. Masuk aja,” ajak Darell. Dia mempersilakan Elaine untuk memasuki kamarnya. Di sana mereka berdua duduk bersebelahan di sebuah sofa kecil. Darell melihat gadis itu sedang meremas jarinya, sepertinya dia sedang merasa gugup.“Ada apa?” tanya Darell dengan nada yang sangat lembut. Mencoba memberikan kenyamanan pada Elaine. Walau sebenarnya jantungnya ini sedari tadi berdegup dengan kencang.Jujur saja, Darell ingin memeluk gadis itu sekarang juga, mencurahkan segala kerinduan dan rasa kekhawatirnya selama ini. Namun, melihat kondisi Elaine yang seperti itu, dia mengurungkan niatnya.“Mmm … anu itu ….” Ada
Semua terasa cepat, sampai-sampai Darell masih belum begitu paham dengan situasi yang sedang berkecamuk di ruang keluarga kediaman Bumantara.‘Kenapa Elaine ada di sini? Kenapa Mama terlihat sangat marah? Dan kenapa ada Varell di sini? Apa semua ini rencanyanya?’ Semua pertanyaan itu terus berputar di kepala Darell.Mata Darell melihat ke arah amplop cokelat yang baru saja ditaruh oleh Varell tepat di depan Tio Admar. Merasa penasaran dengan isi amplop itu. Apalagi saat dia melihat ekspresi Tio yang terkejut saat membuka amplop tersebut. Tak hanya Tio, tapi Chelsea dan Clarisa pun merasa terkejut dengan apa yang dilihatnya. Bahkan Chelsea menangis saat melihat isi dari amplop tersebut.Merasa penasaran, Darell langsung menghampiri Tio dan menyambar beberapa lembar kertas yang sedang dipegang oleh laki-laki itu. Tak ada perlawanan dari Tio, mungkin karena saking terkejutnya dia.Darell langsung membaca, membuka lembar demi lembar dokumen yang s
Bagai disambar petir, Pandu benar-benar terkejut dengan kedatangan sosok Elaine di rumahnya. Sontak laki-laki itu berdiri dari sofa yang sedang didudukinya. Matanya membelalak dan mulutnya sedikit menganga, saking terkejutnya. ‘Kenapa gadis itu ada di sini?’ batin Pandu. Melihat Elaine muncul dengan tiba-tiba di kediaman Bumantara, membuat Darell langsung berlari ke arahnya. Ia langsung mengecek kondisi Elaine. “Kamu baik-baik saja?” tanya Darell dengan nada khawatir. Belum juga Elaine menjawab pertanyaan Darell, Martha sudah langsung memberang. “Maksudmu gadis ini, kan?” tanyanya. Keluarga Admar hanya diam saja, mereka menoton pertengkaran antara Martha dan Pandu. Namun, bukan berarti mereka senang dan menikmatinya. Melainkan Tio dan Chelsea terlihat sangat gusar. “Ke-kenapa dia ada di sini?” tanya Pandu dengan terbata-bata. “Seenaknya kamu mengancam anakmu sendiri dengan melibatkan orang lain, yang tidak bersalah sama sekali!
Tidak. Tidak bisa! Elaine tidak ingin sampai Darell menuruti permintaan ayahnya dan menikah dengan Chelsea. Bagaimanapun rasa sayang dan cintanya pada Darell sangat besar. Apalagi saat mengetahui perjuangan Darell untuk mempertahankannya.“Gue nggak bisa diem aja,” gumam Elaine. Dia mencoba memikirkan cara bagaimana dia bisa keluar dari sini, menemui Pandu dan menenatng usahanya.Elaine tidak bisa membiarkan Darell berjuang sendirian. Dia rasa, dirinya juga harus berusaha mempertahankan hubungan mereka berdua. Tapi bagaimana? Elaine medesah saat otaknya terasa tumpul, tak bisa memikirkan apa pun.***Keesokan harinya.Darell terlihat sangat kacau sekali. Kemarin, dia seharian mencari keberadaan Elaine tapi ia tak kunjung menemukannya. Perasaan khawatir semakin mencuat dari dalam diri Darell, ketika dia mengingat bahwa hari ini adalah tenggat waktu untuknya.Tok. Tok. Tok.Darell langsung menoleh