“Mau lo duluan atau gue?” tanya Darell saat mereka sampai di unit milik laki-laki itu. Mereka sedang mendiskusikan perkara yang memakai toilet pertama kali.
“Lo aja, gue mau hapus makeup dulu,” jawab Elaine.
“Oke.”
Saat Darell memasuki toilet, Elaine sibuk menghapus makeup-nya. Sedikit tidak rela, karena hasil karya Mas Dewa benar-benar membuat Elaine mangling. Tapi dari pada nanti akan muncul masalah pada kulit wajah, terpaksa makeup ini harus segera dibersihkan.
Elaine memandangi wajahnya yang sudah tanpa makeup. Gadis itu termenung. Bagaimana kalau dia datang ke acara tadi dengan makeup yang biasa saja? Terus bersanding dengan Darell yang sangat tampan? Mungkin bukan pujian yang akan dia dapatkan.
“Kenapa bengong?” tanya Darell yang melihat Elaine sedang tertegun, memandangi wajahnya sendiri pada kaca yang sedang dipegang olehnya.
“Huh?” Elaine terkejut dan langsung melihat Darel
“Lo mau kan tinggal di sini sama gue?”“Hah?” Elaine terkejut ketika mendapat pertanyaan tersebut.Tinggal di sini? Di apartemen bersama Darell? Jujur saja Elaine tak pernah membayangkan bahwa dirinya akan diajak tinggal bersama. Dadanya kembali berdegup sedikit lebih cepat. Elaine berfantasi dengan dirinya sendiri. Bagaimana jika dia tinggal setiap hari bersama Darell? Setiap dia menginap di sini saja, pasti selalu melakukan adegan panas. Bagaiamana jika setiap hari?Elaine menggeleng cepat, mencoba menepis semua fantasi kotor itu. Bisa-bisanya dia membayangkan hal yang tidak-tidak. Tapi … Elaine menantikan hal itu lagi. Dia sangat suka dan senang dengan perlakukan Darell padanya. Walau dia tahu, dalam melakukan permainan itu tak ada rasa saling suka diantara mereka. Semuan itu pure karena hasrat bilogis sebagai manusia, yang ingin dipuaskan saja.“Kenapa? Lo nggak mau?” tanya Darell yang melihat Elaine menggele
Hari minggu adalah hari tenang untuk Veni. Gadis itu baru pulang dari pasar, membeli stock makanan untuk satu minggu kedepan. Setelah itu dia mulai memasak untuk makan siang nanti, karena tadi dia sudah sarapan ketoprak di depan sebuah konter handphone yang tak jauh dari tempat kosnya.“Wah, mantap!” kata Veni memuji hasil makanannya sendiri. Hari ini dia memasak kare dengan ayam katsu.Veni merapikan dapur umum di kosannya, lalu dia langsung membawa mahakaryanya itu ke dalam kamar. Karena lapar lagi, dia mencoba menyemil setengah porsi ayam katsu yang baru saja dia masak. Sambil menyandarkan punggungnya pada dipan dan jemarinya asyik memainkan gawai.Veni melihat grup angkatannya karena sudah ada lebih dari tiga ratus chat di sana. Gadis itu mengerucutkan bibirnya sembari membaca satu persatu isi chat di grup angkatannya itu. Namun tiba-tiba matanya membelalak ketika melihat sebuah foto.Pada foto tersebut terlihat 2 orang: 1 laki-laki dengan
Udara pagi menyapa Elaine yang sedang menggantungkan handuknya di balkon kamar kos. Dia menghirup udara segar itu dalam-dalam. Berharap hari ini adalah hari yang baik, setelah kemarin dia diinterogasi oleh ketiga sahabatnya.Beruntung sekali Grace, Shani dan Veni tak memperpanjang masalah itu. Mereka dibuat percaya dengan penjelasan Elaine yang … tidak sepenuhnya benar. Ada rasa bersalah yang menyelimuti Elaine. Tapi untuk saat ini, sepertinya itu adalah cara terbaik.Elaine segera masuk lagi ke kamarnya, berganti pakaian karena hari ini ada kuliah jam tujuh pagi. Ah, tiba-tiba perut Elaine terasa mulas. Dia merasa gugup, ketika membayangkan dirinya masuk ke ruang kelas.Pasca Veni menceritakan bahwa di grup angkatannya sedang ramai membicarakan Elaine. Dia membaca chat yang sudah hampir seribu itu. Gila memang, mereka menggibah tidak kira-kira. Sampai-sampai Elaine di-tag beberapa kali oleh teman-temannya.Dia hanya membalas dengan emoticon senyum
Veni masih mematung, sambil memandang Elaine dengan padangan penuh tanya. Jika melihat momen tadi, sepertinya hubungan Elaine dan Soraya tidak baik.‘Ah, apa ini karena Darell?’ batin Veni.Elaine menghela napas panjang, dia putus asa. 12 juta dalam 2 minggu? Dari mana dia bisa dapat uang sebanyak itu dalam waktu singkat? Apa dia harus datang ke pesugihan? Ah rasanya rugi sekali kalau datang ke pesugihan cuman untuk hal seperti itu. Harus ke pesugihan itu ketika punya goal yang lebih tinggi. Duh ini kenapa sih, malah ngajarin yang nggak bener?Saking frustasinya Elaine dia sampai menutup wajah dengan kedua tangannya. Mencoba mencari solusi dari permasalahannya ini.“Lo ada masalah apa sama Kak Soraya?” bisik Veni sambil mencondongkan tubuhnya ke arah Elaine.“Huh!” Elaine menurunkan tanganya dengan kasar. Wajahnya kini terlihat seperti orang yang frustasi. “Masalahnya sepele. Gue nggak sengaja numpahin minu
“Halo, Elaine?” sapa seorang laki-laki dari seberang telepon.Elaine yang sedang mengerjakan tugas bersama teman-temannya yang lain. Terpaksa harus beranjak ke tempat yang agak sepi untuk mengangkat telepon dari Bisma.“Halo, Kak Bisma. Ada apa?” tanya Elaine. Sudah dua hari pasca Elaine memberikan lamaran pada Bisma. Semoga saja ada kabar baik tentang pekerjaan yang ditawarkan Bisma. Elaine sedikit harap-harap cemas.“Ini perihal lamaran kerja. Lo bisa ketemu sama Mommy Ara malam ini? Nanti gue temenin,” kata Bisma.Elaine tersenyum senang. Ah, akhirnya ada panggilan perihal pekerjaan paruh waktu itu.“Bisa, Kak. Bisa banget. Jam berapa?” tanya Elaine antusias, sampai-sampai matanya berbinar.“Jam delapan. Nanti kita ketemu jam tujuh aja, ya. Kosan lo di mana? Biar gue jemput.”“Oh di Pondok Amara. Tau nggak, kak? Di deket Indoseret ada gang kecil, masuk ke sana.&rdquo
Jam kerja paruh waktu Elaine, yaitu dari jam tujuh sampai jam sebelas malam. Terhitung empat jam. Elaine sudah bersiap-siap untuk berangkat kerja. Butuh perjalanan sekitar 1-2 jam untuk sampai di tempat kerja Elaine. Saat ini dia sedang menunggu Bisma di depan Indoseret.TING.Ponsel Elaine berbunyi. Dia langsung mengecek pesan yang baru saja masuk. Ternyata itu dari Darell.Darell: Lagi apa?Tumben sekali anak ini menanyakan kegiatan Elaine. Setelah hampir empat hari tidak menghubunginya. Kini laki-laki itu menanyakan aktivitas Elaine.Elaine: Lagi berdiri.Tak salah bukan Elaine membalas seperti itu? Memang pada kenyataannya Elaine sedang berdiri.Darell: Rasanya pengen nabok. Di mana? Jalan yuk!Elaine: Next time deh. Ada janji soalnya.Darell: Janji? Sama?Elaine: Cowok.Darell: Oh. Oke lah. Tapi malam minggu harus sama gue!El
Ponsel Elaine berdering dengan nyaring. Sudah beberapa kali ponselnya itu berbunyi, tapi tak kunjung dia angkat. Ya … bagaimana mau mengangkat telepon gadis itu masih tidur dengan pulas. Tapi si penelepon tak putus asa untuk terus menghubungi Elaine.Mungkin ini adalah panggilan ketiganya, saat tangan Elaine menyasari nakas yang ada di samping tempat tidur. Mencari benda pipih hasil doorprize dari ulang tahun Zora. Saat tangan Elaine mendapati benda itu. Dia buru-buru meraihnya dan mengangkat telepon tersebut, tanpa melihat siapa orang yang menelponnya.“Halo,” sapa Elaine dengan suara serak.“Halo, sayang. Hey, kamu belum bangun ya?” tanya seorang laki-laki paruh baya di seberang telepon.Mata Elaine langsung terbuka sempurna. Tentu saja dia terkejut ketika mendapati suara ayahnya di seberang sana.“Ah. Maaf, Pah. Waktu malam Elaine begadang,” timpalnya beralasan. Kini Elaine sudah bangun dan tidak dalam
“Nggak ngajak Elaine?” tanya Kale saat Darell baru saja tiba ditempat tongkrongan mereka.Karena Elaine tak bisa diajak jalan, akhirnya Darell memutuskan untuk nongkrong bersama kedua temannya. Sekalian mereka juga sudah beberapa minggu tidak mengunjugi Kai.“Kerja katanya,” jawab Darell sambil duduk di tengah-tengah Kale dan Valen.“Kerja? Kerja apaan?” Valen mengerutkan keningnya.“Btw, sorry gue potong. Darell minumnya yag biasa, kan?” tanya Kai.“Gue pengin Manhattan, Kai,” jawab Darell. Biasanya dia akan memesan Wishkey Sour, tapi kali ini dia ingin memesan yang lain.“Sip. Untung gue nanya,” timpal Kai. “Silakan kalian lanjutkan lagi pergibahan kalian,” ucap Kai, dia terkekeh dan langsung menyiapkan pesanan Darell.“Gibah apaan?” cibir Valen sambil mendelik pada Kai. “Jadi kerja apaan?” tanya Valen penasaran.&ldquo
Elaine paham betul dengan maksud dari ucapan Darell. Makanya dia langsung menoleh dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Hahaha. Kenapa, Sayang?” Darell terkekeh sampe bahunya bergetar. “Nggak papa,” jawab Elaine sekenanya. Merapatkan bibirnya dan masih enggan untuk menatap Darell. Jujur saja, Elaine merasa malu saat Darell berkata demikian. Dia mengingat kejadian bertahun-tahun silam, ketika dirinya pertama kali bertemu dengan Darell. Elaine memang gila saat itu. “Kamu nyesel nggak, Len?” tanya Darell. “Nyesel apa?” sahut Elaine sambil menoleh. Darell terlihat tersenyum senang, ternyata umpannya ditangkap dengan baik oleh Elaine. Dia sengaja bertanya seperti itu agar bisa melihat wajah istrinya yang sedang memerah karena malu. “Nyesel ngajak aku tidur dan kasih aku sesuatu yang berharga dihidup kamu. Padahal dulu kamu nggak kenal aku sama sekali,” kata Darell. Elaine memejamkan matanya dan langsung mengigit bibir bawahnya
Elaine tersentak, matanya tiba-tiba membulat maksimal, saat dia melihat sosok laki-laki yang sudah lama tak ia lihat. Kenapa dia bisa ada di sini? Mau apa dia ke sini? Pertanyaan itu berkecamuk dalam benak Elaine.“Tenang, di sini gue bukan mau ngacauin acara spesial lo, kok,” ucap laki-laki itu, seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Elaine. Dia adalah Tirta, yang tiba-tiba muncul setelah sekian lama menghilang.Berbeda dengan Elaine yang terkejut. Darell hanya menatap sinis laki-laki itu. Sampai Tirta berani mengacau di hari bahagianya, dia tak akan segan membunuh laki-laki itu di sini, sekarang juga.“Gue ke sini cuman mau ngucapin selamat doang. Ya, walau gue sadar diri gue nggak lo undang, Len. Tapi nggak salah, kan, kalau gue datang ke sini dan kasih selamat sama lo,” ungkapnya.“Padahal lo nggak usah repot-repot ke sini,” sambar Elsa. Dia juga sama terkejutnya dengan Elaine. Khawatir laki-laki itu akan berla
“Kenapa, Len? Kok diem?” tanya Grace. “Jangan kaget tapi,” kata Elaine. Shani dan Grace langsung saling melempar pandang. “Dua minggu lagi,” ucapnya kemudian. “Hah?” Benar saja Grace dan Shani kompak memekik. “Wait, Len. Itu … maksudnya Darell baru ngelamar lo di acara perusahaannya minggu lalu, loh. Kok udah dua minggu lagi?” tanya Grace. “Iya, sorry memang dadakan. Tante Martha pengin cepet. Dia tahu gimana perjuangan gue sama Darell, dan dia nggak mau ada yang ganggu hubungan kita lagi. Makanya minta buat cepet.” Elaine menghela napas. “Bonyok gue juga kaget pas Tante Martha minta percepet. Awalnya Papa minta buat sekitar dua bulan lagi, karena kita belum ada persiapan apa pun. Tapi Tante Martha kekeuh pengin cepet. Sorry, ya,” ucap Elaine. “Parah. Kok ngeduluin Grace, sih? Padahal dia yang dilamar duluan, tapi lo yang nikah duluan,” kata Shani terkekeh. Grace hanya mendelik kesal. Sungguh Elaine adalah perempuan yan
Mata Elaine membulat, saat Darell memanggil namanya dan melontarkan pertanyaan yang membuatnya mematung seketika. Mimpi apa Elaine semalam? Kenapa Darell melamarnya secara tiba-tiba dan di tempat umum seperti ini? Sungguh, tidak ada tanda-tanda bahwa Darell akan melamarnya. Elaine tersentak saat merasakan ada tangan yang merangkulnya. Dia langsung menoleh dan mendapati Martha yang sedang menyadarkan Elaine dari keterkejutannya. Jantung Elaine kini berdetak dengan cepat, semburat merah pun muncul di pipinya. Apalagi saat dia melihat ke arah sekeliling dan mendapati beberapa pasang mata memperhatikan dirinya. Bagaimana ini? Apa yang harus Elaine katakan? Sungguh, ini adalah hal yang tak pernah terbayangkan oleh Elaine. Walau sebelumnya, memang Darell pernah melamarnya. “Elaine, jangan membuat Darell menunggu,” bisik Martha, saat seorang crew datang sembari membawa microphone untuk Elaine. “Ta-tapi, Tante aku—” “Jawab saja,” selanya sambil
“Ngapain ke sini?” tanya Elaine, saat dirinya dan Darell sampai di sebuah butik mewah.“Beli soto. Ya, beli baju, lah. Kenapa masih nanya, sih?” timpal Darell yang langsung menggenggam tangan Elaine dan menariknya ke dalam.Tak bertanya lagi, Elaine hanya mengikuti Darell. Walau dia masih penasaran, kenapa juga Darell membawanya ke butik mewah? Tak banyak pergerakan yang dilakukan Elaine sampai akhirnya Darell langsung menegurnya.“Kenapa diem aja? Pilih bajunya, dong,” kata Darell.Elaine menoleh dengan mata membulat. “Buat apa? Aku harus tahu dulu alasan kamu bawa aku ke sini. Baru aku bisa pilih baju,” balas Elaine.Ya … bagaimana Elaine akan memilih baju, jika dia saja tidak tahu harus menghadiri acara apa? Pasalnya butik tersebut menjual baju formal untuk perempuan; gaun, blazzer dan lain-lain, tentu saja dengan desain dan harga yang wah. Mungkin butuh beberapa bulan bagi Elaine untuk seke
“A-anu, apa kamu sedang sibuk?”Darell mematung beberapa detik, ketika melihat Elaine ada di hadapannya. Kemudian dia menggeleng dengan cepat. “Oh, nggak. Kenapa?” tanya Darell.“Boleh kita bicara sebentar?” tanya Elaine dengan sedikit canggung.“Boleh, kok. Masuk aja,” ajak Darell. Dia mempersilakan Elaine untuk memasuki kamarnya. Di sana mereka berdua duduk bersebelahan di sebuah sofa kecil. Darell melihat gadis itu sedang meremas jarinya, sepertinya dia sedang merasa gugup.“Ada apa?” tanya Darell dengan nada yang sangat lembut. Mencoba memberikan kenyamanan pada Elaine. Walau sebenarnya jantungnya ini sedari tadi berdegup dengan kencang.Jujur saja, Darell ingin memeluk gadis itu sekarang juga, mencurahkan segala kerinduan dan rasa kekhawatirnya selama ini. Namun, melihat kondisi Elaine yang seperti itu, dia mengurungkan niatnya.“Mmm … anu itu ….” Ada
Semua terasa cepat, sampai-sampai Darell masih belum begitu paham dengan situasi yang sedang berkecamuk di ruang keluarga kediaman Bumantara.‘Kenapa Elaine ada di sini? Kenapa Mama terlihat sangat marah? Dan kenapa ada Varell di sini? Apa semua ini rencanyanya?’ Semua pertanyaan itu terus berputar di kepala Darell.Mata Darell melihat ke arah amplop cokelat yang baru saja ditaruh oleh Varell tepat di depan Tio Admar. Merasa penasaran dengan isi amplop itu. Apalagi saat dia melihat ekspresi Tio yang terkejut saat membuka amplop tersebut. Tak hanya Tio, tapi Chelsea dan Clarisa pun merasa terkejut dengan apa yang dilihatnya. Bahkan Chelsea menangis saat melihat isi dari amplop tersebut.Merasa penasaran, Darell langsung menghampiri Tio dan menyambar beberapa lembar kertas yang sedang dipegang oleh laki-laki itu. Tak ada perlawanan dari Tio, mungkin karena saking terkejutnya dia.Darell langsung membaca, membuka lembar demi lembar dokumen yang s
Bagai disambar petir, Pandu benar-benar terkejut dengan kedatangan sosok Elaine di rumahnya. Sontak laki-laki itu berdiri dari sofa yang sedang didudukinya. Matanya membelalak dan mulutnya sedikit menganga, saking terkejutnya. ‘Kenapa gadis itu ada di sini?’ batin Pandu. Melihat Elaine muncul dengan tiba-tiba di kediaman Bumantara, membuat Darell langsung berlari ke arahnya. Ia langsung mengecek kondisi Elaine. “Kamu baik-baik saja?” tanya Darell dengan nada khawatir. Belum juga Elaine menjawab pertanyaan Darell, Martha sudah langsung memberang. “Maksudmu gadis ini, kan?” tanyanya. Keluarga Admar hanya diam saja, mereka menoton pertengkaran antara Martha dan Pandu. Namun, bukan berarti mereka senang dan menikmatinya. Melainkan Tio dan Chelsea terlihat sangat gusar. “Ke-kenapa dia ada di sini?” tanya Pandu dengan terbata-bata. “Seenaknya kamu mengancam anakmu sendiri dengan melibatkan orang lain, yang tidak bersalah sama sekali!
Tidak. Tidak bisa! Elaine tidak ingin sampai Darell menuruti permintaan ayahnya dan menikah dengan Chelsea. Bagaimanapun rasa sayang dan cintanya pada Darell sangat besar. Apalagi saat mengetahui perjuangan Darell untuk mempertahankannya.“Gue nggak bisa diem aja,” gumam Elaine. Dia mencoba memikirkan cara bagaimana dia bisa keluar dari sini, menemui Pandu dan menenatng usahanya.Elaine tidak bisa membiarkan Darell berjuang sendirian. Dia rasa, dirinya juga harus berusaha mempertahankan hubungan mereka berdua. Tapi bagaimana? Elaine medesah saat otaknya terasa tumpul, tak bisa memikirkan apa pun.***Keesokan harinya.Darell terlihat sangat kacau sekali. Kemarin, dia seharian mencari keberadaan Elaine tapi ia tak kunjung menemukannya. Perasaan khawatir semakin mencuat dari dalam diri Darell, ketika dia mengingat bahwa hari ini adalah tenggat waktu untuknya.Tok. Tok. Tok.Darell langsung menoleh