Darell benar-benar tidak habis pikir dengan Elaine. Gadis ini belum pernah melakukan hal yang baru saja mereka lakukan beberapa menit lalu, dengan siapapun. Darell adalah yang pertama. Kenapa dia bisa seyakin itu? Karena dia bisa merasakan pelindung milik Elaine yang berhasil dia terobos. Walau membutuhkan waktu yang lumayan lama.
Terlebih tiba-tiba Elaine memintanya untuk tidak saling mengenal, jika suatu saat mereka bertemu kembali. Sepertinya ada sesuatu pada gadis ini, namun Darell tak ingin bertanya.
“Gue balik ya,” ucap Darell tiba-tiba. Laki-laki itu tahu betul, bahwa sang gadis sedang ingin sendiri untuk kali ini.
“Gue aja yang balik,” sanggah Elaine. Dia mencoba untuk beranjak namun sialnya rasa sakit itu masih tetap bisa dia rasakan. Elaine meringis.
“Yakin?” tanya Darell. Laki-laki itu tahu betul, Elaine belum sanggup untuk beranjak dan berjalan. Jelas, ini adalah kali pertamanya pasti rasa sakit itu lumayan lama terasanya.
Elaine menatap Darell dengan tatapan memelas. Dia mengangguk ragu.
“Shit!” umpatnya dalam hati. Melihat wajah Elaine yang tidak berdaya itu membuat Darell ingin kembali menajajahnya.
“Udah lo malam ini di sini aja, gue yang balik. Besok jam dua belas batas check out,” ucap Darell mengingtakan. Laki-laki itu kemudian segera mengenakan pakaian. Dia tidak bisa berlama-lama di sini. Kalau tidak, Darell tidak yakin bisa menahan nafsunya.
“Thanks,” ucap Elaine berterima kasih.
Beberapa menit kemudian Darell pergi meninggalkan Elaine sendirian di kamar itu.
Elaine masih meratapi nasibnya yang mengenaskan. Bisa-bisanya dia melakukan hal seperti ini. Gadis itu menyeringai dan kemudian tertawa. “Hahaha, gila emang Elaine!” hardiknya.
Tiba-tiba dia hanyut dalam kenangan satu tahun lalu, ketika dia memulai berhubungan dengan Tirta. Laki-laki yang sukses membuatnya sakit hati dan terpuruk.
***
Cerita itu dimulai dari awal kenaikan kelas dua belas. Elaine dan Tirta memang sudah dekat dari kelas sepuluh. Kemana-mana mereka ini selalu berdua, sudah seperti sahabat. Tapi ... seperti yang kalian tahu, tidak ada persahabatan murni antara laki-laki dan perempuan. Pasti salah satu diantara mereka akan timbul perasaan suka atapun sayang.
Ya, hal tersebut berlaku juga pada persahabatan Elaine dan Tirta. Elaine diam-diam menyukai Tirta dari kelas sebelas. Tirta yang perhatian padanya, sering sekali mengunjunginya, menjemputnya, bahkan mengantarnya pulang ke rumah. Pada akhirnya membuat Elaine tidak bisa lagi memendam perasaannya. Dia harus mengungkapkan ini pada Tirta.
“Gue suka sama lo!” kata Elaine lugas, ketika mereka sedang berada di ruang OSIS. Kebetulan di sana hanya ada mereka berdua yang sedang merapikan perlengkapan setelah MOS.
Sontak laki-laki yang bernama Tirta itu menoleh ke arah temannya itu. Dia menatap Elaine dengan tatapan tak percaya.
“Gue tahu ini salah, tapi gue pengin jujur aja. Perasaan ini suka ganggu soalnya,” imbuh Elaine.
Tirta masih menatap Elaine, kini tatapannya sangat dalam. Elaine pun masih menatap sahabatnya itu. Suasana di ruang OSIS benar-benar sepi. Tiba-tiba saja Tirta merengkuh tengkuk Eliane, mendekatkan dan menempelkan bibir gadis itu dengan bibirnya. Sontak hal itu membuat Elaine membelalak.
First kiss Elaine itu tidak berlangsung lama. Gadis itu tidak hilang kesadaran, dia segera mendorong Tirta, menjauhkannya.
“Tirta, lo gila ya?” pekik Elaine.
“Nggak lah. Katanya lo suka sama gue, Lein. Sebagai ucapan terima kasih dan balasan atas rasa suka lo sama gue. Gue lakuin itu,” ungkap Tirta dengan santainya.
“Maksudnya? Balasan apa?” tanya Elaine. Dia menampilkan wajah polos dan bingung.
“Balasan atas perasaan lo. Gue bales perasaan lo, alias ayok kita pacaran!”
“Hah?” Elaine memekik tak percaya. Niatnya, dia hanya ingin mengungkapkan perasaannya saja. Tanpa mengharapkan balasan dari sahabatnya itu.
“Gak usah kaget gitu. Mulai sekarang kita pacaran ya!”
“Ta-tapi … gue gak mau kalau orang lain tahu, Tir. Apa kata mereka kalau sampe mereka tahu, kita pacaran?”
Laki-laki itu tersenyum. “Laine, gak usah takut. Ya kita jalankan peran kita aja seperti biasa. Seperti sahabat. Mereka kan nggak akan curiga ini, karena biasanya juga kita dekat kan? Udah mulai sekarang kita pacaran, OK!”
Hubungan itu mereka rahasiakan dari orang-orang. Termasuk keluarga Elaine sendiri, terkecuali sang kakak. Tapi lama kelamaan hubungan mereka mulai diketahui oleh sahabat Elaine, Grace dan Shani.
Sudah satu tahun mereka menjalin hubungan dengan status ‘pacar’. Sampai suatu hari akhirnya Elaine melihat hal yang seharusnya tidak terjadi.
Malam itu, Elaine kembali ke rumahnya untuk mengambil barang yang tertinggal. Niatnya dia akan menginap di rumah Shani, bersama Grace. Merayakan pengumuman kelulusan mereka dari sekolah. Namun siapa sangka, dia tak sengaja melihat sang kakak sedang berduaan dengan seorang laki-laki di kamarnya. Bego memang, mentang-mentang rumahnya tidak ada siapa-siapa. Kamar sang kakak tidak dikunci ketika mereka sedang melakukan hubungan intim.
Awalnya Elaine tidak memedulikan hal itu. Namun saat dia mendengar suara laki-laki yang sedang bersama kakaknya, langkahnya terhenti. Dia kembali mengintip aktivitas mereka berdua di atas tempat tidur. Elaine sangat mengenal betul suara itu, dan benar saja … dugaan Elaine benar. Laki-laki yang sedang tidur bersama kakaknya adalah pacarnya sendiri, Tirta.
***
“Tirta brengsek!” umpatnya. Buliran air mata meluncur bebas di pipi mulus Elaine. Gadis itu kembali tersadar dan berhenti me-review kembali ingatannya. Hal itu benar-benar terasa menyakitkan.
Malam itu, Elaine hanya bisa meringkuk sendiri di kamar hotel. Menangis semalaman. Dia bertkead ini adalah tangisan terakirnya untuk Tirta.
***
Hari ini adalah hari terakhir Elaine berstatus menjadi siswa berseragam putih abu. Saat ini dia baru saja merias wajahnya dengan totalitas. Karena dia ingin menunjukan wajah cantiknya pada Tirta. Kemudian setelah selesai dia langsung berangkat ke sekolah bersama dengan dua sahabatnya.
Pasca malam kencan buta, Shani dan Grace sempat bertanya kemana perginya Elaine. Gadis itu menjawab bahwa dia langsung pulang ke rumah, karena merasa tak enak badan. Tentu saja dia berkata bahwa Darell mengantarnya pulang. Beruntungnya teman-temannya itu tidak menaruh curiga sama sekali padanya.
“Mau balas dendam sama si Tirta ya, Len?” tanya Grace yang mendapati wajah Elaine yang kelewat cantik.
Elaine mendengus, sejurus kemudian dia menyeringai. “Jelas. Emangnya kakak gue aja yang cantik? Gue juga bisa cantik kok,” ucapnya percaya diri.
“To be honest sebenernya lo lebih cantik dari kakak lo. Hanya saja lo kelewat malas merawat diri, Len. Kalau aja tiap hari lo bersolek, udah deh Elsa mah lewat,” ungkap Shani.
“Gue tahu, makanya kuliah nanti gue bakal upgrade diri gue sendiri. Gue bakal bikin si Tirta menyesal karena udah jahat sama gue!” tekadnya.
“Mantap! Ini baru Elaine yang kita kenal,” timpal kedua sahabatnya itu.
Sesampainya di sekolah Elaine, Shani, dan Grace langsung menuju aula dimana acara perpisahan mereka dilaksanakan. Mereka bertiga hanyut dengan perayaan tersebut.
“Gue ke toilet dulu ya,” ucap Elaine pada kedua temannya. Kedua temannya hanya mengangguk, mengizinkan Elaine untuk pergi meninggalkan mereka.
Kemudian Elaine segera menuju toilet yang jaraknya lumayan jauh dari aula. Dia melangkah anggun melewati koridor sekolah. Namun tiba-tiba langkahnya terhenti ketika mendengar beberapa orang laki-laki sedang bergosip di dekat sana.
“Jadi lo putus sama Elaine karena dia tahu hubungan lo sama kakaknya?” ucap seorang laki-laki dengan suara yang sedikit serak.
“Kayaknya sih gitu. Gue males nanya sih. Tapikan gue bisa fokus sama si Elsa sekarang. Lagian sebelum jadian sama dia, gue kan udah ada hubungan sama Elsa duluan,” jawab seorang laki-laki, yang suaranya sangat familiar di telinga Elaine.
“Parah emang lo, Tirta. Terus persahabatan kalian gimana? Kaliankan lengket banget dari kelas sepuluh,” tanya laki-laki lain.
“Ya sebenernya dari dia jujur kalau dia suka sama gue tuh, kayak udah nggak ada harapan sama persahabatan kita. Tapi ya kalau dipikir gue sahabatan sama dia, karena pengin deket sama si Elsa aja sih. Kalian tahu kan gue udah suka sama Elsa ketika kita pertama ketemu,” ungkap Tirta.
Mendengar ungkapan Tirta yang belum pernah di dengar oleh Elaine ini, membuat dia kembali ingin menangis. Elaine meremas gaunnya.
“Sesuai yang lo tahu, si Elsa tahu gue ada hubungan sama Elaine. Tapi ya dia biarin, karena emang dasarnya gue nggak suka Elaine kan. Doi bisa bermain peran dengan baik pokoknya,” tambah Tirta.
“Parah emang. Kalau gitu, si Elaine buat gue aja. Lo udah pernah nyicip dia?” tanya laki-laki yang bersuara serak
“Kalau dia mau mah ambil aja. Gue gak pernah nyicip dia, gue ajak selalu gak mau. Gak kayak Elsa, hahaha.” kekeh Tirta.
Mendengar kata-kata Tirta, hati Elaine terasa tersayat-sayat oleh pisau tajam. Dia mengigit bibir bawahnya. Matanya sudah mulai berkaca-kaca, Tirta sukses membuat Elaine sakit untuk kedua kalinya.
Namun gadis itu tidak tinggal diam. Dia langsung menghampiri laki-laki yang sedang berkumpul di belakang gedung sekolah itu.
“TIRTA!” seru Elaine. Kemudian laki-laki itu menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Elaine yang sedang berjalan penuh emosi.
PLAK.
Eliane menampar pipi Tirta dengan keras. Sampai-sampai dia bisa melihat cap telapak tangannya di pipi laki-laki itu.
“LO SAMPAH YA!” umpat Elaine kesal.
Tirta meraba pipinya yang panas akibat tamparan dari Elaine. Laki-laki itu menggeretakkan rahangnya, menatap Elaine tajam.
“Apa lo bilang? Gue sampah?” Tirta mendengus. “Tapi lo suka kan sama sampah kayak gue?” cibir Tirta.
Bibir Elaine bergetar. Kini emosinya sudah memuncak, sudah ada di ujung ubun-ubun kepalanya. Rasanya dia ingin menghabisi Tirta detik ini juga.
“Awas ya! Gue bakal bikin lo nyesel karena udah nyakitin gue! Selamat lo sukses bikin gue benci sama lo dan juga Elsa!” kecam Elaine. Kemudian gadis itu membalikkan badannya. Pergi meninggalkan tiga orang laki-laki yang sedang asyik menghisap rokok di sana.
Tak terasa air matanya sudah bergulir, jatuh membasahi pipi Elaine. Ternyata dia masih saja menangisi cowok bajingan itu.
“Kalian berdua memang berengsek!” umpatnya.
Cuaca yang tadinya panas berubah menjadi mendung. Mungkin alam pun mendukung Elaine untuk kembali merapati nasib sialnya ini. Gadis itu meninggalkan sekolah tepat setelah mendengar omongan Tirta dan kawan-kawannya. Dia memesan taxi online dan segera pulang ke rumah. Tak peduli dengan acara perpisahan di sekolah yang belum selesai. Dia ingin menenangkan dirinya di rumah. Walau Elaine tahu betul itu bukan hal yang tepat, karena dia pasti akan bertemu dengan pemeran perempuan antagonis dari drama percintaannya ini.'Apa katanya? Elsa tahu aku ada hubungan dengan Tirta, dan dia diam saja?' batin Elaine kesal.“Emang kakak brengsek!” umpatnya pelan.Taxi online yang ditumpangi Elaine sudah sampai tepat di depan rumahnya. Rumah yang tak terlalu besar, namun cukup bagi empat orang untuk tinggal di sana.Gadis bergaun cream itu menarik gaunnya ke atas, kemudian dia melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah. Tidak di kunci, mungkin salah satu anggot
Kehidupan baru Elaine dimulai. Kini dia bertekad untuk berubah, dan akan lebih memperhatikan penampilannya. Bukan berarti dulu Elaine adalah anak yang cupu, culun, dan kuper. Hanya saja dulu gadis ini terlalu cuek dengan penampilan. Dia tidak pernah mengenakan bedak dengan benar, tak pernah memoles bibirnya dengan lip balm, dan selalu mengucir rambut panjangnya. Kali ini dia bertekad untuk berubah, gadis ini ingin menunjukkan eksistensi dirinya.“Good! Pokoknya lo harus bikin si Tirta nyesel gak pilih loh!” ucap Grace saat mereka baru saja berbelanja makeup juga baju untuk Elaine kenakan saat dia sudah kuliah.Saat ini Elaine, Shani, dan Grace sedang berada di kosan Elaine. Dua gadis ini sengaja mengunjungi sahabatnya, untuk memastikan bahwa dia baik-baik saja. Persahabatan mereka kini menemukan jarak. Karena kini mereka berkuliah di tiga kampus yang berbeda.“Btw dia sekampus sama lo kan?” tanya Shani memastikan.Elaine m
Kosan Elaine lumayan jauh dari jalan raya. Dia harus melewati gang sempit yang hanya muat satu motor. Ya, sepertinya memang gang ini diperuntukan untuk mereka yang pejalan kaki.Gadis yang sedang mengenakan kemeja putih dengan corak bunga itu, melangkah dengan santai. Namun ketika dia hendak sampai ke kosannya, tiba-tiba dia dikejutkan oleh kehadiran seorang laki-laki.“Hai, Elaine. Apa kabar?” sapa laki-laki itu.Sontak Elaine menghentikkan langkahnya. Kemudian gadis itu melihat wajah laki-laki yang mencegatnya, ya sebut saja dia mencegat Elaine. Saking terkejutnya melihat wajah laki-laki itu, Elaine memundurkan langkahnya.“Tirta?” ucap Elaine kaget.“Wah, wah!” Tirta menepuk tangannya. “Jadi gini cara lo balas dendam sama gue?” tanya Tirta. Laki-laki itu melangkah dan sekarang posisinya berdiri di depan Elaine.“Hmm … tapi bagi gue lo nggak banyak berubah,” ucap Tirta semb
“Darell?” batin Elaine, kini jantungnya berpacu dengan cepat. Dia bisa meraskan wajahnya sedikit panas.Seketika Elaine sadar dan mengalihkan pandangannya ke depan. Tak ingin membuat kecurigaan di depan banyak orang. Dia haraus tenang dan tinggal berpura-pura tidak tahu dan tidak mengenali laki-laki tampan di sampingnya ini. Sesuai dengan kesepakatan yang dia minta pada malam itu.“Len, ngapain bengong mulu dah? Ini buku lo sampe jatuh,” ucap Veni sembari memberikan buku Elaine yang sudah dia ambil dari lantai.“Eh?” Elaine melihat ke arah Veni. “Iya, sorry. Thanks loh udah diambilin,” katannya berterima kasih. Elaine meraih buku yang diberikan oleh Veni. Sejurus kemudian dia langsung menyibukkan dirinya dengan membaca buku.Sesekali Elaine melirik Darell, takut saja laki-laki itu melakukan hal-hal yang mencurigakan. Tapi ternyata dia tidak bergeming sedikitpun. Hal itu membuat Elaine meras
“Gue pernah denger gosip. Banyak cewek yang rela buat jalan sama dia, terus ya gitu menggoda dia buat tidur sama dia. Tapi DITOLAK SEMUA!” ucap Nurri dengan penekanan.“UHUK … UHUK.” Elaine terbatuk, dia tersedak mie ayam yang sedang dia makan. Karena dia terkjeut dengan ucapan yang baru saja dia dengar, dari gadis yang duduk di sampingnya itu.Veni yang melihat Elaine tersedak langsung panik dan memberikan minum pada temannya itu. Sedangkan Timmi dan Nurri, mereka terkejut dan langsung terdiam tak melanjutkan lagi pembicaraannya.“Lo kenapa?” tanya Veni khawatir.Elaine masih meneguk air pemberian Veni. “Duh … keselek,” jawabnya. “UHUK.” Dia terbatuk lagi. Tenggorokannya kini terasa tidak enak sekali, seperti ada sesuatu yang mengganjal.“Kenapa sih bisa keselek, macem bocah aja,” keluh Veni.Elaine merasa sedang diperhatikan oleh dua orang yang sedang dud
“Kak, kakak ada kelas lagi habis ini?” tanya Veni ketika pembagian kelompok selesai.“Ada, kenapa?” balas Darell.“Oh, kalau gitu kita bahas untuk materinya nanti ya. Kita coba cari jadwal yang sama-sama kosong. Sekarang saya boleh minta nomor kakak?” tanya Veni dengan sopan. Dia masih tidak tahu sifat Darell seperti apa, jadi dia berbicara secara formal.“Mana handphone lo?” pinta Darell. Sejurus kemudian Veni memberikan ponselnya pada laki-laki tampan itu. Darell langsung memencet layar ponsel milik Veni dan menyimpan nomornya, kemudian memberikan pada Veni. “Nih, nanti calling aja. Btw, ngomongnya santai aja. Pake gue lo juga nggak papa. Sesantainya lo aja,” ucap Darell yang kemudian beranjak dari kursinya.“Oh, oke kalau gitu, Kak,” balas Veni senang. Ternyata anaknya slow juga, nggak kaku dan senioritas.“Yuk ah, gue pamit dulu,” ucapnya dan k
“Kenapa nggak lo aja yang nolongin dan nyamperin dia sih, Rell?” tanya Ghaida kepada laki-laki yang sedang bersamanya itu.Ternyata laki-laki yang meminta Ghaida untuk menyelamatkan Elaine adalah Darell. Ketika dia sedang duduk di selasar FEB, matanya menemukan Elaine yang ditarik paksa oleh seorang laki-laki. Dia bisa melihat bahwa gadis itu tidak suka. Namun apa daya, Elaine terlihat tak bisa melawan.“Gue? Kalau gue yang nyamperin, lo bisa nanggung kalau dia baper sama gue? Dia anak Manajemen 31, sekelas sama gue di matkul Pak Dzul. Kalau dia baper gimana? Lo tau kan, cewek nggak bisa dibaikin sedikit sama cowok. Apalagi cowok ganteng kayak gue,” jawab Darell. Padahal dia tidak Elaine menjadi curiga, bahwa sebenarnya Darell tak sanggup berpura-pura tak mengenal Elaine.Kenangan malam itu selalu muncul di benaknya. Darell sangat menikmatinya, tapi tidak dengan lawan mainnya. Itu merupakan pengalaman pertama, ketika sang wanita tak memba
“Oh iya. Gak usah di bawa pulang kali ya. Ini gue kenalin sekarang. Namaya Darell, dan ini cowok gue,” ucap Elaine angkuh.DUAR!Tiba-tiba Darell dikagetkan dengan ucapan Elaine untuk kali kedua. Pertama, jelas saja saat dia meminta untuk tidur bersamanya. Kedua, ya saat ini! Yang dengan secara tiba-tiba dia meperkenalkan Darell sebagai pacaranya pada kedua orang peremuan yang Darell tak tahu mereka siapa.“Hah? Masa cowok seganteng ini mau sama lo sih, Laine?” cibir Elsa. Jujur dari raut wajahnya, Elsa benar-benar tak percaya dengan ucapan Elaine. “Hei! Lo bener pacarnya Elaine?” tanya Elsa pada Darell.Darell masih melongo. Dia benar-benar merasa bingung dengan ini semua. Sebenarnya ada apa ini?“Bilang iya aja, nggak usah malu.” Tiba-tiba Elaine menggandeng tangan Darell. Wajahnya mendongak menatap laki-laki itu. Kemudian dia mengedipkan sebelah matanya, mengirimkan sinyal pada Darell.
Elaine paham betul dengan maksud dari ucapan Darell. Makanya dia langsung menoleh dan mengalihkan pandangannya ke arah lain. “Hahaha. Kenapa, Sayang?” Darell terkekeh sampe bahunya bergetar. “Nggak papa,” jawab Elaine sekenanya. Merapatkan bibirnya dan masih enggan untuk menatap Darell. Jujur saja, Elaine merasa malu saat Darell berkata demikian. Dia mengingat kejadian bertahun-tahun silam, ketika dirinya pertama kali bertemu dengan Darell. Elaine memang gila saat itu. “Kamu nyesel nggak, Len?” tanya Darell. “Nyesel apa?” sahut Elaine sambil menoleh. Darell terlihat tersenyum senang, ternyata umpannya ditangkap dengan baik oleh Elaine. Dia sengaja bertanya seperti itu agar bisa melihat wajah istrinya yang sedang memerah karena malu. “Nyesel ngajak aku tidur dan kasih aku sesuatu yang berharga dihidup kamu. Padahal dulu kamu nggak kenal aku sama sekali,” kata Darell. Elaine memejamkan matanya dan langsung mengigit bibir bawahnya
Elaine tersentak, matanya tiba-tiba membulat maksimal, saat dia melihat sosok laki-laki yang sudah lama tak ia lihat. Kenapa dia bisa ada di sini? Mau apa dia ke sini? Pertanyaan itu berkecamuk dalam benak Elaine.“Tenang, di sini gue bukan mau ngacauin acara spesial lo, kok,” ucap laki-laki itu, seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Elaine. Dia adalah Tirta, yang tiba-tiba muncul setelah sekian lama menghilang.Berbeda dengan Elaine yang terkejut. Darell hanya menatap sinis laki-laki itu. Sampai Tirta berani mengacau di hari bahagianya, dia tak akan segan membunuh laki-laki itu di sini, sekarang juga.“Gue ke sini cuman mau ngucapin selamat doang. Ya, walau gue sadar diri gue nggak lo undang, Len. Tapi nggak salah, kan, kalau gue datang ke sini dan kasih selamat sama lo,” ungkapnya.“Padahal lo nggak usah repot-repot ke sini,” sambar Elsa. Dia juga sama terkejutnya dengan Elaine. Khawatir laki-laki itu akan berla
“Kenapa, Len? Kok diem?” tanya Grace. “Jangan kaget tapi,” kata Elaine. Shani dan Grace langsung saling melempar pandang. “Dua minggu lagi,” ucapnya kemudian. “Hah?” Benar saja Grace dan Shani kompak memekik. “Wait, Len. Itu … maksudnya Darell baru ngelamar lo di acara perusahaannya minggu lalu, loh. Kok udah dua minggu lagi?” tanya Grace. “Iya, sorry memang dadakan. Tante Martha pengin cepet. Dia tahu gimana perjuangan gue sama Darell, dan dia nggak mau ada yang ganggu hubungan kita lagi. Makanya minta buat cepet.” Elaine menghela napas. “Bonyok gue juga kaget pas Tante Martha minta percepet. Awalnya Papa minta buat sekitar dua bulan lagi, karena kita belum ada persiapan apa pun. Tapi Tante Martha kekeuh pengin cepet. Sorry, ya,” ucap Elaine. “Parah. Kok ngeduluin Grace, sih? Padahal dia yang dilamar duluan, tapi lo yang nikah duluan,” kata Shani terkekeh. Grace hanya mendelik kesal. Sungguh Elaine adalah perempuan yan
Mata Elaine membulat, saat Darell memanggil namanya dan melontarkan pertanyaan yang membuatnya mematung seketika. Mimpi apa Elaine semalam? Kenapa Darell melamarnya secara tiba-tiba dan di tempat umum seperti ini? Sungguh, tidak ada tanda-tanda bahwa Darell akan melamarnya. Elaine tersentak saat merasakan ada tangan yang merangkulnya. Dia langsung menoleh dan mendapati Martha yang sedang menyadarkan Elaine dari keterkejutannya. Jantung Elaine kini berdetak dengan cepat, semburat merah pun muncul di pipinya. Apalagi saat dia melihat ke arah sekeliling dan mendapati beberapa pasang mata memperhatikan dirinya. Bagaimana ini? Apa yang harus Elaine katakan? Sungguh, ini adalah hal yang tak pernah terbayangkan oleh Elaine. Walau sebelumnya, memang Darell pernah melamarnya. “Elaine, jangan membuat Darell menunggu,” bisik Martha, saat seorang crew datang sembari membawa microphone untuk Elaine. “Ta-tapi, Tante aku—” “Jawab saja,” selanya sambil
“Ngapain ke sini?” tanya Elaine, saat dirinya dan Darell sampai di sebuah butik mewah.“Beli soto. Ya, beli baju, lah. Kenapa masih nanya, sih?” timpal Darell yang langsung menggenggam tangan Elaine dan menariknya ke dalam.Tak bertanya lagi, Elaine hanya mengikuti Darell. Walau dia masih penasaran, kenapa juga Darell membawanya ke butik mewah? Tak banyak pergerakan yang dilakukan Elaine sampai akhirnya Darell langsung menegurnya.“Kenapa diem aja? Pilih bajunya, dong,” kata Darell.Elaine menoleh dengan mata membulat. “Buat apa? Aku harus tahu dulu alasan kamu bawa aku ke sini. Baru aku bisa pilih baju,” balas Elaine.Ya … bagaimana Elaine akan memilih baju, jika dia saja tidak tahu harus menghadiri acara apa? Pasalnya butik tersebut menjual baju formal untuk perempuan; gaun, blazzer dan lain-lain, tentu saja dengan desain dan harga yang wah. Mungkin butuh beberapa bulan bagi Elaine untuk seke
“A-anu, apa kamu sedang sibuk?”Darell mematung beberapa detik, ketika melihat Elaine ada di hadapannya. Kemudian dia menggeleng dengan cepat. “Oh, nggak. Kenapa?” tanya Darell.“Boleh kita bicara sebentar?” tanya Elaine dengan sedikit canggung.“Boleh, kok. Masuk aja,” ajak Darell. Dia mempersilakan Elaine untuk memasuki kamarnya. Di sana mereka berdua duduk bersebelahan di sebuah sofa kecil. Darell melihat gadis itu sedang meremas jarinya, sepertinya dia sedang merasa gugup.“Ada apa?” tanya Darell dengan nada yang sangat lembut. Mencoba memberikan kenyamanan pada Elaine. Walau sebenarnya jantungnya ini sedari tadi berdegup dengan kencang.Jujur saja, Darell ingin memeluk gadis itu sekarang juga, mencurahkan segala kerinduan dan rasa kekhawatirnya selama ini. Namun, melihat kondisi Elaine yang seperti itu, dia mengurungkan niatnya.“Mmm … anu itu ….” Ada
Semua terasa cepat, sampai-sampai Darell masih belum begitu paham dengan situasi yang sedang berkecamuk di ruang keluarga kediaman Bumantara.‘Kenapa Elaine ada di sini? Kenapa Mama terlihat sangat marah? Dan kenapa ada Varell di sini? Apa semua ini rencanyanya?’ Semua pertanyaan itu terus berputar di kepala Darell.Mata Darell melihat ke arah amplop cokelat yang baru saja ditaruh oleh Varell tepat di depan Tio Admar. Merasa penasaran dengan isi amplop itu. Apalagi saat dia melihat ekspresi Tio yang terkejut saat membuka amplop tersebut. Tak hanya Tio, tapi Chelsea dan Clarisa pun merasa terkejut dengan apa yang dilihatnya. Bahkan Chelsea menangis saat melihat isi dari amplop tersebut.Merasa penasaran, Darell langsung menghampiri Tio dan menyambar beberapa lembar kertas yang sedang dipegang oleh laki-laki itu. Tak ada perlawanan dari Tio, mungkin karena saking terkejutnya dia.Darell langsung membaca, membuka lembar demi lembar dokumen yang s
Bagai disambar petir, Pandu benar-benar terkejut dengan kedatangan sosok Elaine di rumahnya. Sontak laki-laki itu berdiri dari sofa yang sedang didudukinya. Matanya membelalak dan mulutnya sedikit menganga, saking terkejutnya. ‘Kenapa gadis itu ada di sini?’ batin Pandu. Melihat Elaine muncul dengan tiba-tiba di kediaman Bumantara, membuat Darell langsung berlari ke arahnya. Ia langsung mengecek kondisi Elaine. “Kamu baik-baik saja?” tanya Darell dengan nada khawatir. Belum juga Elaine menjawab pertanyaan Darell, Martha sudah langsung memberang. “Maksudmu gadis ini, kan?” tanyanya. Keluarga Admar hanya diam saja, mereka menoton pertengkaran antara Martha dan Pandu. Namun, bukan berarti mereka senang dan menikmatinya. Melainkan Tio dan Chelsea terlihat sangat gusar. “Ke-kenapa dia ada di sini?” tanya Pandu dengan terbata-bata. “Seenaknya kamu mengancam anakmu sendiri dengan melibatkan orang lain, yang tidak bersalah sama sekali!
Tidak. Tidak bisa! Elaine tidak ingin sampai Darell menuruti permintaan ayahnya dan menikah dengan Chelsea. Bagaimanapun rasa sayang dan cintanya pada Darell sangat besar. Apalagi saat mengetahui perjuangan Darell untuk mempertahankannya.“Gue nggak bisa diem aja,” gumam Elaine. Dia mencoba memikirkan cara bagaimana dia bisa keluar dari sini, menemui Pandu dan menenatng usahanya.Elaine tidak bisa membiarkan Darell berjuang sendirian. Dia rasa, dirinya juga harus berusaha mempertahankan hubungan mereka berdua. Tapi bagaimana? Elaine medesah saat otaknya terasa tumpul, tak bisa memikirkan apa pun.***Keesokan harinya.Darell terlihat sangat kacau sekali. Kemarin, dia seharian mencari keberadaan Elaine tapi ia tak kunjung menemukannya. Perasaan khawatir semakin mencuat dari dalam diri Darell, ketika dia mengingat bahwa hari ini adalah tenggat waktu untuknya.Tok. Tok. Tok.Darell langsung menoleh