Bang Beni pulang ke rumah besar. Dia mau mengambil mobil untuk menjemput Kak Rega—istrinya, sekaligus kakak kandung Nadio. Sepulang Bang Beni, Nadio dan Karmila makan bersama. Ayam goreng khas menu siap saji plus nasi putih. Mereka melahapnya dengan nikmat. Perut telat diisi karena keasikan bercengkerama dengan sang abang barusan.Berdua mencuci tempat makan. Sesekali tangan Nadio jahil, menggoda sang kekasih. Karmila hanya tersenyum manja sebagai balasan keusilan Nadio. Karmila merasa bersyukur bertemu dengan Nadio, seorang pria yang bertanggung jawab.Wanita berambut ikal tersebut mengingat awal pertemuan mereka. Dia sempat terkejut saat mengetahui bahwa Ario adalah atasan serta owner perusahaan dan mereka telah bersama selama semalam. Tak sengaja bibir Tania tersenyum bahagia. “Kok tersenyum sendiri? Sayang ... pasti mau dimesrain lagi ‘kan!?” bisik Nadio di telinga Karmila. Kedua lengannya sudah melingkar erat dari belakang tubuh Karmila. Tingkah Nadio ini, tentu saja membuat Ta
Malam itu, akhirnya jadi ajang kerja bakti gara-gara pipa ledeng yang tersumbat. Nadio sibuk mempersiapkan stok air bersih, selama petugas memperbaiki pipa. Mereka berempat begadang dan akhirnya tertidur pulas karena kelelahan.▪▪▪¤▪°▪¤▪▪▪Esok harinya Karmila bangun dengan kaki yang mulai ringan untuk melangkah.Saat dia keluar dari kamar, hanya ditemui Nadio yang tertidur pulas di sofa ruang tengah. Kamar yang ditempati Bang Beni dan Kak Rega sudah kosong.Ke mana mereka, ya? Jam berapa mereka keluar? Batin Karmila.Dia segera ke kamar mandi membersihkan badan. Selesai mandi, Karmila menuju dapur. Wanita berambut ikal mempersiapkan menu sarapan untuk berdua.Alangkah kaget Karmila, ketika membuka kulkas sudah penuh aneka bahan makanan. Perasaan dia kemarin hanya sempat berbelanja ala kadarnya, beberapa ikat sayur, ikan sarden dan mie instan. Beberapa saat kemudian, dua buah piring mie goreng spesial sudah siap terhidang. Karmila menghampiri Nadio.“Honey, bangun dong!” Tangan Karm
“Kok bisa? Bukannya Lisa udah dimutasi ke luar kota?” tanya Karmila dengan hati berdebar-debar.Dia paham, Lisa tak akan cepat menyerah setelah pertengkaran kemarin. Apalagi kini, dia dibeking oleh Tuan Ongki. Bisa dipastikan sahabat karibnya yang sudah mata gelap karena ambisi kaya akan menghalalkan segala cara. Karmila sudah tak mengenali Lisa lagi. Teman karibnya itu telah berubah sejak sering menyambangi night club. Pergaulannya semakin liar. Lisa sudah berubah menjadi wanita metropolis yang ambisius dan culas.“Gua kaga jadi temuin lu. Gua mau pura-pura cari obat di apotek. Lisa ada dalam mobil dekat gerbang rumah sakit. Lu kirim surat dokter via email. Gua tunggu,” ucap Vivian dari seberang telepon.Pembicaraan pun berakhir, saat dr. Angga sudah memasuki ruang perawatan. Mulai hari ini, kaki Karmila terbebas dari gips. Namun, sementara waktu belum boleh beraktivitas berat untuk kaki. Oleh karena telepon dari Vivian, akhirnya Karmila tak jadi beristirahat di rumah sakit.°°°°°*
Mobil telah sampai di tempat parkir apartemen. Nadio keluar segera dari kendaraan roda empat tersebut. Dia melihat sosok Karmila di pintu keluar lobi. Nadio segera berlari mengejar langkah si kekasih yang akan menghampiri sebuah taksi. Dia berlari ke arah Karmila dan segera mendekap erat kekasihnya. Dalam dekapan Nadio, rembesan air mata Karmila membasahi kemeja sang pria.“Sayang, please ... jangan pergi! Kita tetap nikah, ada mau pun tak ada persetujuan dari Papa,” ucap Nadio lirih di sela-sela pangkal rambut Karmila.Diusapnya lembut punggung wanita berambut ikal itu. Betapa lega rasa hati, Karmila belum sempat pergi. Nadio tahu benar, Karmila tak ada tempat tinggal saat ini sejak keluar dari indekos.“Honey, aku malu banget, papa kamu bilang aku pelacur,” ucap Karmila sembari sesegukan. Air mata mengalir dari kedua pipinya, tak henti-henti bagai mata air. “Kita masuk dulu, malu dilihat orang, kita obrolin semuanya, Sayang,” bujuk Nadio.Tangan Nadio mengusap lembut cairan bening
Nadio menggandeng Karmila menuju pintu. Dia segera mengubah password pintu. Setelah cek dan ricek CCTV yang terpasang di depan pintu serta depan pintu lift, akhirnya Nadio pamit pergi ke rumah besar.Nadio tak lupa memberi pelukan dan ciuman mesra kepada Karmila. Semua adegan tersebut tak luput dari sepasang mata yang mengintai dari kejauhan.‘Ting!’ Karmila gegas menuju meja untuk melihat pesan yang masuk. Tampak di layar kaca sebuah nomor kontak tak dikenal.Apa mungkin Lisa punya nomor lain? Tanya Karmila dalam hati.Dengan hati-hati, pesan itu pun dibuka lalu dibaca.[Aku tahu kamu ada dalam apartemen. Kamu bisa lihat foto-foto koleksiku ini? Mau foto-foto viral atau temui aku di N-Mart sekarang? Kita perlu bicara! *Ongki Wijaya*]Kedua mata Karmila terbelalak saat melihat foto-foto yang terkirim. Dari foto dirinya masuk tempat pesta jebakan, saat minum dan mabuk serta foto barusan, dia dan Nadio berciuman depan pintu.Karmila seketika panik. Dari kedua sudut mata mengalir bulira
“Karmila, Sayang!” teriak Nadio menerobos masuk kamar langsung mencari keberadaan kekasihnya.“Ho-honey!” sahut Karmila dari dalam toilet.Nadio segera mendekati toilet lalu mengetuk pintunya. “Sayang, ayo buka pintunya.”Karmila membuka sedikit daun pintu lalu melongokkan kepala. “Aku gak pake atasan, Honey.”Nadio segera melepas baju yang dipakai lalu menyodorkan ke kekasihnya. Pintu toilet kembali tertutup. Beberapa menit kemudian, Karmila keluar. Nadio segera memeluknya. Karmila menangis terisak-isak. Nadio mengajak sang kekasih keluar dari kamar. Keduanya berjalan menuju lift langsung ke lantai dasar dan tempat parkir.“Honey, aku mau pulang ke desa. Ngeri,” ucap Karmila dengan bibir bergetar.“Besok kita minta restu orang tua kamu. Habis dari kantor polisi, aku mau ke Mama liat kondisinya. Sekalian kasih tau soal ini. Kamu bisa ditemani Miss Vivian di apartemen. Aku ke rumah besar, bentaran doang. Lagian nanti di apartemen dijaga polisi. Apa kamu mau ikut?”tanya Nadio. Karmila h
“Halo. Ada apa, Pak?” tanya Nadio dengan perasaan sedikit was-was.“Pak Nadio, tersangka melarikan diri. Sekarang dalam pengejaran polisi,” jelas seorang penyidik dari seberang telepon. Nadio seketika terkejut mendengarnya.“Okey, Pak. Saya berterima kasih atas informasi ini. Nanti, jika ada yang mengetahui keberadaan Tuan Ongki, saya akan segera kasih kabar,” balas Nadio dengan perasaan jengkel. Baru saja hati Nadio lega karena merasa rencana pernikahan tak ada halangan lagi. Namun ternyata, papa sambungnya tak begitu saja menyerah.“Terima kasih atas dukungannya, Pak. Kami akan segera memberitahu Pak Nadio tentang hasil pengejaran secepatnya. Selamat malam.”“Selamat malam dan saya tunggu kabar selanjutnya,” balas Nadio lalu menutup telepon. Pria berparas oriental tersebut beranjak meninggalkan tempat parkir. Saat di lobby menyapa sesaat seorang petugas jaga dari kepolisian. Hatinya agak tenang meski mengetahui Tuan Ongki telah kabur karena apartemen ada pengawasan dari kepolisian.
Akhirnya, mereka sampai juga di depan rumah Tania. Namun, apa yang terlihat? Bangunan rumah hancur, hanya ada puing-puing gosong, semacam habis kebakaran. "Oh Tuhan, apa yang terjadi? Bapak? Ibu?” Karmila histeris. Dia menangis tersedu-sedu karena bingung memikirkan nasib kedua orang tuanya. Nadio mendekap erat tubuh kekasihnya yang bergetar karena syok.Terdengar langkah kaki mendekat ke arah mereka. Sementara Karmila masih sesengukan dalam dekapan sang kekasih.“Nduk, benar kamu, Karmila?” Seorang wanita berumur 50 tahunan datang menyapa dan mencoba mengenali Karmila yang mukanya tertutup oleh rambut.Saat mendengar sapaan orang tersebut, sejoli yang sedang berpelukan itu menoleh. Wajah Karmila seketika terlihat berseri, begitu melihat kedatangan wanita tersebut.“Bude Narmi,” ucap Tania segera mencium tangan wanita tersebut.“Bude kenalkan, ini calon Karmila. Honey, kenalin ... ini Budeku.” Segera Nadio mencium tangan Bude Narmi. Wanita yang dipanggil bude merasa keheranan. Setahu
Dalam ruangan hanya terdengar tarikan napas para penghuninya. Tak ada yang mau bersuara. Masing-masing meresapi peristiwa haru yang terjadi di hadapan mereka. Karmila tampak paling bahagia karenanya.Ia merasa rencana membuat rumah makan bersama Bude Darmo dan Rasti akan berjalan tanpa hambatan, bahkan bisa lebih mudah terwujud. Ia optimis, Pendi yang telah berubah akan ikut andil membantunya."Alhamdulillah, bisa bertemu orang-orang baik seperti kalian," ucap Pendi lalu tersenyum tipis."Alhamdulillah, saya ikut senang, meski tak tahu soal mafia. Dengan itikad baik Mas Pendi dalam menangkap pelaku pengerusakan, saya sebagai pimpinan di sini mengucapkan terima kasih. Tindakan heroik Mas Pendi membuat kredibilitas kafe terjaga. Jika masa bersyarat sudah berakhir dan Mas ingin bergabung di kafe. Saya bisa merekomendasikan Mas untuk menjadi karyawan tanpa interview," ucap manager dengan wajah sumringah.Tawaran kerja barusan ditanggapi Pendi dengan wajah berseri-seri. Pria bertato terseb
"Ada laporan masuk. Pelaku pengerusakan telah ditangkap polisi, Pak," jawab sekuriti yang berdiri."Syukurlah!" seru Karmila dengan perasaan lega."Maaf, yang buat laporan siapa, Pak?" tanya Nadio yang penasaran."Seorang pria yang sekarang sedang berada di pos penjagaan. Katanya mengenal baik Bapak dan Ibu," jawab sekuriti sambil melihat ke arah Nadio dan Karmila. "Apa benar namanya Pendi?" tanya Nadio segera."Benar, Pak. Berarti orang itu benar-benar mengenal Bapak dan Ibu?" tanya balik sekuriti."Gimana gak kenal? Dia itu anak dari bude saya, Pak," sahut Karmila sambil tertawa kecil. Demikian pula Nadio."Wah, kebetulan sekali. Pak, tolong ajak orang tersebut kemari. Kita ajak berdiskusi," ucap manager sambil menatap sekuriti."Baik, Pak!" seru sekuriti dengan tangan memberi hormat. Pria tersebut segera balik badan dan berlalu.Setelah kepergiaannya, kini tinggal seorang sekuriti dan tukang parkir yang berpandangan dengan raut wajah bahagia. Mereka merasa lega karena tak harus me
Nadio segera mengambil foto dengan ponsel lalu mengirimkan kepada Mr. Bram dan polisi yang sedang menyelidiki kasus mereka.Saat tukang parkir datang dengan maksud akan membantu arah kendaraan saat keluar dari parkir, tak kalah kaget. Pria berseragam hijau tersebut tak enak hati kepada Nadio dan Karmila."Saya minta maaf, Bapak dan Ibu. Silakan tunggu sebentar. Saya akan lapor ke sekuriti soal ini," ucap pria tersebut dengan sorot mata penyesalan."Ok. Silakan. Bagaimana bisa terjadi seperti ini?" protes Nadio kesal.Karmila hanya menatap keduanya dengan pikiran tak menentu. Wanita ini merasa ngeri juga dengan kejadian barusan. Kehidupan rumah tangganya diselimuti berbagai masalah yang beruntun. Baru saja merasa lega dengan penjelasan Mr. Bram yang telah mulai menguak kasus sedikit demi sedikit. Namun, dengan insiden yang terjadi ini, membuat Karmila teringat traumanya kembali. "Honey, apa yang salah dengan kita?" tanya Karmila dengan wajah memelas.Nadio yang mendengarnya, langsung
"Maaf, boleh saya tahu? Siapakah yang telah menyerahkan map ini ke waiter?" tanya Nadio sambil menduga-duga sosok pemberi barang bukti tersebut. Seketika, Mr. Bram tersenyum tipis sambil berkata,"Orang terdekat Bapak dan Ibu." Pasutri muda ini pun seketika terkejut lalu saling berpandangan. Mr. Bram memahami kebingungan keduanya. Pria berpenampilan layaknya aktor laga tersebut mengambil ponsel dari dalam saku jaket. Tampak dirinya menghubungi seseorang. Mr. Bram sesaat berbicara lalu mengaktifkan speaker. "Silakan berbicara langsung dengan Bapak Nadio dan istri," ucap Mr. Bram dengan senyum yang membuat pasutri di hadapannya semakin penasaran. "Assalammu'alaikum." "Wa'alaikumussalam. Bapak!" teriak Karmila dan Nadio berbarengan. Mereka tak bisa mempercayai dengan suara yang terdengar. "Ya, ini Bapak, Nak. Maafkan, telah membuat kalian kaget," balas Pak Rahmat dari ujung telepon. Ucapan pria separuh baya tersebut seketika membuat wajah pasangan muda berseri-seri. Mereka tak menyan
"Salam kenal, Bu. Saya Mr. Bram Akira yang akan menangani kasus. Semoga berkenan," balas pria tersebut seraya membungkukkan badan. "Salam kenal kembali, Mr. Bram. Kami berharap bisa tuntas secepatnya," balas Karmila lalu membungkukkan badan pula. "Silakan duduk Mr. Bram!" pinta Nadio. Ketiganya kemudian duduk berhadapan. Secera kebetulan seorang waiter sedang lewat di depan mereka. Nadio seketika memanggilnya. Saat pria tersebut datang menghampiri, Nadio meminta untuk menghidangkan tiga minuman. "Baik, Pak. Saya akan segera membawakan pesanan. Mohon ditunggu. Permisi," ucap waiter tersebut lalu membungkuk. "Silakan," balas Nadio segera. Waiter segera berlalu meninggalkan tempat. Kini ketiganya kembali mengadakan pembicaraan. Di saat asik mengobrol datang seorang waiter lain dengan membawa sebuah map. Pria muda berambut cepak style tentara tersebut mengucapkan salam. Namun, tiba-tiba tubuhnya sempoyongan seperti orang mabuk. "Kenapa itu?" tanya Karmila kaget. Nadio dan Mr. Bram
Tentu saja, penjelasan Nadio semakin membuat Karmila keheranan. Wanita berambut ikal tersebut memang orang yang lugu. "Hal biasa semacam itu di luar negeri. Pasangan tanpa komitmen resmi dan tetap bertanggung jawab kepada anak biologis. Mungkin saja, Tuan Ongki sudah melalaikan tanggung jawab." "Akhirnya ada rasa dendam karenanya," ucap Karmila mencoba menduga-duga. "Ya, begitulah." Pembicaraan terhenti, pada saat mobil mereka tak bisa bergerak karena tepat di depan mata ada kerumunan warga. Sesaat kemudian datanglah mobil patroli polisi dan ambulans. "Honey, kecelakaan?" tanya Karmila sembari mengawasi gerak-gerik para petugas yang sedang mengeksekusi korban. "Sepertinya pembunuhan," jawab Nadio segera. Rupanya mereka tak perlu menunggu lama untuk mengetahui dengan yang terjadi. Dari pembicaraan warga yang sedang berkerumun, mengarah pada kasus mutilasi. Karmila bergidik seketika mendengarnya. Korban adalah seorang dokter. Tiba-tiba terdengar ponsel Karmila berbunyi dan terter
"Selamat siang, Dokter," ucap Karmila sembari mengaktifkan speaker. "Selamat siang. Saya minta maaf, terpaksa menghubungi Bu Karmila. Hanya nomor kontak ini yang tercantum pada data pasien," jelas Dokter Andrean. "Gak masalah. Dokter, mau berbicara dengan suami saya?" "Boleh saya minta minta nomor Pak Nadio? Saya harus sampaikan langsung ke beliau." "Nomor suami sedang diprivate, Dok. Akhir-akhir ada yang teror. Tinggal bilang ke saja, nanti saya sampaikan," balas Karmila sambil tersenyum ke arah suaminya. Nadio pun langsung mengacungkan jempol. "Baiklah. Bu Vivian sempat keceplosan pada saya, sempat mengambil sidik jari Pak Nadio buat akses masuk ke apartemen. Maka dari itu dia yakin bahwa anaknya adalah benih Pak Nadio. Maaf, Bu. Sebenarnya ini bisa dibuktikan dengan tes DNA." "Dokter, ini saya, Nadio. Maaf, tadi lagi nyetir. Miss. Vivian kapan masuk apartemen? Kapan dia ambil sidik jari?" tanya Nadio dengan ekspresi marah sekaligus penasaran. Karmila pun ikut kesal begitu tahu
"Saya paham kronologinya. Kebetulan saya sempat ngobrol dengan Bu Vivian. Dari pasien ini, terungkap bahwa dia yang menularkan penyakit tersebut ke Pak Handoko lalu menular lagi ke pasangannya. Pasien tak sengaja menularkannya karena berdua dalam pengaruh narkoba saat melakukan hal tersebut," ungkap Dokter Andrean yang akhirnya, berhasil menyakinkan pasutri muda. Baik Nadio maupun Karmila tak menyangka dengan pernyataan dokter barusan. Mereka tak pernah lihat gelagat aneh dari Vivian, kalau memang wanita tomboi tersebut seorang pecandu narkoba. Namun, Karmila akhirnya punya pertanyaan yang menggelitik. "Jadi janin yang kemarin, benih siapa, Dok?" tanya Karmila sembari memandang dokter tersebut. "Kemungkinan besar anak suaminya. Itu masih dugaan saya dan perlu dibuktikan. Demi penyelidikan kasus yang terkait," jelas Dokter Andrean. Penjelasan dokter tersebut menjadikan Karmila teringat sesuatu. "Miss. Vivian pisah ranjang sampai akhirnya cerai itu sejak setahun lalu, Dok," urai Ka
Beberapa selang alat kesehatan menempel di bagian tubuh. Itu sudah mengindekasikan bahwa wanita yang terbaring ini sedang tidak baik-baik saja."Terima kasih masih mau memberi undangan kepada kami, Miss," ucap Nadio bernada canda agar pasien sedikit terhibur."Undangan yang bikin kalian bengong tentunya," balas Vivian dengan bibir bergetar.Kedua mata wanita tomboi tersebut sayu dan bisa dibilang hampir hilang cahayanya. Raut wajah yang dulu bersih segar, kini pucat pasi bagai tak dialiri darah. Pasutri muda yang sedang berdiri di depannya memandang dengan perasaan tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Bahkan air mata Karmila tak tertahan lagi, mengalir deras, membasahi kedua pipi.Nadio seketika memeluk sang istri lalu berbisik,"Tahan dulu. Biar dia gak tambah sedih."Karmila pun mengangguk dan segera mengusap buliran-buliran bening tersebut dengan tisu. Kini, hanya tersisa isakan dan bunyi napas yang sesak. Namun, Karmila menahannya agar tak terdengar oleh Vivian."Miss. Vivian haru