Nadio menggandeng Karmila menuju pintu. Dia segera mengubah password pintu. Setelah cek dan ricek CCTV yang terpasang di depan pintu serta depan pintu lift, akhirnya Nadio pamit pergi ke rumah besar.Nadio tak lupa memberi pelukan dan ciuman mesra kepada Karmila. Semua adegan tersebut tak luput dari sepasang mata yang mengintai dari kejauhan.‘Ting!’ Karmila gegas menuju meja untuk melihat pesan yang masuk. Tampak di layar kaca sebuah nomor kontak tak dikenal.Apa mungkin Lisa punya nomor lain? Tanya Karmila dalam hati.Dengan hati-hati, pesan itu pun dibuka lalu dibaca.[Aku tahu kamu ada dalam apartemen. Kamu bisa lihat foto-foto koleksiku ini? Mau foto-foto viral atau temui aku di N-Mart sekarang? Kita perlu bicara! *Ongki Wijaya*]Kedua mata Karmila terbelalak saat melihat foto-foto yang terkirim. Dari foto dirinya masuk tempat pesta jebakan, saat minum dan mabuk serta foto barusan, dia dan Nadio berciuman depan pintu.Karmila seketika panik. Dari kedua sudut mata mengalir bulira
“Karmila, Sayang!” teriak Nadio menerobos masuk kamar langsung mencari keberadaan kekasihnya.“Ho-honey!” sahut Karmila dari dalam toilet.Nadio segera mendekati toilet lalu mengetuk pintunya. “Sayang, ayo buka pintunya.”Karmila membuka sedikit daun pintu lalu melongokkan kepala. “Aku gak pake atasan, Honey.”Nadio segera melepas baju yang dipakai lalu menyodorkan ke kekasihnya. Pintu toilet kembali tertutup. Beberapa menit kemudian, Karmila keluar. Nadio segera memeluknya. Karmila menangis terisak-isak. Nadio mengajak sang kekasih keluar dari kamar. Keduanya berjalan menuju lift langsung ke lantai dasar dan tempat parkir.“Honey, aku mau pulang ke desa. Ngeri,” ucap Karmila dengan bibir bergetar.“Besok kita minta restu orang tua kamu. Habis dari kantor polisi, aku mau ke Mama liat kondisinya. Sekalian kasih tau soal ini. Kamu bisa ditemani Miss Vivian di apartemen. Aku ke rumah besar, bentaran doang. Lagian nanti di apartemen dijaga polisi. Apa kamu mau ikut?”tanya Nadio. Karmila h
“Halo. Ada apa, Pak?” tanya Nadio dengan perasaan sedikit was-was.“Pak Nadio, tersangka melarikan diri. Sekarang dalam pengejaran polisi,” jelas seorang penyidik dari seberang telepon. Nadio seketika terkejut mendengarnya.“Okey, Pak. Saya berterima kasih atas informasi ini. Nanti, jika ada yang mengetahui keberadaan Tuan Ongki, saya akan segera kasih kabar,” balas Nadio dengan perasaan jengkel. Baru saja hati Nadio lega karena merasa rencana pernikahan tak ada halangan lagi. Namun ternyata, papa sambungnya tak begitu saja menyerah.“Terima kasih atas dukungannya, Pak. Kami akan segera memberitahu Pak Nadio tentang hasil pengejaran secepatnya. Selamat malam.”“Selamat malam dan saya tunggu kabar selanjutnya,” balas Nadio lalu menutup telepon. Pria berparas oriental tersebut beranjak meninggalkan tempat parkir. Saat di lobby menyapa sesaat seorang petugas jaga dari kepolisian. Hatinya agak tenang meski mengetahui Tuan Ongki telah kabur karena apartemen ada pengawasan dari kepolisian.
Akhirnya, mereka sampai juga di depan rumah Tania. Namun, apa yang terlihat? Bangunan rumah hancur, hanya ada puing-puing gosong, semacam habis kebakaran. "Oh Tuhan, apa yang terjadi? Bapak? Ibu?” Karmila histeris. Dia menangis tersedu-sedu karena bingung memikirkan nasib kedua orang tuanya. Nadio mendekap erat tubuh kekasihnya yang bergetar karena syok.Terdengar langkah kaki mendekat ke arah mereka. Sementara Karmila masih sesengukan dalam dekapan sang kekasih.“Nduk, benar kamu, Karmila?” Seorang wanita berumur 50 tahunan datang menyapa dan mencoba mengenali Karmila yang mukanya tertutup oleh rambut.Saat mendengar sapaan orang tersebut, sejoli yang sedang berpelukan itu menoleh. Wajah Karmila seketika terlihat berseri, begitu melihat kedatangan wanita tersebut.“Bude Narmi,” ucap Tania segera mencium tangan wanita tersebut.“Bude kenalkan, ini calon Karmila. Honey, kenalin ... ini Budeku.” Segera Nadio mencium tangan Bude Narmi. Wanita yang dipanggil bude merasa keheranan. Setahu
“Dapat juga akhirnya. Benar yang dibilang Lisa, laki-laki itu emang kaya dan royal untuk keperluan Karmila,” jawab pemilik warung yang merupakan bibi dari Lisa.“Untung udah aku tambah total utangnya. Buruan telepon Lisa. Kamu nanti dapat bagian juga,” ucap Bulek Yar dengan senyum licik. Sementara itu, bibi Lisa mempunyai banyak rencana setelah mengetahui keroyalan pacar Karmila.“Gak usah macem-macem, Bi,” cegah Lisa saat bibinya menghubungi dan mengutarakan rencana.“Kamu yang bilang sendiri. Orang itu kaya dan royal. Pasti, habis ini semakin sering kemari. Gak mungkin, rumah mertua dibiarkan tanpa renovasi. Siapa tau, ada kerjaan bikin nasi bungkus tukang renov,” jelas bibi Lisa kemudian.“Oh, itu. Kirain Bibi ....,”“Gak usah suudzon dulu napa. Entar Bibi bikin masakan low budget, high profit,” sahut sang bibi.“Wih, Bibi canggih bahasanya. Okey, deh. Tolong, tetap pantau mereka. Nanti, Bibi dapat bonus kayak kemarin. Setiap info ada bonus. Udahan dulu, Bi.” Hubungan telepon pun
Saat Nadio dalam perjalanan pulang, dia mendapat kiriman pesan dari nomor tak dikenal. Begitu dibaca, rupanya berisi screenshoot beberapa foto vulgar Karmila dari sebuah aplikasi kencan online berbayar.“Brengsek!” umpat Nadio seketika meradang. Dada pria ini berdegup kencang. Emosinya langsung naik ke ubun-ubun. Pria berambut gondrong ini pun, segera beralih ke daftar kontak. Kemudian, dia segera menghubungi salah satu nomor yang tercantum.“Selamat sore, Pak,” jawab seseorang dari seberang telepon.“Selamat sore juga. Saya akan kirim nomor kontak. Tolong dilacak, data pemiliknya,” balas Nadio sesaat kemudian.“Baik, Pak. Selamat malam,” balas seseorang dari seberang telepon.“Selamat malam.” Nadio pun mengakhiri hubungan telepon.Keesokan harinya Nadio sekeluarga datang menemui orang tua Karmila minus Tuan Ongki Wijaya. Segala hal tentang pernikahan antara Nadio dengan Karmila dibahas oleh mereka. Mama Rika berbincang serius dengan orang tua Karmila. Sedangkan Nadio mengajak Tania k
[Lu, kaga mungkin bisa sembunyi Mila. Gua akan pasang foto lu, yang paling hot.]Kedua mata Karmila seketika terbelalak melihat foto-fotonya yang separuh telanjang pada sebuah pesan dari nomor tak dikenal. Ada pula, saat dirinya di dalam kamar indekos.•~••~••~•Esok harinya, Nadio datang ke hotel. Berbalut OOTD setengah formal, celana jeans warna gelap dipadu padan T-shirt warna biru dongker, jas abu-abu gelap sebagai paduan akhir. Menambah kesan macho pada postur tubuhnya yang jangkung.Pria berambut gondrong itu melangkah panjang di sepanjang koridor hotel. Dia merasa khawatir dengan keadaan Karmila dan keluarganya, gara-gara semalam ketiduran. Pagi sebelum berangkat dia sempatkan menelepon Tania dan wanita tersebut sekeluarga dalam keadaan aman.Apalagi, saat Nadio membaca isi pesan dari polisi yang bertugas semalam bahwa Lisa gagal melakukan misi. Pesan tersebut terkirim semalam dan baru dibacanya pagi ini. Nadio pun lega. Pagi ini Nadio akan mengajak Tania berangkat kerja baren
“Sayang, aku mandi di toilet sebelah. Kita harus ke kantor polisi.” Terdengar suara dari luar. Seketika shower dimatikan oleh Karmila.“Pelakunya tertangkap?” tanya Karmila dari dalam toilet.“Bukan. Kamu harus bikin laporan pelanggaran UU ITE. Buruan mandinya,” balas Nadio. Sesaat kemudian, pria tersebut beranjak keluar kamar.Karmila mempercepat ritual mandinya. Wanita tersebut keluar dari kamar dengan rambut tergelung. Kemudian, dia iseng membuka lemari pakaian. Betapa terkejut dirinya, saat melihat telah ada beberapa pakaian di dalam lemari.Ada pakaian pria dan wanita. Dia paling jago bikin kejutan, batin Karmila dengan senyum di kulum. Pakaian sebelumnya tak dipakai kembali. Kini, dirinya menggunakan outfit berupa minidress dipadupadankan blazer.“Cantik bener, calon bini Abang,”ucap Nadio saat masuk kamar. Karmila tersipu dengan pujian sang kekasih.“Honey, kapan beli pakaian-pakaian dalam lemari?” tanya Karmila seraya membuka pintu lemari.“Bukan beli. Itu kado pernikahan dar
Dalam ruangan hanya terdengar tarikan napas para penghuninya. Tak ada yang mau bersuara. Masing-masing meresapi peristiwa haru yang terjadi di hadapan mereka. Karmila tampak paling bahagia karenanya.Ia merasa rencana membuat rumah makan bersama Bude Darmo dan Rasti akan berjalan tanpa hambatan, bahkan bisa lebih mudah terwujud. Ia optimis, Pendi yang telah berubah akan ikut andil membantunya."Alhamdulillah, bisa bertemu orang-orang baik seperti kalian," ucap Pendi lalu tersenyum tipis."Alhamdulillah, saya ikut senang, meski tak tahu soal mafia. Dengan itikad baik Mas Pendi dalam menangkap pelaku pengerusakan, saya sebagai pimpinan di sini mengucapkan terima kasih. Tindakan heroik Mas Pendi membuat kredibilitas kafe terjaga. Jika masa bersyarat sudah berakhir dan Mas ingin bergabung di kafe. Saya bisa merekomendasikan Mas untuk menjadi karyawan tanpa interview," ucap manager dengan wajah sumringah.Tawaran kerja barusan ditanggapi Pendi dengan wajah berseri-seri. Pria bertato terseb
"Ada laporan masuk. Pelaku pengerusakan telah ditangkap polisi, Pak," jawab sekuriti yang berdiri."Syukurlah!" seru Karmila dengan perasaan lega."Maaf, yang buat laporan siapa, Pak?" tanya Nadio yang penasaran."Seorang pria yang sekarang sedang berada di pos penjagaan. Katanya mengenal baik Bapak dan Ibu," jawab sekuriti sambil melihat ke arah Nadio dan Karmila. "Apa benar namanya Pendi?" tanya Nadio segera."Benar, Pak. Berarti orang itu benar-benar mengenal Bapak dan Ibu?" tanya balik sekuriti."Gimana gak kenal? Dia itu anak dari bude saya, Pak," sahut Karmila sambil tertawa kecil. Demikian pula Nadio."Wah, kebetulan sekali. Pak, tolong ajak orang tersebut kemari. Kita ajak berdiskusi," ucap manager sambil menatap sekuriti."Baik, Pak!" seru sekuriti dengan tangan memberi hormat. Pria tersebut segera balik badan dan berlalu.Setelah kepergiaannya, kini tinggal seorang sekuriti dan tukang parkir yang berpandangan dengan raut wajah bahagia. Mereka merasa lega karena tak harus me
Nadio segera mengambil foto dengan ponsel lalu mengirimkan kepada Mr. Bram dan polisi yang sedang menyelidiki kasus mereka.Saat tukang parkir datang dengan maksud akan membantu arah kendaraan saat keluar dari parkir, tak kalah kaget. Pria berseragam hijau tersebut tak enak hati kepada Nadio dan Karmila."Saya minta maaf, Bapak dan Ibu. Silakan tunggu sebentar. Saya akan lapor ke sekuriti soal ini," ucap pria tersebut dengan sorot mata penyesalan."Ok. Silakan. Bagaimana bisa terjadi seperti ini?" protes Nadio kesal.Karmila hanya menatap keduanya dengan pikiran tak menentu. Wanita ini merasa ngeri juga dengan kejadian barusan. Kehidupan rumah tangganya diselimuti berbagai masalah yang beruntun. Baru saja merasa lega dengan penjelasan Mr. Bram yang telah mulai menguak kasus sedikit demi sedikit. Namun, dengan insiden yang terjadi ini, membuat Karmila teringat traumanya kembali. "Honey, apa yang salah dengan kita?" tanya Karmila dengan wajah memelas.Nadio yang mendengarnya, langsung
"Maaf, boleh saya tahu? Siapakah yang telah menyerahkan map ini ke waiter?" tanya Nadio sambil menduga-duga sosok pemberi barang bukti tersebut. Seketika, Mr. Bram tersenyum tipis sambil berkata,"Orang terdekat Bapak dan Ibu." Pasutri muda ini pun seketika terkejut lalu saling berpandangan. Mr. Bram memahami kebingungan keduanya. Pria berpenampilan layaknya aktor laga tersebut mengambil ponsel dari dalam saku jaket. Tampak dirinya menghubungi seseorang. Mr. Bram sesaat berbicara lalu mengaktifkan speaker. "Silakan berbicara langsung dengan Bapak Nadio dan istri," ucap Mr. Bram dengan senyum yang membuat pasutri di hadapannya semakin penasaran. "Assalammu'alaikum." "Wa'alaikumussalam. Bapak!" teriak Karmila dan Nadio berbarengan. Mereka tak bisa mempercayai dengan suara yang terdengar. "Ya, ini Bapak, Nak. Maafkan, telah membuat kalian kaget," balas Pak Rahmat dari ujung telepon. Ucapan pria separuh baya tersebut seketika membuat wajah pasangan muda berseri-seri. Mereka tak menyan
"Salam kenal, Bu. Saya Mr. Bram Akira yang akan menangani kasus. Semoga berkenan," balas pria tersebut seraya membungkukkan badan. "Salam kenal kembali, Mr. Bram. Kami berharap bisa tuntas secepatnya," balas Karmila lalu membungkukkan badan pula. "Silakan duduk Mr. Bram!" pinta Nadio. Ketiganya kemudian duduk berhadapan. Secera kebetulan seorang waiter sedang lewat di depan mereka. Nadio seketika memanggilnya. Saat pria tersebut datang menghampiri, Nadio meminta untuk menghidangkan tiga minuman. "Baik, Pak. Saya akan segera membawakan pesanan. Mohon ditunggu. Permisi," ucap waiter tersebut lalu membungkuk. "Silakan," balas Nadio segera. Waiter segera berlalu meninggalkan tempat. Kini ketiganya kembali mengadakan pembicaraan. Di saat asik mengobrol datang seorang waiter lain dengan membawa sebuah map. Pria muda berambut cepak style tentara tersebut mengucapkan salam. Namun, tiba-tiba tubuhnya sempoyongan seperti orang mabuk. "Kenapa itu?" tanya Karmila kaget. Nadio dan Mr. Bram
Tentu saja, penjelasan Nadio semakin membuat Karmila keheranan. Wanita berambut ikal tersebut memang orang yang lugu. "Hal biasa semacam itu di luar negeri. Pasangan tanpa komitmen resmi dan tetap bertanggung jawab kepada anak biologis. Mungkin saja, Tuan Ongki sudah melalaikan tanggung jawab." "Akhirnya ada rasa dendam karenanya," ucap Karmila mencoba menduga-duga. "Ya, begitulah." Pembicaraan terhenti, pada saat mobil mereka tak bisa bergerak karena tepat di depan mata ada kerumunan warga. Sesaat kemudian datanglah mobil patroli polisi dan ambulans. "Honey, kecelakaan?" tanya Karmila sembari mengawasi gerak-gerik para petugas yang sedang mengeksekusi korban. "Sepertinya pembunuhan," jawab Nadio segera. Rupanya mereka tak perlu menunggu lama untuk mengetahui dengan yang terjadi. Dari pembicaraan warga yang sedang berkerumun, mengarah pada kasus mutilasi. Karmila bergidik seketika mendengarnya. Korban adalah seorang dokter. Tiba-tiba terdengar ponsel Karmila berbunyi dan terter
"Selamat siang, Dokter," ucap Karmila sembari mengaktifkan speaker. "Selamat siang. Saya minta maaf, terpaksa menghubungi Bu Karmila. Hanya nomor kontak ini yang tercantum pada data pasien," jelas Dokter Andrean. "Gak masalah. Dokter, mau berbicara dengan suami saya?" "Boleh saya minta minta nomor Pak Nadio? Saya harus sampaikan langsung ke beliau." "Nomor suami sedang diprivate, Dok. Akhir-akhir ada yang teror. Tinggal bilang ke saja, nanti saya sampaikan," balas Karmila sambil tersenyum ke arah suaminya. Nadio pun langsung mengacungkan jempol. "Baiklah. Bu Vivian sempat keceplosan pada saya, sempat mengambil sidik jari Pak Nadio buat akses masuk ke apartemen. Maka dari itu dia yakin bahwa anaknya adalah benih Pak Nadio. Maaf, Bu. Sebenarnya ini bisa dibuktikan dengan tes DNA." "Dokter, ini saya, Nadio. Maaf, tadi lagi nyetir. Miss. Vivian kapan masuk apartemen? Kapan dia ambil sidik jari?" tanya Nadio dengan ekspresi marah sekaligus penasaran. Karmila pun ikut kesal begitu tahu
"Saya paham kronologinya. Kebetulan saya sempat ngobrol dengan Bu Vivian. Dari pasien ini, terungkap bahwa dia yang menularkan penyakit tersebut ke Pak Handoko lalu menular lagi ke pasangannya. Pasien tak sengaja menularkannya karena berdua dalam pengaruh narkoba saat melakukan hal tersebut," ungkap Dokter Andrean yang akhirnya, berhasil menyakinkan pasutri muda. Baik Nadio maupun Karmila tak menyangka dengan pernyataan dokter barusan. Mereka tak pernah lihat gelagat aneh dari Vivian, kalau memang wanita tomboi tersebut seorang pecandu narkoba. Namun, Karmila akhirnya punya pertanyaan yang menggelitik. "Jadi janin yang kemarin, benih siapa, Dok?" tanya Karmila sembari memandang dokter tersebut. "Kemungkinan besar anak suaminya. Itu masih dugaan saya dan perlu dibuktikan. Demi penyelidikan kasus yang terkait," jelas Dokter Andrean. Penjelasan dokter tersebut menjadikan Karmila teringat sesuatu. "Miss. Vivian pisah ranjang sampai akhirnya cerai itu sejak setahun lalu, Dok," urai Ka
Beberapa selang alat kesehatan menempel di bagian tubuh. Itu sudah mengindekasikan bahwa wanita yang terbaring ini sedang tidak baik-baik saja."Terima kasih masih mau memberi undangan kepada kami, Miss," ucap Nadio bernada canda agar pasien sedikit terhibur."Undangan yang bikin kalian bengong tentunya," balas Vivian dengan bibir bergetar.Kedua mata wanita tomboi tersebut sayu dan bisa dibilang hampir hilang cahayanya. Raut wajah yang dulu bersih segar, kini pucat pasi bagai tak dialiri darah. Pasutri muda yang sedang berdiri di depannya memandang dengan perasaan tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Bahkan air mata Karmila tak tertahan lagi, mengalir deras, membasahi kedua pipi.Nadio seketika memeluk sang istri lalu berbisik,"Tahan dulu. Biar dia gak tambah sedih."Karmila pun mengangguk dan segera mengusap buliran-buliran bening tersebut dengan tisu. Kini, hanya tersisa isakan dan bunyi napas yang sesak. Namun, Karmila menahannya agar tak terdengar oleh Vivian."Miss. Vivian haru