"Aaaaaaa! Pergi! Pergi!"
Gadis itu melempar sosok hantu perempuan itu dengan bantal. Lagi-lagi dia menghilang meninggalkan tawa cekikikan yang membuat bulu kuduk meremang. Degup jantung gadis itu terdengar sangat kencang bahkan melebihi suara detik pada jarum jam dinding yang terdengar."Please... jangan ganggu aku, ku mohon pergilah dari sini, pergi!" pinta Alina lalu ia berkomat kamit membaca surat Al Ikhlas, karena mirisnya hanya surat pendek itu yang ia tau.Sosok perempuan itu muncul dari balik pintu kamar mandi. Ia tertawa lagi lalu menghilang entah kemana. Mungkinkah itu sosok kuntilanak seperti yang pernah ia tonton di film - film horor?Alina berusaha turun dari ranjang dengan menggenggam infus di tangannya. Gadis itu mencari sosok perempuan tadi di kamar mandi, lalu di kolong kasur, kemudian dibalik tirai jendela. Tak ada juga ia temukan sosok perempuan yang tadi.Gadis itu sesungguhnya ketakutan tetapi ia merasa sangat penasaran. Baru kali itu ia dapat melihat sosok hantu. Hati kecilnya hanya ingin memastikan lagi apa yang dia lihat."Itu hantu apa bukan, ya?" tanyanya pada diri sendiri."Ngapain, Mbak Alina?""Astagfirullah!"Suara suster yang datang tiba-tiba itu mengagetkan Alina sampai membuat gadis itu bersandar lemas di dinding."Suster mah... ngagetin aja!" seru Alina sambil kembali ke kasurnya."Makan bubur dulu, ya, lalu minum obat yang sudah saya siapkan ini,” ucap Suster tersebut.Alina mengamati tanda pengenal suster bertuliskan “Diah” itu dengan saksama.“Mbak Alina, saya mau ukur suhu dan tensi darahnya juga."“Iya, Suster.”Seorang anak laki-laki berusia kurang lebih lima tahun masuk ke kamar Alina. Anak itu memegangi baju suster itu dan bermain cilukba dengan gadis tersebut dari balik baju sang suster. Wajah bocah itu terlihat pucat."Suster, itu anak ngapain di belakang suster pake main cilukba segala sama saya?” tanya Alina."Anak yang mana, Mbak?"Suster Diah terlihat sangat heran seraya menengok ke belakang, ke kanan dan ke kiri, tetapi tidak ada siapapun dia temui."Hai! Siapa nama kamu?"Alina masih fokus pada anak kecil yang mengajaknya bermain cilukba itu."Mama."Anak itu mengucap mama sambil menarik-narik baju suster dan memeluk pinggang suster."Mbak, Mbak Alina!" seru suster itu berusaha menyadarkan Alina dari fokusnya."Ya, Suster.""Siapa yang Mbak lihat?" tanya suster Diah yang mulai merasakan hawa merinding pada tengkuknya."Dia panggil Suster barusan, Mama."Jawaban Alina sukses membuat tangan wanita yang menggunakan seragam warna hijau pastel itu mulai gemetar. Ketakutan terpancar di wajah wanita itu saat memperhatikan tingkah laku gadis di hadapannya."Suster bawa anak, ya, tuh dia manggil mama lagi katanya sambil nunjuk suster?"Alina menunjukkan senyuman dengan deretan gigi rapi pada anak itu."Mbak, ja-ja-jangan bercanda.""Bercanda gimana maksud Suster?" tanya Alina tak mengerti."A-anak, anak saya sudah meninggal, Mbak."Alina langsung menoleh pada sosok anak kecil tadi. Benar saja sosok anak itu sudah menghilang. Kini, bukan hanya suster Diah yang gemetar dan ketakutan, tetapi gadis itu juga merasakan hal yang sama."Ma- ma-maaf, saya permisi, Mbak."Suster itu buru-buru pergi meninggalkan ruangan sampai alat tensi darah tertinggal di atas kasur Alina. Tak lama kemudian suster yang bernama Irma datang ke ruang perawatan gadis itu. Ia segera merapikan alat tensi yang tertinggal berikut dokumen perkembangan kesehatan gadis itu."Sus, itu suster barusan kenapa ya, sampai alat tensi ketinggalan dan buru-buru pergi?" tanya Alina.Suster Irma memeriksa mata Alina, suhu tubuhnya normal, tekanan darah juga normal. Wanita itu menelisik gadis di hadapannya dengan saksama."Kamu lagi enggak mengigau atau berhalusinasi kan, Nak?" tanya suster Irma."Maksud Suster? Saya baik - baik ajak kok, Sus, malahan saking baiknya saya mau tanya kapan saya bisa pulang?" tanya Alina berharap dia segera pergi dari tempat itu.Perlahan demi perlahan juga ingatan gadis itu membaik."Hmmm... begini ya, tadi itu suster Diah yang periksa kamu tadi, dia ketakutan.""Oh, masalah tadi ya, saya juga nggak ngerti, Sus, kenapa saya bisa lihat anaknya yang sudah meninggal."Alina menarik selimutnya lebih tinggi, ia takut jika anak itu kembali ke ruangan itu. Ia akan segera bersembunyi di balik selimut itu."Apa benar perkataan kamu itu?" tanya Suster Irma."Perkataan yang mana ya, Sus?""Soal anak tadi yang kamu lihat.""Kan tadi saya udah bilang saya juga heran dan enggak ngerti kenapa bisa melihat anak itu. Tadi saya lihat anak itu mengikuti suster Diah, makanya saya heran kok suster bawa anak saat memeriksa pasien, kenapa enggak dititipin, terus nanti kalo ketularan penyakit gimana terus—""Tetapi anak itu sudah meninggal!" potong suster Irma menegaskan."Nah itu, bagaimana mungkin saya bisa melihat anak itu kalau dia sudah meninggal. Apa mungkin anak yang berbeda kali, ya, yang mukanya mirip."Alina berusaha mencoba pemikiran logis lainnya karena nyalinya ciut juga jika ia bertemu dengan hantu. Apalagi sebelumnya ia melihat sosok yang ia yakini sebagai hantu tadi."Apa ini anak yang kamu lihat?"Suster Irma menunjukkan kalung berfoto yang di dalamnya terpampang wajah anak tadi. Anak laki-laki yang tampan menurutnya. Gadis itu mengangguk membuat raut wajah suster Irma lebih pucat dan panik."Iya, itu mukanya mirip banget," jawab Alina."Saya akan memanggil Dokter Ridwan kemari dan membawa dokter psikologis untuk kamu."Suster Irma menarik kalung itu dari hadapan Alina dan menyimpannya di saku kembali."Psikolog? Tapi, saya enggak gila, Sus!"Alina meraih lengan suster Irma."Saya enggak bilang kamu gila, saya hanya ingin memastikan kondisi kamu," ucap wanita berusia 40 tahun itu."Tapi kenapa harus psikolog, sih?""Nanti tanya saja dengan Dokter Ridwan, saya permisi dulu."Alina memandang suster Irma yang sudah keluar dari ruangannya, dia masih heran dengan penglihatannya bagaimana bisa seseorang yang sudah meninggal dapat ia lihat."Tadi kayak lihat hantu perempuan masa sekarang lihat hantu anak kecil, sih. Ini rumah sakit serem banget kali ya, banyak hantunya," gumam gadis itu seraya merebahkan dirinya ke posisi terlentang.Ia lantas memiringkan tubuhnya ke kiri. Pandangannya lurus mengamati lukisan pedesaan di dinding ruang perawatan itu."Hai, Kakak!"******To Be Continue..."Hai, Kakak!"Anak laki-laki yang Alina lihat tadi sudah duduk di kursi yang berada di samping ranjang. Ia menyapa gadis itu dan melambaikan tangan. Anak itu melemparkan senyuman dengan wajah pucatnya."Ka-Kamu, kamu hantu, kan?"Sontak saja gadis itu langsung mengalami hilang kesadaran saking takutnya.Seorang pria dengan postur tubuh tinggi, menggunakan kaca mata dan memakai seragam dokter datang ke ruang perawatan Alina sore itu. Ia datang bersama Dokter Ridwan."Selamat sore! Halo perkenalkan nama saya Indrawan," ucapnya pada Alina dengan senyum hangat.Pria itu mengulurkan tangannya pada Alina. Gadis itu mengamati pria di hadapannya itu dengan saksama. Dia melihat nama pada kartu pengenal yang menggantung di saku kemeja seragam dokternya. "Psikolog, dokter kejiwaan? Oh... berarti kau dikirim menemui aku karena mereka menganggapku gila, ya?" tanya Alina.Suara Dokter Ridwan yang tertawa terdengar meski langsung ia tahan. Ia lantas menepuk punggung Indra."Apa semua pasien yang be
Malam itu, Alina terbangun tepat pukul dua belas malam."Duh mau buang air kecil lagi, nih," gumam Alina berusaha mengangkat tubuhnya beranjak menuju kamar mandi di ruangan itu. Ia melangkah perlahan dengan menggenggam alat infus di tangannya ke kamar mandi."Issshhh sakit banget nih tangan," gumam Alina seraya berusaha menurunkan celananya.Setelah selesai menuntaskan hajatnya, ia meraih tuas kloset yang tiba-tiba berbunyi sendiri mem-flush isi toilet."Wuidih bagus juga nih kloset, jangan-jangan pakai sensor yang langsung bersih seketika," gumam Alina.Lalu ia menyalakan keran air dan membasuh wajahnya. Saat ia mengangkat wajahnya terlihat bayangan seorang perempuan di cermin yang menyentak tubuhnya."Astaga... bayangan apa itu?" Alina berusaha mengusap cermin di hadapannya."Perasaan aku aja kali, ya," gumam gadis itu lalu membalikkan tubuhnya untuk keluar dari toilet.Boooooooo!!!Wajah seorang wanita dengan luka sayatan benda tajam menyilang terpampang mengerikan. Luka itu terbuk
Tubuh penuh dengan luka sobekan memperlihatkan tulang bersambut dengan bekas darah dan nanah yang bau busuknya menyeruak. Salah satu korban bahkan tengkorak kepalanya pecah sebagian dan memperlihatkan lelehan otak yang mengalir sedikit demi sedikit itu. "Duh, ini pasti temennya Laila nih datang ke sini. Bodo amat ah, aku ngumpet aja," batin gadis itu seraya bersembunyi di balik selimut tersebut. Alina akhirnya terlelap. Pagi dini hari, suara ponsel Laila berdering dan langsung membuat Alina ketakutan. Gadis itu bangkit dan berusaha untuk meraih ponsel tersebut. Namun, sosok Laila juga terbangun dan hendak meraih ponsel tersebut."Alina, kamu kenapa? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Laila."Dia akan datang Laila, aku harus matikan hape ini!" sahut Alina."Alina, berikan hape aku!" pinta Laila."Tidak, tidak akan!" Alina langsung meraih ponsel tersebut dan membantingnya ke lantai."Alina, tidak...!" seru Laila.Tiba-tiba, sekelebat bayangan hitam itu terpantul ke dinding ruang pe
Ap-apa, apa itu, Tante?" tanya Alina seraya menunjuk ke arah kebun belakang.Tante Maya menoleh ke arah yang ditunjuk Alina. Tidak ada apapun yang ia lihat di sana."Kamu lihat apa? Enggak ada apa-apa di sana," ucap wanita itu."Tadi aku—""Sudahlah, ayo masuk!" Seorang wanita paruh baya berpakaian daster batik menyambut kedatangan Alina. Asisten rumah tangga itu sudah sejak lama bekerja di rumah besar milik ayahnya sejak gadis itu lahir. Hanya saja di malam kejadian mengerikan itu, Mbok Nah sedang pulang kampung karena ibunya meninggal dunia. "Non Alina!" Mbok Nah memeluk gadis itu dengan erat seiring dengan isak tangis yang terdengar. Wanita itu sudah menahannya sedari tadi dan tak sabar bertemu Alina."Maafin Mbok, Non, hiks hiks."Alina hanya terdiam menerima pelukan tersebut. Meskipun tak sadar kalau bulir bening telah bergulir membasahi pipi mulus gadis itu."Mbok, kamar Alina sudah disiapkan?" tanya Tante Maya."Sudah, Nyonya." Mbok Nah melepas pelukannya dari Alina saat me
Sosok bayi itu tiba-tiba saja tergantung di antara pintu kamar Alina yang terbuka. Wajah bayi itu lalu menoleh ke arah gadis itu dan kedua matanya mendadak terbuka. Terdengar tawa yang mengerikan dari balita berusia satu tahun itu. Sosok bayi tersebut bahkan tertawa lalu menangis, lalu tertawa, lalu menangis lagi dengan suara mengerikan yang langsung membuat bulu kuduk si pendengarnya meremang. Alina langsung menutup daun pintu itu dengan keras. Ia segera menuju ke atas ranjang dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Pikirannya benar-benar kacau. Dia merasa sangat ketakutan. Akan tetapi, ia tak mungkin berlari ke kamar Tante Maya dan menceritakan hal tersebut. Gadis itu yakin kalau Tante Maya tak akan percaya dengan cerita hantu. Wanita itu malah akan menganggapnya gila. Tubuh gemetar itu masih meringkuk di balik selimut. Ia coba pejamkan kedua mata lentiknya itu tanpa berdoa."Kumohon, tolong jangan ganggu aku," lirih Alina. Bibirnya gemetar dengan wajah pucat pasi sebelum ak
"Hantu lagi? Hantu Kaila pula? Kamu pasti mimpi buruk, Lin," ucap Tante Maya."Aku enggak mimpi buruk, itu nyata Tante!" Alina masih berusaha keras untuk meyakinkan tantenya itu."Sudah sudah, sudah cukup, kamu masih lelah, kondisi kesehatan kamu juga belum pulih, kamu jadi berhalusinasi bahkan bermimpi buruk. Sebaiknya kamu kembali tidur lagi!" Maya masih tak percaya dengan perihal hantu yang dikatakan Alina. "Tante harus percaya sama aku, bahkan tadi jam sembilanan aku lihat hantunya dedek Delilah. Kepala dedek menggantung di depan pintu kamar aku," ucap Alina menunjuk pintu kamarnya."Lin, Tante mohon ya berpikirlah secara logis. Mereka suka sudah meninggal, mereka udah tenang, enggak ada hantu-hantuan di dunia ini. Tante mau sekarang ini kamu istirahat supaya kamu bisa pulih kembali. Udahlah jangan bahas soal hantu lagi, Tante sebel dengernya!" Tante Maya lantas bangkit berdiri lalu pamit keluar dari kamar Alina menuju kamar tidurnya. Alina menoleh pada Mbok Nah yang sudah sel
Alina memasuki SMA Angkasa. Sekolah yang berada di Jalan Kemenangan nomor satu ini memiliki bentuk gedung yang modern seperti bangunan ruko berlantai sepuluh atau seperti gedung universitas di ibukota.Sekolah merupakan tempat yang digunakan untuk mendidik para siswa dan mempunyai jenjang yang beragam dan sudah diatur dengan baik. Misalnya untuk sistem pendidikan di Indonesia sendiri ada pendidikan wajib 9 tahun dimana setiap anak harus mendapatkan pendidikan maksimal sederajat dengan SMP. Selain itu ada juga pendidikan selanjutnya yaitu Sekolah Menengah Atas dan selanjutnya bisa melanjutkan ke perguruan tinggi menurut keahlian dan minat masing-masing.Pendidikan sendiri mempunyai banyak hal yang bisa diperhatikan, dimana selain sistem ada juga gedung sekolah atau tempat mendapatkan pendidikan yang bisa dipunyai. Selain dengan mempunyai fasilitas yang terbaik, gedung sekolah modern yang mempunyai desain bagus juga akan membuat siswa dapat menjadi betah ketika berada di sekolah.Dalam
Alina melirik ke arah Rossa kala sedang berdiri dengan tertib sesuai barisan saat sedang mendengarkan pidato dari kepala sekolah. Gadis itu mengingat pertemuan pertama kali dengan Rossa di sekolah tersebut.Dua tahun yang lalu.Rossa, gadis hitam manis berambut ikal berkaca mata agak tebal serta bibir tipis menghampiri Alina saat pertama kali berada dalam sekolah yang sama."Aku boleh jadi teman kamu, nggak?" tanya Rossa mengulurkan tangannya saat menyapa gadis yang suka menyendiri itu."Boleh." Alina membalas jabatan tangannya sambil menyunggingkan senyum yang hangat."Aku duduk sama kamu, ya?" pinta Rossa.Alina mengangguk dalam menjawab. Dan setelah itu takdir selalu membawa mereka berada di kelas yang sama dan duduk berdampingan di meja yang sama. Hanya Rossa yang menjadi sahabat Alina karena gadis itu sangat tertutup. Ada satu pemuda yang selalu menggoda Alina yang bernama Aldo. Pemuda tinggi sang kapten dari tim basket yang berkulit kuning langsat dengan rambut plontos itu suda
Bab 140 AfraidTeriakan Nyi Asih nyaring terdengar, rupanya Rossa menusuk bola mata Nyi Asih dengan tusuk konde di tangannya."Rossa!" seketika Alina merasa dapat menggerakkan tubuhnya."Lari, Lin! Cepat lari!" pekik Rossa.Dengan mata berkaca-kaca, Alina masih enggan beranjak. Dia ingin lari bersama Rossa."Kita lari bareng!" ajak Alina."Aaaarrgghh, kalian kurang ajar! Aku akan habisi kalian berdua!" Nyi Asih mencabut tusuk konde di bola matanya. Wanita iblis itu lalu bergerak menghampiri Alina dan Rossa. Ia bersiap menghunuskan tusuk konde tersebut ke Alina. Tetapi Rossa menepisnya. Ia mengorbankan tangan kanannya dan tertusuk tusuk konde tersebut."Rossa!" teriak Alina seraya memegangi tangan Rossa.Darah mengucur dengan deras dari lukanya."Lari, Lin! Kamu harus lari! Selamatkan dirimu!" pinta Rossa."Nggak, aku nggak akan pergi tanpa kamu," lirih Alina.Nyi Asih semakin tertawa puas. Ia beranjak menghampiri dan kini hendak mencekik Alina. Tiba-tiba, sosok pria hadir dan mengha
Bab 139 Afraid"Makhluk jadi-jadian, Do," bisik Indra."Aku juga tahu kalau itu mah. Jelasnya itu makhluk apa? Mana badannya gak lengkap gitu," bisik Aldo ketakutan.Indra dan Aldo yang sama-sama ketakutan akhirnya memutuskan untuk berteriak. Beberapa warga yang mendengar langsung menoleh dan menghampiri. Mereka lantas mengejar Ningsih.Anto terlihat kebingungan. Dia masih tak menyangka kalau yang dia pikirkan selama ini benar. Ningsih adalah makhluk yang meneror warga kampung selama ini. Hatinya sangat kalut. Namun, dia begitu mencintai Ningsih.Tubuh Anto gemetar hebat. Lemas dan tiada berdaya. Namun, lagi-lagi Anto menyerah. Dia tak bisa memburu sang istri. Dia tak akan meninggalkan sang istri, dia tak bisa.Malam itu, Anto menjerit dalam hati. Dia memaksa diri untuk mengejar sang istri. Dia mau melindunginya. Meskipun dia masih tetap ngeri dan ketakutan. Akan tetapi, Anto tetep nekat berlari."Ningsih, ingin rasanya aku pergi malam ini. Aku ingin pergi jauh dari tempat ini. Sung
Bab 138 Afraid"Kita harus segera pergi dari sini, Lin. Tidakkah desa ini mengerikan jika ada kutukan seperti itu?" bisik Rossa pada Alina."Iya, kamu bener, Sa. Aku ingin segera pergi dari sini," sahut Alina."Tolong! Tolong! Tolong! Aaaaaaaaaa!" teriakan seorang wanita terdengar di kebun belakang dekat dengan arah Laras tadi berlari.Beberapa warga langsung datang mendekat. Mereka menemukan hal mengerikan lainnya. Rupanya, Laras yang tengah kerasukan baru saja menarik seorang wanita hamil dan membuatnya melahirkan. Laras merebut paksa bayinya lalu kabur."Apa yang terjadi dengan Laras?" pekik ibunya Laras."Dia pergi, Bu," jawab salah satu warga yang tengah membopong wanita korban yang baru saja kehilangan bayinya."Memangnya apa yang Laras lakukan?!" tanyanya lagi."Bu, dia bukan Laras yang kamu kenal. Dia sudah berubah seperti iblis," ujar kepala desa."Laras ditemukan, Pak Kades! Dekat sungai di sana. Katanya dia lagi makan ari-ari bayi dan menghisap darahnya," ucap salah satu w
Bab 137 AfraidTiba-tiba, saat pencarian tengah berlangsung tadi, terdengar bunyi gemerisik dari daun kering yang terinjak sesuatu. Cepat-cepat salah satu penduduk mengarahkan obor."Suara apa itu?" tanya Tarno."Babi, No!" sahut Andi."Biasa aja ngomong babinya jangan sengaja banget muncrat ke muka aku," sungut Tarno. Sontak saja Indra dan Aldo menahan tawa mereka. Rupanya memang ada seekor babi hutan yang merasa terganggu muncul di sekitar mereka. Dua babi hutan yang induk dan anak itu, melarikan diri karena merasa terancam akan kedatangan manusia."Ahh... hanya babi, biarkan ia pergi. Ayo, kita harus secepatnya membawa Laras ke rumahnya. Soalnya nanti biar Pak Ustaz yang kasih air untuk menenangkan," kata salah satu penduduk. Indra akhirnya mengerti setelah dijelaskan karena memang sudah biasa para penduduk yang kesurupan atau diganggu hal di luar nalar yang mistis, mereka akan minta air kepada Pak Ustaz atau Kyai setempat. Mereka yakin kalau ada yang sakit atau kerasukan roh jah
Bab 136 Afraid"Kamu kenapa, Istri?" tanya Indra cemas."A-aku, aku lihat–"Belum sempat Alina menjawab pertanyaan Indra seutuhnya, bus yang mereka kendarai menabrak sesuatu diikuti jeritan semua penumpang yang ada di dalamnya. Indra dengan sigap memegangi Alina. Ia melihat sekeliling dan mendapati para penumpang lainnya terhenyak di tempat duduknya. Lalu, seorang wanita berteriak ke arah jendela. "Ada yang ditabrak! Ada yang ditabrak!" serunya panik.Dua laki-laki di depan Indra dan Alina tadi segera melangkah turun dari dalam bus guna melihat siapa yang baru saja tertabrak. Beberapa penumpang lainnya mengikuti. Sementara itu, Indra tetap menemani Alina dan berusaha menenangkannya. Di depan bus tersebut langsung dipenuhi kerumunan orang yang penasaran dengan kejadian barusan. Setelah memberanikan diri, Alina mengajak Indra untuk turun. Saat itu lah mereka melihat seorang wanita tersungkur dengan darah tergenang dari tubuhnya. Tulang tangan serta kakinya patah. Perempuan ini pastil
Bab 135 AfraidLastri dirawat di rumah sakit tempat Indra bekerja. Kejadian yang berlangsung di rumah kepala desa, Kakek Anjas, menggemparkan Kampung Hijau. Semua penghuni rumahnya meninggal dunia. Hanya Lastri yang tersisa. Namun sayangnya, wanita itu mengalami gangguan jiwa."Sa, aku kok deg deg an, ya?" tanya Alina pada Rossa saat menemaninya untuk cek ke dokter kandungan."Namanya juga mau liat dedek bayi. Terus Kak Indra mana? Katanya dia mau nyusul, kan?" tanya Rossa. "Harusnya udah dateng."Tak lama kemudian, Indra yang masih mengenakan jas putih seorang dokter, berlari kecil menghampiri Alina. "Nah, berhubung Kak Indra udah datang, aku mau kasih makan siang ke Aldo, ya. Sekali lagi aku ucapkan selamat buat kalian. Yeaaayy bentar lagi ada yang panggil aku aunty cantik hihihi," ucal Rossa lalu pamit menemui Aldo.Alina dan Indra pun masuk ke ruang dokter ginekolog, rekan kerja dari Indra juga di Rumah Sakit Pelita. Indra dan Alina melihat sang jabang bayi yang berusia hampir
Bab 134 AfraidPasca membantu proses melahirkan makhluk halus, kini rumah Alina sering didatangi makhluk halus lainnya untuk meminta tolong. Sampai suatu hari, Indra berpapasan dengan seorang pria paruh baya. Seorang pria tua dengan rambut yang disanggul. Dia tampak begitu gagah meski usianya mulai renta. la berdiri di salah satu rumah yang Indra dan Alina lewati saat sedang lari pagi. Pria itu bersama seorang lelaki tua lainnya yang ada di belakangnya. Dia tersenyum ke arah Alina dan Indra.Selama beberapa saat, Alina dan suaminya melihat si kakek. Ada sesuatu yang membuat Alina tiba-tiba memperhatikannya dengan sorot mata yang tidak biasa. Setelah mata mereka akhirnya bertemu satu sama lain, akhirnya Indra menundukkan kepala sekilas memberi hormat kepada dua orang pria renta itu."Nak Indra, kan? Sini mampir! Ada yang mau saya bicarakan!" seru salah satu kakek.Indra menoleh ke Alina yang mengangguk mengiyakan. Mereka menghampiri si kakek. Namanya Kakek Anjas dan Kakek Mara. Mereka
Bab 133 AfraidSatu bulan berlalu.Pukul satu dini hari, Alina tengah terlelap dalam tidurnya ketika sayup-sayup pintu rumahnya diketuk seseorang. Alina membangunkan Indra setelah membuka mata. Suara ketukan itu makin jelas terdengar. Saat Alina dan Indra keluar kamar, Rossa juga keluar dari kamarnya."Lin, kamu dengar juga ya kalau ada yang ketok-ketok?" tanya Rossa.Alina mengangguk. "Bangunin Aldo aja apa ya. kita suruh bukain," ucap Rossa."Kita aja yang liat." Indra melangkah menuju ke pintu utama."Suami, kalau rampok, gimana?" Alina menahan lengan Indra."Istri, mana ada rampok ketok rumah? Terus mereka ngucap salam, permisi bapak, ibu, mbak, mas, saya mau ngerampok, boleh?" Indra terkekeh."Nggak lucu, Suami! Aku tuh lagi takut gini tau," sahut Alina ketus.Alina dan Rossa lantas mengikuti Indra. Hanya Aldo yang tak tampak batang hidungnya karena sangat terlelap. Indra lantas mengintip dari balik tirai. Dia mendapati seorang pria dan wanita dengan perut buncit menahan sakit m
Bab 132 Afraid"Tuh kan nggak ada siapa-siapa, Kak. Balik ke dalam aja, yuk!" ajak Aldo."Kalau gitu anterin aku ambil buku di mobil!" titah Indra yang sebenarnya agak takut juga setelah tak menemukan apa pun di atap dapur dan halaman belakang rumah.Suara misterius itu pun menghilang dan tam terdengar lagi. Pasalnya Alina dan Rossa yang ketakutan memutuskan untuk membaca Al-Qur’an Surah yasin dan memohon perlindungan pada Allah. Suara misterius itu pun hilang. Mereka pun bisa tertidur lelap dan tenang malam itu. Malah Indra akhirnya memutuskan untuk tidur satu kamar dengan Aldo dikarenakan takut diganggu lagi oleh makhluk halus seperti tadi.***Keesokan harinya, Indra dan Aldo berangkat ke rumah sakit untuk menemui Tuan Dadang dan memulai bekerja di sana. Indra akhirnya berhasil mendapatkan pekerjaan untuk Aldo sebagai tenaga medis yang menangani kamar mayat. Meskipun takut, tetapi demi mendapatkan uang untuk menikahi Rossa, Aldo siap dipekerjakan di kamar mayat. Toh, Indra juga aka