Beranda / Romansa / ADDIVA / 28. Hari H

Share

28. Hari H

Penulis: Ervin Warda
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-03 11:00:19

Diva menatap pantulan dirinya di cermin. Perasaannya gundah, entah apa yang akan terjadi kedepannya. Dirinya hanya bisa berharap semoga semuanya baik-baik saja.

"Ternyata gue cantik juga ya," gumam Diva seraya memutar badannya. Saat ini Diva memakai dress berwarna biru muda, dia dan sahabatnya akan berganti pakaian saat sudah mendekati waktu tampil.

Setelah merasa tidak ada yang kurang Diva berjalan menuju sofa yang terdapat satu ransel besar, di dalamnya berisi pakaian ganti untuknya, sahabat, serta Adit.

"Adek, kenapa enggak pakai jeans aja?" tanya Abang Justin saat Diva menuruni tangga dengan ransel besar di punggungnya.

"Kenapa, Bang?" Diva balik bertanya.

"Enggak pantas kalau bawa ransel gitu. Nanti biar Abang saja yang bawa," ucap Abang Justin.

Diva hanya bisa mengangguk. 

"Ayo sarapan dulu," ucap Mama Githa.

"Ma," panggil Diva. Bukan hanya Mama Githa yang menoleh tetapi semuanya.

"Ada kecap enggak?" tanya Div

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • ADDIVA   29. Terpukau

    Diva dan ketiga sahabatnya sedang berjalan cepat menuju lapangan. Sekarang sudah waktunya mereka tampil."Ayo cepat," ucap Diva yang berjalan paling depan.Setelah sampai di samping panggung mereka berpegangan tangan, berdo'a agar penampilan mereka berjalan lancar."MARI KITA SAMBUT DIVA AND THE GENG!"Diva dan ketiga sahabatnya mulai menaiki panggung. Mereka langsung mengatur posisi dengan Diva di bagian depan, sebelah kanan Nisa, Tika di sebelah kiri, dan Mira di belakang.Penonton sangat riuh apalagi kostum yang di pakai Diva dkk lumayan terbuka. Mereka mengenakan celana hotpans berwarna putih dengan atasan baju crop, yang memperlihatkan kaki serta lengan mereka yang mulus.Disaat yang lain terpesona, berbeda dengan Adit yang menahan emosi. Ini sudah yang kedua kalinya Diva memakai baju seperti itu. Apalagi melihat tatapan lapar dari para lelaki sukses membuat emosinya mendidih.Lagu blackpink yang berjudul love to hate

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-04
  • ADDIVA   30. Taman

    Setelah acara tahunan kemarin, murid-murid diliburkan satu hari. Dengan tujuan agar mereka bisa beristirahat setelah acara, yang otomatis menguras energi.Diva sedari tadi hanya berguling-guling di atas kasurnya. Gabut melanda, dia bingung mau ngapain."Adit kok enggak chat sih," gumamnya melihat hp untuk yang kesekian kalinya. Sedari tadi dia mengecek siapa tahu ada chat dari Adit yang mengajaknya jalan.Karena sudah terlalu bosan, Diva berlari menuju kamar sang Abang berada."Abang," panggil Diva dengan menyembulkan kepalanya."Apa?" tanya Abang Justin yang sedang duduk di kursi belajar."Main yuk!" ajak Diva memelas."Mau ke taman aja?" tanya Abang Justin.Diva mengangguk semangat. "Boleh." Yang kemudian berlari ke kamarnya untuk berganti pakaian.Abang Justin menggelengkan kepalanya melihat tingkah adik satu-satunya itu."MAMA," panggil Diva berteriak."Ada apa, Sayang?" tanya Mama Githa yang baru

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-05
  • ADDIVA   31. Bertemu

    "Hai," Diva menepuk pundak seseorang yang sedang bercanda dengan orang lain di atas ayunan.Keduanya menoleh dengan raut muka yang berbeda. Seseorang yang Diva tepuk tadi badannya seakan kaku, sedangkan satunya lagi menatap tidak suka ke arah Diva."Kamu ngapain disini?" tanya Diva lembut."Gue main," jawab seseorang itu singkat."Gue? Sejak kapan kamu menggunakan kata gue, Adit?" tanya Diva mencoba tenang.Ya, seseorang yang Diva kenal itu adalah Adit. Kekasihnya yang sedang berduaan dengan wanita lain."Adit, dia siapa?" tanya perempuan yang berada disebelah Adit dengan raut polosnya."Teman aku," jawab Adit lembut.Diva menatap tidak percaya ke arah Adit. Apa tadi dia bilang? Teman? Lalu hubungan mereka mau dikemanakan? Dan kenapa Adit berbicara menggunakan aku kepada dia, sedangkan dengan dirinya menggunakan gue?"Tema

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-06
  • ADDIVA   32. Menutupi Sesuatu

    "Adek, kenapa belum berangkat?" tanya Papa Afnan. Dirinya baru saja keluar untuk berangkat ke kantor dan mendapati Diva yang masih duduk di bangku depan rumah, padahal hari sudah semakin siang."Diva nunggu Adit, Pa," jawab Diva tersenyum."Ini sudah siang. Ayo sama Papa aja, mungkin Adit lagi ada halangan di jalan," ucap Papa Afnan.Mendengar ucapan Papanya, Diva melihat jam tangannya. Ternyata benar, hari sudah semakin siang. Tidak terasa dirinya menunggu Adit sudah satu jam dan Adit tidak kunjung datang. Tadi sebenarnya dia diajak berangkat bersama Abang Justin, namun karena semalam Adit bilang ingin menjemputnya jadi dia menolak."Ayo, Sayang. Nanti kamu terlambat loh," desak Papa Afnan yang tidak tega melihat putrinya menunggu.Diva mengangguk menyetujui. "Iya, Pa."Seperti biasa, selama perjalanan tidak pernah hening jika satu mobil bersama Diva. Dia menceritakan apa

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-07
  • ADDIVA   33. Karin

    Tidak ada yang lebih menyakitkan saat kita melihat kekasih sendiri sedang menyuapi wanita lain, sekalipun itu adalah sahabatnya. Yang membuat Diva hampir menangis adalah karena melihat Adit yang berduaan dengan perempuan yang sama seperti di taman kemarin."Va, lo mau kemana?" tanya Mira mencekal pergelangan tangan Diva."Bentar ya," ucap Diva tersenyum kemudian berjalan menghampiri meja inti danger."Hai," sapa Diva ceria.Ketiga sahabat Adit langsung mendongak saat mendengar suara yang begitu familiar."Hai, Cantik," sahut Bara dengan semangat begitupun Revan dan Daniel. Mereka layaknya bunga layu yang baru saja disiram."Sini duduk, Va," ucap Daniel menepuk kursi kosong di sebelahnya dan itu berhadapan dengan Adit.Diva mengangguk dan mendudukkan dirinya. Namun, pandangan matanya tidak lepas dari kedua sejoli yang asik dengan dunianya sendiri. Seakan-ak

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-08
  • ADDIVA   34. Drama Queen

    "Adit!" teriak Karin yang menghentikan pertengkaran antara Adit dan Revan. Saat Adit menoleh ternyata Karin sudah duduk di lantai."Kamu kenapa?" Adit dengan sigap membantu Karin berdiri.Diva dan yang lain hanya memperhatikan apa yang dilakukan keduanya. Hati Diva seakan teriris saat mendengar nada bicara Adit yang begitu lembut, berbeda saat berbicara dengan dirinya tadi. Ada sedikit rasa iri di hati Diva, ingin sekali dia berada di posisi Karin. Jika menjadi sahabat bisa diprioritaskan, dia dengan senang hati lebih memilih menjadi sahabat Adit daripada pacar."Aku didorong, Adit," cicit Karin dengan air mata buayanyaMira langsung memalingkan muka, muak dengan drama sepasang sahabat yang berada di hadapannya ini."Siapa?" tanya Adit menatap tajam ke arah sahabatnya.Mereka kompak menggelengkan kepalanya. Karena mereka memang tidak berbuat apa pun sama Karin."Adit, sakit," rengek Karin."Gue tanya sekali lagi. Siapa?"

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-09
  • ADDIVA   35. Kedai Es Krim

    Wajar saja jika seorang sahabat tidak ingin terjadi sesuatu kepada sahabatnya. Mereka terlalu takut untuk melihat salah satu sahabatnya terluka. Dan itu semua yang dirasakan oleh ketiga sahabat Diva. Sewaktu di kantin yang keadaannya banyak orang saja Adit berani berbicara kasar kepada Diva, apalagi sekarang yang hanya berdua.Setelah dibujuk, mereka menjadi yakin untuk meninggalkan Diva bersama Adit."Ada apa?" tanya Diva saat Adit tidak kunjung membuka suara."Aku mau minta maaf," ucap Adit bersungguh-sungguh.Diva menatap mata Adit, berusaha mencari kebohongan. Namun, yang dia dapat adalah sebuah ketulusan dan penyesalan."Karin dimana?" tanya Diva."Kenapa tanya karin?""Kalau ada karin kamu enggak akan ngomong halus seperti ini." Diva sama sekali tidak bermaksud menyindir. Namun memang itu kenyataannya bukan?"Maaf, Va. Karin masih be

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-10
  • ADDIVA   36. Bayi Singa

    "Sekarang kamu boleh ketawa, tetapi jangan keras-keras ya," bisik Diva. Adit menjauhkan kepalanya dari Diva. Merasa geli saat embusan napas Diva tepat di telinganya. "Kenapa?" tanya Diva bingung ketika Adit menggosok-gosok telinganya. "Geli, Va," jawab Adit. "Padahal aku belum selesai ngomong loh," ujar Diva seraya duduk di hadapan Adit. "Kamu enggak bisu, Va. Ngomong biasa aja, enggak usah bisik-bisik segala. Geli!" gerutu Adit. Bukannya merasa kesal, Diva justru tertawa keras. Menurutnya, Adit sangat lucu jika menggerutu seperti itu. Dia memang sengaja mengembuskan napasnya di telinga Adit, untuk mengetes Adit mudah geli atau tidak. Ternyata Adit sangat parah. "Ketawa aja terus sampai ngompol." Adit melirik Diva sinis, rasa kesalnya menambah dua kali lipat. Bukannya meminta maaf, malah tertawa. Kelihatan sekali kalau Diva mengejeknya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-11

Bab terbaru

  • ADDIVA   83. Hamil?

    Adit mengalihkan pandangannya seraya menghela napas pelan. Kemudian kembali menatap kedua sahabatnya dengan raut serius. Meskipun ragu, dia akan mengatakannya karena mereka harus tahu kebenarannya."Karin hamil." Adit berkata dengan suara yang begitu pelan. Namun meskipun begitu, Bara dan Revan masih dapat mendengar dengan jelas.Tubuh keduanya mendadak kaku dengan mulut setengah terbuka. Mereka tidak salah dengar 'kan?"Ha ha pasti itu cuma alasan lo biar enggak dimarahi kami 'kan?" tanya Revan tertawa garing.Tawa Bara menguar, seolah apa yang diucapkan Adit adalah hal paling lucu. "Lo emang enggak pantes ngelawak, Dit. Nanti berguru sama gue. Jangan bawa-bawa kehamilan anjir, ngeri gue."Tangan Adit terangkat menepuk bahu kedua sahabatnya diikuti dengan gelengan kepala."Gue enggak lagi ngelawak. Ini beneran, Karin hamil anak gue," ucap Adit berhasil menghentikan tawa Bara.Raut wajah laki-laki yang suka bercanda itu berubah menjad

  • ADDIVA   82. Undangan Pertunangan

    Kini giliran mereka yang terdiam. Benar-benar tidak menyangka dengan jawaban Diva yang sedikit menyentil hati mereka. Hati dan perasaan seseorang memang tidak bisa ditebak. Kemarin suka dan sekarang benci. Revan mengkode Bara melalui lirikan mata. Diam-diam dia meringis tidak enak. Berada di situasi seperti ini sangat tidak nyaman. "Va, sorry, gue engg-" "Enggak papa kok," sela Diva memotong ucapan Bara dengan wajah datarnya yang semakin membuat laki-laki itu merasa bersalah. "Gue minta maaf. Gue sama sekali enggak maksud ngomong gitu," cicit Bara. Daniel maju selangkah lalu mengusap rambut Diva lembut. "Pikirin baik-baik sebelum membuat keputusan." Diva hanya mengangguk pelan. Melihat pemandangan di depannya membuat Nisa mengalihkan pandangannya. Hatinya berdenyut sakit. "Ngelihat lo kayak gini malah bikin gue sa

  • ADDIVA   81. Terima Kasih, Adit

    Dengan posisi yang masih membelakangi Adit, Diva mengukir senyum tipis penuh luka. Di posisinya ini, dia juga melihat kedua sahabatnya yang berdiri kaku beberapa langkah di depannya. Perlahan Diva membalikkan badannya, menatap laki-laki yang sudah memberikan banyak rasa kepadanya. "Kenapa harus marah? Gue enggak marah sama sekali. Lagi pula lo enggak punya kesalahan yang harus gue marahin, Adit." "Terus, kenapa lo beda?" tanya Adit menatap Diva sayu. Diva menoleh ke samping lalu menarik napas pelan dan kembali menatap Adit. Namun kali ini tatapannya tidak lagi lembut, melainkan datar. "Apanya yang beda? Gue emang kayak gini. Lo 'kan enggak kenal sama gue, jadi wajar kalau ngerasa gue beda," jawab Diva tenang. Langkah kaki Adit perlahan membawanya mendekat ke arah Diva. "Gue minta maaf kalau ada salah. Gue ... gue ngerasa enggak suka sama sikap lo yang kayak gini, Diva," ucapnya bersungguh-sungguh. "Semua kesalahan lo udah gue maafin ko

  • ADDIVA   80. Aku Pergi Kamu Mendekat

    Baru saja Nisa akan menjawab, suara dentingan sendok mengalihkan perhatian semuanya. Pelakunya adalah Diva. Dia sengaja sedikit membanting sendok karena terlalu risih dengan tatapan dua laki-laki yang tak lain adalah Adit dan Daniel. "Loh, Va, lo mau ke mana?" tanya Mira heran saat melihat Diva bangkit dari duduknya, padahal mereka belum selesai bahkan baru saja mulai. "Kelas," jawab Diva singkat dan langsung melenggang pergi. Meninggalkan tanda tanya besar untuk sahabatnya. "Makanannya belum habis loh," tunjuk Tika ke arah makanan Diva yang baru termakan sedikit. Mereka saling pandang lalu menggeleng dengan kompak. Mereka bingung kenapa Diva menjadi seperti ini. Disuruh bercerita menolak, mau menebak pun mereka juga tidak bisa. Karena ekspresi Diva terlihat biasa saja, tidak ada emosi. "Diva sebenarnya kenapa sih?" tanya Bara bertopang dagu menatap ke arah perginya Diva.

  • ADDIVA   79. Menjadi Pendiam

    "Pagi, Cantik," sapa Bara kepada Diva yang lewat di depannya dengan senyum lebar.Diva menoleh dan tersenyum tipis. "Pagi, Bar," balasnya kemudian langsung melenggang pergi, tanpa menatap inti dan anggota danger lainnya.Bukan hanya Bara yang merasa heran, tetapi semua yang ada di parkiran juga merasa kalau Diva sedikit berbeda. Biasanya gadis itu akan menyapa dengan riang, bahkan ikut bergabung. Apalagi jika ada Adit.Namun sekarang, gadis cantik itu hanya membalas dengan singkat tanpa melihat ke yang lain. Bahkan ke Adit pun tidak."Diva kenapa cuek gitu ya?" tanya Bara menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Apa kalimat sapaannya salah, sampai Diva marah karena dipanggil cantik?"Dia juga enggak nyapa kita. Tumben banget dia enggak semangat gitu, padahal di sini ada Adit," sahut Revan menatap punggung Diva yang semakin menjauh."Mungkin udah enggak mau lagi sama Adit," celetuk Bara asal.Mendengar celetukan sahabatnya, Adit langsung

  • ADDIVA   78. Hati Gue Kenapa?

    Diva tersenyum tipis, dengan pelan dia melepas pelukan Tika yang begitu erat. Bukannya tidak senang, tetapi di sebelahnya ada Mira yang sudah tertidur pulas. Dia tidak mau mengganggu sahabatnya itu hanya karena terjepit oleh Tika. "Gue enggak papa kok. Maaf udah buat lo khawatir," jawab Diva merasa bersalah. "Terus lo ke mana? Kenapa enggak balik ke kelas? Kenapa di toilet juga enggak ada?" tanya Tika beruntun. Nisa menghela napas pelan mendengar pertanyaan Tika. Sudah dia duga, gadis itu pasti bertanya secara bertubi-tubi. "Lo enggak bisa tanya satu-satu ya, Tik? Gue pusing dengarnya." "Gue enggak tanya sama lo, jadi lebih baik lo diam aja. Mimpi apa gue bisa punya sahabat kayak lo sama Mira. Gampang emosi dan suka komentar sama apa yang gue lakuin," gerutu Tika memberenggut kesal. Diva menggelengkan kepalanya pelan menyaksikan perdebatan para sahabatnya. Sudah tidak asing lagi jika

  • ADDIVA   77. Digendong

    "Bu Sukma masih ngejar kita, gimana nih?" tanya Tika di sela larinya. " Gue udah capek anjir." Meskipun napasnya terasa menipis, tetapi Tika juga tidak mau berhenti. Karena kalau berhenti, yang ada dia ketangkap oleh Bu Sukma lalu diberi hukuman. Oh no! Dirinya tidak mau berurusan dengan matahari apalagi toilet. "Gimana kalau ke kelas aja? Gue juga capek, berasa di kejar orang gila, deg-degan parah," sahut Bara setelah melihat ke belakang dan ternyata benar apa yang dikatakan Tika, Bu Sukma masih mengejar mereka berdua dengan penggaris kayu yang diacungkan. Tika mengangguk menyetujui. "Oke, daripada dihukum bersihin toilet yang baunya bikin mual, lebih baik gue berperang sama pelajaran. Dadah, Bara Jelek," pamitnya seraya melambaikan tangan lalu berlari menuju kelasnya. "Sialan lo bocah! Awas aja ya, gue bikin jatuh cinta klepek-klepek lo. Nanti bilangnya 'aku enggak mau pisah sama kamu' atau enggak 'a

  • ADDIVA   76. Tatapan Tulus Revan

    "Lo harus bisa atur emosi, Mir," celetuk Revan memecah kesunyian di antara keduanya. Sejak kepergian Daniel dan Nisa, dia sengaja mengajak Mira ke taman belakang. Karena menurutnya, hanya tempat itu yang cocok untuk menenangkan diri. Selain sejuk, tempatnya pun tidak ramai dan hanya segelintir siswa yang berlalu lalang. "Apa pun yang menyangkut sahabat gue, gue enggak bisa tinggal diam, Van. Apalagi ini Diva, sahabat yang paling gue sayang," sahut Mira menatap lurus ke depan. Dia berusaha menahan emosinya supaya tidak meledak. Bagaimana pun juga, di sini ada Revan dan dia tidak mau laki-laki itu menjadi korbannya. Karena yang bermasalah itu Adit, bukan sahabatnya. Huh, rasanya dia ingin menghajar wajah tampannya sampai babak belur, atau kalau perlu menonjok giginya sampai rontok. Supaya menjadi jelek dan otomatis tidak akan ada lagi perempuan yang menyukainya. "Gue tau apa yang lo rasain, tetapi percum

  • ADDIVA   75. Marahnya Mira

    "Kenapa? Lo ingat sesuatu?" tanya Mira melirik Adit dengan tangan yang bersedekap."Enggak, gue cuma ngerasa pernah ada di posisi kayak gini," jawab Adit menatap meja dengan pandangan kosongnya.Jujur, sampai sekarang dia merasa bingung dengan dirinya sendiri. Entah apa yang terjadi sebelumnya, tetapi di beberapa situasi dia merasa familiar. Seolah pernah mengalaminya. Namun dia juga tidak ingat kapan situasi itu terjadi.Kekehan kecil keluar dari mulut Mira. "Lo emang pernah ada di posisi ini, kejadian yang sama tetapi beda tempat. Sayangnya sekarang lo lagi amnesia, jadi enggak inget kejadian menegangkan waktu itu," ujarnya santai."Mir," tegur Nisa menyenggol lengan Mira pelan, memperingati gadis itu agar tidak berbicara macam-macam yang dapat membuat Adit memaksa ingatannya.Ketiga inti danger hanya diam membisu, tidak menegur Mira atau pun menenangkan Adit yang mulai meremas rambutnya."Apa benar yang dibilang dia?" tanya Adit menatap s

DMCA.com Protection Status