Share

Bab 57

Penulis: Fahira Khanza
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-03 06:00:36

"Sebenarnya kenapa? Jangan bikin penasaran gitu dong."

"Sebenarnya aku butuh uang 500 juta. Dan ini sangat dan sangat penting sekali," ucap Arjuna dan berhasil membuat kedua bola mata Sisilia mendelik dengan sempurna.

"Apa kamu bisa membantuku?" imbuh Arjuna tanpa sedikit pun rasa malu.

"500 juta? Untuk apa? Dari mana aku bisa dapat uang sebanyak itu, Mas? Sejuta dua juta, oke, aku bisa nyari. Tapi ini 500 juta loh!" ucap Sisilia dengan lirih namun penuh dengan penekanan.

"Tapi ini benar-benar butuh, Sayang. Keluargaku dalam masalah besar, dan aku harus menyiapkan uang sebanyak itu," ucap Arjuna. Wajahnya memasang wajah semenyedihkan mungkin, berharap wanita yang ada di depannya itu memberikan belas kasihan.

"Tapi aku nggak punya uang sebanyak itu, Mas! Darimana aku bisa mendapatkannya? Masa iya aku harus jual toko-toko kueku? Nggak mungkin dong, itu kan sumber keuanganku, Mas."

"Apa kamu sudah nggak sayang aku lagi?" Pertany
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 58

    Jarum jam di dinding menunjukkan pukul 3 sore. Sepasang ibu dan anak itu kini berada di teras rumah. Rendy yang didudukkan pada kursi bayi, sedangkan Rahma berjongkok di hadapan putra semata wayangnya. "Makan yang banyak, Sayang. Biar sehat dan tumbuh kuat," ucap Rahma sembari menyuapi sang buah hati. Sebuah mobil brio berwarna putih berhenti di bahu tepat di depan rumah Rahma. Rahma yang tengah asyik menyuapi sang anak tak menyadarinya. Bahkan, saat pemilik mobil itu keluar lalu melangkah masuk ke halaman rumah, Rahma masih tak menyadarinya. "Permisi," ucap pengendara mobil begitu ia sudah berada di depan teras. Suaranya, sontak saja membuat Rahma menoleh. Dan menyadari adanya orang asing, gegas Rahma berdiri dari posisinya berjongkok. "Ya, Mbak? Ada yang bisa dibantu?" tanya Rahma sembari meraih tubuh Rendy dari tempatnya duduk, lalu ia menggendongnya. "Maaf, Mbak, ada yang ingin saya bicarakan dengan Mbak Rahma." Kening Rahma berkerut. Dari ucapan wanita yang ada di hadapanny

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-03
  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 59

    Hari terus berganti dengan hari, tujuh hari sudah berlalu setelah seorang wanita bernama Sisilia mendatangi kediaman Rahma. Dan, selama itu pula Arjuna terasa begitu tertekan. Bagaimana tidak? Di tempatnya ia bekerja, ia menjadi bahan ledekan. Bahkan, pegawai-pegawai yang jabatan berada di bawahnya pun seolah-olah turut menatap Arjuna dengan sorot mata hina. "Aku benar-benar sudah tidak tahan lagi kerja di sana." Kedua telapak tangan Arjuna menangkup pada wajahnya, saat lelaki itu tengah terduduk di tepi ranjang bersama sang istri."Soal video kemarin selalu dijadikan lelucon oleh mereka. Bahkan, Direktur perusahaan tadi pagi memberikan keputusan kalau jabatanku diturunkan. Malu lah aku!" gerutu Arjuna. Sebab, bagaimana pun juga, selama ini jabatan yang menjadi seorang supervisor lah yang selalu ia bangga-banggakan. Lalu, apa kata mereka jika tiba-tiba saja dirinya bergabung dengan karyawan biasa? Begitulah batin lelaki itu. "Kalau kamu keluar dari kerjaan, lalu bagaimana dengan hi

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-03
  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 60

    Arjuna segera menerimanya, lalu ia membuka aplikasi WhatsApp, kemudian ia mencari kontak nomor milik Rahma. Tersambung. "Halo, Rahma! Apa-apaan kamu ini?!" desis Arjuna setelah panggilannya diangkat oleh Rahma. "Oh, orang suruhan aku sudah sampai ya? Baguslah," ucap Rahma dengan nada yang begitu tanang. "Jadi memang kamu yang kirim tiga orang preman ke rumahku?!""Iya, memang kenapa? Ada yang salah? Aku hanya ingin mengambil mobil itu. Itu saja. Jadi, berikan saja kuncinya lalu biarkan mereka pergi. Aku hanya ingin mengambil mobil itu, seperti perjanjian yang telah tertuang kalau semua harta dam aset menjari milikku. Tanpa terkecualiz" ucap Rahma tanpa sedikit pun merasa bersalah. Tentu hal itu membuat Arjuna semakin meradang. Terbukti, dada Lelaki itu mulai bergemuruh."–kau!" "Aku udah ngantuk, aku matikan dulu ya. Bye!""Rahma! Rahma! Tunggu!" teriak Arjuna sebab Rahma yang sudah mematikan panggilan secara sepihak. Arjuna menatap layar ponsel yang gelap, lalu ia serahkan bend

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-03
  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 61

    Berikutnya, bergegas Risa melangkah menuju ke arah dapur. Mengambil satu baskom air hangat dan juga kainnya. Singkat cerita, wajah yang dipenuhi oleh memar-memar telah diobati oleh Risa. Sakit yang dirasakan oleh Arjuna pun mulai berkurang. "Apa sih yang terjadi sebenarnya?" tanya Bu Susan yang sebenarnya bertanya-tanya. "Tadi Rahma nyuruh orang buat narik mobil Mas Arjuna, Bu. Karena Mas Arjuna ingin mempertahankan, mereka hajar Mas Arjuna tanpa ampun." Kali ini Risa lah yang menjawabnya, sebab bibir Arjuna yang masih terasa nyeri jika terbuka. Jangankan berucap, sekedar membukanya untuk mengucapkan satu kata saja terasa begitu nyeri. "Kok bisa?" "Iya, Bu. Soalnya Mas Arjuna menandatangani surat perjanjian soal kepemilikan aset jika adanya perpisahan.""Benar itu?" tanya Bu Susan sembari menatap sang putra, dan Arjuna pun memberikan jawaban dengan anggukan kepala. Jawaban Risa membuat Bu Susan menghembuskan napas kasar. Setelahnya, decakan kesal terdengar dari bibir wanita paru

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-03
  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 62

    Sinar matahari menerobos masuk melalui ventilasi udara. Wanita yang tengah mengandung dua bulan itu sedang bersiap-siap untuk pergi ke toko perhiasan. Bukan untuk membeli, namun menjual. "Mau kemana kamu? Suami lagi kerja malah kelayapan?" Suara Bu Susan tiba-tiba menyambut Risa yang baru saja keluar dari kamar. Wanita paruh baya itu memindai penampilan Risa dari ujung atas hingga bawah, setelahnya, bibir Bu Susan mencebik. "Kamu mau keluar jari pela cur? Keluar dengan penampilan kayak gitu? Celana sepaha, kaos ketat berkerah rendah pula," hardik Bu Susan, dan lagi-lagi membuat batin Risa terasa sakit. "Ganti baju sana. Setidaknya, jangan pakai baju yang terlalu terbuka!" "I–iya, Bu." Risa kembali masuk. Setelahnya, ia langsung menutup pintu kamar dengan tak lupa menguncinya. "Sialan! Pengen kuracuni saja itu mulut nenek tua!" gerutu Risa sembari melangkah menuju ke arah lemari lalu mengambil baju ganti. Dan akhirnya, pilihan Risa terjatuh pada celana levis hitam berukuran pan

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-03
  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 63

    Sudah tiga toko emas Risa kunjungi, dan semuanya mengatakan jika emas yang akan dijual oleh Risa adalah barang palsu. Bahkan, ada salah satu toko yang tak segan-segan mengancam Risa akan melaporkannya ke polisi karena melakukan tindakan penipuan. Cuaca yang terasa begitu panas semakin membuat emosinya memuncak. Oleh sebab itu, saat ini ia memilih untuk bersinggah di salah satu warung bakso yang ada di deretan toko emas tersebut. Sembari menunggu pesanannya datang, Risa bergegas mengambil ponsel yang ia simpan di dalam tas sandang. Kemudian ia mengutak-atik layar datar itu. Dibukanya aplikasi WhatsApp lalu ia mencari nomor kontak milik sang suami. "Halo, Mas, kamu dimana?" tanya Risa begitu panggilan diangkat oleh Arjuna setelah dering ketiga. "Lagi kemas-kemas meja kerja.""Kamu udah mengundurkan diri?" tanya Risa. "Sudah, dan langsung di-acc. Soalnya sudah ada penggantinya juga," terang Arjuna. "Oh ya, ada apa, Sayang?" imbuh Arjuna setelah sejenak ia diam. "Eh, Mas, perhiasan

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-04
  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 64

    "Atau jangan-jangan ....""Rahma!" ucap mereka dengan serempak. "Ya, nggak salah lagi, Mas. Pasti dia yang nukar perhiasan ini! Memang benar-benar licik perempuan itu! Kelihatannya diam, ternyata dia bergerak menyerang," geram Risa. Arjuna yang memiliki pemikiran yang sama pun hanya mampu menghembuskan napas kasar. Tak ada yang ia bisa perbuatan selain diam. Tanda tangan yang ia bubuhkan benar-benar tak bisa membuatnya berkutik. "Ya sudah, kita makan dulu yuk ke kvc. Mas sangat lapar." Pada akhirnya, Risa mengangguk. Setelahnya, keduanya pun melangkah secara beriringan menuju ke restoran cepat saji yang ada di bangunan mall atau tersebut. ****"Mas, kamu yakin kita bisa tinggal di sini sampai kamu terima gaji dan bonus? Kenapa kita nggak ngontrak saja dulu, daripada tinggal di sini hidup terasa tertekan," bisik Risa di telinga sang suami. Khawatir jika sang ibu akan mendengar ucapannya. "Ngontrak juga pakai uang, Sayang. Sedangkan kita nggak ada uang gitu." "Aku punya ide, Mas,

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-04
  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 65

    Lima belas menit telah berlalu, dan sepasang suami istri itu masih berada di tempat persembunyiannya. Keduanya, saling melempar tanya melalui sorot mata lalu memberikan jawaban dengan mengedikkan bahu. Hingga tak terasa, 30 menit berlalu. Perlahan, Arjuna mulai bergerak, hendak keluar dari kolong ranjang. Namun, saat baru saja kepala itu menyembul, suara derit ranjang terdengar. Pertanda ada pergerakan dari atas ranjang. Arjuna kembali bergerak mundur, khawatir jika sang ibu tiba-tiba bangun lalu melihatnya bersama Risa tengah bersembunyi. Jarum jam terus berputar. Hingga genap dua jam sudah tidur Bu Susan, dan dua jam pula Arjuna dan Risa masih bertahan di persembunyiannya. Bagaimana tidak, setiap Arjuna dan Risa hendak keluar, tubuh sang ibu bergerak. Membuat keduanya mengurungkan niat untuk keluar dari persembunyian. Tok!Tok!Tok!Sayup-sayup suara ketukan pintu menelusup gendang telinga Bu Susan. Wanita paruh baya itu hanya menggeliat pelan lalu kembali tenang. Bu Susan kemb

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-05

Bab terbaru

  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 83

    Rahma terduduk dengan jantung yang terus berdebar-debar. Kata demi kata yang diucapkan oleh Hakim Ketua mampu dicerna dengan begitu baiknya. Tak bisa dipungkiri, masih ada sedikit rasa denyut saat ia mendapati jika rumah tangganya benar-benar hancur, mengingat biduk rumah tangga yang berlangsung terbilang tidak sebentar. Dan seketika setetes air mata menitik dari kedua sudut mata Rahma saat Hakim Ketua mengabulkan gugatannya. Tak ada yang Rahma tuntut, termasuk nafkah untuk sang buah hati. Apa yang Rahma harapkan dari sosok seorang Arjuna? Jangankan untuk memberi uang nafkah, mengingat anaknya saja tidak. Oleh sebab itulah Rahma memilih untuk tidak menuntut apapun itu. Rahma telah bertekad, akan membesarkan sang buah hati seorang diri. Dalam batinnya ia bersyukur karena perceraiannya berlangsung dengan begitu lancar tanpa kendala. Ditambah Arjuna yang tak pernah hadir dalam panggilan persidangan, membuat langkah Rahma untuk mendapatkan status sebagai seorang janda dengan begitu mud

  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 82

    Malam kian larut, tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, pemilik warung meminta mereka untuk segera membubarkan diri. Dengan dibonceng oleh rekannya yang menjemputnya tadi, Arjuna kembali pulang. Brak!Brak!Arjuna menggebrak pintu beberapa kali, namun pintu tak kunjung terbuka. "Brak!"Satu gebrakan yang begitu keras membuat Risa yang tengah tertidur tersentak kaget. Bahkan membuat dada wanita yang kini tengah mengandung terasa berdebar-debar. Pandangan Risa beralih ke arah jarum jam yang menggantung di dinding. Dimana tengah menunjukkan pukul dua dini hari. Risa mendengkus kesal. Kemudian, ia bergegas beringsut dari ranjang lalu melangkah ke arah depan. Di sepanjang perjalanan, Risa terus menggerutu. Hingga akhirnya langkah wanita itu terhenti tepat di depan pintu. Segera ia mengambil kunci yang sebenarnya sudah ia letakkan di atas pintu, lalu segera membukanya, dan bersamaan dengan pintu yang terbuka, tiba-tiba ....Brugh!Tubuh Arjuna tersungkur, sebab Arjuna yan

  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 81

    "Mas, tadi mantan istrimu kok gitu ya?" tanya Risa setelah kepergian Rahma setelah selesai mengantarkan pesanannya. "Padahal, setau aku dia itu tipe orang emosional. Padahal tadi aku pengen sekali berantem sama dia. Membalaskan rasa sakit hatiku, setidaknya biar dia tau bagaimana rasanya dipermalukan," imbuh Risa. "Nggak tau. Ah, sudahlah, lupakan kejadian itu. Ambil positifnya saja, misal hal itu tidak terjadi, tidak mungkin kan kita bakalan bersatu dan memiliki bisnis yang luar biasa ini?" respon Arjuna, membuat Risa terdiam untuk sekedar mencerna dan memikirkan apa yang ia katakan. "Hm, bener juga sih. Tapi ya gimana, sakit hati kalau belum dibalaskan ya tetep saja kerasa," ucap Risa yang masih kekeh dengan pendirian. "Sudahlah, ayo siapkan semuanya. Acara akan segera dimulai." "Mas, nanti Mbak Marni nanti jangan dikasih nasi kotak ya. Aku masih kesel, bisa-bisanya dia sumpahin kita kena tipu." "Apa nggak keterlaluan kalau nggak diundang?" "Halah, biarin saja lah. Biar

  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 79

    "Aduhduh aduduh, yang dulunya kerjaan cuma ongkang-ongkang kaki, wajah glowing, terawat, sekarang jadi kucel, dekil dan penuh minyak!" "Kamu–" desis Rahma begitu melihat Risa dan Arjuna melangkah mendekat ke arahnya. "Kenapa? Kaget ya?" Risa menampilkan senyum sinisnya. Dengan melipat kedua tangannya di depan dada, Risa mendekat ke arah Rahma yang berdiri di depan pintu. "Lihatlah lah, Mas, istrimu yang dulu kamu puja-puja. Lihatlah sekarang, tubuhnya yang kurus kering, wajahnya kusam, jerawat dimana-mana, ditambah dengan mata panda pula. Ck! Menjijikkan," ucap Risa dengan begitu lancarnya. Ia mengibaskan tangannya, seolah tengah menunjukkan beberapa perhiasan yang menghiasi jemarin dan pergelangan tangannya. Bahkan sebelum memutuskan menemui Rahma yang sudah di depan, Risa langsung mengeluarkan kalung dari balik kaos agar terlihat di manik hitam milik Rahma.Senyum sinis tak hilang dari bibir berlipstik itu. "Dari sini kan kita bisa lihat siapa yang menderita, siapa yang bahagia

  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 79

    Jarum jam di dinding menunjukkan pukul 6 pagi, dan sepagi itu Rahma sudah kembali dari pasar guna membeli bahan-bahan untuk membuat pesanan. Setelah membawa masuk semua barang belanjaannya, Rahma melangkah menuju ke arah kamar. Melihat keadaan sang bayi yang ditunggu oleh salah satu tetangga Rahma. Singkat cerita, 100 kotak nasi sudah siap. Segera Rahma membawa keluar lalu memasukkannya ke dalam mobil. "Gapapa kan, Bude, kalau Bude ikut antar buat gendong Rendy? Perjalanannya lumayan jauh, kasihan kalau aku dudukkan sendiri," ucap Rahma dengan nada sedikit tidak enak. Berbanding terbalik dengan tetangganya yang tersenyum dengan tulus. "Gapapa, Mbak Rahma. Ayo berangkat, biar nggak buru-buru nanti di jalan," ucap Bude Sumi. Rahma mengangguk, selanjutnya kedua perempuan dewasa itu pun melangkah menuju dimana mobil terparkir. Lalu detik kemudian, kendaraan roda empat itu mulai bergerak dan melaju membelah ramainya jalan raya. "Kalau Mbak Rahma banyak pesanan, Bude mau kok kalau

  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 78

    Hari terus berganti dengan hari, tanpa terasa Rahma telah melewati sidang pertama. Yaitu mediasi. Dengan ditemani oleh sang sahabat, Rahma mendatangi kantor pengadilan agama. Tak bisa dipungkiri, dadanya terus terasa berdebar-debar saat ia ia menginjakkan kaki di tempat ini. Hanya hitungan menit Rahma berada di dalam ruangan persidangan, hingga sepasang sahabat itu pun keluar dari ruangan dengan senyum merekah dan perasaan lega."Semoga saja sidang berikutnya Arjuna nggak datang," ucap Elisa saat keduanya melangkah menyusuri koridor dan menuju ke arah dimana mobil terparkir. "Semoga saja, Sa. Aku pun berharap demikian. Biar cepat selesai dan tidak berlarut-larut." "Tapi aku penasaran deh sama nasib mereka. Kira-kira mereka bahagia apa malah sebaliknya ya, Ma?" tanya Elisa. "Ya kita doakan saja yang terbaik untuk mereka." Rahma berucap dengan nada tulus. Meski ia disakiti, dikhianati dan dikecewakan sedemikian rupa, tak membuat hati wanita itu merasa dendam. Ia menganggap kalau se

  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 77

    DretDretPonsel yang sejak pagi Arjuna pegang, bergetar. Ada panggilan masuk, dan nama sang adik terpampang sebagai pemanggilnya. "Siapa, Mas?" "Putri," ucap Arjuna yang sepertinya masih bimbang untuk mengangkat panggilan tersebut ataukah tidak. "Oh, yaudah angkat saja." "Kalau bahas soal perhiasan ibu gimana?" tanya Arjuna sembari menoleh ke arah sang istri. "Tinggal bilang aja nggak tau, Mas. Beres."Sejenak Arjuna terdiam, namun pada akhirnya ia mengangkat panggilan itu juga. Dan setelah panggilan terhubung, Agus menempelkan benda pipih ke telinga kanannya. "Halo, Put, ada apa?" "Mas, ada surat panggilan sidang perceraian, 1 Minggu lagi," ucap Putri dari seberang sana, dengan sebuah amplop coklat yang baru saja ia terima. "Yaudah, biar di situ saja. Nggak penting juga." "Siapa, Put?" Sayup-sayup suara Bu Susan terdengar di telinga Arjuna. "Mas Arjuna, Bu.""Mana, biar ibu bicara sama dia." Nada suara Bu Susan begitu ketus. "Hal–"Cepat, Arjuna menjauhkan ponsel dari tel

  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 76

    "Aduh, Mas, zaman sekarang hati-hati deh kalau ikut investasi investasi macam gitu. Bukan gimana-gimana, zaman sekarang banyak sekali penipuan. Apalagi itu duit gede loh. Sayang banget kan kalau digondol orang." Marni mencoba menasihati. Namun, membuat Arjuna merasa jengah. "Itu kalau investasi bodong, Mbak. Kalau yang saya ikuti ini lain lagi. Sudah terpercaya. Dia temen baik saya, mana mungkin mau nipu. Ha ha ha, Mbak Marni ini ada-ada saja." Arjuna terkekeh, seolah-olah apa yang dia dengar dari mulut Marni hanyalah sebuah lelucon semata. "Jangankan temen baik, Mas. Sodara saja bisa tega kalau soal uang kok. Kenapa nggak Mas Arjuna coba buka usaha sendiri saja? Misalnya ya jualan apa kek, daripada buat investasi-investasi begitu. Kan sayang Mas kalau ditipu." Marni tak hentinya mencoba menasehati, namun semakin membuat Arjuna merasa kesal. "Terima kasih atas nasehatnya ya, Mbak Marni. Tapi mohon maaf sekali kalau pemikiran kita berbeda. Kalau saya ingin maju, mungkin Mbak Marni i

  • ADA SUARA PAPA DI KAMAR EMBAK, MA.   Bab 75

    Jarum jam di dinding menunjukkan pukul delapan pagi. Hangatnya sinar matahari menyentuh kulit wajah Risa yang tubuhnya masih berbaring di atas ranjang dan di bawah selimut. Wanita itu menggeliat pelan, lalu kedua netranya mengerjap beberapa kali. Risa pun bergerak pelan. Mengubah posisinya dari semula tertidur miring, lalu menjadi berbaring setelah memindahkan tangan sang suami yang melingkar di pinggangnya. "Mas, bangun. Sudah jam 8," ucap Risa pelan saat ia melihat ke arah jarum jam yang menggantung di dinding. Risa segera menyibak selimut, lalu mendudukkan tubuhnya. Ditepuk pelanlah pipi kanan Arjuna beberapa kali hingga akhirnya lelaki itu mulai membuka mata. "Ada apa, Sayang?" tanya Arjuna dengan suara serak khas seorang yang baru saja bangun tidur. "Sudah jam 8 itu. Kita mau makan apa? Laper," ucap Risa sembari mengusap perutnya yang mulai terlihat membuncit. "Beli saja lah di luar." "Nggak ada motor, Mas. Mau jalan kaki?" ucap Risa. Arjuna menggeliat kuat-kuat sebelum

DMCA.com Protection Status