"F-foto? foto apa?"
Setelah melihat foto tersebut, Gladis malah tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Arsen yang masih berada di tangga, mengetahui respon dari Gladis membuat dirinya kesal sendiri.
Arsen langsung menuju ke kamarnya dengan membanting pintu. Suara pintu yang keras sampai membuat Gladis terkejut, tapi juga membuatnya tertawa. Gladis tak menyangka hanya perkara foto bisa membuat Arsen bersikap seperti itu.
'Bisa ya, dia jadi kaya gitu? kalau misal aku ketahuan selingkuh mungkin aku bisa digantung kali ya? ya, ampun ntar buat FTV kasih judul, kulkas berjalan berubah jadi bucin, hahaha.'
Arsen yang menunggu respon dari Gladis. Dia berdiri dengan menempelkan telinganya di pintu. Ingin mendengar apa yang sedang dilakukan wanita tambatan hatinya itu, namun ia tak dapat mendengar apapun.
Pria tampan itu mencoba mengintipnya dari balik pi
Dia melihat adegan mesra mereka. Dua sejoli itu juga dikagetkan dengan suara plastik jatuh dari genggaman Steve. "Oops, sorry." Steve yang melihat aksi dua sejoli itu hanya melongo. Arsen buru-buru menurunkan gadis cantik itu dari gendongannya. Spontan Gladis menepuk jidat dan mengusap wajahnya karena malu. "Aku ke sini cuma nganterin makanan," kata Steve sambil mengambil kembali plastik yang dijatuhkannya. Sementara Arsen hanya senyum-senyum sendiri menahan malu. "Ah, iya, kenalin aku Steve, kakaknya cewek yang gemesin itu," Steve menunjuk Gladis, kemudian mengulurkan tangannya kepada Arsen. "Bang, lo panjang umur lho," kata Gladis ingin memberitahu yang sebenarnya. Namun mulut nya langsung ditutup Arsen menggunakan tangannya. "Maksudnya?" membuat Steve bingung dengan tingkah dua sejoli di hadapannya itu. Tak ingin mengganggu adiknya. Pria gagah itu langsung berpamitan.&n
Lexi membiarkan Melinda duduk sendiri di ruangan itu. Dia lebih memilih meninggalkan nya. Pria tampan itu pergi keluar dari apartemennya. Sebenarnya Melinda ingin mencegah Lexi untuk pergi, namun sesampainya di belakang pintu ia mengurungkan niatnya. Lexi yang tidak ingin bertambah pusing. Ia datang menghampiri si asisten melankolis yang saat ini masih bekerja lembur di kantor. Sebelumnya dia sangat anti, jika harus datang ke kantor apalagi saat jam kerja karena dia adalah tipe orang yang introvert. Kevin yang tertidur di meja kerjanya, ia dikagetkan dengan dehaman Lexi. Membuat Kevin segera bangun dari duduknya meski dirinya belum sepenuhnya tersadar. "M-maaf nona Melinda aku ...." Dan Kevin mengucek matanya berkali-kali. Melihat Siapa yang membangunkannya, Kevin langsung tersadar sepenuhnya. "M-maaf tuan, aku kira tadi Melinda." "Kenapa kamu jam segini masih kerja?" &nbs
"Perasaan aku tadi malam tidur sendiri loh? kenapa bangun-bangun bisa berdua gini? hayo loh?" Arsen hanya mesam-mesem. Karena semalam ia terganggu dengan isi pikirannya sendiri sehingga ia memutuskan untuk menemui Gladis. Sebenarnya saat dia marah. Arsen sempat ingat tentang dirinya saat marah-marah di depan karyawan, namun itu hanya sekilas dan kurang jelas. Saat dia masuk ke kamar Gladis yang ternyata tidak dikunci. Ia ingin bertanya tetapi melihat Gladis tertidur begitu lelap membuatnya ragu untuk membangunkannya. Pada akhirnya dia juga ikut tidur di samping gadis manis itu. Sebelumnya Arsen juga sempat mengambil ponsel milik Gladis yang berada di dalam laci. Karena penasaran dia menerima telepon dari seseorang tanpa nama dan nomor yang tidak tersimpan di ponsel tersebut. "Halo, selamat malam, maaf ini siapa?" tanya Arsen saat menjawab telepon itu. "Apa ini Arsen? di
Siang hari yang sangat terik. Setelah memesan taksi online, akhirnya Arsen memutuskan untuk pergi ke Universitas Indonesia tanpa sepengetahuan Gladis. Tetapi sesampainya di tengah jalan, Arsen dibuat bingung oleh driver taksi yang ngantarnya. "Maaf Mas, ini tujuannya cuma UI? terus mau ke universitas yang mana?" "Ke ... Pokoknya yang ada gedung Fakultas Ekonomi dan bisnis mas!" Arsen tidak ingin ambil pusing karena dia sendiri juga tidak ingat. Dulunya dia dosen di kampus yang mana. Ia meminta supir taksi tersebut untuk membantunya dan untung saja si supir taksi online tersebut sangat berpengalaman. Kondisi jalan yang macet pada saat jam kerja, menambah lamanya perjalanan. Sekitar 30 menit, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Sesampainya di dalam lingkungan kampus tersebut. Arsen tidak tahu harus menuju ke gedung yang mana. Ia melihat ke se
Dia terus memperhatikan setiap foto yang ada disana. "Profesor Galih? siapa dia? kenapa aku merasa tidak asing dengan?" Arsen mengingat sekilas tentang profesor tersebut. Dia seperti mendengar suara seorang laki-laki di kepalanya. Nyeri hebat dan pusing yang ia rasakan lantas Arsen memegangi kepalanya. Pria bertubuh tinggi itu hampir saja terjatuh, namun orang yang berada di belakang membantu Arsen untuk menyeimbangkan dirinya lagi. "Kau kenapa? apa kau sakit?" tanya pria yang saat ini memapah Arsen. Mereka duduk di bangku dekat mading. Pria dengan setelan jaket denim serta celana jeans sobek itu sudah memperhatikan Arsen dari tadi. Namun Arsen tidak menyadarinya. "Sepertinya ponsel Anda rusak? LCD-nya pecah." Pria itu memberikan ponsel yang tergeletak di lantai saat Arsen akan terjungkal tadi. Pria berparas rupawan itu masih menahan rasa sakit dikepalanya. Pandangannya juga sedik
"Arsen di mana?" tanyanya to the poin. "Arsen? I don't know," jawab Steve enteng. Dengan ponsel yang masih menempel di telinganya. Gladis mengembuskan nafas beratnya. "Gimana sih, Bang! bukannya lo udah aku kasih tahu buat bantu jagain dia!" Pria bertato itu tercengang mendengar ucapan dari adik tersayangnya. Dia ingin mematikan telepon tersebut. Karena tidak ingin ambil pusing dengan masalah yang dialami adiknya. Namun sepertinya Gladis tahu apa yang ada di pikiran kakaknya. "Jangan coba-coba matiin telepon dari gue!" "Ampun deh! punya adik kok copy paste-nya bokap banget ya! mengsedih aku." Gladis mulai kesal. Dia berjalan mondar-mandir di depan pintu sambil menggigit kuku tangannya. Sesekali ia melihat ke arah gerbang rumah. "Siapa suruh rumah di pasang CCTV malah di putus kabelnya!" "Udah nggak usah
Gladis dengan yakin mengatakan kepada kakaknya. Dia juga tidak tahu jika ingatan Arsen kembali apa yang akan terjadi kepadanya. Ucapan Gladis pun dijawab candaan oleh Steve. "Better pepet terus, than disamber!" "Eeaaa ..., sa ae lo bang!" Kedua kakak beradik itu terlihat bahagia di samping mobil. Arsen tersenyum melihat mereka bercengkrama dari jendela. Lelaki yang sebelumnya sempat membuat Arsen overthinking, ternyata adalah orang selama ini dapat menjaga kekasih hatinya. Dia teringat ucapan tukang sayur keliling tempo hari. Sosok pria yang dimaksud adalah Steve. Kembali lagi Steve mengembuskan napas sejenak dan menepuk pundak Gladis. "Hati-hati dengan hati! suatu saat kau akan menyadari bahwa dunia tidak akan menawarkan kehidupan yang bahagia kepada siapa pun!" ucap pria bertato di lengan kanan dan kirinya itu saat mewanti-wanti adik tersayangnya. "Bang! aku udah
Lexi hanya tersenyum dan tak terlalu menanggapi Kevin. Sebelum masuk, Kevin tidak tahu apa yang sedang dibahas dua orang itu. Namun saat asisten klimis itu datang, raut wajah Melinda sangat Murung Tidak seperti biasanya. Pria yang selalu rapi itu menyodorkan satu berkas kepada Melinda. "Ini file tentang pertemuan kemarin yang Anda minta." Lexi menatap serius kepada Kevin. Isyarat matanya mengatakan jika Dia menyuruh Kevin untuk segera pergi. Namun Kevin malah menjadi canggung dan salah tingkah diantara mereka bertiga. Karena dia sedang menunggu berkas itu diperiksa oleh Melinda. "Oh, maaf Nona, ini waktunya saya pulang. Tuan Lexi sampai jumpa." Melinda langsung menghentikan keputusan Kevin. "Tunggu! umm ... kamu bekerja lembur malam ini! pergi ke suatu tempat bersamaku!" Kevin dan Lexi kembali beradu pandang. mereka tidak mengerti apa yang