"Berdoalah, karena malam ini malaikat maut sudah menunggu kalian!"
DOR! DOR!Dua letusan senjata api terdengar dan dua nyawa melayang tanpa sempat memberikan perlawanan. Sementara sang malaikat maut dalam wujud manusia itu tertawa. Dengan penuh kepuasaan ia menghampiri korbannya, memeriksa apa mereka masih hidup atau benar-benar sudah pergi ke neraka.
Setelah memastikan tidak ada sidik jari yang tertinggal, ia pun meninggalkan tempat itu. Ia langsung menuju basement tempat mobilnya diparkir. Kemudian ia membuka penutup wajah yang sejak tadi ia gunakan. Lalu diraihnya ponsel dan menekan beberapa angka yang ia hapal diluar kepala.
"Tugas sudah aku selesaikan dengan baik. Mereka sudah menghadap penciptanya."
* * *
"Gue tunggu 5 menit! Eh, ralat, tiga menit atau gue pergi!" ancam Gladis sambil berkaca pinggang. Saat ini dia sedang berada di sebuah hotel berbintang di kota Bali.
Gladis Maira Putri, ia adalah asisten direktur di sebuah perusahaan ternama di Indonesia.
Dia wanita yang sangat misterius, penuh teka teki, tetapi dia juga sangat cerdas dan ceria. Bisa dibilang dia memiliki kepribadian ganda.
Gladis, berkulit putih, rambut panjang kecoklatan, berwajah dominan bule turunan dari sang ayah. Tinggi semampai dan seksi , berpenampilan menarik tentunya di mata para pria.
"Oke, sebentar sabar dong , lagi kebelet ,nih," jawab Reska di balik pintu kamar mandi.
Ia sama sekali tidak terpengaruh dengan ancaman Gladis.
Reska adalah teman Gladis dari kecil sekaligus bosnya. Lebih tepatnya bos secara tekhnis saja. Reska tidak tau menau tentang bisnis. Dia hanya tau bermain game dan juga bersenang-senang. Tetapi , karena ia adalah anak lelaki satu-satunya di keluarga, maka perusahaan milik sang ayah mau tak mau harus ia kendalikan.
Tetapi, sebenarnya Gladis yang mengerjakan semua untuk Reska. Ia hanya tau beres menerima laporan setiap bulan.
Gladis adalah lulusan terbaik management bisnis Universitas Indonesia, baginya menjalankan perusahaan milik Reska tidak terlalu sulit.
"Sebentar lagi meeting, aku tau kau sedang bermain game di dalam sana. Cepat keluar atau aku panggil security untuk mendobrak pintu ini!" seru Gladis lagi.
"Iya, bentar Sayang, aku lagi kebelet sakit perut ,kok,” sanggah Reska.
"Sayang pala lo peang? Nggak usah kebanyakan alasan deh, cepetan keluar!" sepertinya sudah habis kesabaran Gladis kali ini.
"Iya!" jawab Reska sambil menghidupkan keran agar Gladis mengira kalau dia benar-benar sakit perut seperti ucapannya.
Cara klise yang Reska gunakan untuk mengelabui Gladis. Tapi, bukan Gladis namanya kalau dia sampai tertipu oleh ulah Reska. Karena Reska memang paling pandai untuk mencari alasan.
"Mana hpnya?" tanya Gladis begitu Reska keluar dari toilet.
"Nih, silakan cek aja sepuasnya, Kalo sampai gue ketahuan main game, kali ini gue deh yang memimpin meeting."
"Oke deal, dengan senang hati," jawab Gladis sambil meraih ponsel Reska. Ia mencari tau apa saja yang dibuka oleh Reska sehingga dia berlama-lama di dalam toilet.
Dan benar saja. Reska baru saja bermain game online terlihat dari applikasi yang belum dikeluarkan olehnya.
“Ini apa?" tanya Gladis sambil memperlihatkan ponsel itu.
"Itu ...." Reska langsung menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia lupa menutup aplikasinya tadi karena buru-buru takut kalau si singa betina itu marah.
Gladis langsung pergi meninggalkan Reska di kamar hotel. Dia marah karena meras dibodohi oleh Reska.
"Duh, gawat kalo singa betina itu sampai marah, aku mau memimpin meeting gimana? isi meetingnya apa aja aku gak ngerti," kata Reska bermonolog. Ia pun segera menyusul langkah Gladis dan menahan tangan gadis itu.
Jangan marah, dong. Gue janji deh tadi yang terakhir kali, rayu Reska."Oke, gue maafin," jawabnya ketus. Wajahnya dingin membuat Reska merasa takut dan salah tingkah.
Jika bukan karena tugas dan pekerjaan. Dia sebenarnya enggan untuk membantu bosnya itu. Tetapi, karena tugas yang lain menuntutnya untuk bertemu dengan tergetnya kali ini. Dia terpaksa melakukannya.
Pekerjaan lain yang Gladis lakukan adalah sebagi pembunuh bayaran. Ya, siapa sangka? gadis yang cantik, ceria, manis serta mempunyai karir yang bagus adalah pembunuh bayaran.
Bekerja hanyalah kedok untuk menutupi semua agar hidupnya terlihat sempurna. Masa lalu dan lingkungan yang membuat Gladis menjadi seperti ini. Dia bisa saja lembut dan baik tetapi juga bisa kejam dan dingin.
Gladis dirawat dan dibesarkan oleh ibunya. Dia tidak tau siapa ayah kandung sebenarnya. Sampai sang ibu mulai sakit-sakitan. Saat itu Gladis berumur sembilan tahun, ibunya memberi tahu siapa ayah biologisnya.
Ternyata ayahnya adalah seorang bos mafia luar negeri,itulah yang membuat sang ibu meninggalkan ayahnya.
Dia memiliki saudara laki-laki dari pernikahan ayahnya yang pertama. Dan pada saat ibunya meninggal, dia diasuh oleh ayahnya dan tentu saja di lingkungan yang sangat buruk bagi seorang gadis polos sepertinya.
Sangat terasa berat dan mengerikan bagi Gladis kecil saat itu. Kekerasan di mana-mana, obat terlarang, minuman keras, senjata tajam, judi itu sudah menjadi pemandangan sehari-hari Gladis di masa kecilnya.
Walau ayah dan kakaknya sangat menyayangi Gladis. Tetap saja lingkungan yang buruk membuat dia menjadi seperti sekarang. Menjadi wanita yang urakan, susah ditebak, dan terkadang juga absurd.
Dia menyembunyikan pekerjaanya sebagai pembunuh bayaran dari orang di sekitarnya. Bahkan bos dan sahabatnya saja tidak ada yang tau.
Dan targetnya kali in adalah seorang CEO. dari perusahaan Adyatama group. Salah satu industri ternama dan salah satu rival dari perusahaannya.
"Sebentar lagi meeting mulai, kita harus bisa dapetin proyek ini dan kalahkan lawan-lawan kita," kata Reska semangat karena Gladis mau memaafkanya kali ini.
"Tenang aja, ini pasti berjalan dengan sangat mudah, seperti yang sudah-sudah," ujar Gladis yakin.
Sementara itu di lobby hotel sudah ramai para pegawai yang mempersiapkan segala sesuatu di hotel tersebut agar terlihat sempurna. Hari ini tamu VVIP mereka akan datang. Dan tamu ini memiliki temperament yang buruk, arogan, dan juga tidak bisa mentolelir suatu kesalahan sekecil apapun.
Tetapi sifat buruknya itu tertutupi oleh penampilannya yang sempurna, berwajah tampan, berbadan tegap tinggi atletis. Seperti tokoh utama yang keluar dari komik remaja ke dunia nyata.
Dia adalah CEO. Dari Adyatama group, Arsen Mahavir Adyatama. Dia juga akan mengikuti meeting di hotel tersebut. Tujuannya juga sama, untuk mendapatkan kontrak.
"Silakan tuan," kata Kevin sambil membukakan pintu mobil yang dinaiki Arsen begitu sampai di depan pintu masuk hotel.
Kevin adalah asisten pribadinya. Dia hapal betul bagaimana sifat bosnya ini. Tentang temperament dan gaya arogannya.
Terkadang tanpa bicarapun Kevin tau apa yang diinginkan dan dimaksud oleh bosnya itu.
"Kamu sudah berapa lama bekerja denganku?" tanya Arsen begitu dia turun dari mobil dan melihat cara berpakaian Kevin.
'Oh, shit, bagaimana aku bisa lupa mengancingkan jasku,' guman Kevin dalam hati.
"Dua tahun tuan," jawab Kevin cepat-cepat mengancingkan jasnya lagi.
"Oh, itu berarti sudah dua kali kau ikut saya kemari. Tapi , kamu tidak memperhatikan hal sekecil ini?" ujar Arsen sambil berlalu. Kevin pun cepat-cepat mengikuti langkah bosnya itu.
Memang setiap tahun mereka kemari untuk memperbaharui atau pun untuk mendapatkan suatu kontrak. Karena itu juga para pegawai hotel sampai hapal bagaimana sifat tamunya ini.
Di ruang rapat sudah ada para stakeholder dan orang orag penting lainnya. Serta Gladis dan tentunya Reska.
[Dia akan segera tiba] pesan masuk di ponsel Gladis dari Mr. X yang saat ini menyewa jasa Gladis.
[Baik tuan]
Setelah selesai dengan ponselnya, dia meletakkan kembali di meja dan pintu ruangan tersebut terbuka. Begitu melihat siapa yang berada di depan pintu tiba-tiba Gladis membisu. Melihat ke arah Arsen tak berkedip
'What the hell! Oh, God!' teriaknya dalam hati setengah tak percaya.
Gladis dan Arsen sudah saling kenal satu sama lain. Saat Gladis kuliah, Arsen adalah mentornya. Lebih tepatnya mentor Dajal, karena dia terkenal kejam dan untuk tugas yang dia berikan, jika salah harus di ulangi lagi. Meski hanya satu kesalahan kecil, dan jujur saja Gladis sangat membencinya. 'Sial, kenapa harus dia?' gerutunya dalam hati. Ketika proposal dari masing-masing didiskusikan dan rapat sedang berlangsung. Para proyek manager dan manajemen kontruksi sedang berdebat saling mengunggulkan perusahaan mereka. Namun, Gladis dan Arsen yang paling menggebu gebu. Entah karena masa lalu atau memang karena pekerjaan. "Bagaimana perusahaan kalian mengerjakan proyek besar seperti ini? sedangkan visi misi saja tidak jelas," sindir Arsen kepada Gladis. "Oh, jadi Anda meremehkan kami? Lalu bagaimana seorang CEO &nbs
"Persetan dengan tugas!" seru Gladis. Pada akhirnya nurani Gladis itu yang menang. Ia segera memarkir mobilnya dan secepat kilat berlari menghampiri mobil Arsen. "Arsen! Arsen!" teriak Gladis memecah kesunyian malam. "Arsen ayo bangun, aku mohon sadarlah!" serunya lagi sambil membuka pintu mobil. Dia berusaha menyadarkan Arsen yang tidak sadarkan diri dan tampak luka-luka. Darah megalir dari kepala dan tangannya yang terkulai lemas ke bawah saat Gladis membuka pintu mobil Arsen. Gladis panik sekali begitu meihat keadaan Arsen. Jalanan malam hari itu tampak tidak terlalu ramai. Tetapi, ada beberapa pedagang makanan yang kebetulan mangkal di dekat situ. Tanpa pikir panjang ia pun mulai berteriak minta tolong. Teriakannya yang nyaring membuat beberapa pengendara yang kebetulan lewat men
Gladis mengerutkan dahinya dan menatap Arsen. "Kau tidak tau aku siapa?" tanyanya. Arsen menggelengkan kepalanya. "Aku bahkan tidak ingat siapa diriku. Kau siapa? Ini di mana? dan Aku kenapa?" cecar Arsen penuh kebingungan. Gladis tertegun selama beberapa saat hingga pada akhirnya ia langsung berlari keluar untuk menghubungi dokter. Tak lama kemudian, dokter dan beberapa perawat pun datang memeriksa Arsen dan juga memberikan beberapa pertanyaan. Setelah itu dokter pun mengajak Gladis untuk bicara di ruangannya. "Teman Anda mengalami amnesia. Ini pasti karena benturan yang sangat keras di kepalanya." "Ap-apa bisa sembuh seperti semula? Apa dia bisa kembali mengingat semuanya?" tanya Gladis khawatir. Dokter menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. "Bisa, tentu saja bisa. Biasanya pasien ak
Kevin terus menyalahkan dirinya sendiri, dia sangat bingung bila atasnya tidak dapat ditemukan. Alasan apa yang tepat untuk dia laporkan ke perusahaan nanti, sementara trading proyek masih terus berjalan. Saat ini dia sangat membutuhkan kehadiran Arsen. Kevin mencoba mencari Arsen ke beberapa tempat, seperti restoran atau tempat hiburan yang biasa dikunjungi Arsen sebelumnya. Tetapi hasilnya nihil. Sementara itu Gladis yang sedang menyuapi Arsen harus menghentikan sejenak kegiatannya karena ponselnya berdering. Ternyata pesan masuk dari kantor polisi, memberi tahu perihal perkembangan kasus dari kecelakaan yang Arsen alami. "Habis ini aku keluar sebentar ya," kata Gladis meminta izin kepada Arsen. "Ke mana?" "Ke kantor Polisi untuk mengetahui tentang perkembangan kecelakaan yang kamu alami," jawab Gladis. "Hemm ...," jawa
Gladis mencari Arsen ke sana kemari. Ke semua penjuru rumah sakit. Dan ia bernapas lega saat melihat Arsen ada di taman. Arsen tengah duduk sambil menikmati pemandangan di sekitar taman. Melihat Arsen dalam keadaan baik-baik saja, ia pun langsung berlari menghampiri Arsen dan memeluknya. Entah apa yang merasuki Gladis , hingga dia bisa bersikap seperti itu. Sangat bertolak belakang dengan Gladis yang selama ini dingin kepada lelaki. "Hey, ada apa ini?" tanya Arsen. Ia membalas pelukan Gladis dan mengusap lembut kepalanya sambil tersenyum hangat. "Kenapa keluar ngga bilang? Aku khawatir karena kau tidak ada di kamar," tegas Gladis yang tampak sebal sambil terisak. Tanpa dia sadari, air mata mengalir begitu saja di pipi tirusnya. Tanpa dia sadari juga sebenarnya dia takut jika kehilangan Arsen. "Maaf, udah buat kamu khawatir," jawab Arsen. Ia me
"Tuhan! cobaan apa lagi ini?" teriak Gladis dalam batinnya. Gladis memang wanita yang bar-bar dan urakan. Bahkan dimata sebagian orang dia bisa dikatakan sebagai wanita yang brengsek dan terkesan murahan, tentu saja karena kelakuannya yang suka main ke club bersama laki-laki, minum-minuman beralkohol dan bahkan tekadang ia juga berjudi. Itu semua karena pengaruh saat dia kecil sampai remaja yang tinggal di lingkungan para mafia. Bahkan tidak hanya itu, dia bisa menjadi pembunuh yang terampil karena saat dia tinggal bersama sang ayah dia mempelajari bela diri dan Gladis juga dilatih bagaimana menggunakan berbagai macam senjata. "Tidak apa kita di cap orang lain brengsek, lebih baik menjadi diri sendiri dari pada hidup dari bayang bayang omongan orang lain, dan yang terpenting kamu bisa jaga tubuhmu sendiri sebaik mungkin, karna itu bentuk komitmen dan tanggung jawab terhadap dirimu sendiri," kat
Saat Gladis melihat Reska keluar dari lift, dia buru-buru mengalihkan perhatian Arsen. Dia langsung berbalik badan agar tidak ketahuan oleh Reska, mereka beruntung karena kondisi hotel lebih ramai dari hari biasanya. 'Tuh kunyuk satu pasti nyariin gue, karena gue bilang bakal balik ke hotel hari ini,' batin Gladis. Dan benar saja, ponsel Gladis kemudian berdering, telfon masuk dari Reska. Gladis tidak menggubrisnya, dia hanya melihat sekilas layar ponselnya itu. Wanita berambut coklat itu masih berdiri di depan Arsen sambil menhalau jalan sambil cengengesan. Setelah Reska pergi, Gladis menghembuskan nafas terasa lega. Tetapi dia masih was-was. 'Semoga gak ketemu si asisten itu, sudah cukup Reska yg bikin jantungan,' Gladis bermonolog sambil memasukkan ponselnya kedalam tas kecil yang di bawanya. Arsen kebingungan melihat gelagat aneh wanit
"Kenapa? sudah sampai di sini loh, ini tadi juga resto kamu yang pilih kan?" ucap Arsen membuat Gladis kehabisan kata-kata. "I-itu ... anu." Dia mencoba mencari alasan, melihat Arsen sambil tersenyum seperti bocah yang kehabisan akal. Sepertinya hari-hari yang akan datang Gladis tidak bisa tenang, karena kebohongan yang dia buat sendiri. Mulai dari dikejar Reska dan juga takut ketahuan Kevin, dan parahnya lagi saat ini mereka sedang diburu oleh Mr. X dan tentunya mata-mata Mr. X sangat banyak di luar sana. Entah apa yang akan terjadi padanya jika salah satu dari mereka behasil mengetahuinya. "Baiklah, tapi aku ingin duduk di situ," ujar Gladis sambil menunjuk meja kosong dengan posisi tertutupi tirai di bagian belakang kursi sehingga tidak terlihat dari tempat duduk Kevin. Jika ketahuan oleh Kevin, dia bisa langsung lari keluar karena posisi mereka dekat dengan
Kevin membuka lebar pintu ruang rapat yang masih ricuh. Terlihat Melinda hanya menunduk saat dimaki oleh salah satu pemegang saham. Sejurus kemudian semua mata yang ada disana melihat kearah Arsen. Tak terkecuali Melinda yang langsung tersentak melihat Arsen berdiri di ambang pintu. "A-arsen?" gumamnya. Begitu bos arogan itu masuk dan memposisikan dirinya di hadapan semua orang. Dengan wajah serius, dia memandangi orang-orang yang beraada di hadapannya, beberapa saat kemudian, ia melihat beberapa lembar kertas berisi laporan bulanan. Tiba-tiba saja Arsen meminta maaf. "Kepada direktur dan pemegang saham yang terhormat! Saya sangat menyesal atas apa yang terjadi hari ini dengan permintaan maaf yang tulus." Arsen lalu membungkuk di hadapan semuanya. Hal tersebut membuat semua orang yang mengetahui sifat aslinya terheran-heran, termasuk Kevin dan Melinda. Bagaimana bisa seorang Arsen A
Tanpa bosa-basi lagi, mereka berdua segera pergi ke kantor. Sementara keadaan di kantor sedang ricuh karena rapat bulanan para pemegang yang mulai curiga karena hasil pembagian profit tidak sesuai dengan uang yang masuk. Mereka menanyakan kemana Arsen sebenarnya. [Arsen sudah kembali! Bersiap-siaplah] Isi pesan singkat di ponsel Melinda dan CFO perusahaan saat mereka masih rapat dari seseorang. Begitu membaca pesan tersebut, wajah gadis bermata sipit itu langsung berubah menjadi pucat pasi. Obrolan orang-orang disekitarnya seolah-olah hanya angin lalu. Dengan badan gemetar, CFO perusahaan beringsut keluar dari suasana ruangan yang masih ricuh. Melinda duduk mematung dengan tatapan mata kosong. Pikirannya menjadi kosong seperti terhipnotis. Salah satu pemegang saham meninggikan nada bicaranya, menuduh Arsen dalang dibalik semua kerugian yang terjadi. Karena memang faktanya, semua kesenja
Saat Gladis menciumnya, ketika mereka menghabiskan malam bersama. Memberi perhatian untuknya, mencubit tangannya waktu terasa sakit, momen dimana pertama kali Arsen bertemu Gladis di Rumah sakit sampai Arsen mengingat tentang benturan keras saat dirinya di dalam mobil. Seketika itu juga, Arsen langsung tersadar dan sudah berada di Rumah sakit. Sebelumnya, saat pekerjaannya hampir selesai, Gladis ditelepon seseorang dengan nomor yang tak dikenal. Gladis menyipitkan mata saat melihatnya. Awalnya dia ragu untuk menerima telepon dari nomor rumahan tersebut. "H-halo ...." "Halo selamat siang, ini dari rumah sakit ... Apa benar ini Gladis? Nomor anda tersimpan di kontak darurat milik pasien atas nama Arsen Adyatama." Deg! Benar perasaan Gladis yang sedang tidak nyaman dan gelisah dari tadi. Pihak rumah sakit memberi tahu jika Arsen mengalami kecelakaan jatuh dari tangga dengan kondi
"Kirimkan lokasinnya sekarang! aku akan segera menuju kesana!" ucap Kevin saat ditelepon oleh orang yang dia sewa. Melinda sangat heran saat melihat gelagat Kevin yang sangat gugup. Dia berusaha mengejar Kevin sambil berteriak, "Kevin tunggu!" Sayangnya, Kevin tidak menggubris suara Melinda karena dia juga diberi tau jika Arsen dalam bahaya. Gadis bermata sipit itu terus mengejarnya sampai ke basement parkiran mobil. Dengan cepat, sebelum Kevin masuk kedalam mobil, dia menarik lengan pria tersebut. "Tunggu! Ada apa?" "M-maaf nona, saya buru-buru!" Kevin melepas genggaman Melinda dan masuk kedalam mobil. Tanpa menoleh lagi ke arah melinda, dia langsung menancap gas. Sementara Arsen masih menganalisa keadaan sekitar. Berusaha mencari celah jalan keluar. Sadar, orang-orang yang mengikuti tau bahwa Arsen mengetahui jika sedang diikuti. Mereka semakin me
Begitu Arsen duduk, dia berkata dengan wajah serius, "Jawab aku dengan jujur!" Gladis mengerutkan dahinya dengan mulut sedikit terbuka. Dia tidak mengerti kenapa tiba-tiba Arsen berbicara seperti itu. Bahkan bukan ucapan selamat malam ataupun sekedar say hay. "Mengapa kamu bisa secantik ini?" Pertanyaan Arsen disambut gelak tawa oleh Gladis. Gadis cantik itu sudah berfikir yang tidak-tidak. "Apaan sih? receh banget." Gladis melirik ke arah pengunjung restoran lain. Mereka saling curi-curi pandang terhadap Arsen, namun sayang yang diperhatikan hanya memandang satu wanita di depannya. "Kamu juga. Bisa gak sih? tampannya disimpan aja!" Gladis membalas ucpan Arsen. Tak berselang lama, makanan yang dipesan sudah siap tersaji. Mereka berdua menikmati makanan itu. Saat sedang makan, Arsen melihat ada pasangan lain yang sedang suap-suapan dengan mesranya. Sejurus
Pada akhirnya pria tua itu menandatangani satu berkas berisi perjanjian pembagian profit keuntungan. Dia membubuhkan tanda tangannya di atas materai. Melinda selalu memasang senyum ramahnya. sampai pada akhirnya, pria tua itu pergi dan Melinda langsung menelpon CFO perusahan. "Mangsa lama kembali memakan kail yang terpasang," ucapnya sambil mengangkat sebelah sudut bibirnya. Sementara itu, Gladis dan Jenni sedang istirahat di kantor. Mereka membicarakan tentang perkembangan kerja sama antara Anthem dan Adyatama. Saat di tengah-tengah obrolan, Jenni teringat tentang ucapan teman lamanya waktu reuni tempo hari. Kata tunangan yang terlintas dibenaknya. Ingin sekali ia memberitahukan hal tersebut kepada Gladis. Namun melihat kedekatan sahabatnya itu dengan Arsen, membuatnya tak tega untuk mengungkapkan kebenarannya. Gladis melihat cara memandang Jenni tidak seperti biasanya, membuat dirinya penas
"Jangan terlalu percaya kepadaku! Aku tak sebaik dugaanmu, aku takut suatu saat nanti kamu akan terluka dan membenciku .... Selamat pagi." Setelah berbicara seperti itu, Arsen mendaratkan satu kecupan di jidat Gladis. Sedangkan Gladis sendiri tertegun karena saat sedang mendengarkan ucapan Arsen tiba-tiba ia dicium. Pagi itu, dia bersiap pergi bekerja seperti biasanya. Beberapa saat kemudian, Jenni datang untuk menjemput Gladis. Mereka bersiap untuk berangkat bersama. Di jalan Jenni bertanya kepada Gladis tentang keberangkatannya besok dan tentu saja, tentang steve yang besok harus berangkat ke luar negeri. "Dia bilangnya besok, tp kemarin pagi dia langsung berangkat. Gak tau deh kenapa?" "What?! Eh, tapi kok loe bisa tau?" "Tadi bokap call pake nomornya dia." Jenni terbelalak tak percaya. Dia benar-benar kecewa karena Steve tidak be
Arsen mengerutkan dahinya. Memahami setiap kata yang diucapkan oleh Mateo. Semuanya memang benar, tapi apa yang harus ia katakan dengan jujur? Semua membuatnya bingung. "Maksud tuan?" "Kau butuh uang berapa?" Arsen semakin bingung dengan ucapan pria paruh baya tersebut. Dirinya tidak membutuhkan uang. Selama ini kebutuhannya selalu dicukupi oleh Gladis. Sejenak Arsen memalingkan pandangannya, tidak berani menatap layar ponsel yang berada di hadapannya. "Maksud anda? Ah, maaf tuan, saya tidak mengerti. Tapi ... Saya hanya ingin bersamanya!" "Sudahlah, katakan kepadaku berapa banyak yang kau inginkan jika meninggalkan putriku!" Arsen menoleh kebelakang, melihat pintu kamar yang Gladis tempati. Masih tertutup rapat tandanya gadis yang sedang dibicarakan masih tertidur. Tidak ingin Gladis mendengar pembicaraan dengan ayahnya, Arsen memut
Melinda gelagapan dengan pertanyaan CFO tersebut. Dia tidak menyangka akan diragukan oleh partnernya. Sejauh ini dirinya sendiri juga tidak memikirkannya. Karena perbuatannya tidak ada yang mencurigai sampai pada rapat pemegang saham waktu lalu. "Jika aku terseret masalah, maka aku juga akan membawamu!" CFO itu mengancam Melinda. Dengan mata terbuka lebar dan alis yang hampir menyatu, melinda menjawab dengan ketus ucapannya. Dia meyakinkan jika mereka tidak akan terkena masalah jika CFO tersebut tidak berbuat yang aneh-aneh. Pagi hari, suasana di hotel tempat Reska dan Jenni menginap sangat tenang. Tetapi berbanding terbalik dengan kondisi kamar yang mereka huni. Kedua sahabat itu masih saja menyalahkan satu sama lain tentang kejadian yang mereka lalui, walaupun itu hal sepele. Seperti saat ini, ketika ingin pulang dan berangkat kerja, Reska ingin menumpang dengan Jenni karena dia