Share

Chapter 6

Author: Puan alf
last update Last Updated: 2021-09-06 20:14:14

    Gladis mencari Arsen ke sana kemari. Ke semua penjuru rumah sakit. Dan ia bernapas lega saat melihat Arsen ada di taman. Arsen tengah duduk sambil menikmati pemandangan di sekitar taman.

    Melihat Arsen dalam keadaan baik-baik saja, ia pun langsung berlari menghampiri Arsen dan memeluknya. Entah apa yang merasuki Gladis , hingga dia bisa bersikap seperti itu. Sangat bertolak belakang dengan Gladis yang selama ini dingin kepada lelaki.

    "Hey, ada apa ini?" tanya Arsen. Ia  membalas pelukan Gladis dan mengusap lembut kepalanya sambil tersenyum hangat.

    "Kenapa keluar ngga bilang? Aku khawatir karena kau tidak ada di kamar," tegas Gladis yang tampak sebal sambil terisak.

    Tanpa dia sadari, air mata mengalir begitu saja di pipi tirusnya. Tanpa dia sadari juga sebenarnya dia takut jika kehilangan Arsen.

    "Maaf, udah buat kamu khawatir,"  jawab Arsen.  Ia menyesal sudah membuat gadis di hadapannya ini cemas dan sedih.

    "Kok kamu bisa disini?"

    "Iya, tadi saat kau pergi ada keributan. Karena penasaran aku keluar kamar, eh malah keterusan sampai di sini. Tadi dengar-dengar ada korban tabrak lari," jawab Arsen.

    "Korban tabrak lari? Astaga!" Gladis berseru sambil menepuk dahinya. Korban tabrak lari, dan ia pikir adalah Arsen, padahal orang lain. Lalu dia tertawa memikirkan betapa bodoh dan menggelikannya dia saat ini.

    "Tadi menangis,  lalu sekarang tertawa. Kau memang wanita yang susah ditebak,  seperti puzzle yang harus diselesaikan," ujar Arsen sambil tersenyum dan membelai wajah Gladis. 

    Gladis hanya tersipu malu, kedua pipinya pun memerah seketika . Jantungnya berdebar saat  melihat tatapan mata Arsen yang penuh kehangatan dan kedamaian. Jauh berbeda dengan Arsen yang biasanya sangat angkuh dan arogan.

    "Eh, udah makan belum?" tanya Gladis  memecah suasana romantis yang tercipta di antara mereka berdua.

    "Belum, kenapa?

    "Kebetulan sebelum kembali kesini, aku tadi mampir membeli makanan dan juga kue-kue. Apa kau mau?" tanyanya

    "Boleh, kebetulan aku juga lapar. Tapi ...."

    "Tapi apa? 

    "Tapi, aku minta disuapi, ya?" pinta Arsen sambil mengedipkan sebelah matanya

    "Duh, manjanya."

    Gladis tersenyum melihat sikap Arsen yang sekarang. Sikap yang seperti manusia normal pada umumnya, bukan Arsen yang super sombong dan arogan.

    Sambil menyuapi Arsen, dia juga makan kue yang sama. 

    "Hemm, itu ada krim di ...," Arsen menunjuk sudut bibir Gladis. Ada sedikit krim kue  yang membuat Gladis tampak belepotan seperti anak kecil.

   "Di sini?"

   "Bukan, itu ..."

   "Sini?"

    Tunjuk Gladis yang kurang tepat membuat Arsen bereaksi. Dia membersihka krim itu menggunakan mulutnya. Reflek membuat Gladis mematung karena terkejut dengan apa yang dilakukan Arsen.

    Gladis berkedip beberapa kali dan ternganga dengan pikiran kosong seperti terhipnotis dengan jantung berdetak lebih cepat dari biasanya. Arsen  hanya terkekeh melihat respons yang diberikan Gladis.

    "Halloo ...," ucap Arsen menyadarkan Gladis.

    'Astaga, ciuman pertama gue, ini bukan mimpi kan?' batin Gladis kegirangan.

    "Apakah responsmu selalu seperti ini jika aku menciummu?" tanya Arsen

    "Haha, mungkin iya. Ah, lebih baik kita segera kembali ke kamar, tidak baik lama-lama di luar. Kau kan masih dalam perawatan."

    Gladis pun menggandeng tangan Arsen dan membawanya kembali ke kamar.

    "Jadi, bagaimana? Apa pengemudi yang sudah menabrakku ditemukan, Sayang?" tanya Arsen.

    Sekali lagi Gladis merasakan degub jantungnya bertambah kencang. 'Sayang? Dia memanggilku sayang?' batin Gladis berbunga.

    "Belum."

    "Hemm, bagaimana kita dulu bertemu dan jatuh cinta?" tanya Arsen penasaran.

    Gladis hanya terkekeh, "Aku sudah menyukaimu saat pandangan pertama kali. Saat kita bertemu pertama kali dan jangan tanya alasanya apa, karena cinta tak perlu alasan untuk saling menyukai dan mencintai," ucap Gladis.

    Sambil membayangkan saat dia kuliah dulu dan selalu di marahi oleh Arsen. Dari mulai kesalahan yang tak disengaja sampai kesalahan yang memang disengaja. Agar dia bisa bertemu dengan Arsen.

    Dia membayangkan kembali masa-masa itu dan membuatnya tersenyum senyum sendiri.

     "Apa kamu begitu sangat mencintaiku? sehingga hanya membayangkannya saja mebuatmu begitu bahagia seperti ini," tanya Arsen memecah pikiran dan bayangan Gladis.

     "Ah, hahaha ... maaf, tapi nyatanya memang seperti itu," jawab Gladis.

     "Lalu dimana kita pertama kali bertemu?"

     Pertanya Arsen yang penasaran membuat Gladis berpikir keras untuk membuat alasan yang masuk akal.

    "Itu di taman kampus Universitas Indonesia," jawab Gladis.

    "Oh, iya kah? lalu kenapa aku di kampus? Apa kita satu Universitas?".

   "Karena kau adalah dosen di sana, dan aku adalah salah satu mahasiswimu," jawab Gladis.

    "kamu sebaiknya istirahat saja, aku akan keluar sebentar ada urusan,"  sambung Gladis yang dijawab anggukan oleh Arsen.

    Gladis keluar dari ruangan itu untuk menenangkan hatinya. Perasaannya saat ini benar-benar tak menentu. Dekat dengan Arsen dalam situasi berbeda membuatnya salah tingkah. Dia pun menuju ke sebuah kedai yang berada di seberang rumah sakit. 

    Setelah memesan segelas kopi dia duduk di dekat jendela. Sambil menikmati kopi ia melihat keadaan sekitar. Namun, tiba-tiba saja Gladis melihat seorang laki-laki yang mencurigakan.

    Seorang laki-laki berkacamata hitam, memakai jaket coklat. Duduk di kursi tepi jalan yang sedang berbicara di telpon. Dia juga nampak memperhatikan keadaan sekitar, seperti sedang mencari sesuatu.

    Gladis merasa curiga karena sepertinya dia tidak asing dengan pria tersebut. Dia mencoba mengingat di mana dia pernah bertemu dengan pria itu, dan benar saja.

Kemudian Gladis teringat pernah bertemu saat pria tersebut saat bersama Mr. X. Dan Gladis menduga dia di sini untuk mengawasinya dan juga Arsen.

    Mata-mata Mr. X memang banyak, dan hal yang mudah baginya untuk menemukan keberadaan Gladis. 

    'Sial, dia benar-benar mengawasiku, kenapa dia sampai disini?' batin Gladis.

    Dia meninggalkan selembar uang di bawah gelas kopinya. Lalu dia buru-buru kembali ke rumah sakit.

    "Kenapa?" tanya Arsen kepada Gladis sesampainya dia di ruangan Arsen, yang terlihat raut wajahnya nampak panik.

    "Kita harus segera keluar dari rumah sakit dan kembali ke hotel," jawab Gladis membuat Arsen semakin bingung.

    "Tapi, aku belum pulih, tanganku juga masih sakit," keluh Arsen

    "Aku dapat kabar dari manajer hotel, karena itu kita harus kembali ke hotel. Ah, jangan tanya alasannya kenapa, karena aku juga tidak bisa menjelaskannya sekarang."

    Gladis dengan tergesa-gesa ke bagian administrasi meminta hari itu juga Arsen harus keluar dari rumah sakit. Dia tidak mau keberadaanya di sini di ketahui oleh mata-mata yang diutus Mr. X.

    Dan tentu saja dia harus berdebat dengan para dokter dan suster. Tetapi dengan alibi yang diberikan Gladis dia bisa membawa Arsen pulang ke hotel. Dengan catatan jika ada keluhan harus segara kembali ke rumah sakit.

    "Kenapa buru-buru banget, sih?" tanya Arsen kebingungan, dia melihat Gladis terburu-buru merapikan pakaian Arsen ke dalam tas.

    "Hehe, gak papa, nih ganti kemejannya," kata Gladis sambil memberikan kemeja kepada Arsen. 

    Dia menyuruh Arsen mengganti pakaian rumah sakit yang dia kenakan saat ini.

   "Apa kamu bisa menolongku untuk menggantinya? Aku tidak bisa mengganti sendiri karena tanganku masih sakit," keluh Arsen sambil meunjukkan tangannya yang masih diperban.

    'Tuhan! cobaan apa lagi ini!' teriak Gladis dalam hati.

Related chapters

  • A girl is a gun   Chapter 7

    "Tuhan! cobaan apa lagi ini?" teriak Gladis dalam batinnya. Gladis memang wanita yang bar-bar dan urakan. Bahkan dimata sebagian orang dia bisa dikatakan sebagai wanita yang brengsek dan terkesan murahan, tentu saja karena kelakuannya yang suka main ke club bersama laki-laki, minum-minuman beralkohol dan bahkan tekadang ia juga berjudi. Itu semua karena pengaruh saat dia kecil sampai remaja yang tinggal di lingkungan para mafia. Bahkan tidak hanya itu, dia bisa menjadi pembunuh yang terampil karena saat dia tinggal bersama sang ayah dia mempelajari bela diri dan Gladis juga dilatih bagaimana menggunakan berbagai macam senjata. "Tidak apa kita di cap orang lain brengsek, lebih baik menjadi diri sendiri dari pada hidup dari bayang bayang omongan orang lain, dan yang terpenting kamu bisa jaga tubuhmu sendiri sebaik mungkin, karna itu bentuk komitmen dan tanggung jawab terhadap dirimu sendiri," kat

    Last Updated : 2021-10-07
  • A girl is a gun   Chapter 8

    Saat Gladis melihat Reska keluar dari lift, dia buru-buru mengalihkan perhatian Arsen. Dia langsung berbalik badan agar tidak ketahuan oleh Reska, mereka beruntung karena kondisi hotel lebih ramai dari hari biasanya. 'Tuh kunyuk satu pasti nyariin gue, karena gue bilang bakal balik ke hotel hari ini,' batin Gladis. Dan benar saja, ponsel Gladis kemudian berdering, telfon masuk dari Reska. Gladis tidak menggubrisnya, dia hanya melihat sekilas layar ponselnya itu. Wanita berambut coklat itu masih berdiri di depan Arsen sambil menhalau jalan sambil cengengesan. Setelah Reska pergi, Gladis menghembuskan nafas terasa lega. Tetapi dia masih was-was. 'Semoga gak ketemu si asisten itu, sudah cukup Reska yg bikin jantungan,' Gladis bermonolog sambil memasukkan ponselnya kedalam tas kecil yang di bawanya. Arsen kebingungan melihat gelagat aneh wanit

    Last Updated : 2021-10-09
  • A girl is a gun   Chapter 9

    "Kenapa? sudah sampai di sini loh, ini tadi juga resto kamu yang pilih kan?" ucap Arsen membuat Gladis kehabisan kata-kata. "I-itu ... anu." Dia mencoba mencari alasan, melihat Arsen sambil tersenyum seperti bocah yang kehabisan akal. Sepertinya hari-hari yang akan datang Gladis tidak bisa tenang, karena kebohongan yang dia buat sendiri. Mulai dari dikejar Reska dan juga takut ketahuan Kevin, dan parahnya lagi saat ini mereka sedang diburu oleh Mr. X dan tentunya mata-mata Mr. X sangat banyak di luar sana. Entah apa yang akan terjadi padanya jika salah satu dari mereka behasil mengetahuinya. "Baiklah, tapi aku ingin duduk di situ," ujar Gladis sambil menunjuk meja kosong dengan posisi tertutupi tirai di bagian belakang kursi sehingga tidak terlihat dari tempat duduk Kevin. Jika ketahuan oleh Kevin, dia bisa langsung lari keluar karena posisi mereka dekat dengan

    Last Updated : 2021-10-09
  • A girl is a gun   Chapter 10

    Dengan Reska yang kekeh masih ingin masuk, dan dengan sigap Gladis menghalangi di depan pintu agar Reska tak bisa masuk. Pintu yang sedikit terbuka dan di halangi oleh badan Gladis, Reska tetap mencoba mendorongnya tetapi tetap tidak bisa membukanya. "Apaan sih? mau masuk juga gak boleh," keluh Reska. "Udah mau bilang apa, cepetan di sini aja, mau masuk juga mau ngapain?" kata Gladis yang masih menahan pintu dengan badannya. Reska mulai menyelidik, dia terus bertanya, "Itu siapa sih?" "Apaan? kagak ada." "Terus yang ngomong di dalam itu tadi siapa? setan? atau anak jin?" ucap Reska sambil cemberut sudah seperti anak yang merajuk minta mainan. "Gak ada, kalo gak ada yang penting mending sana deh pergi jauh jauh, hush hush," usirnya kepada Reska dengan gerakan seperti mengusir anak itik. Tetapi pria bertubuh jangkung it

    Last Updated : 2021-10-10
  • A girl is a gun   Chapter 11

    Pesan singkat masuk ke ponsel pria yang masih membuntuti Kevin. [Lenyapkan juga karyawan itu agar tidak menjadi beban saat dia kembali ke Jakarta nanti!] Setelah dia melihat isi pesan itu kemudian dia bergegas untuk melancarkan aksinya. Dia mulai mempercepat laju mobilnya, menyalip Kevin dan membunyikan klaksonnya bertubi-tubi dan aksinya itu membuat Kevin terkejut. Seketika dia membanting stirnya ke kiri. Pada saat itu kondisi jalanan sedang senggang, jadi aksi salip menyalip yang dilakukan pria tersebut berjalan dengan mulus. Naasnya Kevin malah terperosok ke jurang di kiri jalan, dia mencoba mengejar si pria tersebut tetapi ban mobil sudah terlanjur terlalu masuk ke kiri jalan. Dia mencoba menginjak rem, tetapi malah keliru pedal gas yang diinjak karena saking paniknya. Kemudian mobil Kevin menabrak pepohonan dan seketika itu mobil mengluarkan asap yang berasal dari depan b

    Last Updated : 2021-10-10
  • A girl is a gun   Chapter 12

    Pelukan Arsan semakin erat, dan kini wajah arsen menjadi menempel ke tengkuk Gladis membuat dia semakin gusar tidak karuan. 'Ya Tuhan Tolong Aku! ini dia beneran tidur kan? kenapa nempel gini sih?' ucap Gladis dalam hatinya sambil mengayunkan tangannya di depan wajah Arsen, untuk memastikan dia memang sudah tidur atau hanya pura-pura saja. Sebenarnya dia juga takut, karena ini kali pertamanya ia tidur satu ranjang dengan seorang pria. Jika sebelumnya dia sering bersama pria tapi tidak merasakan hal aneh yang mengusik hati dan pikirannya, seperti saat ini. 'Ini jamnya kenapa juga jadi lama banget sih? Kenapa nggak cepet-cepet ke pagi aja,' Gladis yang masih bermonolog dengan dirinya sendiri, sambil menatap jam dinding yang sepertinya lama sekali untuk berdetik. Yang semakin cepat berdetak adalah jantung Gladis, sudah seperti orang yang sedang lomba lari maraton. Karena lelah dengan

    Last Updated : 2021-10-11
  • A girl is a gun   Chapter 13

    'Duh, dia Kapan bangunnya? tahu nggak ya, apa yang gue omongin?' batin Gladis takut kalau kebohonganya diketahui oleh Arsen. Gladis yang pikirannya sudah kalut, takut kalau Arsen marah. Dia mencoba menghampirinya, "Hei, morning." Sambil memeluk Arsen dari belakang, saat lelaki bertubuh kekar itu masih menyeduh kopi kemudian berbalik badan. Arsen mencium kening Gladis, seketika membuatnya terkejut dan heran. 'Kalau gue es krim ya, gue udah meleleh kalau kayak gini,' gumannya dalam hati. "Morning kiss," kata Arsen sambil menyodorkan segelas kopi kepadanya. "M-makasih." "Tadi siapa? kok, kaya marah-marah ke kamu," tanya Arsen yang kini mereka tengah duduk di meja makan. "Oh, itu tadi bosku, emang kamu dengar apa?" tanya Gladis memastikan. "Enggak sih, cuma denger sekilas aja terus pas aku keluar dia u

    Last Updated : 2021-10-12
  • A girl is a gun   Chapter 14

    "Di mana arsen?" bentaknya dengan keras membuat Kevin seketika menjauhkan ponselnya dari telinga. Melinda adalah tunangan Arsen yang sebenarnya, tapi Arsen tidak mencintainya sama sekali. Mereka dapat tunangan karena perjodohan dari almarhum Ayah Melinda, dia salah satu Profesor di Universitas Indonesia. Guru sekaligus sahabat Arsen. Meski selisih usia mereka cukup jauh, namun mereka disatukan dengan kejeniusan yang mereka miliki. Karena sang Profesor hanya memiliki anak semata wayang Melinda, jadi dia menginginkan yang terbaik untuk anaknya termasuk menjodohkan Melinda dengan Arsen. 'mampus lo vin, badan masih sakit ; mobil remuk, tambah kuping bakal panas nih,' gerutunya dalam hati. Telepon dari wanita bermata sipit tersebut dapat dipastikan bahwa dia hanya akan memarahi Kevin, karena pria yang dicarinya tidak bisa dihubungi berhari-hari.

    Last Updated : 2021-10-13

Latest chapter

  • A girl is a gun   Chapter 76

    Kevin membuka lebar pintu ruang rapat yang masih ricuh. Terlihat Melinda hanya menunduk saat dimaki oleh salah satu pemegang saham. Sejurus kemudian semua mata yang ada disana melihat kearah Arsen. Tak terkecuali Melinda yang langsung tersentak melihat Arsen berdiri di ambang pintu. "A-arsen?" gumamnya. Begitu bos arogan itu masuk dan memposisikan dirinya di hadapan semua orang. Dengan wajah serius, dia memandangi orang-orang yang beraada di hadapannya, beberapa saat kemudian, ia melihat beberapa lembar kertas berisi laporan bulanan. Tiba-tiba saja Arsen meminta maaf. "Kepada direktur dan pemegang saham yang terhormat! Saya sangat menyesal atas apa yang terjadi hari ini dengan permintaan maaf yang tulus." Arsen lalu membungkuk di hadapan semuanya. Hal tersebut membuat semua orang yang mengetahui sifat aslinya terheran-heran, termasuk Kevin dan Melinda. Bagaimana bisa seorang Arsen A

  • A girl is a gun   Chapter 75

    Tanpa bosa-basi lagi, mereka berdua segera pergi ke kantor. Sementara keadaan di kantor sedang ricuh karena rapat bulanan para pemegang yang mulai curiga karena hasil pembagian profit tidak sesuai dengan uang yang masuk. Mereka menanyakan kemana Arsen sebenarnya. [Arsen sudah kembali! Bersiap-siaplah] Isi pesan singkat di ponsel Melinda dan CFO perusahaan saat mereka masih rapat dari seseorang. Begitu membaca pesan tersebut, wajah gadis bermata sipit itu langsung berubah menjadi pucat pasi. Obrolan orang-orang disekitarnya seolah-olah hanya angin lalu. Dengan badan gemetar, CFO perusahaan beringsut keluar dari suasana ruangan yang masih ricuh. Melinda duduk mematung dengan tatapan mata kosong. Pikirannya menjadi kosong seperti terhipnotis. Salah satu pemegang saham meninggikan nada bicaranya, menuduh Arsen dalang dibalik semua kerugian yang terjadi. Karena memang faktanya, semua kesenja

  • A girl is a gun   Chapter 74

    Saat Gladis menciumnya, ketika mereka menghabiskan malam bersama. Memberi perhatian untuknya, mencubit tangannya waktu terasa sakit, momen dimana pertama kali Arsen bertemu Gladis di Rumah sakit sampai Arsen mengingat tentang benturan keras saat dirinya di dalam mobil. Seketika itu juga, Arsen langsung tersadar dan sudah berada di Rumah sakit. Sebelumnya, saat pekerjaannya hampir selesai, Gladis ditelepon seseorang dengan nomor yang tak dikenal. Gladis menyipitkan mata saat melihatnya. Awalnya dia ragu untuk menerima telepon dari nomor rumahan tersebut. "H-halo ...." "Halo selamat siang, ini dari rumah sakit ... Apa benar ini Gladis? Nomor anda tersimpan di kontak darurat milik pasien atas nama Arsen Adyatama." Deg! Benar perasaan Gladis yang sedang tidak nyaman dan gelisah dari tadi. Pihak rumah sakit memberi tahu jika Arsen mengalami kecelakaan jatuh dari tangga dengan kondi

  • A girl is a gun   Chapter 73

    "Kirimkan lokasinnya sekarang! aku akan segera menuju kesana!" ucap Kevin saat ditelepon oleh orang yang dia sewa. Melinda sangat heran saat melihat gelagat Kevin yang sangat gugup. Dia berusaha mengejar Kevin sambil berteriak, "Kevin tunggu!" Sayangnya, Kevin tidak menggubris suara Melinda karena dia juga diberi tau jika Arsen dalam bahaya. Gadis bermata sipit itu terus mengejarnya sampai ke basement parkiran mobil. Dengan cepat, sebelum Kevin masuk kedalam mobil, dia menarik lengan pria tersebut. "Tunggu! Ada apa?" "M-maaf nona, saya buru-buru!" Kevin melepas genggaman Melinda dan masuk kedalam mobil. Tanpa menoleh lagi ke arah melinda, dia langsung menancap gas. Sementara Arsen masih menganalisa keadaan sekitar. Berusaha mencari celah jalan keluar. Sadar, orang-orang yang mengikuti tau bahwa Arsen mengetahui jika sedang diikuti. Mereka semakin me

  • A girl is a gun   Chapter 72

    Begitu Arsen duduk, dia berkata dengan wajah serius, "Jawab aku dengan jujur!" Gladis mengerutkan dahinya dengan mulut sedikit terbuka. Dia tidak mengerti kenapa tiba-tiba Arsen berbicara seperti itu. Bahkan bukan ucapan selamat malam ataupun sekedar say hay. "Mengapa kamu bisa secantik ini?" Pertanyaan Arsen disambut gelak tawa oleh Gladis. Gadis cantik itu sudah berfikir yang tidak-tidak. "Apaan sih? receh banget." Gladis melirik ke arah pengunjung restoran lain. Mereka saling curi-curi pandang terhadap Arsen, namun sayang yang diperhatikan hanya memandang satu wanita di depannya. "Kamu juga. Bisa gak sih? tampannya disimpan aja!" Gladis membalas ucpan Arsen. Tak berselang lama, makanan yang dipesan sudah siap tersaji. Mereka berdua menikmati makanan itu. Saat sedang makan, Arsen melihat ada pasangan lain yang sedang suap-suapan dengan mesranya. Sejurus

  • A girl is a gun   Chapter 71

    Pada akhirnya pria tua itu menandatangani satu berkas berisi perjanjian pembagian profit keuntungan. Dia membubuhkan tanda tangannya di atas materai. Melinda selalu memasang senyum ramahnya. sampai pada akhirnya, pria tua itu pergi dan Melinda langsung menelpon CFO perusahan. "Mangsa lama kembali memakan kail yang terpasang," ucapnya sambil mengangkat sebelah sudut bibirnya. Sementara itu, Gladis dan Jenni sedang istirahat di kantor. Mereka membicarakan tentang perkembangan kerja sama antara Anthem dan Adyatama. Saat di tengah-tengah obrolan, Jenni teringat tentang ucapan teman lamanya waktu reuni tempo hari. Kata tunangan yang terlintas dibenaknya. Ingin sekali ia memberitahukan hal tersebut kepada Gladis. Namun melihat kedekatan sahabatnya itu dengan Arsen, membuatnya tak tega untuk mengungkapkan kebenarannya. Gladis melihat cara memandang Jenni tidak seperti biasanya, membuat dirinya penas

  • A girl is a gun   Chapter 70

    "Jangan terlalu percaya kepadaku! Aku tak sebaik dugaanmu, aku takut suatu saat nanti kamu akan terluka dan membenciku .... Selamat pagi." Setelah berbicara seperti itu, Arsen mendaratkan satu kecupan di jidat Gladis. Sedangkan Gladis sendiri tertegun karena saat sedang mendengarkan ucapan Arsen tiba-tiba ia dicium. Pagi itu, dia bersiap pergi bekerja seperti biasanya. Beberapa saat kemudian, Jenni datang untuk menjemput Gladis. Mereka bersiap untuk berangkat bersama. Di jalan Jenni bertanya kepada Gladis tentang keberangkatannya besok dan tentu saja, tentang steve yang besok harus berangkat ke luar negeri. "Dia bilangnya besok, tp kemarin pagi dia langsung berangkat. Gak tau deh kenapa?" "What?! Eh, tapi kok loe bisa tau?" "Tadi bokap call pake nomornya dia." Jenni terbelalak tak percaya. Dia benar-benar kecewa karena Steve tidak be

  • A girl is a gun   Chapter 69

    Arsen mengerutkan dahinya. Memahami setiap kata yang diucapkan oleh Mateo. Semuanya memang benar, tapi apa yang harus ia katakan dengan jujur? Semua membuatnya bingung. "Maksud tuan?" "Kau butuh uang berapa?" Arsen semakin bingung dengan ucapan pria paruh baya tersebut. Dirinya tidak membutuhkan uang. Selama ini kebutuhannya selalu dicukupi oleh Gladis. Sejenak Arsen memalingkan pandangannya, tidak berani menatap layar ponsel yang berada di hadapannya. "Maksud anda? Ah, maaf tuan, saya tidak mengerti. Tapi ... Saya hanya ingin bersamanya!" "Sudahlah, katakan kepadaku berapa banyak yang kau inginkan jika meninggalkan putriku!" Arsen menoleh kebelakang, melihat pintu kamar yang Gladis tempati. Masih tertutup rapat tandanya gadis yang sedang dibicarakan masih tertidur. Tidak ingin Gladis mendengar pembicaraan dengan ayahnya, Arsen memut

  • A girl is a gun   Chapter 68

    Melinda gelagapan dengan pertanyaan CFO tersebut. Dia tidak menyangka akan diragukan oleh partnernya. Sejauh ini dirinya sendiri juga tidak memikirkannya. Karena perbuatannya tidak ada yang mencurigai sampai pada rapat pemegang saham waktu lalu. "Jika aku terseret masalah, maka aku juga akan membawamu!" CFO itu mengancam Melinda. Dengan mata terbuka lebar dan alis yang hampir menyatu, melinda menjawab dengan ketus ucapannya. Dia meyakinkan jika mereka tidak akan terkena masalah jika CFO tersebut tidak berbuat yang aneh-aneh. Pagi hari, suasana di hotel tempat Reska dan Jenni menginap sangat tenang. Tetapi berbanding terbalik dengan kondisi kamar yang mereka huni. Kedua sahabat itu masih saja menyalahkan satu sama lain tentang kejadian yang mereka lalui, walaupun itu hal sepele. Seperti saat ini, ketika ingin pulang dan berangkat kerja, Reska ingin menumpang dengan Jenni karena dia

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status