Share

BAB IV

Penulis: Blezzia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kesibukan terlihat di sekitar istana. Semua orang mempersiapkan kedatangan Sang Raja yang baru saja pulang berperang melawan pengikut Kaum Gouwok yang sebagian di antara mereka adalah rakyat Moon Kingdom. Dunia semakin mencemaskan, perang saudara kerap terjadi. Semua ksatria mau tak mau bersatu mengumpulkan kekuatan.

"Yang Mulia." Semua yang hadir dalam ruangan itu berdiri menyambut Sang Raja dengan postur tinggi dan badan tegap serta memakai baju kerajaan memasuki ruangan. Para menteri dan abdi setia juga utusan dari empat kerajaan lainnya telah hadir di sana.

"Seperti yang telah kalian ketahui. Pasukan kita semakin sedikit. Banyak korban berjatuhan. Kita harus mencari solusi agar tidak terperangkap kegelapan." Sang raja berbicara dengan suara berat yang mampu membuat siapa saja bertekuk lutut padanya.

"Benar Yang Mulia. Kami kehilangan dua ribu orang dalam perang kali ini. Secepat mungkin kita harus mencari solusinya."

Teo, utusan dari kerajaan Themesis angkat bicara. Perang kali ini membuat mereka kalah telak. Seluruh ruangan penuh dengan suara keluhan karena tidak puas menghadapi pasukan Gouwok.

"Yang Mulia... orang-orang dari menara datang kemari membawa berita penting."

Raja Dimitri berpikir lama. Tidak biasanya para peramal itu memasuki istana jika tidak benar-benar penting.

"Suruh mereka masuk," titahnya.

Tiga pemuda berjalan di belakang seorang kakek berbaju putih semata kaki. Ia terlihat seperti malaiakat daripada manusia. Wajahnya putih bercahaya dengan rambut hitam serta janggut panjang sedada.

"Hai Sobat. Lama tidak bertemu," sapanya dengan nada bersahabat, tapi Raja Dimitri hanya diam, tidak suka dengan basa-basi ini.

"Katakan apa yang membawamu kemari?" tanyanya dalam.

Kakek tua itu melihat sekitar, ia sadar berada dalam ruang rapat kerajaan. Banyak orang yang menghadiri tempat itu. Kira-kira dua ratus orang.

"Kebetulan sekali. Berhubung semua kerajaan telah hadir di sini, maka aku akan menyampaikan kabar baik untuk kita semua," katanya seperti berkotbah.

Suara riuh rendah yang tadi terdengar kini menjadi hening. Semua orang penasaran dengan berita yang dibawa kakek tua itu.

"Kita akan memenangkan peperangan," katanya tetap tenang. Terdengar suara ribut dari seluruh ruangan. Mereka antara percaya dan setengah berharap dengan berita yang dibawanya.

"Bagaimana caranya?" tanya Raja Dimitri tak sabar.

"Legenda telah lahir."

Hening seketika. Mereka saling tatap. "Maksudmu gadis yang diceritakan dalam

dongeng pengantar tidur itu?" celetuk Rion, pengawal dari kerajaan Zambela.

"Hahaha..." tawa si kakek tua pecah seketika. "Tapi percayalah, dongeng pengantar tidur itu yang akan menyelamatkan lehermu," ucapnya dengan raut serius.

Rion malu dengan ucapannya barusan. Mereka kembali mendengarkan si kakek tua melanjutkan ceritanya.

"Dia ada di kerajaan ini, Moon Kingdom." Suara-suara seperti lebah lagi-lagi memeriahkan ruangan yang luas itu.

"Bagaiamana bisa dia ada di kerajaanku. Apakah gadis ini salah satu dari rakyatku?" tanya Raja Dimitri tak percaya.

"Bukan!" Semua orang menanti kelanjutannya dengan rasa penasaran, "dia keturunan langsung dari Zaen Yang Agung. Kaum Terkutuk." Kembali gumaman mengisi ruangan.

"Tenang-tenang!" Raja Dimitri kini berdiri dan berjalan menghampiri kakek tua itu.

"Kaum Terkutuk sudah musnah tujuh belas tahun yang lalu. Apa kau sudah melupakan sejarah menyakitkan itu?" tanya sang raja masih dengan suara berat menakutkan.

"Aku tidak lupa. Mereka kaum terbaik yang pernah ada. Aku bertemu gadis ini tiga hari yang lalu saat sedang menemui kerabatku. Dia persis seperti yang legenda katakan." Kakek tua itu berjalan mengelilingi sang raja yang tadi berdiri di depannya.

"Ia gadis cantik berparas bidadari, wajahnya putih bercahaya. Dari caranya berjalan kau akan tahu kalau dia bukan orang biasa, terlalu anggun seolah-olah sedang menari. Rambutnya panjang seperti untaian sutra, dari jarak yang jauh kau bisa mencium kelopak mawar dari tubuhnya."

Kakek itu berhenti ke tempat ia berdiri tadi. Kini mereka saling berhadapan.

"Ia kunci kemenangan kita. Bawa dia dalam perlindunganmu, jika tidak, dunia akan dimakan kegelapan. Cepat atau lambat pasukan Gouwok akan memburunya," katanya khidmat. Semua orang di ruangan itu terdiam mendengar penjelasannya.

"Di mana kau menemukannya?" Raja Dimitri harus mencari tahu kebenaran berita yang dibawa pria tua ini.

"Hebes. Di sebuah penginapan bernama Zolinvah," katanya tenang sambil mengingat pertemuan itu.

"Dia tidak sendiri. Seorang pria bersamanya," lanjutnya memberi penjelasan.

"Pria? Siapa pria itu?" Raja Dimitri kembali ke singgasananya.

"Aku tidak tahu, Yang Mulia. Tapi dia salah satu dari Kaum Terkutuk yang selamat. Aku melihat simbol kerajaan Starais di punggung tangannya. Tapi ia menyembunyikannya dengan baik. Pria itu juga kuat, aku kewalahan saat berhadapan dengannya." Pria tua itu mencari bangku kosong yang ada di dekatnya.

"Maafkan aku, tapi tubuh rentaku ingin istirahat," katanya mencoba mencairkan suasana yang mulai tegang.

Orang-orang dalam ruangan itu saling pandang. Mereka mencoba memabaca pikiran masing-masing. "Dengar   semunya!   Ini   berita   yang 

sangat penting. Jangan ada yang membocorkannya keluar. Dan kuperintahkan kalian membawa gadis itu beserta pria yang bersamanya ke istanaku."

Raja Dimitri berdiri saat memberi titahnya. Semua yang hadir ikut berdiri dan memberi hormat untuk menjawab titah itu.

***

Jemy mondar-mandir di tempat. Ia gelisah selama lima hari ini, tepatnya sejak hari ia melihat pria misterius itu. Vivian masih di atas kasur. Duduk manis sembari menonton gerakan Jemy, matanya mengikuti gerakan pria itu. Ini adalah penginapan ketiga yang mereka masuki, karena Jemy sengaja agar menghindari kemungkinan mereka diintai, tapi mereka belum bisa lega selama masih berada di kota Hebes.

"Ada apa Ayah? Adakah yang mengganggumu?" tanyanya penasaran.

Jemy menatap Vivian sekilas. Ia menyembunyikan kegelisahannya, dan tersenyum ke arah gadis itu.

"Tidak apa-apa. Ayah hanya berpikir tentang sesuatu."

"Apakah karena Ibu?" Ada getaran dari nada gadis cantik itu.

Jemy mengiyakan untuk menutupi kebenaran. "Aku juga rindu Ibu." Hampir saja ia menangis, namun Jemy melarangnya.

"Kalau kau menangis lagi. Ayah akan meninggalkanmu di sini sendiri," ancamnya. Jemy hanya menggertak agar gadis itu tidak menangis. Pria itu takut air mata Vivian menjadi kristal yang akan membuat orang-orang curiga.

"Aku tidak menangis," kilahnya sambil mengusap mata sembabnya.

"Sebaiknya kita pergi dari sini. Aku tidak ingin seseorang menemukan kita." Jemy mengemas perbekalannya dan menarik tangan Vivian.

"Kenapa kita harus terus lari Ayah? Apakah kita buronan? Tidak akan ada yang menangkap kita, ini kota yang aman. Aku ingin seperti penduduk biasa yang hidup menetap di suatu tempat." Vivian mencoba membujuk Jemy. Ia tahu mereka pasti akan pindah lagi ke tempat yang baru.

"Kita tidak bisa Vivian. Terlalu berbahaya. Ayah akan membawamu ke tempat yang lebih aman." Jemy terus menarik Vivian hingga ia mendengar suara derap langkah sepasukan tentara kerajaan. Suara sol sepatunya sangat khas sehingga mudah dikenali.

"Ada apa Ayah? Apakah Ayah berubah pikiran?" tanya Vivian saat melihat Jemy masih mematung di tempatnya.

"Sstt... kita harus bersembunyi. Ada yang datang mencari kita."

Jemy menarik Vivian. Ia membuka jendela kamar penginapannya dan mengamati situasi. Jemy mencari akal. Ia melihat seprai dan juga selimut. Pria itu mengikatnya membentuk menjadi satu ikatan seperti tali. Ia bermaksud turun ke bawah dengan benda itu.

"Vivian manjatlah kemari. Ayah akan membantumu." Jemy memberi isyarat agar Vivian mendekat. Gadis itu ragu, ia menatap ngeri pada jalanan di bawahnya. Mereka ada di lantai lima, ia tak tahu mengapa Jemy menyuruhnya memanjat jendela itu.

"Percaya pada Ayah." Ia mencoba meyakinkan. Meskipun kecemasan menyergapnya, ia harus tetap tenang demi puterinya.

"Kemarikan tanganmu. Pegang kain ini sampai ke bawah, dan jangan takut."

Jemy membalutkan sapu tangan di tangan kanan Vivian dan merobek baju kumuh Vivian yang tak terpakai untuk melindungi tangan kiri gadis itu dari gesekan kain saat ia meluncur ke bawah. Vivian sudah di ambang jendela, ia memegang untaian kain dengan erat lalu membiarkan dirinya meluncur ke bawah dengan masih memegangi kain tersebut. Gadis itu akhirnya sampai di tanah tanpa luka.

Mendengar suara langkah yang semakin mendekati kamar, Jemy memilih terjun bebas. Ia menjatuhkan dirinya, lalu dengan gerakan cepat pria itu berhasil menjejakkan kaki kanannya terlebih dulu baru diikuti kaki kirinya. Ia berhasil turun dengan pose berlutut di hadapan Vivian.

"Ayo," katanya yang langsung mengajak Vivian berlari.

"Kenapa    kita   harus    lari    ayah?   Ada   apa sebenarnya?" Jemy tetap bungkam.

"Jangan bertanya. Teruslah berlari."

Saat ini sudah lewat tengah malam. Mereka berlari tanpa arah hingga sampai ke sebuah desa kumuh. Desa itu kosong. Tampaknya sudah lama ditinggalkan. Mungkin dulunya itu arena perang karena banyak puing-puing runtuhan bekas dibakar. Jemy menyadari tubuh Vivian yang mulai bercahaya. Ia harus menyembunyikan gadis itu sebelum ada yang melihat, tapi itu sangat sulit. Cahaya dari tubuhnya akan membuat tempat gelap menjadi terang sehingga memudahkan pengejar mereka untuk menemukannya.

Tanpa sengaja Jemy melihat sebuah lumbung padi tak terpakai di salah satu halaman. Ia menyuruh Vivian bersembunyi di tempat itu.

"Tapi kenapa harus di sana? Vivian takut," akunya.

"Tenanglah, Ayah akan datang lagi. Sekarang ikuti saja kata Ayah." Jemy memaksa Vivian memasuki ruang bawah tanah itu.

Mau tak mau Vivian mengikuti instruksi ayahnya. Jemy meninggalkan Vivian sendiri. Ia harus mencari pengejar mereka dan Jemy ingin memeberi pelajaran pada orang-orang itu. Vivian memperhatikan tempat persembunyiannya yang begitu sempit. Dari cahaya yang masuk melalui celah pintu kayu lumbung, Ia bisa melihat sisa bulir padi di sana. Pastilah dulunya itu desa yang makmur, tapi sekarang hanya tinggal sejarah. Vivian tidak ingin memikirkan apa pun saat ini, karena rasa lelah dan kantuk akibat pelarian tadi membuatnya kelelahan dan dia ingin tidur. Vivian mengusir ketakutannya dengan membaringkan diri di tempat itu. Ia akan menunggu hingga Jemy kembali.

Jemy melihat setidaknya ada dua puluh orang yang mendekat ke arah desa. Mereka menunggangi kuda. Orang-orang itu jelas sekali pasukan kerajaan Moon Kingdom. Ia mencium sesuatu yang buruk.

Ada yang tidak beres. Batinnya.

Jemy mengejutkan mereka dengan serangan selamat datang. Dua orang di belakang pasukan itu jatuh dari tunggangan. Mereka tidak mati, hanya pingsan akibat pukulan yang ia lancarkan. Pasukan itu terkejut dan menghentikan kudanya. Mereka siaga dan menatap Jemy dengan geram.

"Mau apa kalian mencariku?" tanyanya.

"Kami membawa titah yang mulia Raja Dimitri," jawab salah satu dari mereka yang berada di barisan depan.

Jemy tahu, cepat atau lambat ia akan diseret ke istana, tetapi dia bingung bagaimaan caranya mereka menemukan dia dan Vivian. Pastilah banyak mata-mata yang tersebar di Hebes karena kota ini memiliki banyak telinga dari beragam kepala.

"Sampaikan pada Rajamu. Aku sendiri yang akan menemuinya jika sudah waktunya."

"Ini perintah Raja, apa pun yang terjadi kau harus ikut dengan kami!"

Jemy tersenyum sinis. "Tidak! Aku yang akan memutuskan, pergilah. Kembali pada Rajamu." Jemy bermaksud meninggalkan mereka, tapi tiba-tiba pria yang berbicara dengannya tadi menyerangnya hingga menyebabkan pundaknya terluka. Ada tetesan darah dari bekas sayatan pedang yang melukai jemy.

"Apakah kalian juga diperintahkan untuk membunuhku?!" hardiknya dengan murka.

Pria itu tertawa dengan tatapan mengejek. "Tidak, tentu saja tidak. Kami hanya ingin bersenang- senang dan membawa Pearl girl untuk seseorang." Mereka semua tertawa merendahkannya.

Jemy mengerti sekarang. Kecurigaannya ternyata benar. Orang-orang ini adalah pembunuh bayaran yang menyamar. Pantas saja ia mencium aura bengis tadi dan sangat aneh jika mereka datang di tengah malam seperti ini. Pasukan kerajaan pastilah lebih sopan jika meminta kedatangannya ke istana, bukan menemuinya di tengah malam saat orang terlelap.

"Aku tidak akan membiarkan kalian terus menertawaiku!” bentak Jemy dengan wajah merah padam.

Pertarungan tidak terelakkan terjadi di antara mereka. Kini Jemy mengayunkan pedangnya yang disambut oleh dua penyerangnya, mereka saling menghunus dan menghindar. Tubuh Jemy berputar, menghindari hunusan pedang dari pria berkumis tebal dengan wajah bulat sangar. Pedang-pedang itu saling beradu di udara, membentuk sayatan setipis cahaya di bawah sinar bulan.

Tak mau kalah, tiga orang dari mereka menyerang dengan bringas saat melihat dua temannya terkapar di tanah dengan luka sayatan pada bagian tangan dan perut mereka, meski tidak terlalu parah, karena saat ini Jemy merasa tubuhnya tidak memiliki kekuatan untuk menggencarkan serangan mematikan. Ia merasa seperti dipaku ke tanah, dan otot-ototnya lemas seketika. Jemy sadar dia begitu lemah. Dirinya menduga pria itu menaruh racun di pedangnya.

Sial, aku tidak waspada

Makinya dalam hati.

"Menyerahlah. Kau tidak akan selamat." Orang- orang itu kembali mengolok-olok ketidakberadayaan Jemy yang mulai kehilangan keseimbangan tubuhnya.

Jemy terus saja bertarung dalam keadaannya yang sekarang, meski dia tak sanggup lagi berdiri maupun mengangkat pedangnya. Harga dirinya terluka. Sebagai ksatria mati adalah pilihan terhormat saat ini, namun dia tidak semudah itu menyerah. Vivian adalah alasan baginya untuk tetap hidup.

Vivian... Jemy merapalkan nama puterinya sebagai suplemen kekuatan. Tapi ia benar-benar tak berdaya hingga akhirnya tubuhnya jatuh ke tanah. Ia tak sadarkan diri.

"Hahaha... apa kubilang. Dia hanya kecoa lemah. Mudah sekali mengalahkannya. Ayo, cari gadis itu." Mereka berpencar mencari Vivian.

Lama pembunuh bayaran itu berkeliling, tapi tidak mendapati Vivian.

"Di mana gadis itu bersembunyi? Dia pasti tidak jauh dari sini!" teriak salah satu dari mereka dengan frustrasi.

"Kami menemukannya...!" Sebuah suara menggema dari bagian desa paling belakang, membuat mereka tersenyum penuh kemenangan.

Vivian terkejut melihat sekumpulan pria tak dikenal kini berdiri di hadapannya. Mereka menatapnya dengam seringai yang menakutkan. Vivian ketakutan, ia tak mampu bicara. "AYAH...!" teriak gadis itu mencari perlindungan.

"Teruslah berteriak sayang. Suaramu merdu sekali." Kini pria yang berdiri dekat dengannya menyentuh dagu Vivian, membuat gadis itu semakin histeris.

"AYAH..." lolongnya.

Mulut Vivian ditutup oleh orang-orang itu, tangan dan kakinya juga diikat. Vivian mencoba berontak, ia ketakutan, namun tidak berdaya untuk melawan.

"Bawa dia. Gadis ini adalah sumber kekayaan kita." tawa berderai penjahat itu membuat Vivian semakin takut. Ia terus berontak hingga merasa putus asa.

Pasukan tadi melewati tempat mereka bertarung bersama Jemy. Tubuh tak berdaya Jemy masih tergeletak di tempanya ambruk.

"Biarkan saja pria itu, yang kita butuhkan hanya gadis ini." Tunjuknya pada sebuah kereta kuda. Vivian sudah terlelap di dalam sana. Jemy melihat iringan pembunuh bayaran di depannya dengan pandangan kabur.[]

Bab terkait

  • A Pearl Girl (INDONESIA)   BAB V

    Jemy mendengar suara gagak di sekitarnya. Ia tersadar berada di suatu tempat. Ingatannya kembali pada kejadian tadi malam."Vivian?!" Ia berteriak histeris. Menyadari gadis itu telah diculik oleh para pembunuh bayaran."Oh tidak! Apa yang harus aku lakukan?"

  • A Pearl Girl (INDONESIA)   BAB VI

    Jemy menghirup udara, mencium jejak puterinya. Mereka sudah lama meninggalkan Moon Kingdom. Ada enam puluh ksatria dalam pencarian ini."Apakah kau yakin ini jalan yang benar?" Teo menatap ragu kepada Jemy yang kini memimpin pasukan khusus itu."Pergilah jika kau tidak yakin pada pemimpinmu."

  • A Pearl Girl (INDONESIA)   BAB VII

    Suara derap sepatu kuda dan dentingan pedang yang beradu memecah udara. Teriakan kematian dan nada pembawa semangat menjadi satu dalam arena peperangan itu. Beberapa Kaum Gouwok berjatuhan dari kudanya dan mati terinjak rekannya yang terlalu semangat mengayunkan pedang mereka tanpa peduli nasib temannya yang lain. Para ksatria tampak begitu terlatih, berbeda dengan Kaum Gouwok yang terlihat menyerang tanpa peduli teknik bertarung. Mereka menebaskan pedangnya ke segala arah, terlihat seperti orang mabuk dan berpura-pura berani menyerang."Jemy, cepat bawa Vivian pergi!" Aaron

  • A Pearl Girl (INDONESIA)   BAB VIII

    "Vivian? Kau mendengarku?"Vivian merasa ada yang memanggilnya. Ia terbangun di sebuah dunia yang dipenuhi bunga nan indah, bulan penuh menggantung di atasnya. Tampak sebuah danau dengan pantulan bintang terbentang luas di hadapannya dengan dikelilingi bunga yang baginya asing. Tempat itu pertengahan malam dan siang. Cahaya kunang-kunang keemasan memutari tubuh Vivian, membuat perhatiannya tidak lepas menatap makhluk kecil bag

  • A Pearl Girl (INDONESIA)   BAB IX

    Di sebuah perbukitan Andolus berdiri sebuah istana kokoh dan megah dengan dindingnya yang hitam kelam. Tempat itu gersang, tidak ada tumbuhan yang mampu bertahan hidup di sana. Di tempat inilah Kaum Gouwok membentuk pasukannya, karena di negara bernama Darkus itulah istana Andolus yang merupakan pusat kekuasaan Kaum Gouwok berdiri, dengan penguasanya Zasier. Dia pria kejam yang sangat bengis, meskipun begitu, Zasier memiliki wajah yang rupawan, wajah malaikatnya benar-benar menipu."Jadi gadis itu telah lahir?" tanyanya pada abdi setianya dari atas singgasana.

  • A Pearl Girl (INDONESIA)   BAB X

    Seorang pria dengan tubuh penuh luka dibanting di atas rerumputan hijau halaman istana. Ia jatuh tersungkur karena didorong oleh salah satu ksatria pedang Kerajaan Moon Kingdom. Raja Dimitri menatap marah padanya. Ia bahkan ingin melumat tubuh tak berdaya itu mentah-mentah."Di mana kalian menemukannya?" tanya sang raja pada Baroon, salah satu panglima kesayangan Raja Dimitri.

  • A Pearl Girl (INDONESIA)   BAB XI

    Terdengar suara sepatu di atas lantai batu yang mengisi lorong dan sudut istana Kerajaan Moon Kingdom. Semua penjaga jatuh tertidur di tempat mereka. Langkah sepatu bertumit itu terus berbunyi nyaring, membuat siapa saja merinding karenanya."Kau sudah datang?"Pria bersepatu tumit itu membungkuk memberi hormat pada pangeran Aaron yang berdiri di hadapannya.

  • A Pearl Girl (INDONESIA)   BAB XII

    "Dimitri?! Apa kau sudah gila? Membiarkan gadis itu memperalat kita untuk memicu peperangan yang selama ini kita hindari?"Setelah berita kebangkitan Pearl Girl tersebar luas hingga keluar istana. Seluruh raja dalam aliansi lima kerajaan berkumpul di tempat pertemuan rahasia. Raja Dimitri disudutkan akan kejadian ini.

Bab terbaru

  • A Pearl Girl (INDONESIA)   TAMAT

    Awalnya Aaron ingin mencapai perdamaian dengan sedikit bernegosiasi pada Herold. Seingatnya pria itu bukanlah orang yang haus darah ataupun kekuasaan. Jelas sekali pria yang membawa pasukan Kaum Gouwok dan Abandonis ini sangat berbeda dengan pria yang dikenalnya lima tahun yang lalu.Pasti sesuatu sedang terjadi.Batin Aaron masih dengan pandangan berkabut marah. Katalput dalam peti yang Kaum Gouwok bawa sudah mereka keluarkan dari peti, begitu pula meriam kecil dan sebuah senjata yang terbuat dari besi sepanjang satu meter berdiameter dua puluh centi tampak berdiri kokoh di barisan belakang Kaum Gouwok. Ketiga senjata itu diarahkan tepat ke barisan Moon Kingdom.“Untuk apa kau mengeluarkan senjata itu? kita akan bertarung dengan jarak dekat, jadi simpan mereka karena kau tidak akan memerlukannya,” kata Aaron dengan nada mengejek.Herold tertawa mendengar perkataan Aaron. “tidak, aku tidak menggunakan benda-benda itu dalam perte

  • A Pearl Girl (INDONESIA)   BAB XXXXVII

    Nervi, salah satu dataran terjal dengan barisan tebing dan bukit juga lembah yang hanya dipenuhi tanah cokelat berbatu. Tempat tertandus setelah Corgonla, salah satu jalur neraka bagi pengembara. Namun medannya yang berat sangat menguntungkan bagi Aaron untuk memulai rencana peperangan mereka. “Tugaskan pemanah di sekeliling bukit, buat barisan serapi mungkin untuk mengepung mereka,” kata Aaron memberi tugas pada para Archer untuk membuat dua lapisan pasukan pemanah di atas bukit yang mengelilingi jalur yang pastinya akan dilalui Kaum Gouwok.“Lalu letakkan masing-masing meriam di sini,” tunjuk Aaron pada sepuluh titik yang paling strategis untuk membidikkan meriam.“Pasukan bersenjata bersembunyi di sini,” kata Aaron lagi menunjuk pada beberapa goa dan ceruk menjuruk ke

  • A Pearl Girl (INDONESIA)   BAB XXXXVI

    Udara terasa panas menyengat kulit makhluk yang berada di bawah terik matahari termasuk iring- iringan pasukan Moon Kingdom menuju Nervi, masih ada perjalanan selama satu hari satu malam sebelum mereka tiba ke tujuan. Pasukan itu melewati daratan Raeng yang dipenuhi tanaman perdu, kemudian mereka memasuki lembah Antontem dengan tebing runcing yang rawan longsor. Aaron membawa mereka melewati jalur yang tidak biasa agar kedatangan mereka ke Nervi tidak terendus oleh Kaum Gouwok yang juga sedang menuju perjalanan ke Nervi.Sebisa mungkin Aaron serta pasukannya datang lebih dulu sebelum Kaum Gouwok sampai di Nervi agar rencana mereka bisa berjalan semestinya. Beberapa kali pasukan yang Aaron pimpin beristirahat untuk memberi makan para ksatria, namun dia hanya memberi jeda selama setengah jam sebelum akhirnya kembali meneruskan perjalanan. Jalanan yang mereka lalui terasa sangat berat diakibatkan perbukitan terjal, tiupan angin lembah yang hangat membakar kulit, maupun sengatan

  • A Pearl Girl (INDONESIA)   BAB XXXXV

    Aaron melangkah pelan mendekati dipan yang ditiduri Vivian. Sejak saat itu dia sering mendatangi balai pengobatan dan berjaga di sebelah Vivian. Pandangan Aaron jatuh pada tubuh rapuh yang tergeletak lemah tanpa daya. Kulitnya begitu pucat, lebih pucat dari biasanya. Namun wangi tubuhnya masih kuat, menebarkan aroma mawar yang menggoda. Dalam keadaan seperti ini Vivian tak ubahnya seperti gadis yang tidur biasa. Tidak tampak tanda-tanda dia baru mengalami percobaan pembunuhan.“Bisakah Pangeran bergeser. Kami hendak memeriksanya.”Seorang pria tinggi berambut panjang sebahu dengan baju hijau daun mendekati Aaron dan berdiri di sebelah Vivian, tepat di depan Aaron. Dan satu pria lagi mengikuti di belakangnya dan bergerak ke sebelah Aaron. Kedua pria itu adalah tabib istana, jelas terlihat dengan baju kebesaran mereka yang berwarna hijau daun. Sampai saat ini Aaron sudah melihat mereka tiga kali. Keduanya adalah muridnya Sue yang bernama Jeid dan Hazu.

  • A Pearl Girl (INDONESIA)   BAB XXXXIV

    “Aku tidak tahu apakah kita bisa menang, tetapi aku akan melakukan apa pun untukmu Pangeran. Hidupku adalah milikmu Yang Mulia.” Morio memberi hormatnya dengan membungkukkan tubuh ke hadapan Aaron.“Berapa kali harus kukatakan bahwa aku tidak suka cara kalian membungkuk padaku, cukup mengatakan apa yang kalian rasakan tanpa harus memberi penghormatan lebih seperti itu. Aku hanya manusia biasa yang beruntung terlahir dalam lingkaran keluarga kerajaan,” ujarnya.Para ksatria tersenyum, mereka sangat mengenal watak Aaron yang tidak terlalu membanggakan identitasnya sebagai Putera Mahkota. Dia lebih senang berbaur bersama mereka yang kastanya lebih rendah karena bagi pangeran muda itu mereka semua sama, status yang manusia ciptakanlah yang membuat mereka membedakan diri satu dengan yang lain.“Lalu apa rencana kita Pangeran?” Jackuen membuat semua yang hadir terdiam dengan pertanyaan krusialnya. Mereka kini fokus mencari solusi.

  • A Pearl Girl (INDONESIA)   BAB XXXXIII

    Beberapa pria berbadan besar dengan baju perang lengkap yang mereka kenakan tampak berlari dengan terburu-buru ke arah Istana Utama. Ksatria yang tadinya sibuk berlatih kini menghentikan aktivitas dan menatap waswas melihat sepasukan tentara berzirah perak itu memasuki istana. Melewati mereka yang mulai memberi perhatian pada barisan pasukan khusus. Morio menatap mereka sembari mengeratkan pegangan pada busur panahnya. Dia mengangguk pada pimpinan pasukan yang berjalan paling depan dengan langkah terburu-buru. Ini bukan saatnya untuk saling sapa dan sekedar berbagi kisah dengan sejawat lama, karena kedatangan pasukan berzirah perak itu bukanlah pertanda baik. Mereka pasukan elit terlatih yang bertugas sebagai mata-mata dan juga penjaga perbatasan Moon Kingdom dan kerajaan di bawah aliansi.“Pasti sesuatu yang buruk sedang terjadi,” bisik Jackuen dengan ngeri. Berkali-kali dia menelan salivanya menatap kedatangan pasukan itu.“Ya, dan kedatangan mereka

  • A Pearl Girl (INDONESIA)   BAB XXXXII

    Tidak ada yang menyadari rencana Zasier yang sebenarnya dan dia merasa seperti tuhan yang bisa mempermainkan nasib siapa saja di atas telapak tangannya. Hanya untuk sebuah kesenangan. Besmut balas menatap tuannya itu dengan tatapan sama liciknya. Mereka duo iblis yang kompak dalam konspirasi ini. Setelah jamuan itu berakhir Zasier meninggalkan meja makan dan dia memasuki ruang pribadinya, yaitu kamar yang sangat luas dengan ornamen patung burung Jajova—lambang kekuasaannya—dan juga kepala serta tengkorang manusia yang diawetkan. Ada karpet persia berwarna merah maroon yang melapisi lantai, sebuah tempat tidur yang bisa memuat lima pria dewasa di tengah ruangan dengan tiang-tiang tinggi berhiaskan kelambu berwarna kelabu. Ruangan itu didominasi warna merah darah berpadu hitam pekat yang dindingnya berlapiskan bebatuan dari Lembah Aeramus—lembah terdalam dan paling mematikan dengan tambang batu mulia termahal di dunia. Sebuah rak buku seluas dinding di depan

  • A Pearl Girl (INDONESIA)   BAB XXXXI

    Sesuatu yang dingin menyentuh tubuh Aaron hingga dia terbangun dan mendapati dirinya sedang tertidur di atas rerumputan tepat di halaman belakang istana di dekat danau. Kepalanya bergerak perlahan ke samping dan hampir saja dia terlompat dari tempatnya berbaring ketika mendapati tubuh Sue yang ikut berbaring di sebelahnya. Bibir Aaron meringis saat kepalanya terangkat untuk mengambil posisi duduk sedang tangannya memijit pelipisnya untuk mengurangi rasa pusing yang menghentak-hentak hingga ke belakang kepala.“Ah, Anda sudah bangun Yang Mulia?” tanya Sue yang juga ikut terduduk dari posisinya berbaring.Aaron melirik tajam pada Sue seolah dia enggan pria tua itu melemparkan pertanyaan apa dan mengapa dia sampai lepas kontrol hingga tertidur di tempat ini, seperti bukan dirinya. Dan, Aaron mengumpat dalam hati. Memangnya dia melakukan sesuatu yang menggambarkan dirinya akhir-akhir ini? Aaron bahkan tidak yakin jika dia masih Aaron yang sama sebelum semua ber

  • A Pearl Girl (INDONESIA)   BAB XXXX

    Hamparan bunga lilac, queentin, peoni dan alamanda tumbuh dengan indah di halaman dengan rumput halus seperti sutra di bawah sinar bulan yang menggantung sempurna di langitnya yang penuh bintang, bertabur dengan kerlip cahaya bagai hamparan berlian berpendar indah dengan kilat-kilat seperti percikan bunga api membentuk kembang bunga yang merekah bagai mawar mekar. Tak jauh dari sana ada danau dengan air bening yang dapat memantulkan bayangan langit di atasnya. Seolah langit itu telah berpindah ke bawah, terperangkap dalam air danau sebening kaca.Sepatu boot yang pria itu pakai menapak ragu pada rerumputan di sana. Dia bergerak perlahan seperti kebingungan melihat tempat itu. Kepalanya bergerak kesana-kemari memindai sekitar. Melihat apakah itu mimpi, ilusi atau mungkin nyata. Tetapi dia dapat merasakan hangatnya sinar perak bulan yang menyinari tubuhnya, dan wangi bunga musim semi membelai penciumannya.Ini nyata.Bisiknya. Dan dia me

DMCA.com Protection Status