Malam peresmian gedung baru tuan Smith ahirnya tiba, mata-mata tamu undangan dengan tabungan tanpa seri pun dibuat takjub dengan dekorasi serba gold juga rangkaian bunga mawar yang menjadi primadona. Mereka masih tak percaya gedung Smith ahirnya berdiri setelah sang pemilik tersandung masalah pajak bahkan diberitakan masif di lini masa. Ia seoalah berubah jadi musuh banyak orang hanya dalam waktu singkat. Melihat situasi Smith banyak orang yang tak percaya gedung pusat kebugaran yang aroma catnya tersamarkan dengan harum bunga dan makanan ini ahirnya berdiri.
"Hei, look there."
"At what--Oh my, did they get back together?""Who?""Tapi kenapa mereka berpisah?""Mungkinkah Sulivan sadar bahwa istrinya yang terbaik?""An ex-wife, Darling.""Tapi, kenapa mereka berpisah ditempat pertama kalau mereka terlihat serasi seperti itu?"
"Oh, come on. Mau berpetualang seperti apapun lelaki akan kembali pada istrinya.""An ex-wife, Darling."Di bawah langit malam dan diantara cuaca dingin yang menyelimuti, Alan menggenggam erat jemari Nara yang hanya mengikuti. Berlari diantara klakson juga rutukan tak sabar yang tak mereka perdulikan.Bahkan duda beranak satu itu senyumnya mengembang disepanjang langkah tak perduli pada kepulan putih yang keluar dari bibir dan hidungnya dan makin mengeratkan genggaman jemari Nara yang tak memakai sarung tangan. Sampai keduanya berhenti dipinggir jalan raya yang kendaraanya bersliweran.Nara menatapi sepeda motor yang ada dihadapannya, kuda besi yang tak lagi berbentuk rongsokan seperti saat terakhir ia lihat. Sungguh, Iori tak pernah setengah-setengah dalam melakukan sesuatu.Srrrrrttt! Wanita dingin yang mendengar suara robek itu menunduk dan udara dingin langsung menyapa kakinya berkat tangan Alan menyobek gaun malam yang ia kenakan dibawah jaket hangat yang bulu-bulunya begitu halus, "apa yang kamu lakukan, Tuan Su
"kita sudah sampai, Nona."Nara yang menutup mata menatap pemilik suara yang tersenyum, pintu mobil terbuka begitu Nara bangun dari jok hangat yang membuatnya hampir terlelap saat memejamkan mata."Selamat datang kembali, Nona," sapa Iori pada wanita dingin yang mengangguk."Apa Rei tidur di kamarnya?""Indid, Ma'am. Tuan kecil menunggu anda pulang sampai tertidur di depan keretanya."Nara hanya diam menatap kereta mainan yang masih menyala, "anda ingin minum teh, Nona?"Iori hanya menunggu jawaban dari wanita dingin yang terus menatapi laju kereta dalam diam, "siapakan saja di kamar, setelah itu beristirahatlah.""Baik, Nona." Iori berjalan meninggalkan Nara yang menatap sekali lagi laju kereta sebelum masuk ke dalam kamar tempat Rei tidur. Bocah kecil yang jiwanya terluka itu tidur dengan posisi miring, wajah polosnya terlih
Wanita berambut pirang yang keluar dari kamar mandi itu langsung masuk ke walk in closet kamar lelaki bermata ash yang mengizinkan dirinya menginap. Matanya menatapi jajaran pakaian rapi tergantung dengan tangan merabai satu persatu sampai pilihannya jatuh pada kemeja Alan yang langsung ia kenakan tanpa dalaman bahkan panty.Ditatapnya pantulan diri yang menggoda bahkan untuk matanya sendiri. Kemeja putih Alan yang terasa begitu besar hanya menutupi sebagian pahanya bahkan ia sengaja tak mengancingkan dua mata kancing bagian atas yang membuat belahan dadanya terlihat. Rambut pirangnya yang hanya basah dibagian pinggir ia Cepol agar leher jenjangnya terlihat. Sejumput rambut pirang yang terawat pun menjuntai didepan telinga.Beberapa kali Sofia memutar tubuh melihat adakah yang kiranya kurang dari dirinya-tidak! Tidak ada yang kurang, bahkan ia sendiri merasa tergoda.Setelah berkutat sekali lagi menatapi pantulan diri, Sofia keluar dari walk in
Tulilit...tulilit!Andre mengernyitkan dahi mendengar ponselnya berdering. Pria yang tubuhnya sedang dipeluk tangan kekar berotot yang juga tak mengenakan pakaian di bawah selimut itu meraih ponselnya. Mata Andre yang tak mengenakan kacamata menyipit menatapi layar ponselnya yang ia geser, "Halo, Bibi Ann, kenapa pagi-pagi sudah meneleponku?"Andre menoleh saat punggungnya dicium pria kekar yang masih memejamkan mata, "Apa kau kenal wanita yang namanya Nara?"Andre yang sedang mencium pipi honey-nya mengernyitkan dahi makin dalam, "Nara?""Iya, Andre, Nara. Joe suka memanggilnya Onty Nara dan bocah nakal itu tak tau nama panjangnya."Andre yang duduk jadi berpikir kira-kira siapa saja wanita yang sudah dikenalkan big bosnya pada Joe, "Nara? Nara... Narisi Jinya Larson? Nara!?""Aku yang bertanya padamu, young man. Dan menjauhlah sebentar dari Mark!" Andre yang terkejut men
Nara yang terkejut mendapati suara ramai dari kebun menghentikan langkahnya. Manik mata hitam pekatnya membesar melihat Rei sedang bermain dengan Joe yang cerewet dan suka berceloteh dengan. Ia tidak mengerti kenapa anak pecinta cheesecake itu ada berada dalam pekarangan rumahnya yang jadi begitu ramai meski Rei diam membisu mengikuti Joe mengejari bole yang menggelinding tak tau arah.Nara yang tak ingin Joe makin dekat dengannya tak bisa berkata apapun kecuali memandangi Dua anak kecil yang terlihat asik meski yang satu lebih bossy dari yang satunya. Bocah bermata biru yang meski membisu tanpa kata cahaya matanya terlihat lebih hidup dan Rei terlihat tak masalah dengan sikap Joe.Joe yang tidak suka berteman meski banyak yang ingin menjadi temannya walaupun anak berpipi tembem yang enak dipegang itu nakal. Rei yang tidak pernah memiliki teman kecuali Cyntia dan setelah Cyntia tidak ada Rei tak perduli pada apapun atau siapapun ka
"Kenapa kita tak membuka bersama, Darling?"Wanita dingin yang berdiri didepan pintu kamarnya yang terkunci itu menatapi Alan, lekat, "aku ingin memastikan sesuatu, Tuan Sulivan, tapi jika itu membuatmu lebih nyaman akan kulakukan."Manik abu-abu Alan membesar saat Nara membuka satu persatu kancing bajunya--'shit! Shit! Shit! Kenapa ia begitu tenang, tidakkah tadi ia merasa takut--dia cantik sekali, damn! Tenangkan dirimu hasrat!' Alan menarik dalam nafasnya saat Nara meletakan begitu saja pakaian yang ia kenakan di atas lantai dan hanya meninggalkan underwear yang membuat Alan menelan Saliva. Apalagi saat Nara menatapnya.Wanita dingin ini benar-benar membuat Alan gila lalu melepas kancing kemejanya sendiri satu persatu dibawah tatapan Nara.Bukan tak merasa apapun, wanita dingin minim ekspresi itu hanya tak terbaca wajahnya. Matanya yang memang selalu dipenuhi kepercayaan diri, sekali waktu ingin
Rei menatapi Joe yang jadi pendiam, bocah yang juga kecil itu memeluk bola yang rasanya tak akan mereka tendangi hari ini."What?" Ucap Joe saat Rei duduk disampingnya.Rei tidak pernah bicara, tapi bocah nakal disampingnya tak mempermasalahkan itu. Dan Rei yang hanya diam duduk menemaninya membuat Joe yang tak cerewet sejak datang merasa tenang--tenang? Bocah nakal ini bahkan belum tau arti kalimat itu tapi, ia tak masalah kalau Rei yang diam duduk disampingnya."Rei, apa kau suka padaku?" Tanya Joe membuat Rei menoleh lalu mengangguk."Tentu saja kau suka padaku, semua orang suka padaku. Daddy suka padaku, Bibi Ann suka padaku, Lody suka padaku, Onty Nara suka padaku, terus...Ng?"Rei menunjuk dirinya, "yeah, kau sudah ngomong itu tadi, duh."Ok, 'duh' Joe terucap lagi. "Tapi-," mata abu-abu bulat nan jernih itu menunduk, "tapi, my mommy tidak suka pa
Lelaki yang mendengar ponselnya berbunyi itu langsung mengangkat telfon tanpa melihat siapa yang menghubunginya. Hal yang sudah biasa ia lakukan mengingat pekerjaan yang ia pilih dalam hidup. "Good evening, Dokter Carter."Suara yang terasa tak asing itu membuat Carter langsung bangun, "Iori?""Maaf mengganggu tidur anda.""It's ok, is something wrong?" Ucap Carter menyibak selimut lalu turun dari ranjang, lelaki yang sudah sepenuhnya sadar ini terus mendengarkan ucapan Iori. Wajahnya berubah serius seketika dan terlihat berpikir dengan jari menjentiki permukaan kasur."Menolak bisa berahir Rei tak akan mau lagi meminta sesuatu dimasa yang akan datang, tapi jika menerima...,"Iori terus mendengarkan tanpa menyela, "apa Nona Larson berani mengambil resiko? Karena apapun pilihannya itu seperti dua mata pisau yang hasilnya belum pasti."Iori menatap wanita
Sean Carter mengedarkan matanya menatapi langit yang rasanya sudah lama tak ia lihat."Get in."Sean tak menjawab. Ia hanya masuk ke dalam mobil yang pintunya langsung tertutup begitu ia duduk lalu melaju membelah hamparan pohon-pohon tinggi menjulang sejauh matanya memandang, 'aku tidak tau di kotaku ada tempat seperti ini. Apa mainku kurang jauh? Nah, kurasa hanya orang kebanyakan waktu yang mau masuk ke dalam hutan seperti ini.'Sean sesekali melirik pria yang menghancurkan kameranya. Lelaki yang juga diam sepanjang jalan, "hei, berapa lama kalian mengurungku?"Tak ada yang menjawab, dan itu membuat Sean mendengus lalu kembali menatapi jalanan sepi dan berkelok-kelok sampai matanya melihat jalan utama yang lengang dan semakin lama suara kehidupan terdengar makin jelas juga nyata."Get out."Tanpa diperintah dua kali Sean membuka pintu lalu turun, "hei!" Seruan itu membuat tangan Sean bergerak menangkap tas besar yang rasanya berat.
"ah...." Lenguhan pelan yang terdengar merdu ditelinga Alan itu semakin membuat pria yang sedang memainkan lidahnya di ceruk leher Nara terdiam meski tangannya menyusup masuk pada baju Nara yang kancingnya sudah terbuka. Dilepasnya pengait bra dibagian depan yang membuatnya lebih bebas melihat, menjilat, mengecupi payudara wanita dingin yang meremas rambutnya.Nara jadi lebih sensitif pada sentuhan jari, lidah, dan bibir Alan. Dan pria ini tau itu.Hari masih begitu terang di luar, juga hangat. Sementara dua anak kecil yang sudah selesai makan siang langsung tidur karena lelah menangis dan bermain. Sementara Iori pergi melakukan hal yang harus ia lakukan.Alan duduk di depan perut Nara yang ia pandangi, lalu sentuh dan kecup sekali, "halo, Sayang, ini pertama kalinya kita bertemu bukan?"Nara hanya menatapi Alan dalam diam, ia tak mengerti sentimen yang sedang ia lihat dihadapannya, tapi wanita dingin ini sama sekali tak keberatan. "See, your mama tidak m
Kaki kecil Joe terus mengejar langkah Rei yang menjauh darinya, langkah-langkah kecil keduanya membuat burung-burung dara jinak yang mematuki lantai kembali terbang tak tentu arah. "Rei...! Kenapa Rei lari?"Tapi yang ditanya menutup mulutnya rapat dan makin kencang berlari, "Rei! Jangan kencang-kencang dong, aku lelah nih.""Joe jangan ngejar aku!" Teriak Rei membuat Joe diam, "kalo gitu Rei jangan lari, dong!"Mendengar itu Rei berhenti lalu menoleh pada bocah kecil yang dadanya naik turun, "stop right there!" Seru Rei membuat Joe yang melangkah berhenti, "why?""Karena--karena aku," suara Rei makin kecil, "aku gak boleh ketemu Joe.""What? I don't hear you, Rei""I said I can't see Joe anymore!"Joe yang mendengar itu jadi diam memandangi sahabat yang ingin sekali ia temui, tapi apa katanya, "apa Rei benci padaku karena aku nakal? Jadi mommy benar? Rei gak mau ketemu aku karena aku nakal?""Aku tidak benci Joe, aku suka
Brugg!"What?" Wanita berambut merah yang bokongnya ditabrak itu menoleh, ia menunduk menatapi bocah kecil yang mendongak, "I am sorry, Ma'am."Wanita yang masih mentapi anak kecil yang membungkuk benar-benar meminta maaf itu tersenyum lalu mengusap kepala kecil yang rasanya mengingatkannya pada anak lain yang tak pernah bersuara, "it's ok, darling. But, lain kali hati-hati, ok?""Yes, Ma'am, thank you.""What a lovely child you are," ucap wanita berambut merah itu lalu membalas lambaian bocah kecil yang kembali berlari menyusul wanita berambut sebahu yang memakai topi lebar menutupi wajah."What you looking at, Roxanne?" Tanya Rima membuat wanita berambut merah yang ia tepuk pundaknya itu kaget, "God! Tak bisakah kau menyapaku dengan lebih ramah?"Rima hanya terkekeh lalu ikut menatap apa yang dilihat Roxanne, "who?""Tidakkah kau berpikir anak ke
"Apa anda melakukan sesuatu sampai nona Larson pergi tanpa kata, Tuan?"Alan diam dan Andre pun menutup mulutnya. 'I know it! Tapi jika bukan salah tuan ataupun Joe, lalu salah siapa sampai wanita dingin itu pergi? Tapi kesalahan besar apa yang bisa dilakukan anak nakal itu? Kecuali menghabiskan cheesecake dan membuat ibunya frustasi karena tak ingin didekati?'Tau ia tak akan mendengar jawaban dari Alan, Andre menarik dalam nafasnya sebelum berucap, "Oh, dan tentang pria yang anda minta kami cari keberadaanya itu-,"Alan memutar kursinya, "kau sudah menemukannya?"Andre menggeleng, "jangan menatapku kecewa begitu, Tuan, dengarkan dulu," Andre membuka layar laptopnya dan menyerahkannya pada Alan."Anda lihat pria bertato ular dilengannya itu?" Alan mengalihkan pandangannya dari potret lelaki yang membuatnya mengingat masa lalu."Dia rekan kerja Hansel Nicholas," Andre melirik Alan s
"Get back here, young man!" Seru lelaki bermata ash pada bocah berpipi gembil yang meliriknya kesal lalu membanting pintu kamarnya keras.Alan Parker Sulivan menarik dalam nafasnya dan ia hembuskan kasar melihat pintu kamar Joe yang rapat bahkan bunyi kunci terdengar setelah BRAKK!"Let me," ucap wanita berambut pirang yang mengetuk pintu kamar Joe, "honey, please open the door, we won't get mad, ok?"Tak ada jawaban sama sekali, dan sekali lagi Sofia mengetuk pintu, "please, we won't get mad becouse you Made your friend hurt again this time."Lagi, sama sekali tak ada jawaban dari Joe yang memilih bungkam. Bocah kecil yang memakai baju lengan pendek itu memilih duduk menatapi pesawat kertas yang membuatnya ingat sahabatnya yang tak lagi ia temui. Bahkan saat ia pergi bersama Bibi Ann, Rei tak ada di rumah.Musim sudah berganti, karena ia tak lagi harus memakai jaket tebal dan baju hangat seti
Kesunyian dalam kamar sama sekali tak dipermasalahkan dua tubuh yang berbaring di atasnya.Alan merengkuh tubuh Nara yang berbaring memunggunginya. Sesekali bibirnya mengecup pundak Nara, tangannya pun mengusap lengan wanita dingin yang memejamkan mata meski Alan tau Nara belum tidur.Ia tau wanita dingin yang memilih bisu ini sedang butuh waktu untuk apapun yang diinginkan Nara setelah mendengar ucapan Rei. Bocah lelaki kecil yang ternyata lebih terluka dari apa yang ia kira.Alan menarik dalam nafasnya, mengingat tiap kalimat Rei yang tak ingin ia enyahkan. Dan bayangan Sofia melintas silih berganti.[Senang bertemu denganmu, nona Johan.]Itu ucapan Nara saat pertama kali mereka bertemu dalam pesta perayaan gedung Smith yang ahirnya berdiri, 'apa kamu-?' Alan menggelengkan kepala dan mengecup pundak Nara sekali lagi, ia yakin Nara pasti sudah menyelidiki siapa Sofia. 'Apa yang ak
Lelaki yang mendengar ponselnya berbunyi itu langsung mengangkat telfon tanpa melihat siapa yang menghubunginya. Hal yang sudah biasa ia lakukan mengingat pekerjaan yang ia pilih dalam hidup. "Good evening, Dokter Carter."Suara yang terasa tak asing itu membuat Carter langsung bangun, "Iori?""Maaf mengganggu tidur anda.""It's ok, is something wrong?" Ucap Carter menyibak selimut lalu turun dari ranjang, lelaki yang sudah sepenuhnya sadar ini terus mendengarkan ucapan Iori. Wajahnya berubah serius seketika dan terlihat berpikir dengan jari menjentiki permukaan kasur."Menolak bisa berahir Rei tak akan mau lagi meminta sesuatu dimasa yang akan datang, tapi jika menerima...,"Iori terus mendengarkan tanpa menyela, "apa Nona Larson berani mengambil resiko? Karena apapun pilihannya itu seperti dua mata pisau yang hasilnya belum pasti."Iori menatap wanita
Rei menatapi Joe yang jadi pendiam, bocah yang juga kecil itu memeluk bola yang rasanya tak akan mereka tendangi hari ini."What?" Ucap Joe saat Rei duduk disampingnya.Rei tidak pernah bicara, tapi bocah nakal disampingnya tak mempermasalahkan itu. Dan Rei yang hanya diam duduk menemaninya membuat Joe yang tak cerewet sejak datang merasa tenang--tenang? Bocah nakal ini bahkan belum tau arti kalimat itu tapi, ia tak masalah kalau Rei yang diam duduk disampingnya."Rei, apa kau suka padaku?" Tanya Joe membuat Rei menoleh lalu mengangguk."Tentu saja kau suka padaku, semua orang suka padaku. Daddy suka padaku, Bibi Ann suka padaku, Lody suka padaku, Onty Nara suka padaku, terus...Ng?"Rei menunjuk dirinya, "yeah, kau sudah ngomong itu tadi, duh."Ok, 'duh' Joe terucap lagi. "Tapi-," mata abu-abu bulat nan jernih itu menunduk, "tapi, my mommy tidak suka pa