Jane memberanikan membalas tatapan Fluke padanya. Laki-laki itu memakai kaos putih polos yang dibalut dengan jaket denim biru cerah hari ini. Selain berasal dari keluarga berada yang mampu membeli pakaian-pakaian, sebagai seorang laki-laki Fluke sangat memerhatikan penampilannya. “Kita sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi. Aku ingin sembuh. Terjebak dengan masa lalu hanya akan mendatangkan lebih banyak rasa sakit.”
“Benarkah?” Fluke tertawa sumbang. Raut wajahnya kemudian berubah sangat serius. Hal itu membuat Jane merasa waspada sekarang. Ia khawatir keponakan rektor yang merupakan mantan kekasihnya itu akan membuat alasan untuk melaporkannya pada wakil dewan.
“Lalu, apa yang kau lakukan di sini?”
“Bukan urusanmu.” Jane hendak buru-buru pergi, tetapi fluke lagi-lagi menahannya.
“Biarkan aku pergi dari sini, Fluke,” pinta Jane yang merasa kesal dengan sikap Fluke.<
Jane mengingat bagaimana Fluke menitipkan earphone milik Romeo kepadanya. Seharusnya ia sudah tahu dari awal kalau hubungan Fluke dan Romeo tidak baik-baik saja. Romeo mencurigai Fluke sebagai salah satu dari geng topeng hitam itu. Lalu Fluke menemukan earphone milik Romeo yang terjatuh. Jane khawatir jika earphone ini terjatuh ketika mereka menggunakannya saat melakukan pengintaian terhadap Victor. Bisa-bisanya Jane semula menduga bahwa Fluke meminjamnya dari Romeo dan enggan mengembalikannya. Itu hal mustahil yang pernah Jane pikirkan.Jane merasa khawatir sekarang, bagaimana jika Fluke tahu tentang mereka? Fluke akan menjadi penghalang besar bagi rencana mereka jika laki-laki yang merupakan mantan kekasih Jane itu tahu.Jane menoleh ketika mendengar suara seseorang yang sedang dalam pikirannya itu. Fluke turun dari mobil mewahnya dan berjalan dengan angkuh menghampiri Jane yang ttengah sendirian di halte bus. Jane buru-buru menembunyikan earphone milik Romeo ke dala
Aland bergegas menuju suatu tempat begitu Romeo mengirimkan pesan grup bahwa dirinya telah menangkap Victor.Aland terkejut ketika semua teman-temannya sudah sampai di gedung belakang kampus, kecuali Jane—dengan seseorang yang ditutupi kepalanya menggunakan kain hitam serta tangan dan kaki yang diikat dengan kursi. Aland menatap teman-temannya bergantian. Mereka semua mengangguk seolah mengerti dari tatapan Aland yang menyiratkan pertanyaan apakah seseorang di kursi itu adalah Victor.“Lepaskan aku!” suara Victor membuat semua orang beralih padanya.Joo mendekati Victor dan berteriak di depan telinganya. “Diam atau kupatahkan lehermu!”“Lepaskan aku! Siapa kalian sebenarnya?! Mengapa kalian menangkapku?!” Victor bergerak tak tenang, ia berusaha keras melepas ikatan di tubuhnya.Mengingat penghinaan yang pernah dikatakan oleh Victor tentang kakaknya, tiba-tiba membuat emosi Aland muncul seketika. Dengan lang
“Mereka mengirimiku pesan ancaman, aku hanya melakukan apa yang mereka perintahkan dan aku akan mendapakan bayaranku. Jika aku tidak melakukannya, mereka akan terus mengirimkan teror padaku. Aku juga berharap dengan bergabung dengan mereka, aku bisa menemukan Mikhaela,” ungkap Victor jujur. Laki-laki itu menangis tertahan, merasa takut jika mereka akan memukulinya lagi.“Bagaimana kau bisa dipercaya?” Aland masih tak percaya dengan ucapan Victor.“Aku berani bersumpah kalau aku berbicara jujur. Aku mengkhawatirkan Mikhalea. Dia menghilang ketika aku baru tahu ternyata ada teror di kampus ini. Aku takut jika terjadi sesuatu dengannya kalau dia menghilang karena orang-orang itu. Mereka sangat berbahaya.”‘Aland mengepalkan tangan di sisi jari celana. Kekhawatirannya semakin memuncak mendengar ungkapan Victor tentang kakaknya dan geng topeng hitam itu. Aland mulai mempercayai perkataan Victor karena merasa laki-laki itu ber
Rencana menangkap Victor telah berhasil. Sayangnya, mereka tak menemukan jejak apa pun tentang Mikhaela. Namun, mereka berhasil menemukan fakta baru tentang geng topeng hitam itu, bahwa mereka akan meneror mahasiswa untuk melakukan perintah dan mereka akan membayarnya, begitu pun sebaliknya, jika mahasiswa yang mendapat perintah mereka tak menuruti perintah, maka mereka akan mendapatkan masalah besar. Aland menduga kakaknya adalah salah satu korban dari geng openg hitam itu, mereka menuruhnya melakukan sesuatu tetapi Mikhaela tak menuruti mereka, mungkin itu adalah alasan mereka membuat Mikhaela hilang.“Kasus Victor sama persis dengan kasus yang dihadapi oleh Tor—mahasiswa yang pernah mencoba bunuh diri dan juga mencoba membunuh Aland karena depresi mendapakan teror dari geng topeng hitam itu,” ucap Romeo saat mereka berkumpul di meja panjang basecamp. Hari ini adalah akhir pekan, masing-masing dari mereka mengenakan pakaian santai. Hanya ada empat
Bergabung Dengan Club Biologi. “Setiap mahasiswa yang bergabung di sini tidak hanya memiliki minat belajar biologi saja, tetapi mereka juga harus punya bekal potensi di bidang ini,” jelas seorang perempuan berkcamata yang tengah duduk di balik meja ruang biologi, ketika Aland mengatakan ia dan teman-temannya ingin bergabung dan belajar dengan club biologi. Kebetulan ketika mereka menuju ruang biologi, kelas club itu telah selesai. Semua anggota telah pulang, kecuali pemimpin mereka yang mengaku bernama Lili. “Kami memiliki potensi.” Joo dan Kate saling melirik satu sama lain ketika Aland mengatakan bahwa mereka memiliki potensi di bidang biologi. Sepertinya teman-teman mereka salah menunjuk mereka berdua di sini, baik Joo dan Kate bahkan ragu apakah mereka bisa bergabung dengan mudah. “Kami tidak bisa menerima sembarang orang.” Aland hampir mendengus mendengar kalimat perempuan bernama Lili itu, entah kenapa ia merasa peremp
Cairan Kimia LiliRomeo telah menyambungkan panggilan pada earphone milik Joo. Laki-laki itu sengaja membaca pertanyaan dengan suara keras agar Romeo bisa mengerjakan soalnya. Kemudian, Romeo membacakan jawaban yang kemudian ditulis oleh Joo. Lili sempat melirik kea rah Joo karena laki-laki itu begitu nyaring membaca soalnya. Namun, dia hanya meliriknya tanpa menegurnya.Kate berkali-kali mengode Joo untuk memberinya contekan jawaban, tetapi laki-laki itu sangat serius menulis sehingga tak memedulikan Kate yang belum sama sekali mengisi lembar jawabannya.“Cepat …,” Kate berbisik kesal. Beberapa saat kemudian, ia berbinar karena Joo menyerahkan jawabannya kepadanya. Cepat-cepat Kate menyalin jawaban dari kertas milik Joo, sementara Joo mengganti kertasnya dengan kertas kosong yang ia siapkan dan berpura-pura menulis di sana. Beberapa kali mereka melirik ke arah Lili, yang ternyata sedang menulis sesuatu di catatannya.
34. Bukti Kejahatan di Club BiologiKen dan Jane yang baru datang ke rumah sakit menghampiri Aland dan Romeo yang duduk di kursi tunggu, usai beberapa saat mencari keberadaan mereka.“Maaf, kami baru bisa datang karena latihan baru saja selesai. Bagaimana keadaan mereka?” Tanpa basa-basi, Ken langsung bertanya begitu mereka sudah ada di hadapan Romeo dan Aland. Kedua laki-laki itu lalu berdiri saat melihat teman-temannya datang.“Keadaan mereka sudah lebih baik sekarang, hanya saja mereka masih harus beristirahat karena mereka cukup lemah. Kata dokter, mereka mengonsumsi obat-obatan dalam dosis yang cukup membuat kaget untuk pemula. Sementara mereka tidak pernah mengonsumsi obat-obatan sebelumnya.”Jane dan Ken sama terkejutnya dengan penjelasan Romeo. “Maksudmu … obat-obatan terlarang?” tanya Jane. Romeo mengangguk.“Mereka harus dirawat agar tak terjadi ketergantungan,” jawab Aland.&l
Bukti yang direnggut di Bilik Toilet“Tidak apa-apa. Kita masih punya formula itu.” Romeo mengingatkan. Sedetik kemudian, matanya melebar begitu mengingat alat perekam Joo ang mati dan ia menduga karena Lili memakai jammer. “Formula itu, di mana formula itu?”“Jane yang menimpannya,” jawab Aland. Melihat Romeo yang bergegas pergi, Aland tampak bingung. “Kau mau ke mana?”“Mencari Jane.” Romeo telah berlari, lalu diikuti oleh Aland, Kate dan Joo yang sebelumnya saling menatap heran karena kegelisahan Romeo.“Rome, tunggu!” Joo berteriak memanggil Romeo yang berlari di koridor yang sepi. Joo berusaha menggapai laki-laki itu meski ia cepat sekali, akhirnya Joo berhasil menarik kemeja Romeo membuatnya berhenti.“Ada apa? Mengapa kau terlihat khawatir?” tanya Joo yang telah berhasil mencapai Romeo. Aland dan Kate yang tertinggal di belaka
Fluke menyusup ke ruang belakang panggung. Ia melihat seorang pria yang bertugas mengatur lighting serta pergantian background layar sesuai berjalannya penampilan. Fluke diam-diam mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya. Dan membungkam mulut petugas itu dengan sapu tangan yang sudah dilumurinya dengan obat bius. Petugas yang terkejut karena tiba-tiba seseorang membekap mulutnya, sempat merona. Namun, tak butuh waktu lama, keadaannya menjadi lemas dan akhirnya tak sadarkan diri. Dua orang kemudian datang menghampir Fluke, dan seolah sudah mengerti atas perintah Fluke, mereka membawa petugas itu ke tempat yang aman.Fluke kemudian menggantikan petugas itu dengan duduk dan memakai topi dan masker untuk menyamar sebagai petugas di belakang panggung. Ia yang kemudian menatap layar yang menampilkan tampilan drama dansa yang sudah direkam oleh kamera di depan panggung. Sehingga ia dapat melihat jalannya penampilan.Ken sudah memasuki area panggung, sesuai alu
Romeo membawa laptopnya ke balkon gedung tua yang lebarnya hanya satu x satu meter itu. Ia menunggu sinyal Aland yang tak kunjung muncul, di satu sisi saat malam hari seperti ini jaringan internet di gedung lama itu cukup lambat mengakibatkan pekerjaannya jadi terhambat. Padahal ia juga harus melacak digit nomor peneror Tor, karena sejak hari masih sore pun ia belum berhasil melakukannya.“Bagaimana ini, posisi Aland bisa berbahaya jika aku tidak kunjung menyelesaikan pekerjaanku.”Meski tak mengerti betul maksud Aland menyuruhnya melakukan pekerjaan ini karena Aland bercerita apa pun padanya, tetapi Romeo yakin semua pekerjaan yang diserahkan padanya saling berhubungan dengan keselamatan Aland di sana. Maka dari itu ia mengerahkan semua kemampuannya, ia tak ingin pengorbanan temannya itu berakhir sia-sia begitu saja. Usai berpikir berulang kali, akhirnya Romeo memutuskan untuk pergi dari gedung tua itu untuk menyusup ke dalam gedung utama kampus. Tempat pe
“Jane? Bukankah itu kau?” seorang gadis yang merupakan anggota club dansa itu menghampiri Jane dengan tatapan tak percayanya. Jane yang kebingungan dan merasa begitu terkejut dengan apa yang terjadi tak tahu harus berbuat apa.“Aku tidak menyangka sekali Jane kau berbuat seperti itu. Kau face of campus Jane.” Tambah yang lain.Jane merasa semakin bingung dan tertekan kala suara penonton mulai membicarakannya yang tidak-tidak, menyorakinya dengan hal-hal buruk pada hal yang tidak sama sekali ia lakukan. Jane menoleh kembali pada layar besar di belakangnya, berharap mimpi buruk tentang fotonya yang dipertontonkan kepada semua orang itu tidak pernah erjadi. Namun, Jane melihat dengan jelas foto yang menampilkan dirinya itu.Jane menutup telinganya dan memejamkan mata. Merasa frustasi dengan kejadian yang tak pernah diduganya ini. jelas-jelas itu adalah foto Fluke, tetapi wajah laki-laki itu buram. Jane semakin frustasi memikirkan dan m
Orang itu dibuka dan ternyata dia Willy. Willy dirawat di rumah sakit Karen luka parah. The protagonist selebrasi secara diam-diam atas kemengangan mereka, mereka menganggap penderitaan sudah berakhir. Mereka bertemu Jane tetapi tidak ada yang mengajaknya bicara.Tapi ternyata salah, terror masih terjadi di mana-mana dan semakin menjadi di kampus.Poster buronan para protagonist diganti dengan poster gambar Jane yang sangat besar. Makian dan bulyyan terhadap jane dan Ken, usai foto mesra mereka beredar. Mereka diminta untuk turun dari jabata mereka sebagai face of campus. King dan queen kampus.Di kondominiumnya, Jane berdiri di atap dan ingin mengakhiri hidupnya. Fluke datang tepat waktu dan meminta maaf padanya. Menjelaskan bahwa semua yang dia lakukan bukanlah rencananya.tetapi karrena ia di terror oleh GTH untuk menghancurkan persahabatan mereka sampai tak berkumpul lagi..Fluke lalu menemui teman-te
Aland, Joo dan Romeo sudah sampai di bawah untuk melihat siapa sebenarnya pemimpin geng topeng hitam itu. Joo melirik ke sekelilingnya untuk memastikan bahwa tidak ada penjaga yang mengejar mereka. Romeo dan Aland duduk di dekat orang yang diduga kaisar itu. Aland melirik Romeo sesaat, laki-laki itu mengangguk serta mengerti maksud Aland. Aland meraih topeng hitam-puih dan membukanya.Mereka bertiga terkejut melihat wajah sebenarnya pemimpin geng topeng hitam itu.“Willy?” ucap Joo terkejut dan ikut duduk dengan kedua temannya. Mereka benar-benar tak percaya bahwa Will-lah yang sebenarnya selama ini menciptakan kerusuhan secara misterius di dalam kampus.“Dasar munafik.” Umpat Joo tepat saat melihat wajah Willy yang kini bersimpah darah di dahinya. “Dia bersikap sebagai mahasiswa teladan di kampus tetapi dia memiliki hati yang sangat busuk.”Romeo dan Aland kompak melirik Joo ketika laki-laki itu mengatakan itu. Mereka
“Aku juga tidak menyangka.” Joo tersenyum geli membayangkan kedua temannya yang memeiliki sifat unik jika mereka bersama akan seperti apa? Pasti lucu sekali. “Aku tidak bisa membayangkan ghadis tomboy itu rupanya menyukai laki-laki kemayu seperti Ken.”Romeo merasa geli melihat wajah Joo ang sedang membayangkan sesuatu. “Apa yang kau pikirkan? Berhenti berhayal.”Joo mendengus pada Romeo. “Kau tidak pernah tahu rasanya senang melihat temanmu jatuh cinta. Lebih baik cari pasangan sana, supaya kau tahu rasanya jatuh cinta!” ejek Joo pada Romeo.Romeo mendelik pada Joo karena laki-laki itu tiba-tiba menyinggung tentang pasangan. “Apa yang kau maksud? Bercermin dulu sebelum mengolok orang lain. Kau sendiri belum memiliki kekasih.”Joo langsung terdiam mendengarnya. Sementara Aland yang tengah duduk di antara mereka berdua melirik Romeo dan Joo dengan heran. “teman-teman, pertunjukkannya sudah a
"Bagaimana kinerjamu itu, Irene? Sebagai pemimpin club-mu kau mendapatkan tanggung jawab untuk mengatur kostum kami, tapi apa yang terjadi? Bukankah anggotamu sudah banyak? Ini kostum pemeran utama padahal."Jane menarik tangan Ken, mengingatkan laki-laki itu untuk tidak menyuarai Irene seperti itu melalui tatapan matanya. Jane merasa tidak enak sendiri melihat Irene yang mendapat omelan dari Ken, ia merasa Irene tidak sengaja melupakan kostumnya karena begitu banyak pekerjaan yang dia lakukan."Maafkan aku, aku benar-benar menyesal. Ayo, kemarilah. Duduklah dulu di sini. Aku akan akan kembali lagi membawa kostumnya untukmu."Irene buru-buru pergi mencari kostum pemeran utama wanita. Sementara Jane dan Ken mau tak mau menunggunya di sana. Ken melirik jam di pergelangan tangannya, acara tinggal sepuluh menit lagi."Jangan berbicara seperti itu padanya, mungkin saja dia tidak sengaja melupakan kostumku karena terlalu banyak pekerjaan yang ia kerjakan." Jane
"Bagaimana kinerjamu itu, Irene? Sebagai pemimpin club-mu kau mendapatkan tanggung jawab untuk mengatur kostum kami, tapi apa yang terjadi? Bukankah anggotamu sudah banyak? Ini kostum pemeran utama padahal."Jane menarik tangan Ken, mengingatkan laki-laki itu untuk tidak menyuarai Irene seperti itu melalui tatapan matanya. Jane merasa tidak enak sendiri melihat Irene yang mendapat omelan dari Ken, ia merasa Irene tidak sengaja melupakan kostumnya karena begitu banyak pekerjaan yang dia lakukan."Maafkan aku, aku benar-benar menyesal. Ayo, kemarilah. Duduklah dulu di sini. Aku akan akan kembali lagi membawa kostumnya untukmu."Irene buru-buru pergi mencari kostum pemeran utama wanita. Sementara Jane dan Ken mau tak mau menunggunya di sana. Ken melirik jam di pergelangan tangannya, acara tinggal sepuluh menit lagi."Jangan berbicara seperti itu padanya, mungkin saja dia tidak sengaja melupakan kostumku karena terlalu banyak pekerjaan yang ia kerjakan." Jane
“Terserah kau saja!” Jane yang mulanya berteriak karena kekesalannya pada Fluke, terkejut karena reaksi Fluke. “terserah apa yang ingin kau katakan. Karena jika aku menceritakannya pun, kau juga tidak akan memahami mengapa aku melakukan hal ini! Aku sudah tidak peduli apa pun yang kau nilai tentang diriku lagi!” Jane terkejut dengan pernyataan Fluke yang didengarnya. “Apa maksudmu?” tanya Jane dengan heran. Namun, Fluke tampak tak ingin menjawab pertanyaan gadis itu. Laki-laki itu membalikkan badannya dan memerintahkan Jane untuk pergi dari hadapannya. “Pergi dari sini.” “Apa? Kau mengusirku?” tanya Jane tak percaya. “Pergi, Jane. Atau akan menyesal seumur hidup jika kau masih tetap di sini.” Jane yang hendak membalas langsung terdiam dengan perkataan laki-laki itu. Mau tak mau dengan ancaman itu, Jane meninggalkan ruangan Fluke dengan amarah dan pertanyaan yang kini bersarang di kepalanya. Hari perayaan kampus telah tiba. Semua